Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

1
ABSTRAK

2
DAFTAR ISI

3
DAFTAR TABEL

4
DAFTAR GAMBAR

5
DAFTAR RUMUS

6
DAFTAR LAMPIRAN

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dapat
ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana mengukur parameter insitu (uji fisik) yang berupa pH, suhu,
daya hantar listrik, kekeruhan, total dissolved solid (TDS), dissolved
oksigen (DO), salinitas, dan kedalaman pada sampel air?
b. Bagaimana mengetahui kandungan material kimia pada sampel air
seperti logam, ammonia (NH3) dan kandungan nitrit?
c. Apa saja metode yang digunakan dalam mengukur kandungan material
kimia pada sampel air.

1.3 Tujuan Percobaan


Tujuan dari penelitian ini yaitu
a. Mengukur parameter insitu (uji fisik) contoh sampel air seperti pH,
suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, total dissolved solid (TDS),
dissolved oksigen (DO), salinitas, dan kedalaman.
b. Menentukan dan mengukur kadar material kimia yang berupa logam
Fe dan Mn menggunakan spektofotometer AAS.
c. Menentukan dan mengukur kadar ammonia (NH3) pada sampel air.
d. Menentukan dan mengukur kadar nitrit pada sampel air.

8
1.4 Manfaat Percobaan

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kimia Lingkungan

2.2. Kimia Air

2.3. Perairan di Alam


Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan
manusia, hewan, dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat
makanan, juga merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya.
(Arsyad, 1989).
Jumlah air yang terdapat di muka bumi ini relatif onstan, meskipun
air mengalami pergerakan arus, tersirkulasi karena pengaruh cuaca dan juga
mengalami perubahan bentuk. Sirkulasi dan perubahan bentuk tersebut
antara lain melalui air permukaan yang berubah menjadi uap (evaporasi),
air yang mengikuti sirkulasi dalam tubuh tanaman (transpirasi) dan air yang
mengikuti sirkulasi dalam tubuh manusia dan hewan (respirasi). Air yang
menguap akan terkumpul menjadi awan kemudian jatuh sebagai air hujan.
Air hujan ada yang langsung bergabung di permukaan, ada pula yang
meresap masuk ke dalam celah batuan dalam tanah, sehingga menjadi air
tanah. Air tanah dangkal akan diambil oleh tanaman, sedangkan air tanah
dalam akan keluar sebagai mata air. Sirkulasi dan perubahan fisis akan
berlangsung terus sampai akhir zaman. (Ross, 1970)

2.4. Definisi Air Bersih

2.5. Masjid Al-Istiqomah

10
Masjid Al-istiqomah terletak di jalan W. R. Supratman, Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten
dengan kode pos 15412. Masjid Al-Istiqomah memiliki luas tanah 564 m² dengan
luas bangunan 1.370 m². Masjid ini memiliki status tanah wakaf. Masjid Al-
Istiqomah mempunyai banyak jamaah sekitar ±200 orang jamaah, muadzin yang
berjumlah 32 orang, serta jumlah remaja yang berkisar 38 orang. Di masjid al-
istiqomah ini tersedia narahubung yang tersambung kepada DKM masjid dengan
nomor telepon yang dapat dihubungi yaitu (021) 7444929.
2.6. Pencemaran Sumber Perairan

2.7. Sumber Pencemaran pada Perairan

2.8. Parameter Pencemaran


a) Ammonia dalam air
Amonia terdapat secara alami dalam air, yang timbul dari
penguraian mikrobiologis senyawa nitrogen dalam bahan organik. Ikan dan
organisme perairan lainnya juga mengeluarkan amonia. Amonia juga dapat
dibuang secara langsung ke air oleh beberapa proses industri atau sebagai
komponen limbah domestik atau kotoran hewan. Amonia juga dapat muncul
di perairan karena pembusukan sampah organik yang dibuang. Air murni
(tidak tercemar) mengandung jumlah amonia yang relatif kecil, biasanya
<0,02mg / L dalam N. Ammonia ada dalam larutan dalam dua bentuk,
terionisasi (NH4+) dan tidak terionisasi (NH3) dan fraksi yang tidak terionisasi

11
merupakan racun bagi ikan air tawar pada konsentrasi yang sangat rendah.
(Siddiqi and Chandrasekhar, 2010).
Ammonia merupakan senyawa anorganik yang diperlukan sebagai
sumber energi dalam proses nitrifikasi bakteri aerobik. Daya racun ammonia
dalam air akan meningkat saat kelarutan oksigen rendah. Keberadaan bakteri
pengurai sangat berpengaruh terhadap persediaan oksigen yang secara alami
terlarut dalam air (Komarawidjaja, 2003).

b) Penentuan Kadar Ammonia dalam Air


Penentuan amonia, khususnya pada konsentrasi rendah memerlukan
reaksi kimia untuk mengubah analit menjadi senyawa turunannya sehingga
dapat dianalisis secara kolorimetri. Metode umum yang digunakan dalam
analisis amonia yang terdapat dalam perairan yaitu, metode Fenat. Metode ini
didasarkan pada pembentukan warna dari reaksi amonia dengan fenol dan
hipokrat yang pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada tahun 1859, lebih
luas lagi diteliti oleh Russel yang menggunakan ion mangan (II) untuk
mempercepat reaksi, sedangkan peneliti lain menggunakan natrium
nitroprusida sebagai katalis. Prinsip metode ini berdasarkan reaksi amonia
dengan hipoklorit dan fenol yang dikatalis oleh natrium natrium nitroprusida
yang membentuk warna biru indofenol (Boltz dkk., 1978).

c) Analisis Logam Fe dan Mn

Secara alamiah air yang kita minum harus memenuhi syarat tertentu,
yakni tidak mengandung zatzat berbahaya, seperti racun khususnya logam-
logam toksis misalnya Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), dan juga
tidak boleh ada bakteri patogen. Sebaliknya, air minum harus mengandung
mineral utama seperti kalsium, magnesium, dan kalium. Oleh karena itu air
minum harus diperoleh dari sumber yang memenuhi persyaratan umum
penyediaan air bersih, dan jnuga sudah diproses sesuai dengan persyaratan
(Achmadi, 2001)

12
Berdasarkan Permenkes No.492/MENKES/PER/VI/2010, air yang
mempunyai kualitas baik harus memenuhi syarat kadar maksimum untuk besi
(Fe) 0,3 mg/L dan untuk mangan (Mn) maksimum 0,4 mg/L. Sedangkan
parameter mikrobiologi yang harus dipenuhi untuk total bakteri koliform
adalah 0 per 100 ml sampel (Kemenkes RI, 2010). Tubuh sendiri
membutuhkan 7 – 35 mg unsur besi tiap hari, dan 10 mg unsur Mn per hari
(Sutrisno, 1996). Kedua unsur tersebut diperlukan oleh tubuh, tetapi jika
melebihi kebutuhan maka akan menimbulkan masalah bagi kesehatan. Besi
mengakibatkan kerusakan pada dinding usus halus dan mangan dapat
mengakibatkan insomnia (Slamet, 1994). Oleh karena itu diperlukan suatu
analisa terhadap air tersebut sehingga dapat diketahui apakah air sumur
tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam Permenkes
No.492/MENKES/PER/VI/2010.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan


kandungan logam Fe dan Mn adalah dengan Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA). Analisis dengan metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu
memiliki sensitifitas yang tinggi, spesifik, teliti dan cepat (Skoog, 2007).

d)

13
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Sampling


Pengambilan sampel air dilakukan di Masjid Al-Istiqomah, jalan W. R.
Supratman, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan, Banten. Praktikum dilakukan di Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Waktu Sampling


Pengambilan sampel dilakukan pada hari Sabtu 14 September 2019 pukul
13.00 WIB. Praktikum pengujian kualitas air dilakukan pada pukul 07.30 WIB
dimulai pada tanggal 16 September 2019 hingga 11 November 2019.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu Water Quality Checker (WQC), botol
polietilen, botol sampler, Spektrofotometer UV-Vis, Spektoskopi AAS,
timbangan analik, labu erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, pipet mikro, gelas
piala, buret, glassware, pH meter, pemanas listrik, pipet ukur.

3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu larutan buffer 4 dan buffer 7, aquades,
asam nitrat P.a, sampel air, larutan baku ammoniak 1000 mg/L, larutan
fenol, Natrium nitroprusida (C6FeN6Na2O) 0,5%, larutan alkalin sitrat
(C6H5Na3O7), natrium hipoklorit 5%, larutan pengoksidasi, asam nitrat
(HNO3) p.a, asam klorida (HCL) p.a, larutan asam klorida (1:1), larutan
logam Fe 1000 mg/L, larutan logam Mn 1000 mg/L.

14
3.4 Skema Percobaan

Sampling air di
Masjid Al-Istiqomah

Sampel air dari


bagian keran wudhu

Pengukuran Analisis Analisis logam Uji Nitrit pada


parameter amoniak Fe dan Mn sampel air
fisik dalam air dalam air
dengan AAS

Gambar 2. Skema Percobaan Pengujian Kualitas Air

3.5 Prosedur Percobaan


3.5.1 Sampling Air dan Pengukuran Parameter Insitu (Uji fisik)

15
Pengambilan contoh air pada keran ke dalam botol sampler

Buang aliran contoh mula-mula selama waktu tertentu ± 5 menit

Kemudian ambil contoh air dan tutup segera, hindari kontaminasi


dengan udara

Dilakukan pengukuran uji fisik dengan WQC dan dicatat hasilnya

Gambar 3.Error! No text of specified style in document. Diagram Alir


Pengambilan Sampel

3.5.2 Analisis Ammoniak (N-NH3) Dalam Air Metode Phenat


3.5.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Untuk pembuatan kurva kalibrasi larutan ammonia dilakukan
pemipetan 0,0; 2,5; 5,0; 7,5; 12,5; dan 15,0 ml larutan baku ammonia 1 mg
N/L dan dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 25 mL. Kemudian
ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh kadar
ammonia sebesar 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5; 0,6 mg N/L. Alat spektrofotometer
dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat untuk pengujian kadar
ammonia. Dipipet 25 mL larutan kerja dan dimasukkan masing-masing ke
dalam labu Erlenmeyer. Ditambahkan 1 mL larutan fenol dan

16
dihomogenkan. Ditambahkan 1 mL larutan natrium nitroprusid,
dihomogenkan, kemudian ditambahkan 2,5 mL larutan pengoksid,
dihomogenkan. Lalu, erlenmeyer ditutup dengan plastik atau parafin film
dan dibiarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna. Dimasukkan larutan
ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan
masuknya panjang gelombang 640 nm. Dibuat kurva kalibrasi dan
ditentukan persamaan garis lurusnya.

0,0; 2,5; 7,5; 12,5; dan 15 ml larutan baku ammonia 1 mg N/L dipipet ke
dalam labu ukur 25 mL

ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh kadar
ammonia 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5; 0,6 mg N/L

optimalkan alat spektrofotometer

25 mL larutan kerja dipipet ke dalam labu erlenmeyer

ditambahkan larutan 1ml fenol dan dihomogenkan

ditambahkan 1ml larutan natrium nitroprusid, dihomogenkan

diambahkan 2,5 ml larutan pengoksida, dihomogenkan

erlenmeyer ditutup dengan parafin film

biarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna

larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer

baca dan catat serapan pada panjang gelombang 640 nm

buat kurva kalibrasi dan tentukan persamaan garis lurusnya

Gambar 4. Diagram alir pembuatan kurva kalibrasi larutan standar ammonia

17
3.5.2.2 Pengukuran Sampel
Untuk pengukuran kadar ammonia pada sampel, dipipet 25 mL sampel
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL. Ditambahkan 1 mL larutan
fenol, dihomogenkan. Kemudian, ditambahkan 1 mL larutan natrium
nitroprusid, dihomogenkan dan ditambahkan 2,5 mL larutan pengoksid,
dihomogenkan. Kemudian erlenmeyer ditutup dengan plastik atau parafin
film dan dibiarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna. Dimasukkan
larutan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan
masuknya panjang gelombang 640 nm.

25 ml sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml

tambahkan 1 ml larutan fenol, dihomogenkan

tambahkan 1 ml larutan natrium nitroprusid, dihomogenkan

tambahkan 2,5 ml larutan pengoksid, dihomogenkan

tutup erlenmeyer dengan menggunakan parafin film

biarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna

masukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer

baca dan catat serapan masuknya pada panjang gelombang 640 nm

Gambar 5. Diagram Alir Pengukuran Kadar Ammonia Pada Sampel

18
3.5.3 Analisis logam Fe dan Mn dalam air dengan AAS (Atomic Absorption
Spectofotometer)
3.5.3.1 Penentuan Kadar Total

Contoh asli (tanpa penyaringan) telah ditambahkan HNO3 sampai


pH 2

Contoh dikocok, dipipet 50-100 mL dan dimasukkan ke gelas


piala

Ditambahkan HNO3 kemudian dipanaskan sampai kering

Dinginkan, ditambahkan HNO3 5 mL tutup dengan kaca arloji

Dipanaskan lagi sampai residu menjasi bening

Ditambahkan 1-2 mL HNO3 ,ditutup dengan kaca arloji


dipanaskna dengan api kecilsampai residu larut

Dibilas dinding gelas piala dan kaca arloji dengan aquades dan
disaring dengan kertas saring whattman

Ditampung filtrat ke labu ukur 50 mL dan ditambahkan aquades


sampai tanda tera

Larutan siap di analisis

3.5.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi


Optimalkan alat AAS sesuai dengan petunjuk penggunaan alat

Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang


gelombang 248,3 nm untuk logam Fe dan panjang gelombang 279,5
nm untuk logam Mn

Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi

Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapan

19
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengenalan Alat – Alat Sampling Kimia Air

4.2 Uji Parameter Fisik dengan WQC


Pengukuran parameter insitu pada sampel air yang berasal dari keran Masjid
Al-Istiqomah diukur menggunan alat WQC dan pH meter. Hasil untuk
pengukuran menggunakan WQC yaitu pada tabel diatas. Sampel air yang
diambil pada hari Sabtu 14 September 2019 pukul 13.00 WIB dibawa dari
lokasi ke laboratorium menggunakan wadah botol sampler untuk diuji pada hari
Senin 16 September 2019 pukul 7.30 WIB.

Berdasarkan pengukuran parameter insitu menggunakan alat Water


Quality Checker (WQC), diperoleh hasil pada tabel 4.3.1

Tabel 4.2.1. Hasil Pengukuran Parameter Insitu menggunakan WQC


Sampel pH Suhu TDS Kekeruhan DO DHL Salinitas Kedalaman

Air keran 2,895 26,205˚C 0,1045 1,05 NTU 10,95 0,161 0,01 % 0,0
Masjid mg/L mg/L ms/cm
Al-
Istiqomah

Suhu sampel air saat di lokasi tidak diukur, tetapi hanya diukur saat
sampel sudah berada di laboratorium. Suhu sampel saat di laboratorium yang
diukur menggunakan WQC yaitu 26,205˚C, sedangkan saat diukur
menggunakan pH meter suhunya yaitu 26,45˚C. Suhu yang diukur
menggunakan WQC tidak jauh berbeda dengan yang diukur menggunakan pH
meter. Keduanya sesuai dengan PP. No. 28 Tahun 2001 yaitu baku mutu yang
ditentukan untuk air tawar yaitu sebesar 28°C sampai 32°C. Suhu yang diukur

20
di laboratorium ini tidak dapat benar-benar dijadikan penentu baik tidaknya
suhu air sampel, karena suhu tersebut sudah dipengaruhi suhu ruangan lab yang
menggunakan AC. Namun demikian, suhu ruangan lab masih pada standar suhu
ruangan pada umumnya, sehingga mungkin tidak jauh berbeda dengan suhu di
lokasi pengambilan sampel. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang, ketinggian dari permukaan laut, dan aliran serta kedalaman air. Cahaya
matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan
menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih
intensif pada lapisan atas, sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang
lebih tinggi (Effendi, 2003). Begitupun pada sampel air ini yang diambil dari
keran air yang sumbernya berasal dari sungai yang terkena sinar matahari dan
dipengaruhi musim, namun masih dalam kadar dan kondisi yang normal,
sehingga suhunya masih sesuai dengan baku mutu yang ditentukan.

Pengukuran pH air dilakukan menggunakan alat WQC dan pH meter. Nilai


pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misal proses nitrifikasi
akan berakhir jika pH rendah. Senyawa karbonat, bikarbonat dan hidroksida
dapat meningkatkan pH suatu perairan sedangkan amonium dan H2S banyak
ditemukan di perairan dengan pH rendah.
Berdasarkan WQC, pH air sampel yang diperoleh yaitu sebesar 2,895.
Sedangkan jika diukur menggunakan pH meter, pH air sampel yang diperoleh
yaitu sebesar 6,08. Perbedaan pH yang terukur pada kedua alat tersebut sangat
jauh, namun yang dipakai untuk penentuan pH ini yaitu pH meter, karena alat
tersebut adalah alat yang khusus menentukan pH sehingga kemungkinan lebih
akurat. Sehingga, berdasarkan pH yang diperoleh dari pH meter tersebut yaitu
6,08 menunjukkan bahwa sampel air tersebut memiliki kualitas air yang baik.
Karena pH tersebut sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan pada PP.
No 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air bahwa pH air yang baik berkisar antara 6-9. Hal itu
menunjukkan bahwa air sampel yang diperoleh dari Masjid Al-Istiqomah tidak
mengandung bahan pencemar berbahaya. Karena, air murni terdiri dari ion H+
dan OH- dalam jumlah berimbang sehingga pH air murni biasa 7. Makin banyak
ion OH- dalam cairan maka pH makin tinggi. Sebaliknya, makin banyak H+

21
makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam. Derajat keasaman
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada suasana alkalis (pH tinggi)
banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik (Vigil,
2003). Untuk itu, nilai toksisitas pada air sampel ini sangat rendah karena pH
tidak terlalu asam maupun basa.
Berdasarkan hasil yang tertera pada WQC, nilai Daya hantar listrik (DHL)
sampel air ini yaitu sebesar 0,161 ms/cm. TDS menunjukkan nilai sebesar
0,1045 mg/L dan salinitas sebesar 0,01 %. Ketiga parameter tersebut saling
berhubungan satu sama lain.
Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-3
μm) yang tidak tersaring dalam kertas saring dengan diameter 0.45 μm. TDS
biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa
ditemukan di perairan (Effendi, 2003). Bahan-bahan terlarut pada perairan
alami tidak bersifat toksik, namun apabila berlebihan dapat meningkatkan nilai
kekeruhan dan selanjutnya akan menghambat peneterasi cahaya matahari ke
kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis perairan.
Menurut 492/Menkes/Per/IV/2010 yang menetapkan standar TDS maksimum
adalah 500 mg/L. Berdasarkan peraturan tersebut, menunjukkan bahwa nilai
TDS pada sampel air yaitu 0,1045 mg/L masih dalam kadar normal.
Daya hantar listrik (DHL) adalah ukuran kemampuan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik. Arus listrik di dalam larutan dihantarkan oleh ion
yang terkandung di dalamnya. Ion memiliki karakteristik tersendiri dalam
menghantarkan arus listrik. Maka dari itu nilai DHL hanya menunjukkan
konsentrasi ion total dalam larutan (Manalu, 2014). Nilai Daya hantar listrik
(DHL) sampel air ini cukup rendah, yaitu sebesar 0,161 ms/cm. Hal itu
menunjukkan bahwa daya hantar listriknya rendah, maka rendah pula ion-ion
yang terlarut pada air tersebut, sehingga salinitas berkurang dan kualitas air
cukup baik.
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam
air yang tersusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium,
magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004). Salinitas
merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan. Faktor yang

22
mempengaruhi nilai salinitas adalah cuaca dan angin, saat turun hujan dan
berangin, salinitasnya rendah, sebaliknya saat cuacanya baik, langit relatif
cerah, maka salinitasnya tinggi. Salinitas juga diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan
(presipitasi) (Nontji, 2002). Berdasarkan pengukuran salinitas menggunakan
WQC, nilai salinitas dari sampel air sangat kecil, yaitu 0,01%. Nilai tersebut
cukup rendah, yang menunjukkan bahwa konsentrasi ion-ion terlarut pada
sampel air cukup rendah, sehingga kualitas air cukup baik. Rendahnya salinitas
pada sampel air ini kemungkinan disebabkan pola sirkulasi air yang baik pada
sumber sampel air tersebut.
Nilai TDS dengan salinitas saling berhubungan, begitupun dengan DHL.
Salinitas air yang kecil, mempengaruhi daya hantar listrik pada air dimana air
tidak mengandung banyak senyawa kimia. Padatan terlarut dalam larutan juga
menyebabkan banyaknya ion. Semakin besar jumlah padatan terlarut di dalam
larutan maka kemungkinan jumlah ion dalam larutan juga akan semakin besar,
sehingga nilai daya hantar listrik juga akan semakin besar. Semakin banyaknya
ion tersebut juga berarti salinitas semakin meningkat. Jadi, di sini dapat dilihat
bahwa terdapat hubungan antara jumlah zat padat terlarut yang dinyatakan
dengan TDS dengan nilai daya hantar listrik dan salinitas.
Selain hubungan DHL, TDS, dengan salinitas, terdapat juga hubungan
antara DHL dengan suhu. Menurut penelitian Afdal tahun 2016 dalam jurnal
fisika Unand yang berjudul Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan
Total Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air,
dibuktikan bahwa semakin tinggi temperatur, nilai konduktivitas listrik juga
semakin tinggi. Apabila temperatur semakin tinggi, maka ion-ion bergerak
semakin cepat dan nilai konduktivitas listrik juga akan semakin tinggi.
Oksigen terlarut (DO) adalah ukuran banyaknya oksigen terlarut pada
perairan. Oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,
oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari

23
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan difusi oksigen dari udara,
tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, dan udara.
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet,
1970). Pada percobaan ini, dapat diketahui oksigen terlarut yang terkandung di
dalam sampel air yang digunakan yaitu sebesar 10,95 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa air sampel tersebut mengandung oksigen terlarut yang
cukup banyak. Tingginya nilai DO tersebut kemungkinan disebabkan oleh
tingkat kekeruhan air yang rendah dan suhu air yang sesuai standar sehingga
difusi oksigen dari udara semakin cepat. Tingginya nilai DO tersebut
menunjukkan bahwa air sampel dari Masjid Al-Istiqomah yang berasal dari
sungai tersebut cukup baik untuk kehidupan akuatik dan untuk baik digunakan
sebagai air wudhu karena kandungan oksigen yang cukup tinggi.
Tingkat kekeruhan air merupakan salah satu parameter yang dijadikan
kelayakan air baik untuk dikonsumsi maupun untuk dijadikan air wudhu.
Menurut International Organization for Standardization (1999), kekeruhan
adalah suatu keadaan dimana transparansi suatu zat cair berkurang akibat
kehadiran zat-zat lainnya. Kehadiran zat-zat yang dimaksud terlarut dalam zat
cair dan membuatnya seperti berkabut atau tidak jernih. Kekeruhan air biasanya
disebabkan oleh adanya zat-zat terdispersi dalam air, seperti pasir, lumpur,
kotoran hewan maupun manusia, serta bahan organik dan anorganik lainnya.
Kekeruhan sangat mengganggu kehidupan akuatik karena dapat mengganggu
pernapasan ikan dan mengganggu penetrasi cahaya matahari untuk fotosintesis
tumbuhan dalam air. Berdasarkan pengukuran menggunakan WQC, diperoleh
nilai kekeruhan air sampel yang digunakan yaitu sebesar 1,05 NTU. Nilai
kekeruhan tersebut menunjukkan air sampel dari Masjid Al-Istiqomah yang
berasal dari sungai tersebut sangat layak digunakan sebagai air wudhu maupun
dikonsumsi karena nilai kekeruhannya sangat rendah jika dibandingkan dengan
Permenkes No. 46 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air yang menyatakan bahwa kadar maksimal kekeruhan yang diperbolehkan
dalam standar kualitas air bersih yaitu 25 NTU.

24
4.3 Analisis Nitrit dalam Air

4.4 Analisis Logam Fe dan Mn dalam Air dengan AAS


Zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) umumnya terkandung dalam tanah dan
didistribusikan dalam berbagai endapan, batu-batuan, air, dan makhluk hidup
(tumbuhan dan hewan). Dalam jumlah kecil Fe dibutuhkan tubuh untuk
pertumbuhan sel – sel darah, sedangkan Mn dibutuhkan untuk pertumbuhan
serta pembentukan jaringan. Sebagian besar logam seperti Fe, Pb, Zn, Al & Cu
mudah terlarut dan sangat mobil pada pH < 5 (Stumn & Morgan, 1996). Pada
pH 6,5-7 adalah merupakan pH yang ideal. Unsur-unsur hara akan relative
banyak tersedia pada pH tersebut. Sedangkan pada pH rendah unsur-unsur
seperti Al, Mn & Fe akan bersifat racun. Kadar besi (Fe) > 1 mg/L dianggap
membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore, 1991). Logam Fe
merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih dapat
menimbulkan efek racun (Parulian, 2009). Analisis kandungan logam berat Fe
dan Mn untuk sampel air dilakukan dengan menggunakan metode AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometry). Perhitungan kandungan logam Fe dan Mn pada
air menggunakan rumus sebagai berikut :

Berikut ini merupakan hasil dari pengukuran logam Fe dengan


menggunakan spektroskopi AAS yang dilampirkan pada tabel 4.5.1.

Tabel 4.5.1 hasil pengukuran larutan standar uji kandungan logam Fe dengan menggunakan
spektroskopi AAS

Larutan Konsentrasi %RSD SD Rata – Rata


Standar (mg/L) Absorbansi

Cal Zero 0.0001 0.0003 0.0003 -0.0004


0.000

25
Standar 1 0.0370 0.0373 0.0002 0.00368
0.500
Standar 2 0.0933 0.0920 0.0008 0.0919
1.000
Standar 3 0.1846 0.1858 0.0010 0.1837
2.000
Standar 4 0.3635 0.3610 0.0013 0.3619
4.000
Standar 5 0.4894 0.4913 0.0012 0.4916
6.000
Standar 6 0.7251 0.7197 0.0045 0.7161
10.000

Tabel 4.5.1 hasil pengukuran sampel uji kandungan logam Fe dalam dengan menggunakan
spektroskopi AAS

Sampel Konsentrasi %RSD SD Rata – Rata


(mg/L) Absorbansi

Kelompok 1 -0.084 2.0 0.0004 0.0176

Kelompok 2 0.0107 0.0105 0.0002 0.0103

Kelompok 3 0.0067 0.0072 0.0005 0.0063

Kelompok 4 0.0024 0.0022 0.004 0.0029

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan di dapatkan data konsentrasi logam Fe dalam
air yang di uji dengan spektroskopi AAS sebesar < 0,031-0,371mg/L yang artinya
kandungan logam Fe dalam sampel air yang di ujikan masih dibawah ambang batas
baku mutu yang ditetapkan.

Tabel 4.5.3 hasil pengukuran larutan standar uji kandungan logam Mn dengan menggunakan
spektroskopi AAS

26
Larutan Konsentrasi %RSD SD Rata – Rata
Standar (mg/L) Absorbansi
Logam Mn
Cal Zero 0.0012 0.0014 0.0001 0.0014
0.000
Standar 1 0.1203 0.1235 0.0016 0.1223
0.500
Standar 2 0.2560 0.2539 0.0011 0.2555
1.000
Standar 3 0.4436 0.4476 0.0023 0.4435
2.000
Standar 4 0.7803 0.7789 0.0047 0.7876
4.000
Standar 5 1.0535 1.0556 0.0055 1.0449
6.000
Standar 6 1.3965 1.3949 0.0013 1.3977
10.000

Tabel 4.5.4 hasil pengukuran sampel uji kandungan logam Mn dalam dengan menggunakan
spektroskopi AAS

Sampel Konsentrasi %RSD SD Rata – Rata


Logam Mn (mg/L) Absorbansi

Kelompok 1 0.0122 0.0116 0.0003 0.0118

Kelompok 2 0.0157 0.0151 0.0004 0.0149

Kelompok 3 0.0102 0.0100 0.0003 0.0097

Kelompok 4 0.5995 0.5937 0.0044 0.5947

27
4.5 Analisis Ammoniak (N-NH3) Dalam Air Metode Phenat

. Kadar ammoniak dalam air wudhu masjid al Istiqomah ini dianalisis


menggunakan Spektrofotometer UV-Visible dengan panjang gelombang 640
nm. Metode uji untuk penentuan kadar ammoniak ini menggunakan metode
Phenat yaitu pembentukan senyawa kompleks indofenol yang berwarna biru
dalam waktu berkisar 1 jam pada suhu ruang (Murti,et al 2014).
Prinsip metode Phenat adalah larutan sampel yang mengandung
ammonium diubah menjadi ammoniak dengan penambahan larutan natrium
hidroksida (NaOH), kemudian ammoniak yang telah dibebaskan ditangkap
dengan kertas yang telah dibasahi dengan reagen fenat yaitu: natrium hipoklorit
(NaOCl), asam klorida (HCl), mangan sulfat (MnSO4) dan fenat (fenol dalam
suasana basa). Fenat berfungsi untuk membentuk kloroamin (NH2Cl) menjadi
p-quinion-kloramin selanjutnya bereaksi dengan fenol sisa membentuk
senyawa indofenol (Sulistyarti, 2014).
Prinsip dari pengujian kadar ammoniak ini adalah ammoniak air
bereaksi dengan natrium hipoklorit membentuk senyawa kloramin (NH2Cl)
yang kemudian bereaksi dengan reagen fenolat membentuk senyawa antara
monoklor kuinon. Selanjutnya, monoklor kuinon bereaksi dengan sisa reagen
fenolat membentuk senyawa indofenol yang berwarna biru yang bisa dideteksi
dengan spektrofotometer UV-VIS (Murti, et al. 2014)
Pada reaksi pembentukan indofenol biru, natrium nitropusida berfungsi
sebagai katalis. Untuk uji N-ammoniak, maka pH sangat menentukan dalam
akurasi dan presisi uji. Hal ini disebabkan ammoniak di dalam air berada dalam
dua bentuk yaitu berupa ion amonium (NH4+ ) atau non-ion amonium (NH3)
(Handayani dan Widyastuti, 2009).
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan besar absorbansi dan
konsentrasi sebenarnya dari larutan standar serta sampel pada panjang
gelombang 640 nm sebagai berikut :

28
Tabel 1 Hasil Pengamatan Spektroskopi UV-Vis Penentuan Kadar Ammoniak

Konsentrasi
No Larutan Absorbansi
(mg/L)
1 Standar 1 0 0,005
2 Standar 2 0.1 0.079
3 Standar 3 0.2 0.088
4 Standar 4 0.3 0.097
5 Standar 5 0.5 0.115
6 Sampel - 0.070

Sehingga jika besar konsetrasi dan absorbansi dari larutan standar di plotkan
ke dalam kurva di peroleh kurva sebagai berikut :

KURVA KALIBRASI LARUTAN STANDAR


AMONIAK
0.14
0.12 y = 0.1866x + 0.0357
0.1 R² = 0.7206
Absorbansi

0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Konsentrasi

Gambar Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ammoniak

Dari kurva di atas diperoleh besar regresi liniernya y = 0,1866x + 0.0357,


dimana Y ialah besar absorbansi sampel yaitu 0,070 sehingga diperoleh besar X
yang merupakan besar konsetrasi ammoniak dalam sampel, yaitu sebesar 0,183
mg/L.
Absorbansi = 0,070
Y = 0,1866X + 0,0357
0,070 = 0,1866X + 0,0357
X = 0,183 mg/L

29
Kadar Ammonia = X . Faktor Pengenceran (fp)
= 0,183 mg/L . 1
= 0,183 mg/L

Syarat baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 kelas I yaitu kadar


ammoniak dalam air < 0,5 mg/L. Menurut PP No. 82 (2001), Syarat baku
mutu kelas I ialah air yang peruntukannya untuk air baku air minum dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan
kegunaan tersebut.
Adapun reaksi kimia yang terjadi pada penentuan ammoniak
disajikan pada Gambar 4.2.1 (Park, 2009). Berdasarkan reaksi tersebut
dapat diketahui bahwa ammoniak perairan Situ Kuru bereaksi dengan
natrium hipoklorit membentuk senyawa klor amin (NH2 Cl) yang kemudian
bereaksi dengan reagen fenolat membentuk senyawa antara monoklor
kuinon. Selanjutnya, monoklor kuinon bereaksi dengan sisa reagen fenolat
membentuk senyawa indophenol yang berwarna biru yang bisa dideteksi
dengan spektrofotometer UV-VIS. Pada reaksi pembentukan indofenol biru,
Gambar Mekanisme reaksi kimia pembentukan kompleks
indofenol dengan metode fenat

Kadar ammoniak yang tinggi menyebabkan bau yang tidak enak,


dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalgae yang berlebihan

30
disebut eutrofikasi, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena
pembusukan lumut yang mati. Pembuangan limbah yang banyak
mengandung ammoniak ke dalam air juga dapat menyebabkan penurunan
kadar oksigen terlarut dalam badan air penerima karena oksigen yang ada
digunakan untuk nitrifikasi NH3. Akibat organisme badan air kekurangan
oksigen dan akan mengalami kematian lebih lanjut dan akan terjadi proses
anaerobik pada badan air (Allert dan Sri, 1984)
Ammoniak berdampak negatif bagi organisme perairan dan manusia
apabila dalam jumlah berlebihan. Zonnveld, Huisman, dan Boon (1991)
menyatakan bahwa ammoniak dapat menyebabkan kerusakan pada
jarinngan insang ikan dan pada pH lebih dari 8 ammoniak yang terserap
dalam darah akan mengakibatkan kerusakan system organ ikan.
Menurut Fawel, et al (1996) ammoniak dapat bersifat racun pada
manusia jika jumlah yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang
dapat didetoksifikasi oleh tubuh yakni tidak lebih dari 100 mg/kg setiap hari
(33,7 mg ion ammonium per kg berat badan per hari) yang dapat
mempengaruhi metabolisme dengan mengubah kesetimbangan asam-basa
dalam tubuh. Selain itu ammoniak dengan konsentrasi 130-200 ppm dalam
bentuk gas bersifat mengiritasi kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 400-700 ppm dapat mengakibatkan
kerusakan permanen akibat iritasi pada organ mata dan pernafasan (Effendi,
2003)

31
BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengujian kualitas air sampel dilakukan menggunakan WQC (Water Quality


Checker) dan pH meter. Berdasarkan pengujian menggunakan WQC, diperoleh
data kualitas air sampel yaitu pH 2,895; Suhu 26,205˚C; TDS 0,1045 mg/L;
Kekeruhan 1,05 NTU; DO 10,95 mg/L; DHL 0,161 ms/cm; dan Salinitas
0,01 %. Sedangkan berdasarkan pH meter diperoleh pH 6,08. Berdasarkan data
tersebut, kualitas air sampel Masjid Al-Istiqomah sangat baik dan layak
dijadikan air wudhu.

32
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. U.F. 2001. Peranan Air dalam Peningkatan Derajat Kesehatan


Masyarakat. Disampaikan dalam Peringatan Hari Air Sedunia No. 4 Tahun
XXVIII 2001. Jakarta: Departemen Kimpraswil.

Afdal, Fadhilah Irwan. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total
Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal Fisika
Unand Vol. 5, No.1. Padang. Universitas Andalas

Alfan Farhan Rijaluddi, Fahma Wijayanti dkk. 2017. Struktur Komunitas


Makrozoobentos Di Situ Gintung, Situ Bungur Dan Situ Kuru, Ciputat Timur.
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 2. 139-147.

Allert, G dan Sri Sumestri Santika. Metode Penelitian Air. Surabaya, Usaha
Nasional, 1984

Ambardhy, J H, 2004. Physical and Chemical Properties Water. Pegangan Training


Budidaya. PT. Central Pertiwi Bahari. Januari 2004. 25 hlmn

Arsyad, S. 1989. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Fawel, J.K., Lund, U., Mintz, B. 1996. Guidelines for Drinking Water Quality. 2nd
ed Vol.2. Health Criteria and other Supporting Information, WHO, Geneva

Handayani, M dan Sulistiyono, E. 2009. Uji Persamaan Langmuir dan Freundlich


pada Penyerapan Limbah Chrom (Vi) oleh Zeolit. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 3 Juni
2009

Hanmand, Panel B. And Balilas Robert P. : Casarett and Doull’s Tpxicology, The
Basic Science of Poinsons; Second Edition: Macmillan Publishing Co, Inc
New York; p.445-451

33
Huet, H.B.N. 1970. “Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water
Pollution”. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.

Kemenkes RI. 2014. Permenkes RI No. 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi
Depot Air Minum. Jakarta.

Komarawidjaja, W. (2003). Pengaruh aplikasi konsorsium mikroba penitrifikasi terhadap


konsentrasi amonia (NH3) pada air tambak. Jurnal Teknologi Lingkungan, 4(2), 62–
67.

Manalu, M. I. A. (2014). Perancangan Alat Ukur Konduktivitas Air (Conductivity Meter)


Digital Dengan Sensor Resistif. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminant of Surface Water Springer Verlag, New
York.

Murti, R. Setiya dan C. Maria H.P. 2014. Optimasi Waktu Reaksi Pembentukan
Kompleks Indofenol Biru Stabil Pada Uji N-Ammoniak Air Limbah Industri
Penyamakan Kulit Dengan Metode Fenat. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Vol.30 No.1 Juni 2014: 29-34.

Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta: 59-67.

Park, G. E., Oh, H. N., and Ahn, S., 2009. Improvement of the ammonia analysis
by the phenate method in water and wastewater. Bulletin of the Korean
Chemical Society, 30: 2032-2038.

Parulian, A. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe)
Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan :
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

Pemerintah Republik Indonesia, 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001


Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
Jakarta

Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Meredith Corporation, New


York:106-124

34
Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Meredith Corporation, New York:106-
124

Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai
Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan., ISSN 0216-1877

Siddiqi, S.Z., Chandrasekhar, S.V.A., 2010. Hydrobiology of raw water reservoir at Adra,
Purulia District, West Bengal. Rec. Zool. Surv. India 110, 83–91.

Skoog, D.A., Holler, E.J., and Crouch, S.R. 2007. Principles of Instrumental
Analysis. Thomson Brooks. 131-230

Slamet, J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan. UGM-Press. Yogyakarta.

Sulistyarti, Hermin. 2014. Pembuatan Tes Kit Kertas Nitrogen-Ammoniak


Berdasarkan Pembentukan Senyawa Indofenol Biru. Jurnal Kimia: FMIPA
V 7 No.1. Http:// 4850-9347-1-S.pdf (Diakses 19 November 2014)

Sutrisno, C.T. 1996. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.

Vigil, K. M. (2003). Clean water: an Introduction to Water Quality and Water Pollution
Control (Second). USA: Oregon State University Press.

35
LAMPIRAN

Penambahan sulfanilamida Penambahan NEDH Hasil absorbansi yang tertera


pada sampel pada spektro UV-Vis

36
37

Anda mungkin juga menyukai