Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

SISTEM GEOMETRI
GEOMETRI TERURUT

Dosen Pengampu :
Surawan, S.Pd.,

Nama Anggota Kelompok 2 :


1. Putri Lindiani (1104160001)
2. Candra Murtia (1104160002)
3. Muhammad Bachrun N (1104160016)
4. Toni Ardi (1104160030)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW) TUBAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan kasih karunia - Nya, sehingga pada penyusunan makalah dengan judul
“Geometri Terurut”. Sebagai bahan pembelajaran dengan harapan dapat diterima
dan di pahami secara bersama.
Makalah ini dibuat guna memenuhi Tugas yang diberikan oleh Bapak
Surawan, S.Pd., Dosen mata kuliah Sistem Geometri.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, dan
dibeberapa bagian masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang
membangun untuk sepurnanya makalah ini sangat kami nantikan. Kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, penulis menyampaikan
terimakasih yang tulus, dan mudah - mudahan makalah ini ada manfaatnya, amin.

Tuban, 01 Oktober 2018

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1
1.3 Tujuan ............. ........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2
2.1 Pengenalan pangkal, definisi Geometri Terurut ........................ 2
2.2 Definisi Ruang ........................................................................... 13
2.3 Kontinuitas & Kesejajaran ......................................................... 18
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 22
3.2 Saran ........................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang
banyak aplikasinya di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan matematika itu
sendiri. Disiplin-disiplin utama di dalam matematika pertama muncul karena
kebutuhan akan perhitungan dalam perdagangan, untuk memahami hubungan
antar bilangan, untuk mengukur tanah, dan meramal peristiwa astronomi. Empat
kebutuhan ini dapat dikaitkan dengan pembagian-pembagian matematika ke
dalam pengkajian besaran, struktur, ruang dan perubahan yaitu, aritmatika,
aljabar, geometri, dan analisis.
Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang membahas
mengenai bentuk, bidang, dan ruang suatu benda. Didalam sistem geometri
terdapat banyak jenis geometri salah satunya yaitu, Geometri Terurut. Yang
membahas tentang pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dimensi ruang,
kontinuitas dan kesejajaran.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu pangkal?
2. Apa saja definisi-definisi geometri terurut?
3. Apa saja aksioma-aksioma geometri terurut?
4. Apa itu dimensi ruang?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pangkal.
2. Untuk mengetahui apa saja definisi-defini geometri terurut.
3. Untuk mengetahui apa saja aksioma-aksioma geometri terurut.
4. Untuk mengetahui apa itu dimensi ruang.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengenalan Pangkal, Definisi-definisi, dan Aksioma-aksioma Geometri
“Terurut”
Geometri terurut ini akan dipelajari sebagai suatu sistem deduktif. Jadi
tentu ada pengertan pangkal, aksioma-aksioma dan defenisi-defenisi, kemudian
dari ini semua dapat diturunkan dalil-dalil.
Pangkal biasanya sering disebut pernyataan pangkal atau aksioma adalah
pernyataan yang disepakati kebenarannya secara bersama para ahli. Aksioma juga
diartikan sebagai pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan merupakan dalil
pertama, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi dan bersifat umum
tanpa memperlukan pembuktian. Definisi disini yaitu ungkapan yang dibutuhkan
untuk membatasi suatu konsep dalam pembicaraan tentang Geometri.
Marilah perhatikan perkembangannya seperti diuraikan oleh H.S.M.
Coreter dalam bukunya “Introduction of Geometry”. Dalam pengembangan
Pasch, yang disederhanakan oleh Veblen, sebagai pengertian pangkal Geometri
terurut ditentukan.
Titik-titik A, B, C, D ... sebagai unsur yang tidak didefinisikan relasi
keantaran (“Intermediacy”) sbagai relasi yang tidak didefinisikan.
Relasi ini dinyatakan dengan [ ] yang berarti B trletak diantara A da
C. Jika B tidak terletak diantara A dan C, maka dikatakan “tidak [ ]”.
Kemudian ditentukan aksioma-aksiomanya.
Aksioma I. Ada paling sedikit dua titik
Aksioma II. Jika A dan B dua titik berlainan, maka ada satu titik C yang
memenuhi [ ]
Aksioma III. Jika [ ], maka A dan C berlainan A C
Aksioma IV. Jika [ ], maka [ ] tetapi tidak [ ] atau [ ]
Selanjutnya ada dalil-dalil yang harus dibuktikan.
Dalil 1
Jika [ ], maka tidak [ ] atau [ ]
Bukti. Menurut Aksioma IV

2
Jika [ ], maka tidak [ ]
Ini ekuivalen dengan jika [ ]
Jika tidak [ ] maka tidak [ ]
Jika tidak [ ] maka tidak [ ]
Dalil 2
Jika [ ], maka A, B dan C berlainan atau A B C
Bukti. Misalnya B = C, maka [ ]
Jika [ ] maka [ ], tetapi tidak [ ]
(menurut Aksioma IV). Terdapat pertentangan, jadi B C
Misalnya A = B, maka [ ]
Jika [ ], maka [ ] (Menurut Aksioma IV)
Jika [ ], maka tidak [ ] (Menurut Dalil 1) terdapat kontradiksi,
Jadi A B
Terbukti, bahwa A B C

Kemudian diperlukan pula beberapa pola definisi


Definisi
Jika A dan B dua titik berlainan, maka segmen AB atau ruas garis
AB ialah himpunan titik P yang memenuhi [ ] . Dikatakan titik P
terletak pada segmen AB.

Dalil 3
Titik A maupun titik B tidak terletak pada segmen AB

3
Bukti :
Jika A atau B terletak pada segmen AB maka terdapat [ ] atau [ ].
Ini bertentangan dengan dalil 2. jadi A maupun B tidak terletak pada
segmen AB
Dalil 4
Segmen AB = Segmen B A
Bukti :
Menurut aksioma IV, jika [ ], maka [ ] jadi segmen AB sam dengan
segmen BA.
Definisi
Interval AB ialah segmen AB ditambah ujung-ujungnya A dan B.
Jadi AB = A + A B + B.
Sinar A / B ( dari A menjauhi B) ialah himpunan titik-titik P yang memenuhi
[ ].

Garis AB ialah interval AB ditambah sinar-sinar A/B dan B/A.


Jadi garis AB = A/B + AB + B/A.
Akibat : Interval AB = interval BA
Garis AB = garis BA
Aksioma V
Jika C dan titik-titik berlainan pada garis AB, maka A pada garis CD
Dalil 5
Jika C dan D titik berlainan pada garis AB maka garis AB = garis CD
Bukti :
Jika A, B, C dan D tidak semuanya berlainan, maka dapat dimisalkan B =
D dan akan membuktikan, bahwa garis AB = garis BC. Untuk membuktikan,
bahwa garis AB = garis BC, kita tunjukkan, bahwa setiap titik pada garis BC
adalah juga titik pada garis AB dan sebaliknya. Diketahui C pada garis AB.
Misalkan X pada garis AB.

4
Maka menurut Aksioma V, B pada garis CX dan C pada garis CX. Maka
menurut Aksioma V, X pada garis BC. Jadi X pada garis AB, maka X pada garis
BC.
Misalkan Y pada garis BC. Karena C pada garis AB, maka A pada garis
BC. Menurut Aksioma V, maka B pada garis AY dan A pada garis AY. Jadi
menurut Aksioma V, Y pada garis AB. Jika Y pada garis BC, maka Y pada garis
AB. Terbukti bahwa garis AB = garis BC. Jika D ≠ B, maka dengan jalan yang
sama dapat dibuktikan, bahwa garis BC sama dengan garis CD, sehingga garis AB
= garis BC = garis CD. Jadi jika A, B, C dan D semua berlainan garis AB = garis
CD.
Ada dua kasus :
I. A, B, C, D tidak semua berbeda. Misalkan B = D
Akan dibuktikan AB = BC.

1. X pada AB X pada BC
2. Y pada BC y pada AB

Karena terbukti
X pada AB maka X pada BC
Y pada BC maka y pada AB
Maka AB = BC
II. A, B, C, D berbeda, akan dibuktikan AB = CD
Bukti :
1. X pada AB maka X pada CD
2. Y pada CD maka y pada AB

5
Misalkan x pada AB dan C pada AB, D pada AB
(i) X pada AB dan C pada AB maka B pada CX dan C pada CX
B dan C pada CX maka X pada BC
X pada BC dan B pada BC maka C pada BX ....................................... (1)
X pada AB dan D pada AB maka B pada DX dan D pada DX
B dan D pada DX maka X pada BD
X pada BD dan B pada BD maka D pada BX ....................................... (2)
Dari (1) dan (2) C pada BX dan D pada BX maka X pada CD.
(Dalil 5)
(ii) Y pada CD maka y pada AB
Misal Y pada CD karena C dan D pada AB maka A dan CD dan B pada
CD ........................................ (Aksioma 5)
(1) Y pada CD dan A pada CD maka C pada AY dan D pada AY dan A
pada AY
C pada AY maka Y pada AC
Y pada AC dan C pada AC maka A pada CY ................................... (3)
(2) Y pada CD dan B pada CD maka C pada BY dan B pada BY
C dan B pada BY maka Y pada BC
Y pada BC dan C pada BC maka B pada CY ................................... (4)
Dari (3) dan (4) diperoleh :
A pada Y dan B pada CY maka Y pada AB ................................ (Dalil 5)
Oleh karena (1) dan (2) terbukti
X pada AB maka X pada CD
X pada CD maka Y pada AB.
Dengan demikian CD = AB
Akibat :
Dua titik berlainan terletak cepat pada satu garis. Dua garis berlainan
(jika ada) mempunyai paling banyak 1 titik bersangkutan. Titik persekutuan ini
disebut titik potong kedua garis itu.
Akibat :

6
Tiga titik berlainan A, B dan C pada suatu garis memenuhi tapat hanya
salah satu dari relasi-relasi [ ][ ] [ ]

Dari titik-titk pada garis dikembangkan titik-titik pada bidang datar. Maka timbul
aksioma berikut :
Aksioma VI.
Jika AB suatu garis, ada suatu titik C tidak pada garis itu. Kemudian
terdapat pada dalil 6.
Dalil 6
Jika C tidak pada garis AB, maka A tidak pada BC, juga B tidak pada AC. Garis-
garis BC, CA dan AB berlainan.
Bukti :
Menurut Aksioma V, jika A pada BC maka C pada AB. Terdapat pertentangan
karena C tidak pada AB. Jika A tidak pada BC. Demikian pula B tidak pada AC.

Selanjutnya didefinisikan hal-hal berikut :


Definisi :
Titik-titik yang terletak pada garis yang sama disebut “Collinear” (kolinier atau
segaris).

7
Tiga titik noncolinear A, B, C menentukan suatu segitiga ABC yang memuat tiga
titik ini, yang disebut titik-titik sudut, dan tiga segmen AB, BC, CA yang disebut
sisi-sisi.

Aksioma berikut adalah Aksioma yang penting sekali.


Aksioma VII
Jika A B C suatu segitiga dan [ ] dan [ ], maka pda garis DE, ada suatu
titik F yang memenuhi [ ]

Dalil 7
Antara dua titik berlainan ada suatu titik lain.
Bukti : misalkan kedua A dan B kedua titik itu seperti pada gambar berikut.

Maka menurut aksioma VI antara suatu titik E titik pada AB. Menurut
aksioma II ada suatu titik C yang memenuhi, [ ]. Mengingat dalil 5 maka
garis AC sama dengan garis AE. B tidak terletak pada garis ini, maka ABC suatu

8
segitiga. Menurut Aksioma II ada suatu titik D yang memenuhi [ ]. Menurut
Aksioma VII ada titik F antara A dan B. Terbukti.
Dari Aksioma VII dapat pula dalil berikut.
Dalil 8
Jika ABC suatu segitiga dan [ ] dan [ ], maka pada garis DE
ada suatu titik F yang memenuhi [ ] dan [ ].
Bukti : Karena F terletak pada garis DE, maka ada 5 kemungkinan :
a. F = D
b. F = E
c. [ ]
d. [ ]
e. [ ]
a) Jika F = D, maka [ ] dan [ ], jadi A, B dan C collinear. Terdapat
pertentangan sebab ABC suatu segitiga jadi F D.
b) Jika F = E, maka [ ] dan [ ] jadi A, B dan C collinear. Hal ini juga
tidak mungkin.
c) Jika [ ], maka perhatikan gambar berikut.

Dalam segitiga D C E dengan [ ] dan [ ], maka menurut aksioma


VII pada A F dan X yang memenuhi [ ] karena AF dan CD tidak
mungkin berpotongan lebih dari satu kali, maka X = B, sehingga terdapat
[ ]. Ini bertentangan dengan ketentuan [ ]. Jadi tidak mungkin
[ ]
d) Jika [ ] maka gambarnya adalah sebagai berikut.

9
Dalam segitiga A F E dengan [ ], maka menurut aksioma VII pada
garis BD ada suatu garis Y sedemikian, sehingga [ ]. Karena BD dan
AE tidak berpotongan di lebih dari satu titik, maka Y = C, sehingga terdapat
[ ] ini bertentangan dengan ketentuan [ ] . Jadi tidak mungkin
[ ]. Jadi kemungkinan hanya [ ].
Bukti ini memang agak istimewa. Maka dalil-dalil berikut disajikan tanpa bukti,
karena buktinya semacam bukti dalil diatas.
Dalil 9
Suatu garis tidak mungkin memotong ketiga sisi suatu segitiga (sisi
berupa segmen)
Dalil 10
Jika [ ] dan [ ], maka [ ]

Dalil 11
Jika [ ] dan [ ] dan C D, maka [ ]
Atau [ ], dan [ ] atau [ ].

a.

b.
Dalil 13
Jika [ ] dan [ ], maka [ ] dan [ ]

10
Kemudian diberikan definisi berikut.
Definisi
Jika [ ] dan [ ], maka ditulis [ ]
Urutan 4 titik ni mempunyai sifat, jika [ ], maka [ ].
Urutan titik-titik ini dapat diperluas sebagai berikut. Seperti telah kita
ketahui sekarang titik 0 pada segmen AB membagi segmen itu dalam dua segmen
AO dan OB.

Sebarang titik O pada sinar dari A membagi sinar dalam suatu segmen
dan suatu sinar, A O dan O/A.

Sebarang titik pada garis membagi garis dalam dua sinar berlawanan ;
jika [ ], maka sinar-sinar itu adalah O/A dan O/B.

Sebarang titik pada garis membagi garis dalam dua sinarr berlawanan ;
jika [ ], maka sinar-sinar itu adalah O/A dan O/B, maka sinar O/A yang
memuat titik B, kadang-kadang lebih mudah disebut sinar OB.

Untuk 1 , maka n titik berlainan membagi garisnya dalam 2 sinar


dan segmen. Titik-titiknya dapat T1, T2, . . . , Tn sedemikian hingga kedua
sinar itu T1/Tn. Dan Tn/T1. Sedang – segmen itu T1 T2, T2 T3, ... , Tn-1 Tn ,
masing-masing tidak memuat titik itu. Kita katakan, bahwa titik-titik itu dalam
urutan T1 T2 . . . Tn dan dirulis [ ]
Syarat perlu dan cukup untuk ini ialah :
[ ], [ ], [ ], . . . , [ ].

11
Marilah kita perhatikan kembali aksioma VII. Perkembangan logika yang
terbaik dari suatu subjek menggunakan himpunan Aksioma yang paling sederhana
atau yang paling lemah.
Pasch memberikan pernyataan yang lebih kuat tentang Aksioma VII. Ia
menyatakan :
Jika sebuah garis dalam suatu bidang segitiga memotong satu sisi, maka ia juga
akan memotong sisi yang lain (atau melalui suatu titik sudut).
Aksioma VII yang kita pakai yaitu suatu Aksioma dari Peano, lebih baik,
karena :
a. Kata bidang tidak dipakai sama sekali.
b. Garis DE memasuki segitiga ABC dengan cara yang khusus, yaitu sebelum
memotong CA ia berasala dari titik D pada C/B.
Aksioma ini cukup kuat dan dari sudut ini dapat diturunkan Dalil 14. Jika
Dalil 14 ini diambil sebagai aksioma, maka dari ini tidak dapat diturunkan
Aksioma VII sebagai dalil.
Dalil 14
Jika ABC suatu segitiga dan [ ] dan [ ] maka pada garis DF,
ada suatu titik E yang memenuhi [ ].
Bukti :

Perhatikan gambar diatas


Diambil G pada B/F dan dipandang BDF dengan [ ] dan [ ].
Maka menurut Aksioma VII pada garis GC ada titik H sedemikian, sehingga
[ ]. Menurut Dalil 8 [ ]. Menurut Dalil 10, karena [ ] dan [ ]
maka [ ]. Dipandang AFD dengan [ ] dan [ ]. Maka menurut
Aksioma VII pada garis GH ada suatu titik sedemikian, sehingga [ ], dan

12
menurut Dalil 8 [ ]. Karena [ ] dan [ ], maka [ ] jadi ada
segitiga ACK dengan [ ] dan [ ], maka menurut Aksiomaa VII pada
garis DH (atau garis DF) ada suatu titik E yang memenuhi [ ] terbukti.
2.2 Dimensi Ruang
Peningkatan dari ruang dimensi satu ke dimensi dua dimulai dari
aksioma IV. Jika AB satu garis ada suatu titik C,tidak pada garis ini. Kemudia
didefinisikan segitiga ABC, selanjutnya diperlukan definisi bidang.
Definisi
Jika A, B, C tiga titik noncollinear, bidang A B C adalah himpunan
semua titik yang collinear dngan pasangan titik – titik pada suatu atau dua sisi dari
segitiga ABC. Suatu segmen, interval, garis atau sinar dikatakan terletak pada
bidang, jika semua titiknya terletak dalam satu bidang.
Aksioma I sampai aksioma VII dapatdipakai untuk membuktikan semua
sifat – sifat letak “{incidence}” dalam bidang termasuk kedua sifat berikut ini
yang dikemukakan oleh Helbert diambil sebagai aksioma.
 Sebarang tiga titik noncollinear dalam bidang ɑ menentukan dengan lengkap
bidang tersebut.
 Jika dua titik berlainan pada suatu garis a terletak dalam bidang ɑ, maka
setiap titik dari a terletak dalam bidang.
Definisi
Suatu sudut terdiri dari suatu titik 0 dan dua sinar – sinar yang
noncollinear yang titik pangkalnya titik 0. Titik 0 adalah titik sudut dan sinar –
sinar OA dan OB atau a1 dan b1 sudutnya dinyatakan dengan sudut AOB atau
sudut BOA atau b1 a1. Sudut yang sama a1 b1 ditentukan oleh sembarang titik –
titik A dan B pada sisi – sisinya. Jika C sebarang titik A dan sinar O C dikatakan
didalam sudut itu.

13
Definisi
Suatu daerah konveks adalah himpunan titik – titik yang dua sebarang
titiknya dapat dihubungkan dengan suatu segmen yang semua titiknya adalah titik
– titik dengan himpunan dengan syarat tambahan, bahwa setiap titiknya terletak
pada paling sedikit dua segmen noncollinear yang sama titiknya adalah titik – titik
dari himpunan itu. Khususnya suatu daerah sudut “(angsuran region)” adalah
himpunan semua titik antara pasangan – pasangan titik pada sisi – sisi berlainan
dari suatu segitiga. Suatu daerah sudut segitiga dikatakan terbatas oleh
sudut/segitiga itu.

Dapat dibuktikan, bahwa sebarang garis yang memuat suatu titik dari
suatu daerah konveks membagi daerah itu dalam dua daerah konveks. Khususnya
suatu garis a membagi suatu bidang dalam dua setengah bidang “(half-plane)”.

Dua titik dikatakan pada pihak yang sama dari a. Jiak titik – titik itu
dalam setengah bidang yang sama misalnya P dan Q. Dan dua titik dikatakan pada
pihak yang berlawanan, jika titik – titik itu dalam setengah bidang yang
berlawanan “(opposite)” misalnya P dan R yaitu segmen yang
menghubungkannya memotong a. Dalam hal terakhir ini kita katakan juga, bahwa
a memisahkan kedua titik tersebut.

14
Sebarang titik O pada suatu garis a membagi adalah dua sinar a1 dan a2,
sebarang garis lain melalui O juga dibagi oleh O dalam dua sinar b1 dan b2. Satu
dalam masing – masing setengah bidang yang ditentukan oleh a. Tiap – tiap sinar
membagi setengah bidang yang memuatnya dalam dua daerah sudut. Jadi dua
garis sebarang potong memotong a dan b bersama – sam membagi bidang dalam
empat daerah sudut., dibatasi oleh sudut – sudut a1b1, b1a2, a2b2, b2a1. Maka
dikatakan sinar – sinar a1 dan a2 dan memisahkan b1 dan b2.

Dua garis yang tidak berpotongan (non interecting) tetapi sebidang


(coplanar) membagi bidang dalam tiga daerah. Salah satu dari daerah ini terletak
antara dua lainnya, dalam arti bahwa daerah ini memuat segmen AB untuk
sebarang titik A pada a dan sebarang titik B pada b. Suatu garis lain C dikatakan
terletak antara a dan b jika C memotong segmen a atau b dan ditulis [a c b].
Jika bekerja dalam ruang berdimensi dua, maka mempunyai aksioma berikut:
1. AksiomaVIII
Semua titik ada dalam satu bidang, Tetapi ketika bekerja dalam ruang
berdimensi tiga, maka aksioma VIII ini diganti dengan aksioma IX.
2. Aksioma IX
Jika A B C suatu bidang, maka ada satu titik pada bidang ini. Kemudian
didefinisikan bidang empat (noncomplanar) A, B, C, D memuat empat titik tidak
sebidang (non complanar) A, B, C, D yang disebut titik – titik sudut bidang
empat. Keenam AD, BD, CD, BC, CA dan AB disebut rusuk – rusuk dan keempat

15
daerah segitiga BCD, CDA, DAB dan ABC disebut bidang sisi. Ruang berdimensi
tiga ABCD, yaitu ruang berdimensi tiga yang ditentukan oleh ABCD adalah
himpunan semua titik yang collincar (segaris) dengan pasangan titik – titik dalam
satu dan dua bidang sisi dari bidang empat ABCD.

Kemudian dapat diturunkan sifat – sifat tentang letak garis – garis


dan bidang – bidang dalam ruang dimensi tiga. Khususnya, sebarang empat titik
noncoplanar dari suatu ruang menentukan dengan lengkap ruang ini dan garis
yang menghubungkan sebarang dua titik dari ruang terletak seluruhnya dalam
ruang. Jika Q dalam ruang ABCD dan P pada suatu titik dalam suatu bidang sisi
dari bidang empat ABCD, maka PQ memotong bidang empat lagi pada suatu titik
lain yang bukan P.
Dalil 16
Dua bidang yang bertemu pada satu titik, bertemu dititik yang lain,
dengan demikian bertemu di suatu garis.

16
Pembuktian : Misalkan kedua bidang itu ɑ dan β dan titik P salah satu titik
persekutuannya. Dalam bidang ɑ dapat diambil titik – titik A, B dan C.
Sedemikian hingga P dalam segitiga ABC. Misalkan DPQ dalam bidang β. Jika D
dan Q dalam bidang ɑ, maka ɑ dan β sudah mempunyai dua titik berserikat.
Misalkan tidak, maka dapat dibuat bidang empat ABCD, PQ tentu memotong
bidang empat ABCD di titik lain yang bukan P, Misalnya titik R. Maka DR akan
memotong bidang sisi ABC di titik T. T terletak pada bidang β, juga pada bidang
ɑ, Jika bidang ɑ dan β bersekutu titik – titik P dan T atau bersekutu dari PT
sehingga Terbukti. Jika dalam ruang dimensi tiga, terdapat pada aksioma X.
Aksioma X
Semua tidak ada dalam ruang yang sama, tetapi jika dalam ruang yang
berdimensi lebih tinggi atau ingin menambah banyaknya dimensi, maka aksioma
X dapat diganti dengan aksioma XI.
Aksioma XI
Jika A0 A1 A2 A3 suatu ruang berdimensi tiga maka ada titik A, yang
tidak ada dalam ruang. Kemudian didefinisikan simpleks A0 A1 A2 A3 A4 yang
mempunyai lima titik sudut A1, 10 rusuk Ai Aj {i < j}, 10 bidang sisi Ai Aj Ak {i ≤
j ≤ k} dan 5 sel Ai Aj Ak Al {i, j, k, l} yang berupa daerah tetrahedral.
Maka ruang berdimensi empat A0 A1 A2 A3 A4 adalah himpunan titik –
titik yang collirear dengan pasangan titik – titik pada satu atau dua sel dari
simpleks.

17
Dengan cara sesuai di atas maka mungkin di adakan perluasan sampai
ruang berdimensi n dengan menggunakan induksi matematik.
Seperti suatu bidang (berdimensi dua) dibagi menjadi 2 setengah bidang
oleh satu garis (berdimensi satu). Ruang berdimensi tiga dibagi menjadi dua
setengah ruang oleh satu bidang (dimensi dua).
Dengan pemikiran yang serupa, amka ruang berdimensi n A0 A1 A2 ...An
dibagi menjadi dua daerah konveks oleh suatu subspace berdimensi n-1, misalnya
A0 A1... An-1 untuk n >3, subspace berdimensi n-1 disebut “hyperplace”.
2.3 Kontinuitas dan Kesejajaran (Parallelis)
Telah dibuktikan, bahwa antara dua titik berlainan ada titik yang lain,
dengan demikian ada tidak terhingga banyaknya titik antara kedua titik itu. Telah
dibuktikan pula bahwa suatu garis memuat titik yang tidak terhingga banyaknya.
Tetapi ini tidak berarti, bahwa berdasarkan aksioma-aksioma yang lalu suat garis
itu kontinu. Untuk kontinuitas suatu garis dibutuhkan paling sedikit satu aksioma
lagi.
Kita akan menggunakan pendekatan Dedekind yang memberikan
aksioma berikut.
Aksioma XIII
Untuk setiap partisi dari semua titik pada suatu garis dalam himpunan
yang tidak kosong sedemikian, hingga tidak ada titik dari masing-masing
himpunan yang terletak antara dua titik dari himpunan lainnya maka ada satu titik
dari satu himpunan yang terletak antara setiap titik dari himpunan itu dan setiap
titik dari himpunan lainnya.
Keterangan.
Himpunan I : . . . . . . . . . . . Himpunan II : x x x x x x x

a tidak seperti ini b ini yang benar partisinya

18
Aksioma ini ternyata memberikan pernyataan yang sama dengan
beberapa perubahan : misalnya “titik pada suatu garis” dapat diganti dengan “titik
suatu sinar” atau “titik pada suatu segmen” atau “titik pada suatu interval”
Kemudian dapat dibuktikan dalil berikut.
Dalil 17
Untuk setiap partisi dari semua sinar dalam suatu sudut dalam dua
himpunan yang tidak kosong sedemikian, hingga tidak ada sinar dari himpunan
lainnya, maka ada suatu sinar dari suatu himpunan yang terletak antara setiap
sinar lainnya dari himpunan itu dan setiap sinar dari himpunan lainnya.
Bukti :
pada AB dapat dibagi dalam dua
himpunan sedemikian, hingga ada
satu titik dari satu himpunan yang
terletak antara setiap titik dari
himpunan itu dan setiap titik dari
Dipandang sudut AOB dan
himpunan lainnya. Sinar melalui O
perpotongan semua sinar oleh garis
dan titik tersebut memberikan sinar
AB. Menurut Aksioma XII titik-titik
yang dimaksud.
Dalam Geometri terurut ini masih perlu kita tinjau pula kesejajaran atau
parallelisme. Yang akan dibahas adalah parallelisme Gauss.
Dalil 18
Untuk sebarang titik A dan sebarang garis r yang tidak melalui A, ada
tepat dua sinar dari A, dalam bidang Ar, yang tidak memotong r dan yang
memisahkan semua sinar dari A yang memotong r dari semua sinar lainnya yang
tidak memotong r.
Bukti :
Pada garis r diambil dua
titik B dan C dan dipandang sudut
antara sinar AC dan A/B. Sinar-sinar
dalam sudut ini dapat dibagi dalam
dua himpunan yaitu himpunan sinar

19
yang memotong C/B dan yang tidak memotong C/B. Jelas himpunan-
himpunan ini tidak kosong. Menurut Dalil19 oleh partisi ini ada salah satu sinar
dari salah satu himpunan yang terletak antara setiap sinar lainnya dari himpunan
itu dan setiap sinar dari himpunan lainnya. Sinar istimewa ini kita sebut p1 dan
dapat dibuktikan, bahwa p1 adalah anggota himpunan sinar yang tidak memotong
C/B.
Jika p1 memotong C/B, misalnya di D, maka kita akan mempunyai
[ ]. Menurut Aksioma II, kita dapat meengambil suatu titik E sedemikian,
hingga [ ]. Maka sinar AE ini akan menjadi angota himpunan yang tidak
memotong karena p1 atau sinar AD adalah sinar terakhir yang memotong, sinar
AE juga anggota himpunan sinar yang memotong C/B. Jadi terdapat pertentangan.
Maka sinar p1 adalah sinar pertama yang tidak memotong sinar C/B
dalam sudut antara sinar AC dan A/B. Ini berarti bahwa setiap sinar antara sinar
AC dan p1 memotong C/B.
Dengan menukar perana B dan C, yaitu dengan memandang sinar-sinar
dalam sudut antara sinar AB dan A/C, kita dapat sinar istimewa lainnya q1, yang
dapat dipandang (untuk rotasi berlawanan arah jarum jam) sebagai sinar terakhir
yang tidak memotong B/C. Karena garis r memuat dua sinar B/C, C/B dengan
interval ̅̅̅̅ , maka kita dapat dua sinar p1 dan q1 yang memisahkan semua sinar
dari A yang memotong r dari semua sinar lainnya dari A yang tidak memotong r.

Sinar-sinar istimwa dari A dikatakan sejajar (parallel) dengan garis r


dalam dua arah p1 sejajar dengan C/B dan q1 sejajar dengan B/C.
Untuk lengkapnya didefinisikan sinar-sinar yang sejajar dengan r dari
suatu titik A pada r sendiri ialah sinar-sinar dar r yang terbagi oleh A.
Jika A tidak pada r, apakah p1 dan q1 masih merupakan bagian-bagian
dari suatu garis atau bukan.

20
Jika ya, maka garis ini membagi bidag dalam 2 setangah bidang yang
salah satu memuat seluruh garis r. Hal ini terjadi pada Geometri Affine.
Jika tidak, maka garis p dan q membagi bidang dalam 4 daerah sudut,
, , , dan . Dalam hal ini r trletak seluruhnya dalam daerah
. Hal ini terjadi pada Geometri Hiperbolik.
Sebagai akibat Dalil 18 didapat.
Akibat :
Untuk sebarang titik A dan sebarang garis r yang tidak melalui A ada paling
sedikit satu garis melalui A, dalam bidang Ar, yang tidang memotong r.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam mempelajari pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-
aksioma dan dalil-dalil dari Geometri Terurut ini semoga dapat dipahami dengan
benar sistem deduktif. Geometri Terurut dapat dikatakan sebagai geometri yang
masih sederhana, dalam arti tersusun oleh pengertian pangkal,aksioma, definisi
dan dalil yang sedikit banyaknya.
Perluasan sampai ruang berdimensi n dapat dipikirkan secara matematik.
Setiap kali akan menambha dimensi ruang, akan terpikirkan adanya suatu titik
diluar ruang semula dan kemudian dapat didefinisikan ruang yang berdimensi
lebih tinggi.
Timbulnya Geometri No Euclides ialah karena adanya postulat ke 5 atau
postulat parallelisme dari euclid. Dengan mempelajari bagian terakhir ini sehingga
dapat memahami perbedaan parallelisme dalam Geometri Affine dan Geometri
Hiperbolik.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah tentang Geometri Terurut ini
sebagai calon guru agar menjadi lebih tahu secara mendalam tentang materi
Geometri Terurt dalam penerapannya dalam dunia mengajar, tidak hanya sekedar
tahu tentang artinya saja yang sekarang sudah dikenali secara umum.

22
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Clair Fisher, , Ph, D., Modern Geometry
Blumenthal, Leonard M., A Modern View of Geometry, London : W. H.
Freemann and Company, 1961.
Coxetr, H S M., Introduction to Geometry, New York : John Wiley and Sons, Inc,
1967.

23

Anda mungkin juga menyukai