2 Mei 2018
Oleh :
Kelompok 9
Asisten :
Rizki Rahayu
UNIVERSITAS BAKRIE
JAKARTA
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ion besi dan mangan dapat menimbulkan masalah yang serius dalam
system penyediaan air minum . kedua macam ion tersebut biasanya banyak
terkandung dalam air tanah, air sungai dan air danau. Kandungan ion-ion besi
dan mangan akan bertambah pada musim-musim tertentu.
Besi dalam tanah mineral terdapat dalam bentuk yang tak terlarut yaitu sebagai
ferri oksida dan ferosulfida. Pada daaerah-daerah tertentu sebagai fero karbonat
yang agak mudah larut. Apabila air tanah mengandung CO2, fero karbonat akan
terlarut dalam jumlah yang besar dengan reaksi sebagai berikut:
FeCO3 + CO2 + H2O → Fe2+ + 2HCO3-
Di beberapa tempat besi terdapat dalam tanah sebagai senyawa ferri yang
tak mudah larut. Selama kadar oksigen terlarut cukuo besar, air di daerah ini
tidak mengandung besi walaupun kandungan CO2 cukup tinggi. Akan tetapi jika
kandungan oksigen terlarut habis (anaerobic), ion feri akan tereduksi menjadi ion
yang ada dalam air yang mengandung CO2.
Lain halnya dengan Mangan. Pada dasarnya Mangan terdapat dalam
tanah sebagai MnO2 yang tidak larut dalam air yang mengandung CO2. Dalam
kondisi anaerobic Mn4+ akan tereduksi menjadi Mn2+ yang lebih mudah larut
dalam air yang mengandung CO2.
Air yang mengandung besi atau mangan apabila berkontak dengan udara
akan menjadi keruh dan terlihat tidak menyenangkan karena terbentuknya
endapan koloid Fe3+ dan Mn4+ dalam air akibat oksidasi yang terjadi.
Kecepatan oksidasi akan bertambah dengan hadirnya katalis anorganik tertentu
atau oleh aktivitas mikroorganisme.
Ion besi memberikan rasa amis dalam air dan memberi kesempatan
tumbuhnya bakteri pengguna besi dalam system distribusi. Oleh karena itu
dalam
2
sitem penyediaan air minum kandungan besi ddibatasi sampai 0,3 mg/L dan mangan
0.05 mg/L.
1. Mengukur kadar besi dalam air dengan metode presipitasi dan metode kolorimetri
atau spektrofotometri,
2. Mengukur kadar mangan dengan metode persulfat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk.
Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat
atom 55,85g/mol, nomor atom 26, berat jenis 7.86g.cm-3 dan umumnya
mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang
dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk
mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan melalui penguraian
kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yang bukan hanya unsur
besi saja tetapi dalam bentuk alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam,
terutama karbon). (Eaton Et.al, 2005; Rumapea, 2009 dan Parulian, 2009).
Kandungan Fe di bumi sekitar 6.22 %, di tanah sekitar 0.5 – 4.3%, di
sungai sekitar 0.7 mg/l, di air tanah sekitar 0.1 – 10 mg/l, air laut sekitar 1 – 3
ppb, pada air minum tidak lebih dari 200 ppb. Pada air permukaan biasanya
kandungan zat besi relatif rendah yakni jarang melebihi 1 mg/L sedangkan
konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai dengan + 25
mg/l. Di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, magnetite,
taconite, limonite, goethite, siderite dan pyrite (FeS), sedangkan di dalam air
umumnya dalam bentuk terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe3+) atau garam
ferro (Fe2+) (Eaton Et.al, 2005)
Pada air yang tidak mengandung oksigen O2, seperti seringkali air tanah,
besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai
yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut
pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa m g/l), bahkan dapat
menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat
padat dan bisa mengendap. (Alaerts,1987)
Konsentrasi besi dalam air minum dibatasi maksimum 0.3 mg/l (sesuai
Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002), hal ini berdasarkan alasan
masalah warna, rasa serta timbulnya kerak yang menempel pada sistem
4
perpipaan. Manusia dan mahluk hidup lainnya dalam kadar tertentu
memerlukan zat besi sebagai nutrient tetapi untuk kadar yang berlebihan
perlu dihindari. Garam ferro misalnya (FeSO4) dengan konsentrasi 0.1 –
0.2 mg/L dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum.
Dengan dasar ini standar air minum WHO untuk Eropa menetapkan kadar
besi dalam air minum maksium 0.1 mg/l sedangkan USEPA menetapkan
kadar maksimum dalam air yaitu 0.3 mg/l. (Arifin, 2007; Eaton Et.al,
2005 dan Said, 2003).
Di dalam sistem air alami dan juga di dalam sistem pengolahan air,
senyawa mangan dan besi berubah-ubah tergantung derajat keasaman (pH)
air. Oleh karena itu di dalam sistem pengolahan air, senyawa mangan dan
besi valensi dua tersebut dengan berbagai cara dioksidasi menjadi senyawa
yang memiliki valensi yang lebih tinggi yang tidak larut dalam air sehingga
dapat dengan mudah dipisahkan secara fisik. Mangan di dalam senyawa
MnCO3, Mn(OH)2 mempunyai valensi dua, zat tersebut relatif sulit larut
dalam air, tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4,
Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar di dalam air. (Eaton Et.al,
2005; Janelle, 2004 dan Said, 2003).
6
BAB III
METODE
7
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Sampling
3.2.2. Besi
3.2.3. Mangan
8
Masukkan water sampler hingga
2 mencapai kedalaman ½ dari
kedalaman sungai
9
Ambil 50 mL air sampel dengan
2. menggunakan pipet gondok kemudian
masukkan kedalam labu erlenmeyer
10
Dinginkan, kemudian masukkan kedalam
6.
labu ukur 50 mL
11
Kemudian tambahkan aquades hingga
9. tanda tera lalu homogenkan dan diamkan
selama 10 sampai 15 menit
12
Ambil 50 mL air sampel dengan
2. menggunakan pipet gondok kemudian
masukkan kedalam labu erlenmeyer
13
Dinginkan selama 1 menit, kemudian
6.
pindahkan kedalam labu ukur 100 mL
3.4 Metode
3.4.1 Prinsip Penetapan Besi
Menggunakan metode presipitasi dan metode kolorimetri. Metode
presipitasi digunakan jika kadar besi dalam air sangat besar seperti pada air
limbah industri. Sementara metode kalorimetri digunakan untuk penetapan kadar
besi yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Umumnya pada air minum terkandung
kadar besi yang tidak terlalu banyak, oleh karena itu digunakan metode
kalorimetri yang diharapkan dapat memberikan hasil yang memuaskan dan tidak
memerlukan perlakuan pendahuluan sebelum dilakukan analisis. Selain kedua
metode tersebut, besi dapat pula ditetapkan dengan menggunakan instrumentasi
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).
14
Pada praktikum ini menggunakan metode kalorimetri yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Phenathoroline. Besi yang terdapat
dalam larutan akan direduksi menjadi bentuk Fe2+ oleh pendidihan dengan
adanya asam hidroksilamin, serta direaksikan dengan 1,10 phenanthroline pada
pH 3,2 – 3,3. Tiga molekul phenanthroline mengilat masing – masing ion Fe2+
membentuk kompleks merah – jingga. Warna yang dihasilkan selanjutnya dapat
diukur secara visual seperti pada metode tiosianat atau dengan menggunakan
spektrofotometer.
1.3.1 Penetapan Mangan
Penetapan Mangan dilakukan secara kolorimetri dengan metode persulfat
yang diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 525
nm. Oksidasi Mn2+ oleh persulfat menjadi Mn7+ (sebagai MnO4-) yang berwarna
merah ungu dalam suasana asam menggunakan Ag+ sebagai katalis. Warna
merah ungu yang timbul dibandingkan dengan warna standar KmnO4 dan diukur
dengan spektrofotometer.
15
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
16
pH sungai berdasarkan alat
6.
ukut pH meter sebesar 7,16
Berdasarkan pengukuran
menggunakan alat turbidimetri
8.
didapatkan turbiditas air
sampel sebesar 75,8NTU
17
Nilai DO air sampel sebesar
9.
4,24 mg/l
terjadi
perubahan
warna larutan
setelah diberi
pereaksi azo
menjadi jingga
18
4.1.2.2. Hasil Pengamatan Mangan
Terjadi
perubahan
warna dari
bening menjadi
merah muda
seulas
4.2. Perhitungan
4.2.1. Debit Aliran Sungai
Ditanya :
Penyelesaian :
𝑝 2
1. v = 𝑡 = 65 = 0,03 m/s
19
4.2.2. Penetapan Asiditas
Diketahui :
Ditanya :
Penyelesaian :
0.5+0.5
Volume total larutan = =0.5 mg/l
2
(𝐴+𝐵)𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻
1. Asiditas total sebagai CaCO3 = 𝑥1000 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂₃
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(0+0.5)𝑥 0.02
= 𝑥1000 𝑥 50
50
= 10mg/l
= 0 mg/l
3. Asiditas CO2 sebagai CaCO3 = asiditas total – asiditas asam kuat
Diketahui :
20
- Volume titrasi 1 = 4,5 ml
- Volume titrasi 2 = 4,5 ml
- BE CaCO3 = 50 mg/l
- N H2SO4 = 0,02N
Ditanya :
Penyelesaian :
4,5+4,5
Volume total titrasi = = 4,5 mg/l
2
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 1000
1. Alkali PP sebagai CaCO3 = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0 𝑥 0.02 𝑥 50 𝑥 1000
=
50
= 0 mg/l
(𝐵−𝐴)𝑥 𝑁 H2SO4 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 1000
2. alkali mj sebagai CaCO3 = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(4,5−0)𝑥 0.02 𝑥 50 𝑥 1000
= 50
= 90 mg/l
𝐵 𝑥 𝑁 H2SO4 𝑥 𝐵𝐸 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 1000
3. alkali total sebagai CaCO3 = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(4,5−0)𝑥 0.02 𝑥 50 𝑥 1000
= 50
= 90 mg/l
- N NaOH = 0,02 N
21
- Volume sampel = 50 mg/l
Ditanya : - mg CO2/l = ?
Penyelesaian :
𝐴 ×𝑁 ×44 ×1000 0.45 𝑥 0.02 ×44 ×1000
mg CO2/l = = = 7,92 mg/l
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 50
4.3. Pembahasan
22
– parameter yang harus diukur merupakan parameter insitu yang sebaiknya diukur
ditempat pengambilan sampel, hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
perubahan parameter pada air sampel jika tidak langsung dilakukan pengukuran.
23
dengan menggunkan indikator fenolftalein (pp) sebanyak 3 tetes yang kemudian
dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,02 N yang dilakukan sebanyak 2
kali percobaan dengan memperhatikan volume titrasi larutan NaOH yang
digunakan. Pada titrasi pertama digunakan larutan NaOH sebanyak 0,5ml untuk
merubah warna sampel dari bening menjadi warna merah muda. Hal serupa
dilakukan pada percobaan kedua dengan menggunkan larutan NaOh sebanyak
0,5ml untuk merubah sampel yang bening menjadi berwarna merah muda.
Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil asiditas total sebagai CaCO3 sebesar ,
asiditas asam kuat sebesar , asiditas CO2 sebagai CaCO3 sebesar
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
24