Contoh Kebijakan Asesmen
Contoh Kebijakan Asesmen
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat,
sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit
merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment)
Untuk itu, RS Sehat Sejahtera(RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian pasien di RSSS
sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.
TUJUAN
Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam melakukan
pengkajian terhadap pasien di RSSS.
RUANG LINGKUP
Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi :
1. Pengkajian Awal (Initial Assessment)
Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan
pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing.
Kebutuhan Edukasi
Need for Discharge
Living A ssesment
(Functional Status)
High/Low for PEM
Activity of Daily
Socioeconomic
Pain Screening
Assessment *)
Psychological
Assessment
Assessment
Specialized
Planning
(H/M/L)
Pasien
(Y/N)
Inpatient Initial
ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ
Assessment
Re- Bila pasien jatuh,
menerima obat-
Assessment Minimal obatan yang
tiap 24 meningkatkan
resiko jatuh,
jam gangguan
keseimbanga
n
Ambula Initial
t ory Assessment ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ ѵ
patient
Re-
Assessment
Emergency ѵ
*) Merupakan pengkajian per bidang spesialisasi dan pengkajian untuk kasus penganiayaan, anak dan
kasusketergantungan alkohol / obat.
KEBIJAKAN
1. Pengkajian awal
Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal
sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSSS.
Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
terdokumentasi dalam rekam medik.
Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian,
keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta
adanya diagnosis awal.
2. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap
pengobatan dan penanganan yang diberikan.
Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien
gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam
hitungan menit, sedangkan pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat
respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medik dan standar
profesi keperawatan RSSS.
Format pengkajian lanjut di RSSS meliputi : SOAP
Di mana :
Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen
SOAP di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus
justifikasi dari terapi yang diberikan sehingga pada proses audit informasi yang
diberikan lengkap, sekaligus memenuhi aspek hukum.
Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis /
terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu.
3. Pengkajian gawat darurat
Pengkajian dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit yang menemukan pasien
dalam keadaan gawat.
Pengkajian awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSSS, atau perawat yang terlatih
dalam melakukan pengkajian gawat darurat.
Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat
darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda vital yang meliputi
tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk pengkajian di UGD, pengkajian tambahan
dilakukan sesuai format yang tertera di FORMULIR MEDIK GAWAT DARURAT
(RM1.1)
Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 3 menit sejak pasien
tiba di RSSS atau mengalami kejadian gawat darurat di RSSS.
Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik dalam kronologi
waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan.
Hasil akhir pengkajian cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU Discharge Planning.
Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan trasportasi didiskusikan oleh
dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung jawab pasien.
Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :
Pasien yang tinggal sendiri
Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan lanjutan di rumah atau
di tempat lain.
Pasien dengan gangguan mental
Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
Bayi prematur, cacat
Pasien yang memerlukan pembedahan.
Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke negara asalnya
PENGKAJIAN KEMAMPUAN AKTIVITAS HARIAN (Functional Status)
Pengkajian kemampuan melakukan aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari pengkajian awal pasien
rawat inap oleh perawat.
Pengkajian ini perlu meliputi
metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan yang dibutuhkan pasien sudah
sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat
ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien ini mengetahui
kebutuhan pasien akan bantuan.
- Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian resiko jatuh yang akan dibahas
secara terpisah di poin berikut ini.
Inpatient Ambulatory
Sesuai standar pengkajian
activity of daily living oleh
keperawatan (meliputi seluruh Diagnosis sesuai list.
Metode aspek perawatan diri seperti Rujukan ke rehab
Pediatric (0-14) mandi, makan/minum, minum medik sesuai indikasi
obat, rehabilitasi, BAB/BAK,
perawatan gigi, ganti pakaian)
9.
Skrining & Pengkajian Nyeri / Pain screening & assessment
Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun
rawat inap
Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri / sakit.
Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganan
nyeri sesuai standar profesi.
Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap
harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien
mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian
dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter.
Pengkajian nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila :
a. Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain
b. Jatuh
c. Mengeluh nyeri
Pada pasien dengan nyeri kronik dan berat, pengkajian nyeri dilakukan lebih sering dan
didokumentasikan dalam form MONITORING NYERI seperti pada APPENDIX C.
Inpatient Ambulatory
Metode FLACC **) Wong Baker FACES *)
Yang melakukan Perawat Perawat
Pediatric (0-8) Waktu yg
2-3 menit 2-3 menit
diperlukan
Hasil pengkajian 0-10 0-10
Verbal Pain Assessment Verbal Pain Assessment
Metode
Score *) Score *)
Yang melakukan Perawat Perawat
Adult (> 8 thn)
Waktu yg
1 menit 1 menit
diperlukan
Hasil pengkajian 0-10 0-10
Behavioural Pain Scale Behavioural Pain Scale
Metode
(John Hopkins) ***) (John Hopkins) ***)
Yang melakukan Perawat UGD/ICU PerawatUGD
Tidak sadar
Waktu yg
2-3 menit 2-3 menit
diperlukan
Hasil pengkajian A, B, C, D A, B, C, D
Inpatient assessment oleh ahli gizi maksimal 24 jam sejak pasien masuk unit rawat inap
administrasi RSSS.
Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
- Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk
Keluar (RM 3, CM.4.1.1)
- Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan
& kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.
Pengkajian oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar
belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik
sesuai dengan keadaan sosio ekonomi budaya dari pasien tersebut.
– –
Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta memberi
informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif dilakukan. Siapa
keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk pengkajian, dan
dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama
untuk pengkajian.
Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa isyarat untuk
orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi, maka RSSS
mengundang ahli bahasa isyarat untuk membanttu proses komunikasi atau menunggu hingga
anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di RSSS, kecuali dalam keadaan life saving.
Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter menganggap
informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi
dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.
uaaya, at ditempelstikermanidentitasyangdisini)
~s~m
ASI kan :
kannutrls:
•••
Tidak Ca
a
isiko e
Takut terhadap penyebab yangterapi / tindakan / epilepsi Mudah
Ya(2) singgung
wahPasien dlakukan pada follow up
visit
Status Nurisi (dikaji bil / kajia BMI :
mHg Temp : .......... / C Berat Badan:/ keluhan ...... yang k ingg an:.......
x/mnt Resp : .....x/mnt Penuunan BB dala
nyebab yang
pakahbant
jelas uadagerak(kursirodapenglihatantongkat)
/ kej (g
goreksi
ni?)
al / o
List Form Pengkajian Khusus