Anda di halaman 1dari 21

LATAR BELAKANG

Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat,
sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit
merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment)
Untuk itu, RS Sehat Sejahtera(RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian pasien di RSSS
sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.

TUJUAN
Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam melakukan
pengkajian terhadap pasien di RSSS.

RUANG LINGKUP
Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi :
1. Pengkajian Awal (Initial Assessment)
Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan
pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing.

2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment)


Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari pelaksanaan
rencana pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan / pengobatan selanjutnya.
Bisa dilakukan dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat pengkajian awal.

Adapun kerangka pengkajian pasien di RSSS adalah sebagai berikut :


Nutritional Screening

Fall Risk Assessment

Kebutuhan Edukasi
Need for Discharge
Living A ssesment
(Functional Status)
High/Low for PEM

Activity of Daily

Socioeconomic
Pain Screening

Assessment *)
Psychological
Assessment

Assessment

Specialized
Planning
(H/M/L)

Pasien
(Y/N)

Inpatient Initial
ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ
Assessment
Re- Bila pasien jatuh,
menerima obat-
Assessment Minimal obatan yang
tiap 24 meningkatkan
resiko jatuh,
jam gangguan
keseimbanga
n
Ambula Initial
t ory Assessment ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ
patient
Re-
Assessment
Emergency ѵ

*) Merupakan pengkajian per bidang spesialisasi dan pengkajian untuk kasus penganiayaan, anak dan
kasusketergantungan alkohol / obat.
KEBIJAKAN

1. Pengkajian awal
 Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal
sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSSS.
 Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
terdokumentasi dalam rekam medik.
 Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian,
keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta
adanya diagnosis awal.

2. Pengkajian lanjutan
 Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap
pengobatan dan penanganan yang diberikan.
 Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien
gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam
hitungan menit, sedangkan pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat
respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medik dan standar
profesi keperawatan RSSS.
 Format pengkajian lanjut di RSSS meliputi : SOAP
Di mana :

S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan yang


relevan dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan
evaluasi terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai
tidak bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit)

O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis di


rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam
diagnosis dan terapi yang diberikan saja.

A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam medik hanya


kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi
(penambahan maupun pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari
pengkajian sebelumnya. Termasuk perubahan diagnosis harus dituliskan.

P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medik secara


lengkap setiap perubahan terapi / penanganan. Termasuk penambahan obat,
pengurangan obat, perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan
spesialisasi lain, rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga
yang akan dilakukan.

Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen
SOAP di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus
justifikasi dari terapi yang diberikan sehingga pada proses audit informasi yang
diberikan lengkap, sekaligus memenuhi aspek hukum.
Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis /
terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu.
3. Pengkajian gawat darurat
Pengkajian dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit yang menemukan pasien
dalam keadaan gawat.
 Pengkajian awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSSS, atau perawat yang terlatih
dalam melakukan pengkajian gawat darurat.
 Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat
darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda vital yang meliputi
tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk pengkajian di UGD, pengkajian tambahan
dilakukan sesuai format yang tertera di FORMULIR MEDIK GAWAT DARURAT
(RM1.1)
 Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 3 menit sejak pasien
tiba di RSSS atau mengalami kejadian gawat darurat di RSSS.
 Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik dalam kronologi
waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan.

4. Pengkajian Rawat Jalan


 Pengkajian pasien rawat jalan dilakukan di Cardiac Centre, Neuroscience Centre &
Outpatient Unit, CDC, Endoscopy, One Day Surgery, Hemodialisa rawat jalan.
Pengkajian awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat sesuai dengan format yang
terdapat di APPENDIX A kebijakan ini.
 Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru dan pasien yang
sudah satu tahun tidak berobat ke RSSS
 Pengkajian medik rawat jalan dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis di unit
rawat jalan RSSS atau dokter UGD jika diluar jadwal operasional unit rawat jalan
RSSS.
 Pengkajian medik rawat jalan didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /
kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan
(tanggal dan jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.
 Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan
sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Pengakjian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik dilakukan
sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang terdapat di
APPENDIX B kebijakan ini.
c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial, motorik,
sensorik, otonom dan keseimbangan.
d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya harus
meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari jantung, paru dan
organ lainnya.
 Dokter membubuhkan tanda tangan DAN nama atau inisialnya di akhir dari penulisan
di rekam medik

5. Pengkajian Medik Rawat Inap


 Pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan (Ward doctors) sesaat
setelah pasien masuk ke ruang rawat inap. Hasil pengkajian didokumentasikan di Form
ANAMNESA / PEMERIKSAAN FISIK (RM3.2), dan dilaporkan ke DPJP. Pengkajian
medik rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) pada saat
admission (saat pasien masuk ruang perawatan) sekaligus melakukan review hasil
pengkajian dokter ruangan
 Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan pengkajian dokter yang akan
merawat, maka jika pasien dilakukan pengkajian kurang dari 24 jam, pasien dalam
keadaan tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani proses admission,
sedangkan jika pasien dengan pengkajian lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba di
RSSS, maka pasien harus menjalani pengkajian ulang di UGD RSSS guna memastikan
bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke
ruang rawat inap.
 Pengkajian medik rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /
kebijakan rekam medik, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
(dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.
 Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan
sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Pengkajian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik dilakukan
sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang terdapat di
APPENDIX B kebijakan ini.
c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial, motorik,
sensorik, otonom dan keseimbangan.
d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya harus
meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari jantung, paru dan
organ lainnya.
 Pengkajian medik rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak admission
atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien.
6. Pengkajian Peri Operatif
 Pengkajian peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan
kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama.
 Pengkajian pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di
rekam medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus
menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.
 Pengkajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,dan
didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta
rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan pengkajian lanjutan)
 Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana pengkajian pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan
persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar
bedah.

7. Pengkajian Peri Anestesi / Sedasi


 Pengkajian peri anaestesi meliputi :
a. Pengkajian pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi cito
dapat digabungkan dengan pengkajian pre induksi.
b. Pengkajian pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat
sebelum induksi dimulai)
c. Monitoring durante anestesi / sedasi
d. Pengkajian pasca anestesi / sedasi
 Pengkajian peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai standar
ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
 Pengkajian pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat pelatihan
mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSSS.
Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :
a. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
b. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
c. Cara pemberian obat sedasi
d. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
e. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi
f. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi
g. Reversal agent dari obat sedasi
 Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah :
a. Dokter UGD
b. Dokter ICU
c. Dokter Ranap / Ruangan
d. Perawat UGD
e. Perawat ICU/CVCU/HCU
f. Perawat Endoskopi
g. Perawat Anestesi
h. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena
 Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan dalam
rekam medik secara lengkap.
 Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana pengkajian pasien belum dilakukan
dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan
tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain
yang melakukan sedasi.
8. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan oleh perawat yang memiliki SIP.
 Pengkajian awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form asuhan
keperawatan secara lengkap, sesuai form PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6)., dan
dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk di ruang rawat inap.
 Pengkajian ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal 3 kali sehari di mana
masing-masing shift dilakukan sekali, kecuali ada perubahan kondisi pasien. Pengkajian ulang
keperawatan rawat inap dilakukan sesuai form PELAKSANAAN KEPERAWATAN (RM.3.9)
 Pengkajian keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara kontinyu, dan
didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam, sesuai form RM75 PENGKAJIAN
PERLU / TIDAKNYA DISCHARGE PLANNING
Pengkajian awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulangan pasien
(Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan sedini
mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana berhubungan dengan
kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
 Pengkajian perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi : Siapa yang akan
melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.
 Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis dan berat ringanya
penyakit yang diderita)
 Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakit pasien dan rencana
penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan, serta pengkajian lain (pemeriksaan
penunjang) yang dilakukan.

 Hasil akhir pengkajian cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU Discharge Planning.
 Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan trasportasi didiskusikan oleh
dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung jawab pasien.
 Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :
 Pasien yang tinggal sendiri
 Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan lanjutan di rumah atau
di tempat lain.
 Pasien dengan gangguan mental
 Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
 Bayi prematur, cacat
 Pasien yang memerlukan pembedahan.
 Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke negara asalnya
PENGKAJIAN KEMAMPUAN AKTIVITAS HARIAN (Functional Status)
 Pengkajian kemampuan melakukan aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari pengkajian awal pasien
rawat inap oleh perawat.
 Pengkajian ini perlu meliputi
 metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
 apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan yang dibutuhkan pasien sudah
sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
 Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat
ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien ini mengetahui
kebutuhan pasien akan bantuan.
- Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian resiko jatuh yang akan dibahas
secara terpisah di poin berikut ini.
Inpatient Ambulatory
Sesuai standar pengkajian
activity of daily living oleh
keperawatan (meliputi seluruh Diagnosis sesuai list.
Metode aspek perawatan diri seperti Rujukan ke rehab
Pediatric (0-14) mandi, makan/minum, minum medik sesuai indikasi
obat, rehabilitasi, BAB/BAK,
perawatan gigi, ganti pakaian)

Yang melakukan Perawat Perawat rawat jalan


Sesuai standar pengkajian
activity of daily living oleh Penggunaan alat bantu
keperawatan (meliputi seluruh gerak, Tinggal di rumah
aspek perawatan diri seperti sendiri/tidak, Diagnosis
Metode
Adult (> 14 thn) mandi, makan/minum, minum sesuai list. Rujukan ke
obat, rehabilitasi, BAB/BAK, rehab medik sesuai
perawatan gigi, ganti pakaian) indikasi

Yang melakukan Perawat Perawat rawat jalan


PENGKAJIAN RESIKO JATUH / FALL RISK ASSESSMENT
 Pengkajian resiko jatuh didokumentasikan di form PENGKAJIAN KEPERAWATAN
(RM3.6) dan form RAWAT JALAN (RM2)
 Pengkajian resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah
sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory lainnya, sesuai
tabel dibawah.
 Pengkajian ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat resiko jatuh
dari pasien.
 Pengkajian resiko jatuh diulang bila :
- Pasien jatuh
- Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk pasien post
operatif maupun tindakan lainnya)
- Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
Inpatient Ambulatory & Emergency
Metode Sesuai APPENDIX E Sesuai APPENDIX F
Yang melakukan Perawat Perawat
Pediatric (0-14) Waktu yg diperlukan 2 menit 2 menit
Low risk (0), Medium (1), Low risk (0), Medium
Hasil pengkajian
High (2 atau lebih) (1), High (2 atau lebih)

Intervensi Sesuai APPENDIX G Sesuai APPENDIX G

Metode Sesuai APPENDIX E Sesuai APPENDIX F


Yang melakukan Perawat Perawat
Waktu yg diperlukan 3 menit 2 menit
Adult (> 14 thn)
Low risk (0), Medium (1), Low risk (0), Medium
Hasil pengkajian
High (2 atau lebih) (1), High (2 atau lebih)

Intervensi Sesuai APPENDIX G Sesuai APPENDIX G

9.
Skrining & Pengkajian Nyeri / Pain screening & assessment
 Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun
rawat inap
 Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri / sakit.
 Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganan
nyeri sesuai standar profesi.
 Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap
harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien
mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
 Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
 Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian
dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter.
 Pengkajian nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila :
a. Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain
b. Jatuh
c. Mengeluh nyeri
 Pada pasien dengan nyeri kronik dan berat, pengkajian nyeri dilakukan lebih sering dan
didokumentasikan dalam form MONITORING NYERI seperti pada APPENDIX C.
Inpatient Ambulatory
Metode FLACC **) Wong Baker FACES *)
Yang melakukan Perawat Perawat
Pediatric (0-8) Waktu yg
2-3 menit 2-3 menit
diperlukan
Hasil pengkajian 0-10 0-10
Verbal Pain Assessment Verbal Pain Assessment
Metode
Score *) Score *)
Yang melakukan Perawat Perawat
Adult (> 8 thn)
Waktu yg
1 menit 1 menit
diperlukan
Hasil pengkajian 0-10 0-10
Behavioural Pain Scale Behavioural Pain Scale
Metode
(John Hopkins) ***) (John Hopkins) ***)
Yang melakukan Perawat UGD/ICU PerawatUGD
Tidak sadar
Waktu yg
2-3 menit 2-3 menit
diperlukan
Hasil pengkajian A, B, C, D A, B, C, D

*) Wong Baker FACES Pain Rating Scale


10. Skrining & Pengkajian Nutrisi
• Skrining status nutrisi dilakukan oleh:
- Perawat untuk pasien ambulatory
- Ahli gizi untuk pasien rawat inap
 Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein
Energy Malnutrition (PEM), maka perawat atau ahli gizi yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana
perlu pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi klinik.
 Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan
pasien pasien didokumentasikan dalam rekam medik.
 Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan
terapetik berkaitan dengan status gizi pasien.
 Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien
rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus
yang dimiliki pasien sebagai bagian dari pengkajian.
Inpatient Ambulatory
Grafik BB/TB 2score BMI & Penurunan berat
Metode
0-18 thn WHO badan
Yang melakukan Ahli gizi perawat
Waktu yg diperlukan 1 menit
Tabel BMI & timbangan
Subjective Global BMI & Penurunan berat
18-65 thn Metode
Assessment badan
Yang melakukan Ahli gizi perawat
Waktu yg diperlukan 5 menit 1 menit
Alat yang diperlukan Tabel BMI & timbangan
Mini Nutritional BMI & Penurunan berat
Metode
Assessment (MNA) badan
Pasien berusia lebih Yang melakukan Ahli gizi perawat
dari 65 thn
Waktu yg diperlukan 3 menit 1 menit
Alat yang diperlukan Tabel BMI & timbangan
Subjective Global
Metode Assessment + Parameter -
Pasien dengan Biokimia
penyakit kritis Yang melakukan Ahli gizi
(critical illness)
Waktu yg diperlukan 10 menit
Alat yang diperlukan
BMI & Penurunan berat
Metode LLA & IMT
badan
Pasien Hamil & Yang melakukan Ahli Gizi perawat
Pasca Melahirkan
Waktu yg diperlukan 5 menit 1 menit
Alat yang diperlukan Tabel BMI & timbangan

Inpatient assessment oleh ahli gizi maksimal 24 jam sejak pasien masuk unit rawat inap

11. Skrining Psikologis


 Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai
format yang ada di APPENDIX A
 Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai
format yang ada di lembar PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6)
(Nursing initial assessment)
 Pengkajian lebih lanjut oleh psikolog dilakukan atas konsultasi jika pada
pengkajian awal ditemukan indikasi untuk pengkajian lanjut.
 Pengkajian psikologi didokumentasikan dalam rekam medik.

12. Pengkajian untuk korban penganiayaan


 Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik
diluar kemauannya
 Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak,
pasangan hidup, orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-
ekonomi budaya dan fisik tergantung kepada orang lain . Jika menjumpai
kelompok ini, petugasharus mewaspadai kemungkinan terjadinya
penganiayaan
 Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban
penganiayaan, maka di samping penanganan terhadap cederanya, maka
korban harus mendapat pengkajian lebih dalam dan penanganan khusus
yang meliputi :
a. Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
b. Bila korban anak-anak, pengkajian mungkin perlu dilakukan terhadap orang tuanya
secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran
lebih lengkap mengenai kejadiannya
c. Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya
sendiri, pengkajian perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk
orang yang sehari-hari merawat korban.
d. Pengkajian terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada
korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil, bayi
maupun orang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan)
e. Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan /
penganiayaan.
13. Pengkajian Sosio-ekonomi-budaya (AOP.1.2)
 Pengkajian sosio ekonomi budaya dilakukan oleh dokter perawat dan petugas
– –

administrasi RSSS.
 Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
- Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk
Keluar (RM 3, CM.4.1.1)
- Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan
& kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.
 Pengkajian oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar
belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik
sesuai dengan keadaan sosio ekonomi budaya dari pasien tersebut.
– –

 Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :


- Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form PENGKAJIAN
KEPERAWATAN (RM3.6, CM.4.2.5.)
- Mengisi form kebutuhan edukasi pasien (APPENDIX D)
 Pengkajian oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapan
administrasi dari pasien.
 Pada pengkajian sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien
rawat jalan perlu ditanyakan pula :
- Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan
kesehatan?
- Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi? (membaca,
mendengar atau meihat?)
- Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan
mengenai penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat
berbicara dalam bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka
diupayakan mencari keluarga pasien atau staf RSSS yang mempu menjembatani
komunikasi dengan baik kepada pasien atau walinya.
- Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau
kondisi secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu
diajukan ke wali pasien tersebut.
- Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang
berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obatobat
alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.

14. Pengkajian pasien dengan kecurigaan ketergantungan alkohol /


obat
• Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan -
Alkohol
- Nikotin
- Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, and nimetazepam)
- Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
- Amfetamin& Metamfetamin
 Identifikasi populasi berresiko:
- Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat
rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien)
- Dokter/perawat baik OPD/UGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
- Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat,
alkohol maupun merokok.
- Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka
petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang
bersangkutan.
- Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari pertanyaan
rutin untuk Medical Check Up.
 Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanyamasalah ketergantungan) dapat melakukan pengkajian awal berupa pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut.
- Berapa banyak merokok? Minum alkohol?
- (Jika drug abuse : ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
- Sejak usia berapa?
- Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
- Apakah pasien sadar bahaya dan resiko dari merokok?
 Bila ditemukan populasi berresiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk
pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
 Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya konseling
untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug users / IDUs)
 Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.
15. Pengkajian & penanganan pasien dengan kondisi terminal
 Identifikasi pasien dengan kondisi terminal (sesuai dengan SK Direktur tentang End of
Life Care). Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh perawat.
 Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus pengkajian mengenai kebutuhan
unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji :
- Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter berunding
dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan waktu yang
sesuaiuntuk menyampaikan berita buruk.
- Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui fase
denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan dalam
outpatient / inpatient setting.
- Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana,
serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
- Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka langkah di
atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
- Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan dapat
ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga dapat
juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan
menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)
- Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi ruang
perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi pasien
terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
- Ke-adekuatan(adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat
nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien
terminal.
 Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah dengan
alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa yang akan
melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik tersebut. Edukasi dan
pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya perlu dilakukan hingga
dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik tersebut dengan benar.

16. Pengkajian pasien dengan gangguan komunikasi


Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada tidak
sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadi adalah :
 Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness)
 Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi,
Cerebral Palsy, Stroke, dll)

Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta memberi
informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif dilakukan. Siapa
keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk pengkajian, dan
dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama
untuk pengkajian.
Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa isyarat untuk
orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi, maka RSSS
mengundang ahli bahasa isyarat untuk membanttu proses komunikasi atau menunggu hingga
anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di RSSS, kecuali dalam keadaan life saving.
Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter menganggap
informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi
dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.

17. Pengkajian pasien dengan gangguan kejiwaan / psychiatric disorder


 Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
- Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawat
inap, maupun Unit Gawat Darurat.
- Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater,
disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun surgical)
- Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun
harus dikonsulkan ke psikiater.
- Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu aktivitas
harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya.
- Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic
underlying disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
- Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 13 di atas.
 Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
- Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Hasan Sadikin atau RS Jiwa
- Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan
kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai
ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RSSS tidak memiliki fasilitas yang
memadai untuk pencegahan bunuh diri.
- Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
- Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan di atas)

18. Pengkajian terhadap pemahaman pasien


Pengkajian terhadap pemahaman pasien akan penyakitnya dan proses perawatan yang akan dan
telah diberikan, serta tujuan dari penanganan atau pengobatannya tersebut perlu dilakukan oleh
seluruh profesi kesehatan yang melakukan penanganan maupun pengobatan kepada pasien (baik
dokter/perawat/ahli gizi/fisioterapis/dll). Pengkajian dilakukan dengan cara :
 Meminta pasien untuk secara singkat menjelaskan sejauh mana pasien memahami
kondisi / diagnosisnya, serta proses penanganan yang sudah maupun akan diterimanya.
(teach back method)

19. Privasi & Kerahasiaan dalam proses pengkajian pasien.


 Tempat pengkajian harus tertutup dan diskusi mengenai hasil pengkajian hanya
dilakukan antar tenaga kesehatan yang berhak atas informasi tersebut.
 Tidak mendiskusikan pasien di tempat umum (lift, cafetaria, dll)
 Pasien tidak perlu membuka pakaian lebih dari yang diperlukan untuk proses
pemeriksaan secara patut.
kelt Tanggal pada : . . .
pertama ATAU blla kunjung

uaaya, at ditempelstikermanidentitasyangdisini)
~s~m

ENT (Dikaji hanya pada k a ATAU b ungan terahir le

ASI kan :
kannutrls:
•••
Tidak Ca
a

isiko e
Takut terhadap penyebab yangterapi / tindakan / epilepsi Mudah
Ya(2) singgung
wahPasien dlakukan pada follow up
visit
Status Nurisi (dikaji bil / kajia BMI :

mHg Temp : .......... / C Berat Badan:/ keluhan ...... yang k ingg an:.......
x/mnt Resp : .....x/mnt Penuunan BB dala

nyebab yang
pakahbant
jelas uadagerak(kursirodapenglihatantongkat)
/ kej (g
goreksi

ni?)
al / o
List Form Pengkajian Khusus

Anda mungkin juga menyukai