Anda di halaman 1dari 9

FEBRIS

DEFINISI

Demam atau Febris adalah peningkatan suhu tubuh 1 oC atau lebih besar di atas
nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set
point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara
fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.
Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat Rentang; rerata suhu Demam
Jenis thermometer
pengukuran normal (oC) (oC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun
tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis
yang berguna.
Pola demam yang ditemukan pada penyakit
Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endocarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever
(contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.
Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan dengan atau tanpa localizing
signs.
Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek
Lama demam pada
Klasifikasi Penyebab tersering
umumnya
Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu
Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis >1 minggu

 Demam dengan localizing signs


Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia

 Demam tanpa localizing signs


Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis
Sebagian besar virus (HH-6) Tampak baik, CRP normal, leukosit normal
Infeksi saluran kemih Dipstik urine
Malaria Di daerah malaria
PUO (persistent Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear
pyrexia of unknown factor tinggi, CRP tinggi
origin) atau FUO
Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan
waktu vaksinasi
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

ANAMNESIS
Tujuan dilakukan anamnesis pada pasien dengan demam yaitu untuk :
1. Mengetahui apakah infeksi mempunyai lokalisasi organ atau tidak. Gejala penyakit
demam dapat dibagi menjadi
a. Konstitusi gejala yang terdiri dari kelelahan, mialgia, kehilangan nafsu
makan, mual,
sakit kepala, dll
b. Gejala sesuai keterlibatan organ tertentu :
 Tonsillo-faring : sakit tenggorokan, batuk, dan sakit saat menelan
 Maksilaris / Frontal sinus : rhinitis, hidung tersumbat, sakit kepala.
 Otak dan meninges : sakit kepala, muntah.
 Paru-paru dan pleura : batuk, produksi sputum, hemoptisis, sesak
napas, dan nyeri dada
 Myopericardium : nyeri dada, sesak napas, dan palpitasi
 Hati : muntah, nyeri epigastrium atau hypochondrial kanan, ikterus
 Kandung empedu dan saluran empedu : sakit perut dan muntah
 Appendix : nyeri perut kanan bawah, muntah, dan / atau konstipasi
atau diare.
 Saluran kemih : nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang
 Sendi : sendi nyeri dan pembengkakan.
 Jaringan lunak : Pembengkakkan, perubahan warna, kemerahan
dan sakit pada jaringan lunak
 Kelenjar getah bening perifer : Pembengkakan ekstremitas
Bila pada anamnesis tidak didapatkan focus organ infeksi, maka Berikut ini adalah
beberapa gejala khusus yang mungkin mengindikasikan diagnosis demam singkat
tanpa gejala lokalisasi yang disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :
1) Demam berdarah : kulit petechiae dan perdarahan gingiva, nyeri sendi.
2) Malaria : demam dengan menggigil dan penurunan suhu normal spontan
setelah demam tinggi, jaundice, penurunan jumlah urin dan kejang.
3) Demam tifoid : adanya perubahan pola defekasi (awalnya diare selanjutnya
bisa terjadi konstipasi), nyeri perut.
4) Leptospirosis : myalgia, penurunan produksi urin, jaundice
5) Awal presentasi TB dan penyebab lain demam berkepanjangan
2. Jika pasien memiliki gejala yang mengkhawatirkan yang perlu masuk atau dirawat
segera
3. Untuk mengidentifikasi kondisi komorbiditas terkait, seperti :
1) Usia lanjut
2) Diabetes
3) Penyakit hati kronis atau penyakit ginjal
4) Gagal jantung
5) Terapi imunosupresif
6) Penyakit paru-paru kronis
7) Baru dirawat di rumah sakit
Poin yang perlu diingat dalam anamnesis yaitu pada pasien yang demam kita harus
mengidentifikasi apakah demam disebabkan oleh infeksi local atau tidak. Jika demam
non lokalisasi kita harus mencari gejala yang mungkin mengindikasikan infeksi sistemik
tertentu. Kita juga harus mengidentifikasi gejala yang mengkhawatirkan karena pasien
membutuhkan evaluasi dan pemantauan yang lebih rinci. Identifikasi kondisi
komorbiditas yang signifikan adalah sama pentingnya karena pasien ini mungkin memiliki
toleransi yang buruk dan sering perlu pendekatan agresif dalam manajemen klinis.

PEMERIKSAAN FISIK
Gejala harus memandu kita dalam melakukan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh:
volume nadi dan tekanan darah harus dinilai pertama pada pasien yang mengalami
riwayat perdarahan atau episode muntah berulang. Pemeriksaan fisik dilakukan mulai
dari pemeriksaan tanda - tanda vital yang mencakup tekanan darah, nadi, laju
pernapasan, serta suhu; keadaan umum; dan pemeriksaan generalis yang dimulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berikut ini pemeriksaan yang terkait dengan pasien
dengan demam
 Orientasi, kewaspadaan,
 Mata : Conjungtiva anemis, sclera ikterus, perdarahan sub-conjuctival berdarah,
 Hidung : Kelembutan sinus
 Mulut : Pembesaran tonsil, faring hiperemis,
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar tiroid, kaku
kuduk.
 Jantung : bunyi jantung, regurgitasi murmur
 Paru-paru : suara nafas, wheezing dan ronchi, efusi pleura
 Abdomen : nyeri perut, organomegali (hepatomegaly, spleenomegali), nyeri ketuk
CVA, nyeri tekan McBurney, bising usus, nyeri tekan suprapubik, asites,
pembesaran ginjal (ballottement),
 Pemeriksaan genital bila dicurigai infeksi genitalia
 Ekstremitas : edema tungkai, petechiae, ruam.
Penemuan hepato-splenomegali pada pemeriksaan fisik pada pasien dengan demam
sering
disalah tafsirkan. Hepatomegali dan / atau splenomegali pada pasien demam
menunjukkan bahwa dia menderita infeksi signifikan dan tidak lebih dari itu

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
pada pasien demam antara lain :
1. Hematologi rutin : Dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyakit darah termasuk
leukemia. Pemeriksaan hematologi rutin mencakup :
1) Hemoglobin (Hb)
Interpretasi Hasil :
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi.
Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis,
leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat
(vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetil salisilat, rifampisin,
primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari
obat-obatan: metildopa dan gentamisin.
2) Hematokrit
Interpretasi Hasil :
Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan
kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi
/ diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya
adalah Ht <15%.
3) Leukosit (Hitung total)
Interpretasi Hasil
Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus,
parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis
yaitu:
 Anemia hemolitik
 Sirosis hati dengan nekrosis
 Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
 Keracunan berbagai macam zat
 Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh
agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus
(misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari
segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik,
arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.
4) Leukosit (hitung jenis)
Merupakan pemeriksaan terpenting untuk mendeteksi infeksi. Penilaian hitung
jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di
mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
Interpretasi Hasil
 Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-
70% dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih
mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan
neutropenia. Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha
(misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo) dan AZT (semacam
ARV).
 Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh
kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang
membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit
umumnya 20-40% dari leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang
tertular dan dibunuh oleh HIV. Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4.
Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap
tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini
umumnya dilakukan sekaligus.
 Monosit atau makrofag mencakup 2-8% dari leukosit. Sel ini melawan
infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan
tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah.
Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah
monosit yang tinggi umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri.
 Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan
tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan
jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare,
kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.
 Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi
jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang
dari 1% leukosit.
 Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit,
monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk
memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila
limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 =
2.648.
 shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen)
relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to
the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi
bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the
left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar,
anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
 Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit
relatif dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to
the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat
menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan
aspirin.
5) Trombosit
Interpretasi Hasil
 Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam
berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang
bahaya pada <30.000 sel/mm3.
 Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit
keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit
imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya
trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm 3.
6) Laju endap darah
Interpretasi Hasil
 LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi,
penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit
keganasan.
 LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan
poikilositosis.
7) Hitung eritrosit
Interpretasi Hasil
 Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare,
luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia,
anemia sickle cell.
 Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia,
kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma
multipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa,
tetrasiklin, INH, asam mefenamat)
2. Urinalisa : Untuk mendeteksi infeksipada ginjal dan saluran kencing
3. Malaria : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi malaria
4. Widal : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi oleh salmonella typhi
5. Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT – SGPT) : untuk mengetahui gangguan pada
hati yang bisa dijumpai pada demam tifoid
6. Anti-Dengue IgG/IgM : Untuk mendeteksi infeksivirus dengue yang dapat
menyebabkan demam dengue (demam berdarah)
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
Dambro MR. Griffith’s 5-minute clinical consult. philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2006
Kasper DL,ed.et al. Horrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill. 2005

Anda mungkin juga menyukai