Anda di halaman 1dari 7

Male Gaze dan Pengaruhnya Terhadap Representasi

Perempuan dalam Lukisan “Realis Surealis”


Karya Zaenal Arifin
Evan Sapentri
Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
Volume 4 Nomor 1, Jln. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta
April 2017: 29-35
Tlp. 085799312700, E-mail: esapentri@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini melihat kecenderungan dan pengaruh male gaze dalam konstruksi citraan
dan seksualitas dalam lukisan, dan cara si pelukis melihat atau merepresentasikan
perempuan dalam lukisannya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi
lapangan di Tahunmas Art Room Yogyakarta, wawancara mendalam dengan pelukis,
serta didukung dengan kajian pustaka. Analisis lukisan realis surealis karya Arifin
dilakukan melalui empat tahap yaitu: deskripsi, analisis, interpretasi, dan penilaian.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa lukisan menjadi salah satu media
ungkap dan ekspresi diri sang seniman dalam menyampaikan dan menyematkan
setiap ide dan gagasannya secara artistik. Namun, ketika perempuan dijadikan objek
dalam lukisan dan diwujudkan dengan memberikan kesan yang mengarah pada
pencitraan gender, tentu ini menarik untuk ditafsirkan.
Kata kunci: lukisan realis surealis; Male Gaze

ABSTRACT
Male Gaze and It’s Influence towards the Female Representation on a Painting
of “Realistic Surrealist” by Zaenal Arifin. This study observes the trend and effect of
male gaze in the construction of imagery and sexuality in a painting, and the ways the
painter sees or represents the woman in his paintings. Data collection was done by doing
the field observation in Tahunmas Art Room Yogyakarta, in-depth interview with paint-
ers, and supported by literature review. The analysis of Arifin’s surrealist realist painting
is done through four stages: description, analysis, interpretation, and assessment. Based on
the research, it can be concluded that the painting becomes one of the expression media
and self-expression of the artist in conveying and embedding every idea and thoughts ar-
tistically. However, when a woman becomes the object in the painting and is embodied by
giving an impression that leads to gender imaging, this is certainly interesting to interpret.
Keywords: Surrealist realist painting; Male Gaze

Pendahuluan ketimpangan gender sangat menarik untuk


dituangkan ke dalam karya seni rupa (Edwardi
Dalam dunia seni, permasalahan mengenai 2012). Tulisan ini akan mendeskripsikan dan
gender sudah sangat sering dibicarakan, baik dalam menganalisis karya Zaenal Arifin untuk mengamati
bentuk lukisan, patung, kriya, pertunjukan, serta aspek materialnya (partikelnya). Diletakkan dalam
grafis. Isu-isu gender dan perlawanan hampir konteks semiotika, aktivitas ini adalah upaya untuk
tidak pernah ada habisnya untuk diperbincangkan mengidentifikasi, mendeskripsi, menganalisis
dalam dunia seni, terutama seni rupa. Oleh sebab secara detail dan keseluruhan atas aspek penanda
itu, perempuan dan dinamika berbagai bentuk (signifier) suatu tanda (sign), kemudian melihat

Naskah diterima: 10 Januari 2017; Revisi akhir: 12 Maret 2017 29


Evan Sapentri, Male Gaze dalam Karya Lukisan Zaenal Arifin

aspek gelombangnya dengan melihat makna, mengubah pikiran dan perasaan dari perilaku-
pesan, atau nilainya melalui proses penafsiran dan perilaku yang negatif. Upaya melukis realis yang
penilaian (Marianto 2017). surealis dalam pameran yang bertajuk “Laku” ini
Zaenal Arifin adalah seorang pelukis kelahiran merupakan perjalanan panjang sebagai proses
Bandung, 12 April 1955. Kehidupan Arifin kreatif untuk mengungkapkan persoalan diri dan
sebagian besar dihabiskannya di Sumatera Utara. berbagai perubahan serta peristiwa dunia untuk
Arifin pernah menempuh pendidikan sarjananya memahami jati diri (Raharjo 2017).
pada program studi Seni Rupa Murni di STSRI Lukisan yang diusung Arifin dalam pameran
“ASRI” Yogyakarta. Sampai saat ini Arifin masih ini ia katakan sebagai lukisan realis. Realisme
rutin berkarya dan mengikuti beberapa pameran adalah aliran atau gaya yang memandang dunia
yang diselenggarakan di Indonesia maupun di luar ini tanpa ilusi, seperti apa adanya tanpa menambah
negeri. Pameran bertajuk “Laku” ini merupakan atau mengurangi objek. Dalam sejarah seni rupa
wujud eksistensi Arifin sebagai seorang seniman, Barat (Eropa), proklamasi Realisme dilakukan
bukan semata-mata hanya untuk mencari oleh pelopor sekaligus tokohnya yaitu Gustave
ketenaran dalam hidup melainkan cara Arifin Courbet (1819-1877) pada tahun 1855 (Susanto
mampu memindahkan nilai-nilai dan perilaku- 2012). Setelah Revolusi Perancis, orang tidak lagi
perilaku positif yang disampaikannya dalam menyukai hal-hal yang mendebarkan dan mulai
pameran “Laku” melalui sentuhan artistik ke dalam menginginkan hal-hal yang wajar kemudian
lukisannya yang ia sebut sebagai lukisan realis. Pada melahirkan aliran baru yaitu realisme (Suryana
pameran ini, Arifin menampilkan 25 karya lukis 2015).
realis. Lukisan ini sebagian besar dibuat dengan Surealisme berawal pada abad ke-20 di Paris
menggunakan cat akrilik dan mix media di kanvas yang diprakarsai oleh Andre Breton, tepatnya pada
berukuran ± 100 cm – 200 cm. tahun 1924. Surealisme pada awalnya dikaitkan
Mengendalikan diri bagi Arifin adalah upaya dengan wacana psikoanalisis yang dikemukakan
untuk menemukan ketenangan jiwa dengan oleh Sigmund Freud, mengenai hal-hal yang
rasa nrimo ing pandum (apa yang diberikan irrasional, absurd, dan tidak logis. Kata surreal
dapat diterima dengan tidak banyak protes) dan memiliki arti lebih dari nyata. Jika diartikan
menerima rezeki dari Tuhan melalui orang-orang secara sederhana, segala sesuatu yang surreal
baik. Arifin mengatakan bahwa dirinya saat ini merupakan sesuatu yang berasal di luar kesadaran
dan dulu itu berbeda, melukis adalah aktivitas (unconsciousness) (Kartikasari 2015). Lukisan realis
spiritual yang dapat dijadikan nilai representasi atau surealis diartikan sebagai lukisan yang berpegang
cerminan hidup. Masa mudanya telah dilaluinya dan berdasarkan penganut paham realisme dan
dengan banyak cobaan dan rintangan. Bagi Arifin surealisme. Karya lukis Arifin ini mempunyai
kehidupan masa lalunya merupakan pelajaran dua gaya lukis yang diyakini sebagai lukisan yang
berharga yang bisa diambil guna merefleksikan dan disebut sebagai lukisan realis surealis. Namun
memahami makna hidup yang selama ini dijalani. menurut saya, lukisan Arifin cenderung mendekati
Pengalaman berharga yang diperoleh mengubahnya surealis.
menjadi seseorang yang sabar dan melihat Penulis memilih tiga lukisan yang merepresen-
perubahan hidup ini lebih arif dan bijaksana. tasikan figur perempuan yang hendak Arifin
Di umur yang sudah matang ini, Arifin banyak sampaikan. Lukisan tersebut berjudul: Dialog
melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan Imajiner; Woman Power; dan Power of Love. Analisis
spritualitas dirinya, seperti: melukis, berpikir lukisan realis surealis dilakukan melalui empat
positif untuk eling lan waspodo (ingat dan berhati- tahap yaitu: deskripsi, analisis, interpretasi, dan
hati). Pada hakikatnya, bagi Arifin pencerahan diri penilaian. Metode ini penulis adopsi dari M. Dwi
itu sebenarnya bisa dikomunikasikan dengan cara Marianto dalam bukunya yang berjudul Art and
introspeksi diri, merasakan, dan memahami diri Life Force in a Quantum Perspective (2017). Tulisan
sendiri. Berdialog diri adalah salah satu cara untuk ini akan melihat kecenderungan dan pengaruh

30
Journal of Urban Society’s Art | Volume 4 No. 1, April 2017

male gaze dalam konstruksi penggambaran dan dengan mengamati dan mencatat bagaimana
seksualitas dalam lukisan realis surealis, dan cara elemen-elemen seni yang ada disusun melalui
Arifin melihat atau merepresentasikan perempuan prinsip-prinsip penyusunan, guna menghasilkan
dalam lukisannya. suatu ungkapan pada karya seni yang dibuat. Jika
mendeskripsi berpijak pada pertanyaan apa (what),
Pembahasan maka dalam menganalisis berpijak pada pertanyaan
bagaimana (how) (Marianto 2017). Tahap selanjut-
Korsmeyer (2004) berpendapat bahwa analisis nya adalah menginterpretasi dan menilai seni. Pada
penglihatan dan apa yang telah dikenal sebagai tahap ini, peneliti mulai menunjukkan makna
pandangan atau tatapan laki-laki (the male gaze), apa yang menyembul dan menyeruak dalam
diasumsikan sebagai kemampuan untuk melihat lukisan. Oleh sebab itu, kejelian dalam melakukan
orang lain, merupakan indikasi seksual dan pengamatan sangat memengaruhi hasil interpretasi
kekuasaan sosial. Teori ini menekankan aktivitas terhadap lukisan. Proses untuk mencermati pan-
penglihatan, penguasaan dan kontrol objek dangan Arifin (seniman) kaitannya dengan bentuk
estetika, seperti layaknya sebuah lukisan. Ini seperti representasi perempuan, akan diperoleh dengan
yang dialami Soekarno. Soekarno yang sejatinya menganalisis tiga lukisan berikut (Gambar 1).
seorang kolektor lukisan, tidak hanya senang dan Karya Zaenal Arifin yang berjudul Dialog
cinta dengan rasa nikmat yang ia dapatkan ketika Imajiner merupakan karya lukis yang dibuat dengan
memandang sebuah lukisan, terutama koleksinya menggunakan cat akrilik pada kanvas, berukuran
terhadap lukisan perempuan, bahkan ia berkata 200 cm × 150 cm, yang dibuat pada tahun 2012.
“Jika saya tidak menjadi presiden, maka saya Dalam karya ini terdapat dua orang wanita yang
akan menjadi seorang seniman”. Bagi Korsmeyer, bisa dikatakan kembar; yang membedakan hanya
perempuan diberi status yang pasif sebagai seseorang atribut yang dikenakan. Kedua figur perempuan
(objek) yang diperhatikan, sedangkan laki-laki digambarkan dengan membawa senjata berupa
adalah subjek aktif yang melihat perempuan pistol. Ekspresi wajah yang digambarkan sebagai
(objek). perempuan yang centil, genit, dan sedikit manja
Posisi melihat imajinatif ditentukan oleh dengan bibir yang ditonjolkan seakan sedang
penonton (laki-laki). Zaenal Arifin mencoba melihat melakukan dialog. Rambut hitam pekat terurai
representasi perempuan yang dituangkannya menjuntai di bagian punggung seolah-olah diikat,
dalam lukisan yang ia klaim sebagai lukisan yang karena tampak rapi terurai. Bahu dan tangan yang
realis. Analisis lukisan dilakukan melalui empat seksi digambarkan terbuka dengan menampilkan
tahap yaitu; mendeskripsikan, menganalisis, pakaian dalam. Seutas tali putih menjuntai yang
menginterpretasi, dan melakukan penilaian.
Menurut Marianto (2017), mendeskripsi adalah
tahap awal yang penting dan fundamental. Dengan
mendeskripsikan suatu objek secara detail dan
menyeluruh, objek yang tadinya eksternal dari
sang describer jadi terinternalisasi, sebagai bagian
dari pengalaman sang descriptor. Dalam tahap
ini, apapun yang dilihat akan dijelaskan secara
detail dengan mencermatinya secara objektif, bisa
dari ukuran karya, judul lukisan, medium yang
digunakan, dan teknik yang digunakan.
Setelah melakukan deskripsi karya, langkah
selanjutnya adalah dengan melakukan analisis Gambar 1. Dialog Imajiner karya Zaenal Arifin
lukisan. Pada tahap ini, objek disoroti secara detail Cat minyak di atas kanvas, 200 cm x 150 cm, 2012
setiap bagiannya. Menganalisis dapat dimulai (Foto: Evan Sapentri, 2017)

31
Evan Sapentri, Male Gaze dalam Karya Lukisan Zaenal Arifin

dihubungkan dengan pakaian luarnya berwarna ini sebagai simbol bahwa perempuan itu pintar
hitam, sementara itu, tangan kanan memegang dan cerdas, mampu bernegoisasi dengan dirinya
pistol berwarna hitam (figur wanita sebelah kanan), secara arif dan bijaksana.
disambut dengan tangan kiri (figur wanita sebelah Wujud pemberontakan mengenai perempuan
kiri) yang tampak seksi gerakannya. Menarik ketika telah banyak disinggung dan diperbincangkan,
Arifin menambahkan semacam kerangka (besi) seperti dalam film Bandit Queen, dimana Phoolan
yang melilit kuat tepat di kepala figur perempuan Devi digambarkan sebagai sosok perempuan dari
sebelah kanan (Kartika 2015). kasta rendah yang berani melawan dirinya dan
Arifin memilih tembok sebagai latar belakang konstruksi sosialnya, hingga menjadi pemimpin
karya di setiap lukisannya yang merupakan geng bandit dan meneror beberapa kota di India
cerminan perubahan baginya. Tembok bisa (Buikema and van der Tuin 2007). Hal inilah yang
dikatakan sebagai benda yang memisahkan antara ingin Arifin angkat, namun ia tetap memperhatikan
ruang dan waktu. Tembok sebagian besar terbuat kaidah dan aturan mengenai perempuan yang
dari beberapa material pendukung seperti bata dilukiskan. Dua figur perempuan yang dilukisakan
(tanah liat), batako, adonan semen, dan lain-lain. kembar atau identik ini sebagai wujud refleksi
Layaknya sebuah kehidupan di dunia ini, tembok atau cerminan diri seorang perempuaan masa
dijadikan sebagai simbol peradaban umat manusia, kini. Pasalnya, ini berkorelasi dengan tema
simbol perubahan-perubahan yang terjadi di dunia “Laku” yang diusung dan latar belakang tembok
ini, simbol tempat bercermin diri, introspeksi yang dipilih Arifin. Perempuan sejatinya mampu
diri, simbol perjalanan hidup dan pengembaraan bercermin diri, membongkar imajinasi diri, dan
hidup manusia. Tembok juga bisa dikatakan tidak mau dikekang dengan ilusi. Ketika kepala
sebagai pembatas, pelindung, dan merupakan dikunci dengan besi yang melilit, kemudian
salah satu elemen penyusun sebuah ruang atau pistol yang siap meluncurkan peluru, dengan
gedung. Tentu dalam setiap penggembaraan hidup dahyat mampu menembak akal atau pikiran
di dunia akan selalu mengalami perubahan diri perempuaan masa kini. Perempuan sebagai seorang
karena dipengaruhi banyak hal bisa dari faktor yang terbuka pikirannya, mampu menerima
sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik dari masukan, kritikan, dan akan selalu berbenah diri.
sebuah negara. Kekuatan dan kelembutan inilah yang dijadikan
Arifin tetap menunjukkan perempuan sebagai Arifin sebagai dualitas untuk membangkitkan
seseorang yang cantik, menawan, seksi, dan semangat perempuan dalam meraih impiannya.
menggoda. Dialog Imajiner merupakan judul yang Kompromi diri dan mawas diri terwujud dalam
tepat untuk merepresentasi perempuan saat ini. Dialog Imajiner, yang mengacu pada pandangan
Ada dualitas yang terlihat ketika ia menyandingkan yang sebatas hanya angan-angan, bukan yang
dua objek penting di sini, yaitu perempuan dan sebenarnya. Namun, bagi saya yang terpenting
pistol. Bagi saya, perempuan bisa dikatakan sebagai adalah, ketika Arifin mampu mewujudkan sesuatu
seseorang yang mempunyai sifat, sikap, dan hati yang imajiner itu muncul sebagai sesuatu yang
yang lembut, sedangkan pistol diimpresikan tampak, dengan menggunakan pistol sebagai
sebagai wujud atau simbol kekuatan, ketangkasan, simbol kekuatan untuk meledakkan (otak dan
dan “mungkin” tidak selayaknya dimiliki oleh pikiran) yang imajiner itu (Hidajat 2015).
seorang perempuan. Namun, disini saya melihat Woman power, sekilas apakah sebagai bentuk
bahwa, Arifin sangat cerdik ketika menggunakan penghormatan terhadap perempuan atau justru
dualitas itu. Arifin ingin menunjukkan bahwa, sebaliknya? Menarik ketika Arifin menyuguhkan
tidak selamanya indikasi-indikasi yang merujuk lukisan tersebut dan memperlihatkan perempuan
pada sesuatu yang mempunyai kekuatan, yang seolah-olah sedang bertindak dan bersikap
ketangkasan, mengarah kepada laki-laki. Ia ingin ketika ia dihadapkan dengan sesuatu yang
menggambarkan bahwa perempuan juga bisa mempunyai daya/kekuatan. Raungan harimau yang
independent, kuat, dan santun. Dialog Imajiner digambarkan semacam penyebab kegaduhan ini

32
Journal of Urban Society’s Art | Volume 4 No. 1, April 2017

membuat sosok (perempuan) terlihat menenangkan Arifin ingin menyematkan kekuatan


sang harimau dengan mengangkat telunjuknya perempuan melalui lukisannya. Pertanyaannya,
sebagai simbol diam, layaknya seorang ibu yang kenapa harimau yang disandingkan dengan
menenangkan anaknya yang sedang menangis. perempuan? Apa yang Arifin lihat dan bagaimana
Produksi media terhadap citra perempuan ia memandangnya? Harimau adalah binatang
beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkara buas pemakan daging, dan bisa dikatakan bahwa
ketubuhan perempuan saja. Perempuan dianggap harimau merupakan penguasa hutan yang ditakuti
sebagai sosok yang anggun dan cantik. Gambaran banyak binatang lain yang hidup di hutan. Harimau
perempuan sebagai objek seksual, hampir sebagai simbol sesuatu yang ditakuti, dihormati,
tidak pernah berubah. Penampilan terhadap dan disegani. Ini berkaitan, perihal siapa yang
perempuan sebagai sang penggoda ketimbang ditaklukkan dan siapa yang menaklukkan. Saya
sebagai yang digoda. Dalam hal ini adanya image berpendapat bahwa harimau dijadikan sebagai
masyarakat bahwa tanpa perempuan seksi tidak simbol kejantanan seorang pria, simbol kekuatan,
akan berlangsung proyek desakralisasi seks yang dan penakluk (dalam hal ini adalah perempuan).
dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat Muncul pertanyaan lagi, lantas mengapa sang
konsumtif yang boros dan mengejar kepuasan harimau tetap meraung ketika perempuan itu
belaka (Farihah 2013). menunjukkan simbol diam? Atau justru di sini
Perempuan yang mementingkan diri sendiri pesan penting yang hendak ia sampaikan? Memang
telah menginternalisasi pandangan pengamat di perempuan itu menunjukkan usahanya untuk
tubuh mereka dan secara kronis memonitor diri membuat harimau diam.
mereka sendiri untuk mengantisipasi bagaimana Arifin sangat bijak ketika menggambarkan
orang lain menilai penampilan mereka, dan perempuan sebagai sosok yang pantang menyerah
kemudian memperlakukannya sendiri (Calogero dan tetap berusaha keras. Perempuan merupakan
2004). Dalam hal ini, Arifin tidak hanya seseorang yang jeli, ulet, dan mandiri. Ia mampu
mempersoalkan perihal tubuh, melainkan menenangkan dan memberikan rasa aman dan
bagaimana perempuan mampu berbicara melalui nyaman terhadap lingkungan sekitar. Kembali
tubuhnya. Bukan persoalan sensual saja, namun pada lukisan Woman Power, apakah mungkin
bagaimana perempuan membawakan diri ke ranah jika perempuan di sini diartikan sebagai seorang
fungsi. Maksudnya, langkah-langkah atau tindakan penakluk laki-laki? Lantas, laki-laki yang manakah?
apa sajakah yang akan dilakukan perempuan ketika Laki-laki disimbolkan sebagai sang harimau, dan
berada dalam situasi dan kondisi tertentu dalam secara langsung Arifin mengambarkan perempuan
dunia ini. dilukisan ini. Konteksnya, Arifin adalah seseorang
yang melukis sekaligus sebagai penikmat lukisan
ini. Perkara ini, bisa saja sebagai media ungkap
sang seniman dalam merepresentasikan peran
perempuan dalam kehidupan rumah tangganya.
Power of Love (kekuatan cinta) merupakan
karya lukis yang dibuat dengan menggunakan
cat minyak, dengan ukuran 200 cm × 150 cm,
dan dibuat pada tahun 2012. Dalam lukisan
ini, Arifin tetap menghadirkan perempuan dan
harimau. Namun, perempuan digambarkan
dengan memegang bunga mawar merah yang
merekah, sedangkan kepala harimau diberikan
Gambar 2. Woman Power karya Zaenal Arifin
kerangka (besi) yang tampak terikat kuat. Mulut
Cat minyak di atas kanvas, 200 cm x 150 cm, 2014 sang harimau terlihat menganga dan seperti terusik
(Foto: Evan Sapentri, 2017) dengan kehadiran perempuan. Saya berpendapat

33
Evan Sapentri, Male Gaze dalam Karya Lukisan Zaenal Arifin

bahwa lukisan yang berjudul Power of Love ini Wujud dari pandangan atau tatapan laki-laki
masih berkorelasi dengan lukisan yang berjudul (the male gaze) terlihat ketika Arifin merepresentasi
Women Power. Perempuan diletakkan sebagai perempuan sebagai subjek untuk membicarakan
subjek dalam lukisan, perempuan sebagai figur perihal tubuh dan ketubuhannya. Dalam lukisan
yang cukup mendominasi dan memiliki peran yang berjudul Dialog Imajiner; Women Power;
yang lebih signifikan dibandingkan sang harimau. dan Power of Love, Arifin menunjukkan peran
Bunga mawar dijadikan simbol cinta yang perempuan sebagai figur yang independen, kuat,
mengarah kepada objek harimau. Arifin merasa dan santun. Perempuan sebagai seseorang yang
bahwa perempuanlah yang mempunyai daya terbuka pikirannya, mampu menerima masukan,
(cinta) yang sesungguhnya. Perempuan mampu kritikan, dan akan selalu berbenah diri. Kekuatan
menaklukkan emosi dan amarah yang meluap, dan kelembutan inilah yang dijadikan Arifin
ketika sang harimau meraung. Kehadiran sebagai dualitas untuk membangkitkan semangat
perempuan dalam lukisan ini menarik, apalagi perempuan dalam meraih impiannya.
ketika ia berbicara melalui tubuhnya. Gerak badan
dan ritme tubuh terlukiskan secara eksplisit, namun Ucapan Terima Kasih
kekuatannya sangat dahsyat dan jelas terlihat dalam
lukisan tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Zaenal Arifin, S.Sn. (seniman) yang telah
Simpulan memberikan izin melakukan wawancara sehingga
penelitian ini dapat terlaksana dan Prof. M. Dwi
Zaenal Arifin sampai saat ini masih rutin Marianto, M.F.A., Ph.D. yang telah membantu
berkarya dan mengikuti beberapa pameran yang dalam menyempurnakan tulisan ini sehingga
diselenggarakan di Indonesia maupun di luar artikel ini dapat diterbitkan.
negeri. Pameran bertajuk “Laku” ini merupakan
wujud eksistensi Arifin sebagai seorang seniman, Kepustakaan
bukan semata-mata hanya untuk mencari
ketenaran dalam hidup, melainkan bagaimana Buikema, R, and I van der Tuin. (2007). Doing
Arifin mampu memindahkan nilai-nilai, sifat, Gender in Media, Art and Culture. London:
dan perilaku-perilaku positif yang disampaikannya Routledge Taylor & Francis Group.
dalam pameran melalui sentuhan artistik ke dalam Calogero, Rachel M. (2004). “‘A Test of
lukisannya yang ia sebut sebagai lukisan realis. Objectification Theory: The Effect of the Male
Gaze on Appearance Concerns in College
Women.’” Psychology of Woman Quarterly: 16.
Edwardi, Fariko. (2012). “Protes Perempuan
Terhadap Konstruksi Gender Dalam Karya
Lukis.” [Tesis] Universitas Negeri Padang.
Farihah, Irzum. (2013). “‘Seksisme Perempuan
Dalam Budaya POP Media Indonesia.’”
Jurnal PALASTREN 6(1): 225.
Hidajat, Robby. (2015). “Sungai Sebagai Transmisi
Ritual Urban Kesuburan Melalui Pertunjukan
Wayang Topeng.” Journal of Urban Society’s
Arts 2(1): 1. http://journal.isi.ac.id/index.
php/JOUSA/article/view/1264.
Gambar 3. Power of Love karya Zaenal Arifin Kartika, Bambang Aris. (2015). “Mengapa Selalu
Cat minyak di atas kanvas, 200 cm x 150 cm, 2012 Harus Perempuan: Suatu Konstruksi Urban
(Foto: Evan Sapentri, 2017) Pemenjaraan Seksual Hingga Hegemoni

34
Journal of Urban Society’s Art | Volume 4 No. 1, April 2017

Maskulinitas Dalam Film Soekarno.” Journal Raharjo, Timbul. (2017). “Kurator Laku Di
of Urban Society’s Arts 2(1): 35. Tahunmas Art Room, Kasongan, Bantul,
Kartikasari, Novia Nur. (2015). “Surealisme Dan Yogyakarta.”
Metafora Dalam Kolase Visual Thief Karya Suryana, Jajang. (2015). Tinjauan Seni Rupa.
Resatio Adi Putra.” [Tesis] Universitas Gadjah Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mada. Susanto, Mikke. (2012). Diksi Rupa: Kumpulan
Korsmeyer, Carolyn. (2004). Gender and Aesthetics: Istilah Dan Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta:
An Introduction. New York: Routledge Taylor DictiArt Lab & Djagad Art House.
& Francis Group.
Marianto, M. Dwi. (2017). Art and Life Force in Informan
a Quantum Perspective. Yogyakarta: Scritto
Books Publisher. Zaenal Arifin (Seniman)

35

Anda mungkin juga menyukai