A.PENGERTIAN MUSYARAKAH
Musyarakah adalah akad kerja sama dianatra pemilik modal yang mencampurkan modal mereka
untuk tujuan mencari keuntungan.Dalam musyarakh mitra dan bank sama-sama menyediakan
modal untuk meambiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun baru.
Selanjutnya mitra dapat mengemhabalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah
disepakati secara bertahap atau sekaligus pada bank. Pembiayaan musyarakh dapat diberikan
dalam bentuk kas,setara kas,atau aktiva non kas,termasuk aktiva tidak berwujud,seperti lisensi
dan hak paten.
Karena setaip mitra tidak dapat menjamin modal mirtra lainya,maka setiap mitra dapat meminta
mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.Beberapa
hal yang menunjukan adanya kesalahan yang disengaja ialah: pelanggaran terhadap akad antara
lain penyalahgunaan dana pembiayaan,manipulasi biaya dan pendapatan operasianal,pelaksanaan
yang tidak sesuai dengan perinsif syariah. Jika tidak adanya kesepakatan antara pihak yang
bersangkutan kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan badan arbitrase atau
pengadilan.
Laba musyarakah dibagi daintara para mitra,baik secara proprsional sesuai besrnya modal yang
disetorkan (baik berupa kasa maupun aktiva lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakti oleh
semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan besarnya modal
yang disetorkan.
B.RUKUN MUSYARAKAH
1.Pearnyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad),dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1
Akad dituangkan secara tertulis
2.Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hokum dan memperhatikan hal-hal bearikut:
a.Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai,emas,perak atau yang lainnya sama. Modal dapat terdiri
dari aset perdagangan.seperti barang-barang,property dan sebagainya. Jika modal berbentuk
aset,harus lebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam,meminjamkan,menyumbangkan atu menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain,kecuali atas dasar kesepakatan.
Pada prinsipny, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,namun untuk menhindari
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi
kesamaan porsi kerja bukan merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih
banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan
bagi dirinya.
Setiap mitra melaksanakan keraja dalam musyarkah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.Keuntungan
2
b.jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
para pihak, maka penyelesainnya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
C.STANDAR AKUNTANSI
1.Pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non-kas
kepada mitra musyarakah. (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraph 41)
(ii) aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai
baku aktiva non-kas,maka selisih nilai tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank
pada saat penyerahan; dan
b.biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,biaya studi kelayakan)tidak dapat diakui
sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
1. Bagian bank atas pembiayaan musyarakah permanent dinilai sebesar nilai histories (jumlah yang
dibayarkan atau nilai wajar aktiva non-kas pada saat penyerahan modal musyarakah) setelah
dikurangi dengan kerugian, apabila rugi.
2. Bagian atas pembiayaan musyarakah menurun dinilai sebesar nilai historis sesudah dikurangi
dengan bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan oleh mitra (yaitu sebesar harga jual
yang wajar) dan kerugian apabila ada. Selisih antara nilai historis dan nilai wajar bagian
pembiayaan musyarakah yg dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada
periode berjalan.
3. Jika akad musyarakah yang belum jatuh tempo diakhiri dengan pembagian seluruh atau
sebagian modal,maka selisih antara nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba
sesuai dengan nisbah sesuai dengan porsi modal mitra.
4. Pada saat akad diakhiri, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
1. Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesui dengan nisbah yang disepakati
atas hasil usaha musyarakah. Sedangkan rugi pembiayaan musyarakah diakui secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal. (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Sariah, pargraf 47)
1. Apabila pembiayaan mysyarakah permanen melewati satu periode pelaporan, maka;
3
Laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati.
o Rugi diakui dalam perioda terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi pembiayaan
musyarakah.
b.Apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan dan terdapat
sebagian pengembalian atau seluruh pembiayaan, maka:
Laba diakui dalm periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Rugi diakui dalam periode terjadinya secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal dan
mengurang pembiayaan musyarakah.
1. Pada saat akad diakhiri, laba yang belum diterima bank dari pembiayaan musyarakah yang
masih performing diakui sebagai piutang pada mitra. Untuk pembiayaan musyarakah yang non
performing diakhiri maka laba yang belum diterima bank tidak diakui tetapi diungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan.
2. Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra (pengelola usaha)
musyarakah,maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah.rugi karna
kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan sebagai pengurangan modal mitra
pengelola usaa,kecuali jika mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.
Modal harus berbentuk tunai dan bias berupa emas atau perak yang setara.menurut para fuqaha
tidak ada perbedaan mengenai hal ini.modal bisa saja berbentuk trading assets seperti
barang,propeti, dan peralatan lainnya.modal mungkin saja juga berbentuk hak tak berujud,seperti
hak paten,hak gadai, paten dan lain-lain.kalangan fuqaha menyetujui pembeian modal berbentuk
tipe-tipe asset di atas asalkan nilai asset itu sebanding dengan nilai uang tunai dan di sepakati
bersama.Mazhab Syafi’i dan Maliki bahwa dana yang diperoleh dari mitra harus dicampur agar
tidak hak istimewa diantara mereka. Meskipun demikian mazhap Hanapi tidak menentukan
pembagian dana dalam bentuk tunai, dan mazhabHambali tidak mensyaratkan adanya
percampuran modal. Paetisipasi dari para mitra dalam pekerjaan musyarakah merupakan dasar
hukum dan dan dilarang salah satu pihak untuk menghindari atau tidak mau terlibat. Meskipun
demikian, persamaan pekerjaan bukan merupakan hal yang pokok. Salah satu mitra
diperbolehkan untuk melakukan lebih banyak usaha dibandingkan dengan mitra lainnya dan
diperbolehkan untuk mengisyaratkan bagi dirinya sendiri bagian ekstra keuntungan.
Modal musyarakah diatur oleh sekelompok asas, dimana yang terpemting adalah: saham mitra
haruslah di ketahui, yang ditetapkan dan disepakati pada waktu pengadaan akad, dan harus ada
dalam bentuk tunai/semacamnya, namun tidak dalam bentuk hutang, untuk menghindari
penipuan, ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam menggunakan modal. Sesui dengan hukum
perundang-undangan syari’ah, apabila modal berada dalam bentuk aset terwujud maupun tidak
terwujud, maka dalam hal ini asas syari’ah akan mensyaratkan nilai aset tak berwujud
berdasarkan perjanjian dengan para mitra, dan jumlah saham bang dalam musyarakah akan di
ukur dengan nilai pasar yang sebenarnya, yakni jumlah yang telah di bayarkan atao di mana
4
jumlah ini telah di nilai pada saat mengadakan akad. Penilaian tersebut harus dilakukan oleh
orang yang ahli dan atas persetujuan kedua belah pihak.
Ada dua alasan untuk menggunakan nilai historis dalam mengukur aset non moneter yang
mewakili saham Bank Islam dalam musyarakah, yaitu:
Pertama: Penerapan nilai aset yang sudah disepakati kedua belah pihak harus menerima hasil
dari penilaian akuntansi keuaangan yang objektif dan dibukukan dalam Pernyyataan Objektif.
Kedua: penerapan nilai sesungguhnya untuk mengukur aset secara ini akan menjurus
kepenerapan konsep kejujuran penyajian sesuai dengan Pernyataan Konsep.
Dalam PSAK tentang Akuntansi Perbangkan Syari’ah, dijelaskan pengakuan dan pengukuran
pembiayaan musyarakh sebagai berikut:
1. Pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non-kas
kepada mitra musyarakah. (PSAK 59, Akuntansi Perbangkan Syari’ah, pargraf 41)
2. Pengukurn pembiayaan musyarakah dalah sebagai berikut:
b) Aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank
pada saat penyaerahan.
Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui
sebagai bagian pembiayaan musyarakah keculi ada persetujuan dari seluduh mitra musyarakah.
Dalam ketentuan tersebut jelas bahwa pembiayaan musyarakah atau modal syirkah yang
diserahkan oleh bank syari’ah tidak hanya dalam bentuk uang tunai saja tetapi dapat juga dala
bentuk non-kas atau aktiva yang sejalan dengan usaha yang akan dilaksanakan. Begitu juga
penyarahan dodal musyarakah dalam dilakukan srcara bertahap atau sekaligus. Untuk
memberikan gambaran yang jelas atas transaksi moda musyarakah tersebut dapat dijelaskan
dalam contoh berikut:
Contoh: 1
Pada tanggal 01 Maret saat bank memberiakn fasilitas pembiayaan musyarakah kepada Amrin
dalam usaha pabrik pengolaan kelapa sawit dan telah disepakati dengan data-data sebagiai
berikut:
5
1. Tanggal 05 Maret dibayar beban pra akad, seperti pembuatan studi kelayakan proyek, penelitian
kelayakan proyek sebesar Rp. 2.000.000,-
2. Modal syirkah keseluruhan sebesar Rp. 250.000.000,- dimana bank syariah mendapatkan porsi
modal sebesar Rp. 120.000.000,- dan porsi modal untukt Amrin sebesar Rp. 130.000.000,-
dengan nisbah keuntungan untuk bank sebesar 40 dan Amrin sebesar 60
3. Modal syirkah yang menjadi porsi bank syariah sebesar Rp. 120.000.000,- dibayar dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 16 Maret, dibayarkan modal syirkah dalam bentuk kas sebesar Rp. 40.000.000,-
2. Tangaal 21 Maret diserahkan modal non-kas berupa dua buah mesin pabrik yang telah
dimiliki oleh bank syariah, mesin pertama sebesar Rp. 50.000.000,- yang dibeli dengan
harga Rp. 55.000.000,- dan mesin yang kedua sebesar Rp. 30.000.000,- yang dibeli
dengan harga Rp. 22.500.000,-
Atasa transaksi tersebut di atas dilakukan jurnal dan penjelasan sebagai berikut:
1. Tanggal 01 Maret pada saat pembiayaan musyarakah disetujui dan diakui oleh Amrin, bank
syariah mempunyai kewajiban berupa komitmen atas pembiayaan musyarakah sebesar Rp.
120.000.000,-
Musyarakah Rp.120.000.000,-
Dengan adanya pembiayaan mudharabah tersebut, buku besar komitmen (rekening administratif)
menunjukkan sebagai berikut:
1. Tanggal 16 maret, bank syariah menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai kepada syirkah
sebesar Rp. 40.000.000,-
6
Kr. Kas/Rekening syirksh/Kliring Rp. 40.000.000,-
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
sebagai berikut:
Pembiayaan Musyarakah
NERACA
Aktiva Pasiva
7
Dr. Pembiayaan musyarakah Rp. 50.000.000,-
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
sebagai berikut :
Pembiayaan Musyarakah
8
NERACA
Aktiva Pasiva
1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku/harga perolehan. Mesin kedua
diserahkan dengan harrga pasar/wajar sebesar Rp. 30.000.000,-, msin tersebut dibeli dengan
harga perolehan sebesar Rp. 22.500.000,-
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
sebagai berikut :
Prnyerahan
modalPenyerahan
16/0321/0321/03
mesinPenyerahan 40.000.00050.000.00030.000.000 01/03 Amrin 120.000.000
mesin
9
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
NERACA
Aktiva Pasiva
1. Tanggal 6 Maret 2009- pada saat mengeluarkan biaya dalam rangka akad musyarakah
Laba pembiayaan musyarakah dalam satu periode pelaporan berdasarkan laporan yang diterima
atas pengelolaan modal musyarakah, misalkan diperoleh bagi hasil sebesar Rp. 500.000.000,-
dimana pembagian bagi hasil 60 untuk Amrin dan 40 untuk Bank Syariah.
10
Jadi porsi bagi hasil miliak bank syariah adalah : 40/100 x Rp. 500.000.000,- = Rp.
200.000.000,-
Karena pendapatan tersebut diterima kas, maka pendapatan tersebut merupakan unsur
pendapatan dalam pembagian hasil usaha.
Oleh karena pendapatan tersebut belum diterima secara kas, hanya dalam pengakuan saja maka
pendapatan tersebut bukan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha (profit
distributionaa) bank, dan akan menjadi unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha setelah
pendapatan tersebut diterima secara kas.
Walaupun tidak ada pencatatan dalam pendapatan bank syariah karena ada aliran kas masuk atas
pembayaran kas musyarakah, maka jumlah atau aliran kas masuk tersebut harus diperhitungkan
sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha.
2) Kerugian pembiayaan musyarakah sebagai akibat kelalaian mitra. Pengakuan kerugian yang
lebih tinggi dari modal mitra akibat kelalaian atau penyimpangan mitra musyarakah
11
Kr. Pembiayaan musyarakah xxxxxx
Pada saat akad berakhir, keuntungan yang belum diterima bank dari mitra musyarakah diakui
sebagai piutang musyarakah. Apabila teradi kerugian dalam musyarakah akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian tersebut menanggung beban
kerugian itu. Kerugian bank yang diakibatkan kelalaian atau penyimpangan mitra tersebut diakui
sebagai piutang musyarakah.
Pada saat akad berakhir, saldo pembiyaan musyarakah yang belum diterima diakui sebagai
piutang musyarakah
12
Pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai historis
Pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai wajar lebih tinggi dari nilai historis
13