1
ABSTRAK
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR RUMUS
6
DAFTAR LAMPIRAN
7
BAB I
PENDAHULUAN
8
1.4 Manfaat Percobaan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
Masjid Al-istiqomah terletak di jalan W. R. Supratman, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten
dengan kode pos 15412. Masjid Al-Istiqomah memiliki luas tanah 564 m² dengan
luas bangunan 1.370 m². Masjid ini memiliki status tanah wakaf. Masjid Al-
Istiqomah mempunyai banyak jamaah sekitar ±200 orang jamaah, muadzin yang
berjumlah 32 orang, serta jumlah remaja yang berkisar 38 orang. Di masjid al-
istiqomah ini tersedia narahubung yang tersambung kepada DKM masjid dengan
nomor telepon yang dapat dihubungi yaitu (021) 7444929.
2.6. Pencemaran Sumber Perairan
11
merupakan racun bagi ikan air tawar pada konsentrasi yang sangat rendah.
(Siddiqi and Chandrasekhar, 2010).
Ammonia merupakan senyawa anorganik yang diperlukan sebagai
sumber energi dalam proses nitrifikasi bakteri aerobik. Daya racun ammonia
dalam air akan meningkat saat kelarutan oksigen rendah. Keberadaan bakteri
pengurai sangat berpengaruh terhadap persediaan oksigen yang secara alami
terlarut dalam air (Komarawidjaja, 2003).
Secara alamiah air yang kita minum harus memenuhi syarat tertentu,
yakni tidak mengandung zatzat berbahaya, seperti racun khususnya logam-
logam toksis misalnya Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), dan juga
tidak boleh ada bakteri patogen. Sebaliknya, air minum harus mengandung
mineral utama seperti kalsium, magnesium, dan kalium. Oleh karena itu air
minum harus diperoleh dari sumber yang memenuhi persyaratan umum
penyediaan air bersih, dan jnuga sudah diproses sesuai dengan persyaratan
(Achmadi, 2001)
12
Berdasarkan Permenkes No.492/MENKES/PER/VI/2010, air yang
mempunyai kualitas baik harus memenuhi syarat kadar maksimum untuk besi
(Fe) 0,3 mg/L dan untuk mangan (Mn) maksimum 0,4 mg/L. Sedangkan
parameter mikrobiologi yang harus dipenuhi untuk total bakteri koliform
adalah 0 per 100 ml sampel (Kemenkes RI, 2010). Tubuh sendiri
membutuhkan 7 – 35 mg unsur besi tiap hari, dan 10 mg unsur Mn per hari
(Sutrisno, 1996). Kedua unsur tersebut diperlukan oleh tubuh, tetapi jika
melebihi kebutuhan maka akan menimbulkan masalah bagi kesehatan. Besi
mengakibatkan kerusakan pada dinding usus halus dan mangan dapat
mengakibatkan insomnia (Slamet, 1994). Oleh karena itu diperlukan suatu
analisa terhadap air tersebut sehingga dapat diketahui apakah air sumur
tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam Permenkes
No.492/MENKES/PER/VI/2010.
d)
13
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu larutan buffer 4 dan buffer 7, aquades,
asam nitrat P.a, sampel air, larutan baku ammoniak 1000 mg/L, larutan
fenol, Natrium nitroprusida (C6FeN6Na2O) 0,5%, larutan alkalin sitrat
(C6H5Na3O7), natrium hipoklorit 5%, larutan pengoksidasi, asam nitrat
(HNO3) p.a, asam klorida (HCL) p.a, larutan asam klorida (1:1), larutan
logam Fe 1000 mg/L, larutan logam Mn 1000 mg/L.
14
3.4 Skema Percobaan
Sampling air di
Masjid Al-Istiqomah
15
Pengambilan contoh air pada keran ke dalam botol sampler
16
dihomogenkan. Ditambahkan 1 mL larutan natrium nitroprusid,
dihomogenkan, kemudian ditambahkan 2,5 mL larutan pengoksid,
dihomogenkan. Lalu, erlenmeyer ditutup dengan plastik atau parafin film
dan dibiarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna. Dimasukkan larutan
ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan
masuknya panjang gelombang 640 nm. Dibuat kurva kalibrasi dan
ditentukan persamaan garis lurusnya.
0,0; 2,5; 7,5; 12,5; dan 15 ml larutan baku ammonia 1 mg N/L dipipet ke
dalam labu ukur 25 mL
ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh kadar
ammonia 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5; 0,6 mg N/L
17
3.5.2.2 Pengukuran Sampel
Untuk pengukuran kadar ammonia pada sampel, dipipet 25 mL sampel
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL. Ditambahkan 1 mL larutan
fenol, dihomogenkan. Kemudian, ditambahkan 1 mL larutan natrium
nitroprusid, dihomogenkan dan ditambahkan 2,5 mL larutan pengoksid,
dihomogenkan. Kemudian erlenmeyer ditutup dengan plastik atau parafin
film dan dibiarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna. Dimasukkan
larutan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan
masuknya panjang gelombang 640 nm.
18
3.5.3 Analisis logam Fe dan Mn dalam air dengan AAS (Atomic Absorption
Spectofotometer)
3.5.3.1 Penentuan Kadar Total
Dibilas dinding gelas piala dan kaca arloji dengan aquades dan
disaring dengan kertas saring whattman
19
BAB IV
Air keran 2,895 26,205˚C 0,1045 1,05 NTU 10,95 0,161 0,01 % 0,0
Masjid mg/L mg/L ms/cm
Al-
Istiqomah
Suhu sampel air saat di lokasi tidak diukur, tetapi hanya diukur saat
sampel sudah berada di laboratorium. Suhu sampel saat di laboratorium yang
diukur menggunakan WQC yaitu 26,205˚C, sedangkan saat diukur
menggunakan pH meter suhunya yaitu 26,45˚C. Suhu yang diukur
menggunakan WQC tidak jauh berbeda dengan yang diukur menggunakan pH
meter. Keduanya sesuai dengan PP. No. 28 Tahun 2001 yaitu baku mutu yang
ditentukan untuk air tawar yaitu sebesar 28°C sampai 32°C. Suhu yang diukur
20
di laboratorium ini tidak dapat benar-benar dijadikan penentu baik tidaknya
suhu air sampel, karena suhu tersebut sudah dipengaruhi suhu ruangan lab yang
menggunakan AC. Namun demikian, suhu ruangan lab masih pada standar suhu
ruangan pada umumnya, sehingga mungkin tidak jauh berbeda dengan suhu di
lokasi pengambilan sampel. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang, ketinggian dari permukaan laut, dan aliran serta kedalaman air. Cahaya
matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan
menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih
intensif pada lapisan atas, sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang
lebih tinggi (Effendi, 2003). Begitupun pada sampel air ini yang diambil dari
keran air yang sumbernya berasal dari sungai yang terkena sinar matahari dan
dipengaruhi musim, namun masih dalam kadar dan kondisi yang normal,
sehingga suhunya masih sesuai dengan baku mutu yang ditentukan.
21
makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam. Derajat keasaman
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada suasana alkalis (pH tinggi)
banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik (Vigil,
2003). Untuk itu, nilai toksisitas pada air sampel ini sangat rendah karena pH
tidak terlalu asam maupun basa.
Berdasarkan hasil yang tertera pada WQC, nilai Daya hantar listrik (DHL)
sampel air ini yaitu sebesar 0,161 ms/cm. TDS menunjukkan nilai sebesar
0,1045 mg/L dan salinitas sebesar 0,01 %. Ketiga parameter tersebut saling
berhubungan satu sama lain.
Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-3
μm) yang tidak tersaring dalam kertas saring dengan diameter 0.45 μm. TDS
biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa
ditemukan di perairan (Effendi, 2003). Bahan-bahan terlarut pada perairan
alami tidak bersifat toksik, namun apabila berlebihan dapat meningkatkan nilai
kekeruhan dan selanjutnya akan menghambat peneterasi cahaya matahari ke
kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis perairan.
Menurut 492/Menkes/Per/IV/2010 yang menetapkan standar TDS maksimum
adalah 500 mg/L. Berdasarkan peraturan tersebut, menunjukkan bahwa nilai
TDS pada sampel air yaitu 0,1045 mg/L masih dalam kadar normal.
Daya hantar listrik (DHL) adalah ukuran kemampuan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik. Arus listrik di dalam larutan dihantarkan oleh ion
yang terkandung di dalamnya. Ion memiliki karakteristik tersendiri dalam
menghantarkan arus listrik. Maka dari itu nilai DHL hanya menunjukkan
konsentrasi ion total dalam larutan (Manalu, 2014). Nilai Daya hantar listrik
(DHL) sampel air ini cukup rendah, yaitu sebesar 0,161 ms/cm. Hal itu
menunjukkan bahwa daya hantar listriknya rendah, maka rendah pula ion-ion
yang terlarut pada air tersebut, sehingga salinitas berkurang dan kualitas air
cukup baik.
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam
air yang tersusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium,
magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004). Salinitas
merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan. Faktor yang
22
mempengaruhi nilai salinitas adalah cuaca dan angin, saat turun hujan dan
berangin, salinitasnya rendah, sebaliknya saat cuacanya baik, langit relatif
cerah, maka salinitasnya tinggi. Salinitas juga diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan
(presipitasi) (Nontji, 2002). Berdasarkan pengukuran salinitas menggunakan
WQC, nilai salinitas dari sampel air sangat kecil, yaitu 0,01%. Nilai tersebut
cukup rendah, yang menunjukkan bahwa konsentrasi ion-ion terlarut pada
sampel air cukup rendah, sehingga kualitas air cukup baik. Rendahnya salinitas
pada sampel air ini kemungkinan disebabkan pola sirkulasi air yang baik pada
sumber sampel air tersebut.
Nilai TDS dengan salinitas saling berhubungan, begitupun dengan DHL.
Salinitas air yang kecil, mempengaruhi daya hantar listrik pada air dimana air
tidak mengandung banyak senyawa kimia. Padatan terlarut dalam larutan juga
menyebabkan banyaknya ion. Semakin besar jumlah padatan terlarut di dalam
larutan maka kemungkinan jumlah ion dalam larutan juga akan semakin besar,
sehingga nilai daya hantar listrik juga akan semakin besar. Semakin banyaknya
ion tersebut juga berarti salinitas semakin meningkat. Jadi, di sini dapat dilihat
bahwa terdapat hubungan antara jumlah zat padat terlarut yang dinyatakan
dengan TDS dengan nilai daya hantar listrik dan salinitas.
Selain hubungan DHL, TDS, dengan salinitas, terdapat juga hubungan
antara DHL dengan suhu. Menurut penelitian Afdal tahun 2016 dalam jurnal
fisika Unand yang berjudul Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan
Total Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air,
dibuktikan bahwa semakin tinggi temperatur, nilai konduktivitas listrik juga
semakin tinggi. Apabila temperatur semakin tinggi, maka ion-ion bergerak
semakin cepat dan nilai konduktivitas listrik juga akan semakin tinggi.
Oksigen terlarut (DO) adalah ukuran banyaknya oksigen terlarut pada
perairan. Oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,
oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari
23
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan difusi oksigen dari udara,
tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, dan udara.
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet,
1970). Pada percobaan ini, dapat diketahui oksigen terlarut yang terkandung di
dalam sampel air yang digunakan yaitu sebesar 10,95 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa air sampel tersebut mengandung oksigen terlarut yang
cukup banyak. Tingginya nilai DO tersebut kemungkinan disebabkan oleh
tingkat kekeruhan air yang rendah dan suhu air yang sesuai standar sehingga
difusi oksigen dari udara semakin cepat. Tingginya nilai DO tersebut
menunjukkan bahwa air sampel dari Masjid Al-Istiqomah yang berasal dari
sungai tersebut cukup baik untuk kehidupan akuatik dan untuk baik digunakan
sebagai air wudhu karena kandungan oksigen yang cukup tinggi.
Tingkat kekeruhan air merupakan salah satu parameter yang dijadikan
kelayakan air baik untuk dikonsumsi maupun untuk dijadikan air wudhu.
Menurut International Organization for Standardization (1999), kekeruhan
adalah suatu keadaan dimana transparansi suatu zat cair berkurang akibat
kehadiran zat-zat lainnya. Kehadiran zat-zat yang dimaksud terlarut dalam zat
cair dan membuatnya seperti berkabut atau tidak jernih. Kekeruhan air biasanya
disebabkan oleh adanya zat-zat terdispersi dalam air, seperti pasir, lumpur,
kotoran hewan maupun manusia, serta bahan organik dan anorganik lainnya.
Kekeruhan sangat mengganggu kehidupan akuatik karena dapat mengganggu
pernapasan ikan dan mengganggu penetrasi cahaya matahari untuk fotosintesis
tumbuhan dalam air. Berdasarkan pengukuran menggunakan WQC, diperoleh
nilai kekeruhan air sampel yang digunakan yaitu sebesar 1,05 NTU. Nilai
kekeruhan tersebut menunjukkan air sampel dari Masjid Al-Istiqomah yang
berasal dari sungai tersebut sangat layak digunakan sebagai air wudhu maupun
dikonsumsi karena nilai kekeruhannya sangat rendah jika dibandingkan dengan
Permenkes No. 46 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air yang menyatakan bahwa kadar maksimal kekeruhan yang diperbolehkan
dalam standar kualitas air bersih yaitu 25 NTU.
24
4.3 Analisis Nitrit dalam Air
Tabel 4.5.1 hasil pengukuran larutan standar uji kandungan logam Fe dengan menggunakan
spektroskopi AAS
25
Standar 1 0.0370 0.0373 0.0002 0.00368
0.500
Standar 2 0.0933 0.0920 0.0008 0.0919
1.000
Standar 3 0.1846 0.1858 0.0010 0.1837
2.000
Standar 4 0.3635 0.3610 0.0013 0.3619
4.000
Standar 5 0.4894 0.4913 0.0012 0.4916
6.000
Standar 6 0.7251 0.7197 0.0045 0.7161
10.000
Tabel 4.5.1 hasil pengukuran sampel uji kandungan logam Fe dalam dengan menggunakan
spektroskopi AAS
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan di dapatkan data konsentrasi logam Fe dalam
air yang di uji dengan spektroskopi AAS sebesar < 0,031-0,371mg/L yang artinya
kandungan logam Fe dalam sampel air yang di ujikan masih dibawah ambang batas
baku mutu yang ditetapkan.
Tabel 4.5.3 hasil pengukuran larutan standar uji kandungan logam Mn dengan menggunakan
spektroskopi AAS
26
Larutan Konsentrasi %RSD SD Rata – Rata
Standar (mg/L) Absorbansi
Logam Mn
Cal Zero 0.0012 0.0014 0.0001 0.0014
0.000
Standar 1 0.1203 0.1235 0.0016 0.1223
0.500
Standar 2 0.2560 0.2539 0.0011 0.2555
1.000
Standar 3 0.4436 0.4476 0.0023 0.4435
2.000
Standar 4 0.7803 0.7789 0.0047 0.7876
4.000
Standar 5 1.0535 1.0556 0.0055 1.0449
6.000
Standar 6 1.3965 1.3949 0.0013 1.3977
10.000
Tabel 4.5.4 hasil pengukuran sampel uji kandungan logam Mn dalam dengan menggunakan
spektroskopi AAS
27
4.5 Analisis Ammoniak (N-NH3) Dalam Air Metode Phenat
28
Tabel 1 Hasil Pengamatan Spektroskopi UV-Vis Penentuan Kadar Ammoniak
Konsentrasi
No Larutan Absorbansi
(mg/L)
1 Standar 1 0 0,005
2 Standar 2 0.1 0.079
3 Standar 3 0.2 0.088
4 Standar 4 0.3 0.097
5 Standar 5 0.5 0.115
6 Sampel - 0.070
Sehingga jika besar konsetrasi dan absorbansi dari larutan standar di plotkan
ke dalam kurva di peroleh kurva sebagai berikut :
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Konsentrasi
29
Kadar Ammonia = X . Faktor Pengenceran (fp)
= 0,183 mg/L . 1
= 0,183 mg/L
30
disebut eutrofikasi, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena
pembusukan lumut yang mati. Pembuangan limbah yang banyak
mengandung ammoniak ke dalam air juga dapat menyebabkan penurunan
kadar oksigen terlarut dalam badan air penerima karena oksigen yang ada
digunakan untuk nitrifikasi NH3. Akibat organisme badan air kekurangan
oksigen dan akan mengalami kematian lebih lanjut dan akan terjadi proses
anaerobik pada badan air (Allert dan Sri, 1984)
Ammoniak berdampak negatif bagi organisme perairan dan manusia
apabila dalam jumlah berlebihan. Zonnveld, Huisman, dan Boon (1991)
menyatakan bahwa ammoniak dapat menyebabkan kerusakan pada
jarinngan insang ikan dan pada pH lebih dari 8 ammoniak yang terserap
dalam darah akan mengakibatkan kerusakan system organ ikan.
Menurut Fawel, et al (1996) ammoniak dapat bersifat racun pada
manusia jika jumlah yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang
dapat didetoksifikasi oleh tubuh yakni tidak lebih dari 100 mg/kg setiap hari
(33,7 mg ion ammonium per kg berat badan per hari) yang dapat
mempengaruhi metabolisme dengan mengubah kesetimbangan asam-basa
dalam tubuh. Selain itu ammoniak dengan konsentrasi 130-200 ppm dalam
bentuk gas bersifat mengiritasi kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 400-700 ppm dapat mengakibatkan
kerusakan permanen akibat iritasi pada organ mata dan pernafasan (Effendi,
2003)
31
BAB V
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, Fadhilah Irwan. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total
Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal Fisika
Unand Vol. 5, No.1. Padang. Universitas Andalas
Allert, G dan Sri Sumestri Santika. Metode Penelitian Air. Surabaya, Usaha
Nasional, 1984
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Fawel, J.K., Lund, U., Mintz, B. 1996. Guidelines for Drinking Water Quality. 2nd
ed Vol.2. Health Criteria and other Supporting Information, WHO, Geneva
Hanmand, Panel B. And Balilas Robert P. : Casarett and Doull’s Tpxicology, The
Basic Science of Poinsons; Second Edition: Macmillan Publishing Co, Inc
New York; p.445-451
33
Huet, H.B.N. 1970. “Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water
Pollution”. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
Kemenkes RI. 2014. Permenkes RI No. 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi
Depot Air Minum. Jakarta.
Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminant of Surface Water Springer Verlag, New
York.
Murti, R. Setiya dan C. Maria H.P. 2014. Optimasi Waktu Reaksi Pembentukan
Kompleks Indofenol Biru Stabil Pada Uji N-Ammoniak Air Limbah Industri
Penyamakan Kulit Dengan Metode Fenat. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Vol.30 No.1 Juni 2014: 29-34.
Park, G. E., Oh, H. N., and Ahn, S., 2009. Improvement of the ammonia analysis
by the phenate method in water and wastewater. Bulletin of the Korean
Chemical Society, 30: 2032-2038.
Parulian, A. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe)
Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan :
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
34
Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Meredith Corporation, New York:106-
124
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai
Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan., ISSN 0216-1877
Siddiqi, S.Z., Chandrasekhar, S.V.A., 2010. Hydrobiology of raw water reservoir at Adra,
Purulia District, West Bengal. Rec. Zool. Surv. India 110, 83–91.
Skoog, D.A., Holler, E.J., and Crouch, S.R. 2007. Principles of Instrumental
Analysis. Thomson Brooks. 131-230
Sutrisno, C.T. 1996. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Vigil, K. M. (2003). Clean water: an Introduction to Water Quality and Water Pollution
Control (Second). USA: Oregon State University Press.
35
LAMPIRAN
36
37