Anda di halaman 1dari 16

DEWI FARADILLA SETIA

Mencuci tangan dengan sabun


Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan membersihkan tangan dan jari
jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata
rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung
ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas).

PBB telah mencanangkan tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci Tangan dengan Sabun
Sedunia. Ada 20 negara di dunia yang akan berpartisipasi aktif dalam hal ini, salah satu di
antaranya adalah Indonesia.

A. Sabun untuk mencuci tangan

Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan
baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku sehat menjadi penyebab penurunan tajam angka
kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-negara kaya (maju) pada akhir abad
19 ini. Hal ini dilakukan bersamaan dengan isolasi dan pemberlakuan teknik membuang kotoran
yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.

Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif
dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan
sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya
lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan
kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya
melepasnya. Didalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek
lainnya adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan dalam
beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun
menjadi menarik untuk dilakukan.

B. Kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun

Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktik umum yang dilakukan sehari-
hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang tidak menyadari untuk mencuci tangannya
dengan sabun. Sebuah penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa hanya separuh orang yang
benar-benar mencuci tangannya setelah membuang hajat besar/ kecil. Penelitian lain di Amerika
Serikat pada dokter-dokter disana terungkap bahwa dokter banyak lupa mencuci tangannya
setelah menangani pasien satu dan berganti ke pasien lainnya dengan frekuensi yang cukup
tinggi. Para staf kesehatan sepenuhnya mengerti betapa pentingnya mencuci tangan dengan
sabun, namun hal ini tidak dilakukan karena: ketiadaan waktu (tidak sempat), kertas untuk
pengeringnya kasar, penggunaan sikat yang menghabiskan waktu dan lokasi wastafel yang jauh
dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan sabun dan dikeringkan sehingga
merepotkan. Indonesia perilaku sanitasi pada umumnya diperkenalkan melalui program
pemerintah pada tahun 1970, dimana masyarakat diajarkan untuk mandi dua kali sehari

1
DEWI FARADILLA SETIA

(Lumajang, Jawa). Lalu program ini dilanjutkan dengan memperkenalkan perilaku sehat mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan di sekolah-sekolah dasar. Guru dan staf kesehatan bersama
membuat tempat air (dari kaleng cat bekas atau ember plastik, apapun yang tersedia) untuk
digunakan oleh anak-anak. Lalu para staf kesehatan melatih guru untuk memeriksa kebersihan
para muridnya. Di Pakel, Lumajang, guru juga menyimpan catatan kebersihan anak didiknya
untuk melihat apakah perilaku mereka berubah, dalam catatan terlihat bahwa selain penurunan
tingkat absensi (tidak sekolah), kini anak-anak juga menjadi rajin beribadah tengah hari karena
tersedianya air untuk wudhu, yang sebelumnya tidak bisa mereka lakukan karena kesulitan akses
air. Di daerah lain di Indonesia perilaku mencuci tangan dengan sabun juga diperkenalkan
melalui program dokter kecil di tahun 2007. Dalam sinetron Si Entong yang ditayang di TPI
pada 31 Agustus 2008, tampak Entong menjadi pelaku penyuluhan cilik mengajak masyarakat
untuk mencuci tangan di pos kesehatan di kediamannya. Perilaku mencuci tangan dengan sabun
untuk memutus mata rantai penularan penyakit juga menjadi salah satu strategi nasional oleh
Departemen Kesehatan dengan tujuan membangun masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat.
Strategi ini juga merupakan implementasi strategi utama Departemen Kesehatan yaitu untuk
memobilisasi dan memberdayakan masyarakat agar memilih hidup sehat

Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan banyak sekali
sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan digosok secara sistematis dalam
kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun
para tenaga medis tidak diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan pintu,
apabila hal ini mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas tisyu atau handuk
kering bersih.

Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun dengan benar dapat menurunkan separuh dari penderita diare. Penelitian ini dilakukan di
Karachi, Pakistan dengan intervensi pencegahan penyakit dengan melakukan kampanye mencuci
tangan dengan sabun secara benar yang intensif pada komunitas secara langsung. Komunitas
yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip yang tidak mendapatkan
intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare berkurang separuhnya.

Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare, penelitian intervensi,
kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data elektronik. Dan data yang
terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang didapat dari tidak mencuci tangan dari
percobaan intervensi adalah 95 persen menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat
mengurangi risiko diare hingga 47 persen.

C. Jenis sabun untuk mencuci tangan

Segala jenis sabun dapat digunakan untuk mencuci tangan baik itu sabun (mandi) biasa,
sabun antiseptik, ataupun sabun cair. Namun sabun antiseptik/ anti bakteri seringkali
dipromosikan lebih banyak pada publik. Hingga kini tidak ada penelitian yang dapat
membuktikan bahwa sabun antiseptik atau disinfektan tertentu dapat membuat seseorang rentan
pada organisme umum yang berada di alam.

2
DEWI FARADILLA SETIA

Perbedaan antara sabun antiseptik dan sabun biasa adalah, sabun ini mengandung zat anti
bakteri umum seperti Triklosan yang memiliki daftar panjang akan resistensinya terhadap
organisme tertentu. Namun zat ini tidak resisten untuk organisme yang tidak terdapat didaftar,
sehingga mereka mungkin tidak seefektif apa yang diiklankan.

 Triklosan subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai antimikrobial.
 Konsentrasi (0,2-2,0%) aktivitas antimikrobial sedang terhadap bakteri, mikobakteria dan
jamur.

GAMBAR CARA MENCUCI TANGAN

a) Keuntungan :

1. Aktivitas berspektrum luas.


2. Persistensi sangat bagus.
3. Sedikit efeknya oleh bahan organik.

b). Kerugian :

1. Tidak ada efeknya terhadap Pseudomonas


2. Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan)

3
DEWI FARADILLA SETIA

D. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun

1. Diare. Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak
balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci
tangan dengan sabut dapat memangkas angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare
seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus
diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-
kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini
membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja,
air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci
terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat kefektifan
mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut
tipe inovasi pencegahan adalah: Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan
(39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah
(11%).
2. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci
tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah:
dengan melepaskan patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan
telapak tangan dan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus
entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernapasan
lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan
seperti - mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil - dapat
mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen. Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa
mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernapasan yang berkaitan dengan
pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 persen.

3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain
diare dan infeksi saluran pernapasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi
kejadian penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis
dan trichuriasis.
E. HASIL SURVEY

 Mahasiswa asrama mengaku bahwa mereka hanya kadang-kadang mencuci tangan dengan
sabun, dengan alasan yang macam-macam.

 Malas

 Sibuk

 Buang-buang waktu

 Hanya saat tangan sangat kotor saja misalnya:

4
DEWI FARADILLA SETIA

 Setelah kerja bakti

 Pada saat tangan berlumuran oli

 Dan pada saat beraktivitas yang membuat tangan mereka sangat kotor lainnya

 Dari 15 mahasiswa, 12 mahasiswa mencuci tangan dengan sabun pada saat selesai buang air
besar, dan 3 orang mengaku hanya kadang-kadang mencuci tangan pakai sabun. Jadi 80% dari
mereka mencuci tangan dengan sabun dan 20% hanya kadang-kadang.
 Saat sebelum dan sesudah makan, sebagian besar hanya mencuci tangan dengan air saja, dan
mereka mencuci tangan dengan sabun pun pada saat selesai makan, karena tangan masih
berminyak dan berbau amis.

FOTO HASIL SURVEY

5
DEWI FARADILLA SETIA

F. KESIMPULAN ANALISIS :

 Kepatuhan praktek kebersihan tangan masih sangat fluktuatif di antara berbagai kategori,
praktek ini belum terinternalisasi dalam perilaku keseharian pelayanan sehingga perlu
terus-menerus disusun upaya promotif secara kreatif untuk kembali mengingatkan yang
belum patuh dan meneguhkan yang telah berkomitmen.

 Kebersihan tangan menggunakan sabun sebelum kontak dengan makanan merupakan


prioritas untuk terus dipromosikan karena tingkat kepatuhannya paling rendah.

 Kepatuhan terhadap 6 langkah prosedur kebersihan tangan perlu terus ditingkatkan


mengingat kelengkapan langkah merupakan kunci efektivitas praktek kebersihan tangan.

6
DEWI FARADILLA SETIA

PERBANDINGAN ANGKA KUMAN PADA CUCI TANGAN


DENGAN BEBERAPA BAHAN SEBAGAI STANDARISASI KERJA DI
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Abstrak :
Cuci tangan merupakan hal sederhana namun sangat penting sebagai salah satu upaya
mencegah penyakit infeksi. Di laboratorium Mikrobiologi kedokteran, kuman yang digunakan
adalah kuman penyebab infeksi, sehingga cuci tangan merupakan hal mutlak. Di samping untuk
perlindungan terhadap petugas juga untuk menghindari kontaminasi, sehingga perlu
dibandingkan cuci tangan dengan beberapa bahan yang dapat dijadikan standar di laboratorium
Mikrobiologi Kedokteran. Penelitian dilakukan secara eksperimental. Sebagai variabel bebas
adalah cuci tangan dengan beberapa bahan dan sebagai variabel terikat adalah jumlah angka
kuman. Bahan yang digunakan adalah sabun Triclosan padat (baru dan lama), antiseptik
etanol, Irgasan dan alkohol 70%. Jumlah sampel untuk masing-masing bahan sebanyak 60.
Angka kuman dihitung sebelum dan setelah cuci tangan dan dianalis menggunakan uji t
berpasangan. Jumlah rata-rata angka kuman setelah cuci tangan dengan sabun Triclosan
padat baru : 14,48, dengan sabun Triclosan padat lama :34,46, dengan antiseptik etanol 2,67,
dengan antiseptic Irgasan 6,27 dan dengan alkohol setelah cuci dengan air : 25,90. Cuci tangan
dengan sabun antiseptik baru menunjukkan penurunan angka kuman yang bermakna (p<0,01)
sementara dengan sabun antiseptik lama hasil tidak bermakna (p>0,05). Penggunaan antiseptik
Etanol dan Irgasan (tanpa air) memberikan hasil yang bermakna (p<0,01). Cuci tangan dengan
air dan dilanjutkan alkohol 70% tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Air, tissu pengering
dan lama waktu terpapar alkohol dapat menjadi penyebab sehingga diperlukan penelitian lebih
lanjut. Ratarata jumlah angka kuman dari yang paling sedikit, antiseptik etanol (tanpa air) : 2,67,
antiseptik Irgasan (tanpa air) : 6,27, sabun Triclosan padat baru : 14,48, alcohol 70% setelah
cuci tangan dengan air : 25,90, sabun Triclosan padat lama :34,46. Penurunan bermakna
dibanding sebelum cuci tangan yaitu dengan menggunakan antiseptik Etanol dan Irgasan
(tanpa air) dan sabun Triclosan padat baru. Hasil terbaik pada penelitian ini menggunakan
antiseptik etanol tanpa air. Perlu penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan air, yang
digunakan, tissue pengering dan lama terpapar bahan.

I. PENDAHULUAN
Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte,
1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda,
bahkan di tubuh setiap orang. Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut
seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Secara kontinyu
kumankuman tersebut diteliti atau dipelajari di laboratorium mikrobiologi.

Laboratorium mikrobiologi sendiri merupakan laboratorium yang mempelajari,


menyimpan dan melakukan pelayanan dalam bidang mikrobiologi yang meliputi bakteri, virus
dan jamur. Fungsi utama laboratorium mikrobiologi, membantu menegakkan diagnosis penyakit
infeksi yang disebabkan oleh mikroba, melakukan uji kepekaan serta penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan mikroba. Sekalipun yang diuji atau diteliti adalah mikroba, namun sterilitas
merupakan hal yang mutlak pada pemeriksaan mikrobiologi. Tanpa adanya sterilitas maka hasil
yang diperoleh bukanlah kuman yang sesungguhnya namun kuman kontaminan. Alat-alat yang
steril namun tidak memperhatikan faktor lain, tidak menjamin bebas dari kontaminasi. Salah

7
DEWI FARADILLA SETIA

satu cara untuk menjaga agar hasil pekerjaan di laboratorium mikrobiologi tidak terkontaminasi,
serta dapat melindungi pemeriksa adalah dengan cara cuci tangan. Cuci tangan merupakan
suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Girou et al., (2002) membuktikan bahwa cuci tangan dapat menurunkan
jumlah kuman di tangan hingga 58%. Secara individu cuci tangan dapat meningkatkan
hieginitas yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Umumnya cuci tangan yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi menggunakan sabun


biasa ataupun sabun cair, kadang-kadang digunakan sabun yang menggunakan antiseptik.
Selama ini tidak ada standar khusus cara cuci tangan yang dilakukan. Pada pengerjaan yang
dikhawatirkan berisiko tinggi baru digunakan alkohol. Di negara-negara maju dimungkinkan
telah dilakukan prosedur khusus namun di Indonesia umumnya belum dilakukan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah angka kuman dengan beberapa bahan
serta mencari metode cuci tangan yang dapat dijadikan standar pada saat bekerja di
Laboratorium Mikrobiologi khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Dengan demikian risiko kontaminasi dapat diminimalisir dan perlindungan keamanan pekerja
laboratorium dapat terjamin.

A. Laboratorium mikrobiologi
Secara umum Laboratorium mikrobiologi mempelajari tentang mikroorganisme: virus,
bakteri, jamur yang meliputi diagnostik (isolasi dan identifikasi), prognosis pada kasus infeksi,
pedoman dalam pengobatan, mencari sumber infeksi (misal pada suatu kasus “ledakan”
penyakit infeksi) (Gupte, 1990). Laboratorium Mikrobiologi dapat terdapat di institusi pendidikan
baik itu Fakultas Biologi/MIPA, Fakultas Pertanian maupun Fakultas Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Hewan dan Fakultas Kedokteran Gigi. Pada Fakultas Kedokteran umumnya
berorientasi pada Mikrobiologi Klinik yang mempelajari mikroba-mikroba yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Sementara pada mikrobilologi Fakultas Kedokteran Hewan lebih
mempelajari pada mikroba yang menyebabkan penyakit pada hewan. Pada Laboratorium Klinik
di samping sebagai sarana praktikum umumnya juga berfungsi sebagai tempat penelitian dan
pelayanan. Sedangkan Laboratorium Mikrobiologi yang terdapat pada pabrik-pabrik atau
perusahaan makanan lebih memfokuskan pada penelitian yang berkaitan dengan makanan
yang diproduksi pabrik tersebut. Hasil penelitian tersebut akan sangat bermanfaat untuk
kemajuan dan pengembangan produknya.

B. Kuman-kuman di sekitar kita


Penemuan mikroskop telah membuka tabir terdapatnya kontak manusia dengan
mikroorganismemikroorganisme yang tidak kasat mata. Mikroorganisme tersebut saat ini
digolongkan dalam kerajaan Protista yang meliputi eukaryota, prokaryota, virus, viroid dan prion
(Johnson et al., 1994). Mikroorganisme tersebut terdapat di mana-mana, baik itu di udara, air,
benda-benda yang ada di sekitar bahkan pada tubuh tiap orang. Tubuh manusia secara terus
menerus terpapar berbagai mikroorganisme. Sebagian besar merupakan bakteri, namun ada
juga jamur dan mikroorganisme lain. Pada keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak
baerbahaya bahkan dapat bermanfaat. Mikroorganisme tersebut dikenal sebagai flora normal
atau komensal. Terdapatnya mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai
penelitian. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Gal et al. (2004) membuktikan bahwa sabun
yang digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan
sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di tangan atau tubuh kita.

8
DEWI FARADILLA SETIA

C. Flora normal di kulit


Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan
penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat
yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran
pencernaan dan saluran urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102–106
CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis
yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan
mikroorganisme tetap (resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non
patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu
(jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada
umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora
transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz e.t al., 2005). The
Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberikan pedoman bahwa
mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada
atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan
parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat terjadi
kontak dengan kulit. Biasanya mikroorganisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari
dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme
transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia
lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder,1988). Sementara flora tetap adalah flora
yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis
dan di celah kulit (Synder, 1988). Menurut Jawetz et al. (2005), flora tetap terdiri atas
mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada
usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti
semula. Adanya lemak dan kulit yang mengeras membuat flora tetap sulit lepas dari kulit
meskipun dengan surgical scrub. Oleh karena itu, dokter ahli bedah diharuskan memakai
sarung tangan, salah satu alasannya adalah karena tidak mungkin menghilangkan semua flora
atau mikroorganisme yang terdapat di kulit (Synder, 1988). Flora tetap yang paling sering
dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya,
Corynebaterium dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).
Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah
yang cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, cit. Snyder, 2001). Flora anaerobik seperti
Propionibacterium acne, tinggal di lapisan kulit lebih dalam, dalam folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea (Strohl, et al., 2001) P. acne menempati bagian kulit yang
berminyak. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme
tetap. Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya
dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya
(Synder, 1988; Strohl et. al, 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan cuci
tangan, sedangkan flora tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap
akan selalu ada dan bertahan hidup (survive), apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan
yang mendukung pertumbuhan mikroba. Berkeringat berlebihan atau pencucian dan mandi
tidak menghilangkan atau mengurangi secara bermakna jumlah flora tetap.

D. Sterilisasi di Laboratorium Mikrobiologi


Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetatif maupun bentuk spora (Gupte,1990). Fungsi sterilisasi di
antaranya : pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencemaran organisme luar, pada
bidang bedah untuk mempertahankan keadaan asepsis, pada pembuatan makanan dan obat-
obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme (Gupte, 1990).

9
DEWI FARADILLA SETIA

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan desinfeksi yaitu proses mematikan semua
mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi (Gupte, 1990). Di laboratorium
mikro-biologi, sterilisasi merupakan bagian yang sangat penting atau merupakan keharusan,
baik pada alat maupun media. Hal ini penting karena jika alat atau media tidak steril, kita akan
sulit menentukan apakah isolat kuman berasal dari spesimen pasien yang diperiksa atau
kontaminan. Bekerja di laboratorium mikrobiologi mengandung risiko yang tidak kecil. Setiap
saat harus selalu berasumsi bahwa setiap mikroorganisme adalah potensial patogen dan kita
harus berhati-hati agar tidak terinfeksi oleh kuman yang akan diperiksa.

E. Cuci tangan
Cuci tangan adalah suatu hal yang sederhana untuk menghilangkan kotoran dan
meminimalisir kuman yang ada di tangan dengan mengguyur air dan dapat dilakukan dengan
menambah bahan tertentu. Penelitian intervensi yang berpengaruh 150 tahun yang lalu,
Semmelweis meminta dengan tegas agar para dokter yang melakukan autopsi mencuci
tangannya sebelum membantu persalinan, sehingga mengurangi kematian bayi karena sepsis
puerperal Streptoccocus dari 22% menjadi 3%. Dengan cuci tangan diharapkan akan
mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan. Peran tangan sebagai sarana transmisi
kuman patogen telah disadari sejak tahun 1840-an. Dengan cuci tangan diharapkan akan
mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan. Sejak itu banyak penelitian yang
memastikan bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah
memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah sakit (Teare, 1999). Sementara
Dobson (2003) mengatakan bahwa cuci tangan dapat mencegah lebih dari 1 juta kematian
pertahun akibat penyakit diare, sedangkan mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan
diare hingga 47%. Dengan higiene tangan (hand hygiene) yang tepat dapat mencegah infeksi
dan penyebaran resistensi anti mikroba. Higiene tangan sangat diperlukan di bidang
mikrobiologi maupun di tempat perawatan atau tempat-tempat yang rawan terjadi penyebaran
mikroorganisme melalui media tangan kita. Di rumah sakit, higiene tangan yang tepat dapat
menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Menurut Widmer (2000), terdapat
dua konsep dasar higiene tangan yang berbeda yaitu mencuci tangan (hand washing) dan
menggosok tangan dengan alkohol (hand rubbing). Cuci tangan adalah mencuci tangan dengan
menggunakan sabun plain (tidak mengandung anti mikroba) atau sabun antiseptik
(mengandung anti mikroba), menggosokgosok kedua tangan meliputi seluruh permukaan
tangan dan jari-jari selama 1 menit, mencucinya dengan air dan mengeringkannya secara
keseluruhan dengan menggunakan handuk sekali pakai. Meski samasama untuk
membersihkan tangan, keampuhannya membunuh bakteri berbeda-beda. Sabun antibakteri
memiliki bahan khusus yang dapat mengontrol bakteri di tangan. Ketika mencuci tangan
dengan sabun antibakteri, sejumlah kecil bahan antibakteri turut bekerja. Triclosan ialah zat
antibakteri yang paling sering ditambahkan. Bahan inilah yang mengurangi jumlah bakteri
berbahaya hingga beberapa waktu kemudian. Sementara itu, efek dari mencuci tangan dengan
sabun biasa tidak sehebat bila memakai sabun antibakteri. Sabun biasa memang dapat
menghilangkan bakteri tetapi cuma sebentar. Dalam waktu singkat bakteri akan berkembang
lagi di tangan. Untuk penggunaan berulang, sabun pencuci tangan mesti disukai pemakainya.
Sabun pencuci tangan harus memenuhi standar khusus. Pertama, ia mesti efektif
menyingkirkan kotoran. Kedua, ia tidak merusak kesehatan kulit mengingat kulit yang sehat
adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh. Ketiga, ia harus nyaman untuk dipakai. Dalam hal
ini, aromanya pegang peranan. Ia semestinya tidak menebarkan wangi yang menusuk hidung.
Cara kedua untuk menciptakan higiene tangan adalah dengan menggosok tangan
menggunakan alkohol. Berbeda dari cuci tangan, pada teknik ini tidak memerlukan
penggosokan yang amat kuat, mencuci dengan air dan mengeringkannya dengan handuk
(Andrej, 2004). Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di tangan secara mekanis
(tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat tidak kuat di tangan (sebagian besar

10
DEWI FARADILLA SETIA

berupa flora transien dan sebagian kecil flora tetap). Sabun plain tidak atau sedikit memiliki
aktivitas anti mikroba, mengurangi jumlah bakteri dari tangan dari 0,6 sampai 1,1 log 10 CFU
(colony forming unit) dalam waktu 15 detik, 1,8 sampai 2,8 log 10 CFU dalam waktu 30 detik
dan 2,7 sampai 3,0 log 10 CFU dalam waktu 1 menit (Hilburn J, et al., 2002). Waktu mencuci
tangan yang diperpanjang tidak mengurangi jumlah bakteri yang ada. Sementara menggosok
tangan dengan alkohol lebih efektif membunuh flora, tidak hanya menghilangkan secara
mekanik semua flora transien dan sebagian besar flora tetap. Teknik menggosok kedua tangan
dengan alkohol sampai mengusap, biasanya memerlukan waktu 15-30 detik. Oleh karena
alkohol membunuh mikroorganisme hanya jika terjadi kontak dengan kulit, maka penting untuk
menggunakan alkohol dalam jumlah yang cukup (3-5 ml) dan menyebar merata ke seluruh
permukaan kulit (Widmer et. al., 2002 cit. Andrej et al., 2004).

F. Penghitungan angka kuman


Penghitungan angka kuman dapat dilakukan dengan membiakkan kuman yang akan
dihitung pada media agar darah. Agar darah merupakan media kaya yang dapat digunakan
untuk pertumbuhan kuman baik kuman gram positif maupun gram negatif. Kuman dihitung
berdasar jumlah koloni pada daerah tertentu dengan satuan CFU (Coloni Forming Unit)/cm2.
Pada penghitungan angka kuman ini tidak dibedakan macam koloni. Tiap koloni berasal dari 1
bakteri, sehingga tiap koloni dianggap 1 bakteri.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. VARIABEL PENELITIAN
1. VARIABEL BEBAS : Cuci tangan dengan beberapa bahan
2. VARIABEL TERGANTUNG : Jumlah angka kuman

B. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat ekperimental. Cuci tangan dilakukan dengan berbagai bahan untuk
mencari cara terbaik sebagai metode kerja di Laboratorium Mikrobiologi Kedokteran.

C. KRITERIA PROBANDUS
Agar kondisi probandus antara yang satu dengan yang lain memiliki kondisi yang sama,
maka pada saat rekrutmen (sebelum perlakuan) probandus diberi penjelasan terlebih
dahulu untuk beberapa perlakuan. Seorang probandus dapat menjalani beberapa perlakuan
yang berbeda, namun dilaksanakan pada hari yang berbeda pula. Adapun kriteria
probandus :
 Sehat (tidak sedang sakit)
 Berada di lingkungan kampus terpadu Universitas Islam Indonesia
 Aktivitas wajar baik di dalam maupun di luar ruangan, minimal 2 jam sebelum dilakukan
perlakuan, tidak cuci tangan.

D. BAHAN PENELITIAN
Bahan utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Media agar darah, kuman dari
tangan probandus, sabun antiseptik padat baru dan lama, antiseptik etanol dan irgasan,
alkohol 70%, NaCl, aquades, cat Gram, minyak imersi.

E. ALAT
Alat-alat utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah, inkubator, bunsen, ose
bulat, objek glas, mikroskop.

11
DEWI FARADILLA SETIA

F. ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan uji statistik t-berpasangan.
Analisis data dilakukan dengan program komputer SPSS 13.

G. JALANNYA PENELITIAN
Alat dan bahan disiapkan, agar darah diberi garis menjadi 2 bagian dengan spidol pada
dasar petri, ditulis kode sebelum dan sesudah. Pengerjaan di dekat bunsen, probandus
diminta menempelkan ibu jari pada agar darah di daerah yang diberi kode sebelum,
kemudian dilakukan :
 Metode 1
Probandus diminta cuci tangan selain menggunakan air mengalir juga menggunakan
sabun padat yang mengandung antiseptik (Triclosan) dan masih baru.
 Metode 2
Probandus diminta cuci tangan selain dengan air mengalir, juga menggunakan sabun
padat yang mengandung antiseptik (Triclosan) namun sudah beberapa lama (1-2 minggu)
dipakai.
 Metode 3
Probandus diminta cuci tangan hanya dengan antiseptik (tanpa air). Antiseptik yang
digunakan adalah Etanol yang umum ada di pasaran
 Metode 4
Probandus diminta cuci tangan hanya dengan antiseptik (tanpa air). Antiseptik yang
digunakan adalah Irgasan yang umum ada di pasaran.
 Metode 5
Probandus diminta cuci tangan dengan air kemudian dengan alkohol/etanol (sebagai
kontrol).

Masing-masing metode dilakukan pada 60 orang probandus selanjutnya, ibu jari


ditempelkan lagi di atas media Agar Darah pada daerah yang diberi kode sesudah.
Pengerjaan tidak harus dilakukan pada hari yang sama, selanjutnya media Agar Darah
diinkubasi pada inkubator selama 18-24 jam. Angka kuman dihitung pada 1 cm2, baik pada
daerah sebelum maupun sesudah. Dicatat kemudian dianalisis dengan hasilnya secara
keseluruhan. Penempelan pada agar darah cukup dengan ibu jari karena dianggap sudah
dapat mewakili dan di antara jari yang lain permukaannya paling luas sehingga dapat diukur
dengan ukuran yang sama. Sedangkan jika menempelkan semua permukaan tangan selain
tidak efektif juga akan sulit mencari media yang sesuai, kesulitan lain tangan tiap orang
tidak sama sehingga akan sulit mencari petri yang besar serta resiko kontaminasi lebih
tinggi.

12
DEWI FARADILLA SETIA

SKEME PENELITIAN

Persiapan alat

Pencarian probandus

metode 1 2 3 4 5

Analisis data

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Pada penelitian ini dilakukan 5 percobaan yang meliputi 1) cuci tangan dengan
menggunakan sabun padat baru yang mengandung antiseptic Triclosan, 2) sabun padat
lama yang juga mengandung Triclosan, 3) dengan antiseptic yang mengandung etanol 4)
dengan antiseptic yang mengandung Irgasan dan 5) dengan alcohol. Untuk penggunaan
antiseptic etanol dan Irgasan tidak menggunakan air.

1) Cuci tangan dengan menggunakan sabun Triclosan padat baru.


Pada penelitian ini dilakukan pada 60 probandus yang memenuhi kriteria inklusi. Metode
yang digunakan dengan metode finger print. Probandus yang telah mamenuhi kriteria
kemudian diminta untuk menempelkan ibu jari tangannya ke permukaan media agar darah
yang telah diberi tulisan ‘SEBELUM’, kemudian probandus mencuci tangan dengan sabun
padat Triclosan yang masih baru, didiamkan selama 30 detik kemudian dicuci dengan air
mengalir, ditunggu 30 detik untuk mengurangi air yang ada di tangan kemudian ditempelkan
pada agar darah yang tertulis ‘SESUDAH’, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam, hasil
dihitung per 1 cm2 . Hasil rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 39,90 dan
setelah cuci tangan 14,48. Analisis hasil dengan menggunakan uji t berpasangan
menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01), dengan demikian terdapat perbedaan yang
bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan menggunakan sabun padat baru.

2) Cuci tangan dengan menggunakan sabun Triclosan padat lama.


Pada prinsipnya pelaksanaan cuci tangan ini sama dengan cara cuci tangan pada poin
1), yaitu Cuci tangan dengan menggunakan sabun padat baru yang mengandung Triclosan.
Bedanya hanya sabun yang digunakan. Sebelumnya menggunakan sabun baru yang belum
dipakai, sedang pada penelitian ini menggunakan sabun yang sudah dipakai beberapa
lama. Lama pemakaian adalah 2 minggu . Ibu jari ditempelkan pada agar darah sebelum
dan sesudah perlakuan. Hasil rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 33,48

13
DEWI FARADILLA SETIA

dan setelah cuci tangan 34,47. Analisis hasil dengan menggunakan uji t berpasangan
menunjukkan hasil yang tidak bermakna (p>0,05), dengan demikian tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan menggunakan sabun
Triclosan padat lama.

3) Cuci tangan dengan antiseptik yang mengandung etanol.


Pada cuci tangan ini tidak menggunakan air. Probandus yang memenuhi kriteria inklusi
diminta untuk menempelkan salah satu ibu jari tangannya ke agar darah yang diberi tulisan
‘SEBELUM’ kemudian probandus diminta cuci tangan dengan antiseptik etanol (tanpa air)
dan ditempelkan ke agar darah yang diberi tanda ‘SESUDAH” selanjutnya diinkubasi
selama 18-24 jam. Hasil rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 23,26 dan
setelah cuci tangan 2,66. Analisis hasil dengan menggunakan uji t berpasangan
menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01), dengan demikian terdapat perbedaan yang
bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan menggunakan antiseptik etanol.

4) Cuci tangan dengan antiseptik yang mengandung Irgasan


Pada prinsipnya cuci tangan ini sama dengan cuci tangan menggunakan etanol hanya
antiseptic yang digunakan adalah Irgasan. Hasil rata-rata angka kuman sebelum cuci
tangan adalah 23,06 dan setelah cuci tangan 6,26. Analisis hasil dengan menggunakan uji t
berpasangan menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01), dengan demikian terdapat
perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan menggunakan
antiseptic Irgasan.

5) Cuci tangan dengan menggunakan alkohol


Pada perlakuan ini, juga dilakukan pada 60 probandus. Probandus yang memenuhi
criteria inklusi diminta untuk menempelkan salah satu ibu jari tangan pada agar darah yang
telah ditulis ‘SEBELUM’. Kemudian probandus diminta untuk cuci tangan dengan air, dilap
dengan tissue, selanjutnya kedua tangan disemprot dengan alkohol, diusapkan secara
merata ke seluruh tangan, kemudian salah satu ibu jari ditempelkan pada permukaan agar
darah yang telah ditulis ‘SESUDAH’. Inkubasi selama 18-24 jam, kemudian hasilnya dinilai.
Analisis hasil dengan menggunakan uji t berpasangan menunjukkan hasil yang tidak
bermakna (p>0,05), dengan demikian tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara
sebelum dan sesudah cuci tangan yang dilanjutkan dengan menggunakan alkohol.

B. PEMBAHASAN
Dari hasil yang diperoleh, cuci tangan dengan sabun Triclosan menunjukkan perbedaan
antara sebelum dan setelah cuci tangan sementara dengan sabun Triclosan padat lama
tidak ada perbedaan. Dengan demikian, bila akan menggunakan sabun Triclosan padat
sebagai antiseptik, gunakan sabun yang masih baru. Sabun Triclosan padat setelah 2
minggu tidak efektif, oleh sebab itu harus diganti. Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui berapa hari sabun Triclosan padat masih efektif digunakan.

Pada penggunaan antiseptik etanol dan Irgasan pada prinsipnya keduanya efektif untuk
mengurangi jumlah kuman, hal ini dibuktikan dengan hasil yang bermakna antara sebelum
dan sesudah pemakaian. Hasil rata-rata dan uji t menunjukkan antiseptik etanol lebih
bagus. Terdapat perbedaan yang bermakna antara penggunaan antiseptik etanol dan
Irgasan (p<0,01), sekalipun keduanya efektif dalam membasmi kuman.

Pada penggunaan alkohol setelah cuci tangan dengan air ternyata pada penelitian ini
menunjukkan hasil yang tidak bermakna antara sebelum dan setelah cuci tangan. Perlu ada
penelitian lanjutan dengan benar-benar memperhatikan air dan tissue yang digunakan,

14
DEWI FARADILLA SETIA

batas waktu menggosok tangan dengan alkohol, sebelum ibu jari tangan ditempelkan pada
agar darah yang diberi tulisan ‘SESUDAH’.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

 Hasil rata-rata angka kuman mulai dari yang terkecil, setelah cuci tangan dengan
antiseptik etanol : 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27, dengan sabun Triclosan padat
baru : 14,48, dengan alkohol setelah cuci tangan dengan air : 25,90. sabun Triclosan
padat lama : 34,46.

 Dari penelitian ini antiseptik etanol menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan antiseptik lainnya.

B. SARAN

 Perlu penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan lebih seksama mengenai air,
pengering yang digunakan.

 Perlu dilakukan penelitian dengan bahan-bahan lain selain yang sudah disebutkan di
sini.

 Perlu infomasi yang benar ke masyarakat jika menggunakan sabun plain dengan
antiseptic.

15
DEWI FARADILLA SETIA

DAFTAR PUSTAKA

Dobson, R.G. 2003, Handwashing Programed could be Intervention of Choice for Diarrhoeal
Diseases, BMJ, 326 : 1004.

Gal, D., Mayo, M., Vaughan, H.S., Dasari, P., Mckinnon, M., Jacups, S. P., Urquhart, A.I.,
Hassell, M., Currie, B..J. 2004, Contamination of Hand Wash Detergent Linked to
Occupationally Acquired Melioidosis, Am. J. Trop. Med. p. 360-62.

Girou, E, Loyeau,S, Legrand,P, Oppein,F, Buisson,CB, 2002, Efficacy of Handrubbing with an


Alcohol Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap: randomised clinical
trial. BMJ 325 : 362-5.

Gupte, S., 1990, Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E. Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta.

Inglis,TJJ, 2003, Microbiology and Infection, Churchill Livingstone, Philadelphia.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Alih bahasa oleh Mudihardi,
E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L., Penerbit
Salemba Medika, Jakarta.

Johson, A. G., Ziegler, R., Fitzgerald, T.J., Lukasewycz, O., Hawley, L., 1994, Mikrobiologi dan
Imunologi, Alih bahasa olehYulius E.S., Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.

Johson, A. G., Ziegler, R., Fitzgerald, T.J., Lukasewycz, O., Hawley, L., 1994, Mikrobiologi dan
Imunologi, Alih bahasa olehYulius E.S., Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.

Strohl, W.A., Rouse,H, Fisher,B.D, 2001, Lippincott’s Illustrated Reviews: Microbiology,


Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania.

Teare, L., 1999, Hand Washing. British Medical Journal, 318 : 686.

Trampuz, Andrej and Widmer, A.F., 2004, Hand Hygiene : A Frequently Missed Livesaving
Opportunity During Patient Care, Mayo Clinic Proceedings, 79:109 – 116.

Widmer, AF, 2000, Replace Hand Washing with Use of a Waterless Alcohol Hand Rub?,
Clinical Infectious Disease, 31:136-143.

Hilburn J, Fendler E, Groziak P, Hammond P, 2002, The Use of Alcohol Hand Sanitizer as an
Effective Infection Control Strategy in Acute Care Facility, American Journal of Infection Control,
30(4): Poster 129.

Snyder, Peter, 2001, Why Gloves are not The Solution to The Fingertip Washing Problem,
Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN.

16

Anda mungkin juga menyukai