Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

“ANALISA AIR”

Disusun Oleh:
Kelompok :4
Nama : 1. Febi Nuraini (A1F020001)
2. Ezra Winnerita Malau (A1F020009)
3. Sulis Susilawati (A1F020017)
4. Okta Etika Sari (A1F020037)
Dosen Pengampu : Dr. nan. Tech. I Nyoman Candra, M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2022
Analisa Air

A. Latar belakang
Dalam ilmu kimia Air merupakan suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen
dan oksigen, yang dapat berupa gas, cair, dan padat. Air merupakan senyawa kimia yang
sering digunakan sebagai pelarut organik yang baik
Seperti yang kita ketahui bersama, air mengandung banyak unsur di dalamnya seperti
berbagai jenis mineral atau zat pencemar. Apabila kita ingin menggunakan air untuk di
konsumsi berarti kita harus tahu, apakah air ini aman atau tidak untuk di konsumsi. Memang
benar ada beberapa air yang dapat dikategorikan sebagai air baku yang dapat langsung di
konsumsi. Tetapi tidak semua air di Indonesia bersih dan aman untuk dikonsumsi, contohnya
pada Sungai Gajah Wong yang terletak di Kota Yogyakarta. Banyak dari masyarakat di sana
menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, membuang sampah, dan
lain sebagainya. Hal ini sangat dikhawatirkan oleh pemerintah di sana, karena air yang
digunakan sudah masuk dalam kategori air yang tercemar akibat pembuangan limbah rumah
tangga, industri, rumah sakit maupun hotel yang ada di sepanjang aliran sungai dan akhirnya
masuk ke dalam alirannya.
Maka dari itu analisis air ini menjadi sangat penting untuk mengetahui kualitas air yang
sesuai dan tidak sesuai dengan persyaratan/ketetapan yang berlaku. Apabila kita tidak
mengetahui analisis air ini kemungkinan kita tidak akan tahu bahwa air yang kita konsumsi
dapat menimbulkan gangguan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung karena
air merupakan komponen utama untuk kelangsungan makhluk hidup, oleh karena itu tidak
akan ada kehidupan apabila tidak ada air.
B. Sampling air
Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam sampling air, yaitu:
1. Integrated Place Sampling
2. Purposive Sampling
3. Cluster Sampling

1. Integrated Place Sampling


Merupakan pengambilan sampel dengan uji gabungan tempat campuran dari beberapa
sampel yang diambil pada satu saluran dari beberapa titik tertentu dengan volume dan
waktu yang sama. Adapun tahapan dalam pengambilan sampling yaitu:
1) Alat pengambil sampel air dibilas dengan air yang akan diambil sebanyak tiga kali.
2) Sampel diambil secara horizontal (kiri, tengah, dan kanan) masing-masing sebanyak
minimal 1 liter.
3) Masing² dari air sampel ini di di komposit (gabung) dan dilakukan pengawetan sampel
untuk parameter yang dianalisis di laboratorium. Parameter ditujukan untuk bod dan
cod
4) Hasil pengujian di lapangan dicatat dalam lembar lapangan maupun
buku catatan khusus

2. Purposive sampling
Merupakan teknik pengambilan sampel yang di gunakan pada penentuan titik sampel
dengan pertimbangan tertentu. Adapun tahapnya sebagai berikut:
1) Penentuan titik sampel di lakukan secara sengaja berdasarkan jenis tanah yang telah
di tentukan, sehingga data yang diperoleh bersifat representatif atau benar benar
mewakili populasi.
2) Mengumpulkan data baik data primer dan sekunder.
Data primer meliputi Peta (Wilayah), Jenis Tanah, Indeks kualitas air, Persyaratan
Kualitas Air Bersih Berdasarkan Peraturan
MenteriRINo.416/MENKES/PER/IV/1990 .
Sedangkan data primer yang di analisis laboratorium adalah suhu, rasa dan bau,
kekeruhan, total padatan terlarut, pH, DO, nitrat, Fosfat, BOD dan E-colli.

3. Cluster sampling
Cluster Sampling merupakan pengambilan beberapa sampel kelompok secara acak dari
populasinnya dan kemudian mengambil semuanya atau sebagian saja elemen setiap
kelompok yang terpilih, untuk dijadikan sampel. Tahapannya, yaitu

1) Lakukan pengelompokan pada suatu sungai yang berada berjauhan dan lakukan
pengambilan secara acak
2) Pengambilan sampel dilakukan di beberapa bagian tempat yang sudah di kelompokkan
seperti bagian utara sungai yang berbatasan dengan Kelurahan Antang, lalu Sebelah
timur berbatasan dengan RT 02 Kelurahan Bangkala, lalu Sebelah barat berbatasan
dengan RT 03 Kelurahan Bangkala, Sebelah selatan berbatasan dengan RW 05
Kelurahan Bangkala
3) Lalu ambil setiap sampel air dan letakan masing-masing ke dalam wadah. Pastikan
setiap wadah berisi air yang berbeda beda.
4) Selanjutnya bawa ke dalam laboratorium untuk di analisa kandungan DO, COD Dan
BOD dari setiap wadah.

Indeks Kualitas air


Untuk mengetahui nilai indeks kualitas air permukaan dan kategorinya maka diperlukan
beberapa parameter, diantaranya: pH, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO), total
coliform, pH, kebutuhan oksigen biologis (Biochemical Oxygen Demand/BOD), nitrat,
phosfat, suhu, kekeruhan, dan total padatan terlarut

C. Analisa Alkalinitas dan Kesadahan Air

Alkalinitas menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menerima ion hidrogen (atau untuk
menetralisir asam) dan merupakan suatu lawan langsung dari keasaman. Alkalinitas juga
merupakan suatu ukuran dari konsentrasi total senyawa alkalin (basa) yang terlarut dalam air.
Anion-anion basa (ion basa bermuatan negatif) yang terlibat terutama adalah: ion karbonat
(CO4-), ion bikarbonat (HCO3-), dan ion hidroksida (OH- ).

Kesadahan air adalah akumulasi mineral yang terkandung dalam suatu perairan. Mineral yang
terkandung dalam air juga menentukan kadar pH, semakin tinggi mineral yang terkandung,
maka semakin tinggi pula kadar pH-nya

Metode analisa alkalinitas dan kesadahan


1. Menggunakan Spectroquant  
a) Melakukan kalibrasi alat spectroquant sesuai instruksi kerja alat setiap kali akan
melakukan pengukuran
b) Untuk sampel uji yang mempunyai suhu tinggi, contoh uji dikondisikan sampai
suhu kamar
c) Sampel uji direaksikan dengan masing-masing Kit Tester parameter uji alkalinitas
dan kesadahan
d) Kemudian ditunggu hingga terjadi perubahan warna untuk alkalinitas (selama 10
menit) dan kesadahan (8 menit)
e) Setelah pembentukan warna sempurna kemudian diukur dengan instrumen
spectroquant
f) Hasil pembacaan dari spectroquant dicatat
2. Metode titrasi
Dengan titran asam
a) Diambil air sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
b) Ditambahkan indikator methyl orange (MO)
c) Dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N sebagai titran
d) Titrasi dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi merah
e) Dicatat volume H2SO4 yang digunakan

V H 2SO 4   x  N H 2 SO 4   x BM CaCO 3  x 1000


Kadar CaCO3 (ppm) =
Volume sampel

Dengan titran basa

a) Diambil air sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer


b) Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein
c) Dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N sebagai titran
d) Titrasi dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi merah muda
e) Dicatat volume H2SO4 yang digunakan

V H 2SO 4   x  N H 2 SO 4   x BM CaCO 3  x 1000


Kadar CaCO3 (ppm) =
Volume sampel
3. Metode kompleksometri
a) Diambil air sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
b) Ditambah larutan buffer amonia pH 10, dan indikator EBT
c) Di titrasi dengan larutan standar Na2 EDTA 0,05 M sebagai titran
d) Titrasi dihentikan ketika warna merah anggur tepat berubah menjadi biru

(M.V)  Na 2 EDTA x BM CaCO 3  x 1000


Kadar CaCO3 =
Volume sampel

D. Analisa Ion dan Logam Berat


1. Logam berat
Logam berat merupakan unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5
gr/cm . Keberadaan logam berat dalam perairan masuk melalui berbagai cara dan berasal
3

dari berbagai aktifitas, baik aktifitas manusia maupun alam. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam berat dapat dibedakan menjadi logam berat esensial dan logam berat
non esensial. Logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh
organisme hidup, namum jika dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun, diantaranya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan Se. Sedangkan logam berat non
esensial merupakan logam yang dalam jumlah sedikit maupun banyak memiliki sifat
racun dan hingga saat ini belum diketahui manfaatnya di dalam tubuh, logam ini
diantaranya adalah Hg, Cd, Pb, Cr, As dan Sn. Di dalam air logam akan larut dan
terionisasi membentuk ion, yaitu kation.

2. Spektrofotometri serapan atom

Spetrofotometer SSA Lampu katoda berongga

Metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) berprinsip pada absorbsi


cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sumber cahaya pada SSA adalah sumber
cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian
dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudian
radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Detektor akan menolak
arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari
sumber radiasi atau sampel.

3. Cara penggunaan SSA

Lazimnya suatu larutan berair yang mengandung logam yang harus ditetapkan
(misalnya Pb2+ atau Cu2+) dimasukkan ke dalam nyala sebagai suatu aerosol, yakni
suatu kabut yang terdiri dari tetesan yang sangat halus. Ketika butiran ini maju
melewati nyala, pelarutnya menguap dan dihasilkan bintik-bintik halus dari materi
berupa partikel.
Zat padat itu kemudian berdisosiasi, sekurangnya sebagian, menghasilkan
atom-atom logam. Semua tahap ini harus berlangsung dengan jarak beberapa
sentimeter ketika partikel-partikel sampel itu diangkat dengan kecepatan tinggi oleh
gas-gas nyala. Bila disinari dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes
sampel yang belum menguap keluar dari puncak nyala, dan gas-gas nyala itu
terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai akibat dari tekanan rendah
yang diciptakan oleh kecepatan tinggi itu. Lagi pula sistem optis tidak memeriksa
seluruh nyala melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di atas
titik puncak pembakar. Tak ada satu titik pun di mana populasi atom kesetimbangan
dan stabil, tetap diam untuk suatu pengukuran absorbansi; parameter-parameter
kinetik, demikian pula konsentrasi sampel yang menetapkan beberapa atom telah
dimasukkan ke dalam berkas sumber pada tiap saat.
Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom tatap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground
state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh
sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang
yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorbsi oleh atom dalan nyala.
Absorbsi mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus
dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua
variable ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga
absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan
sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva
adisi standar. Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum
Lambert-Beer, yaitu:
A= Ꜫ . b . c atau A= a . b .c
Dimana:
A = Absorbansi
b = Tebal Nyala (nm)
Ꜫ = Absorptivitas molar (mol/L)
c = Konsentrasi (ppm)
a = Absorptivitas (gr/L)

Metode kurva kalibrasi


Dalam metode kurva kalibrasi ini, dibuat seri larutan standard dengan berbagai
konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan SSA. Selanjutnya membuat
grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus
melewati titik nol dengan slope = ε. b atau slope = a . b, konsentrasi larutan sampel diukur dan
diintropolasi ke dalam kurva kalibrasi atau di masukkan ke dalam persamaan regresi linear
pada kurva kalibrasi. Disarankan absorbansi sampel tidak melebihi dari absorbansi baku
tertinggi dan tidak kurang dari absorbansi baku terendah. Dengan kata lain, absorbansi sampel
harus terletak pada kisaran absorbansi kurva kalibrasi. Jika absorbansi terletak diluar kisaran
absorbansi kurva kalibrasi maka diperlukan pengenceran atau pemekatan. Ekstrapolasi atau
pembacaan absorbansi diluar kisaran absorbansi baku tidak direkomendasikan karena
kurangnya linieritas.

E. Analisa DO, BOD dan COD


Pencemaran pada air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain ke dalam air sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Kualitas Mutu Air adalah
tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan.
Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba
pencemar, patogen dan penghasil toksin. Terdapat banyak mikroba yang sering bercampur
dengan air khususnya pada air tanah dangkal. Parameter yang digunakan untuk penentuan
kadar unsur pencemar yang ada didalam air adalah uji COD, BOD, dan DO.

1. Pengertian DO, BOD, & COD


 Dissolved Oxygen (DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan
diukur dalam satuan miligram per liter. Semakin besar oksigen terlarut, maka
menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Adanya oksigen di dalam perairan
sangat penting bagi organisme perairan karena jika konsentrasi DO di dalam air
rendah menunjukkan adanya bahan pencemar organik yang tinggi. Oleh karena itu,
penentuan kadar DO dalam air sangat penting karena dijadikan sebagai tolak ukur
dalam penentuan kualitas air limbah.
 Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang ada di dalam air.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik dibutuhkan oleh organisme
sebagai bahan makanan dan energinya dari proses oksidasi (Fachrurozi dkk, 2010).
Prinsip dari pengukuran BOD yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi)
dari sampel segera setelah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap agar tidak
terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen dan pada suhu tetap yaitu 20 ℃
atau disebut dengan DO5.
 Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah kebutuhan senyawa kimia
terhadap oksigen untuk mengurai bahan organik.
Menurut (Boyd, 1990) Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen
yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.
Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat, , sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai
maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Jumlah oksigen (MgO 2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non
biodegradable) menjadi CO2 dan H2O dalam satu liter sampel air. Penguraian bahan
organik secara kimia dilakukan dengan menggunakan oksidator kuat (K2Cr2O7) dalam
suasana asam dan panas menggunakan oksidator perak sulfat sebagai katalisator
kemudian dipanaskan beberapa waktu tertentu.

Jadi perbedaan ketiga hal tersebut ialah

Dissolved Oxygen (DO) merupakan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air dan
diukur dalam satuan miligram per liter. Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk memecah bahan-bahan organik yang ada di
dalam air dengan bantuan mikroorganisme. Sedangkan pada Chemical Oxygen
Demand (COD) ialah jumlah kebutuhan senyawa kimia terhadap oksigen untuk
mengurai bahan organik tanpa bantuan mikroorganisme, jadi pada COD hanya
oksigen yang menguraikan senyawa organiknya.
2. METODE DO, BOD, & COD
a. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Kadar oksigen diukur menurut satuan ppm (part per million). Kadar oksigen
dibawah 2 ppm atau lebih rendah dapat menyebabkan makhluk hidup di laut
menjadi stress dan mati. Namun beberapa makhluk hidup seperti tiram dapat
bertahan hidup pada kadar oksigen yang rendah untuk beberapa hari (1 ppm untuk
5 hari). Oksigen merupakan unsur yang dapat dengan cepat berubah di dalam air
walaupun kadarnya lebih kecil bila dibandingkan di udara. Pada air laut, oksigen
masuk ke dalam air melalui proses fotosintesis dan penyerapan dari udara seperti
gerakan gelombang air maupun perputaran arus air.

Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-


komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki
kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik
sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan
oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob maupun anaerob dalam proses
metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat
dalam menguraikan kandungan dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian
tersebut adalah komponen.

Organik + O2 + Nutrien → CO2 + H2O + Sell bar + nutrient + energi

Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar
oksigen akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk
menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan
pencemaran berat pada air. Terdapat 2 metode untuk menganalisa oksigen
terlarut:

1) Metode titrasi
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan
dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2, NaOH, atau KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang
dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia
yang terjadi dapat dirumuskan:

MnCI2 + NaOH → Mn(OH)2 + 2 NaCI


Mn(OH)2 + O2 → 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2+2KI + 2H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI

Metode ini ditemukan oleh L.W. Winkler dan dikenal juga sebagai
metode iodometric, metode winkler adalah prosedur titrimetri yang
berdasarkan kepada properti yang teroksidasi oleh Dissolved Oxygen. Metode
ini telah menjadi standar akurasi dan presisi untuk waktu yang lama apabila
kita ingin mengukur Dissolved Oxygen.
Adapun tahapannya diawali dengan pengambilan sample, di fiksasi dan
di titrasi dilapangan atau di lab. Sample harus di fiksasi (tercampur dengan
sempurna) dengan reagent secepat mungkin untuk mencegah level oksigen
berubah dikarenakan proses agitasi atau kontak dengan atmosfir. Metode
winkler memerlukan botol khusus yang diketahui dengan botol BOD yang
didesain untuk melindungi isinya dari udara. Sekarang, reagent bisa dalam
bentuk paket sachet yang telah terukur kuantitasnya sebelumnya untuk
keakurasian dan kemudahan dalam memakai. Ketika memakai metode ini,
jumlah titrant dibutuhkan untuk menuntaskan reaksi agar linier dengan
konsentrasi dissolved oxygen pada sample. Sementara, metode winkler dikenal
sebagai metode pengukuran yang terstandar untuk menganalisa dissolved
oxygen, beberapa hal harus diperhatikan. Metode ini rawan dengan human
error, kurangnya akurasi, adanya pengaruh dari kontaminan pada sample. Juga,
proses titrasi bisa memerlukan waktu dan kurang cocok apabila dilakukan
dilapangan.
Untuk mengetahui berapa jumlah volume titran dengan membaca skala
penurunan titran dan memasukkan dalam rumus :

2) Metode elektrokimia
DO meter tersusun atas beberapa komponen utama yang disketsakan
pada gambar di bawah ini. Terdapat dua elektrode utama yang masing-masing
berfungsi sebagai katode dan anode. Batang katode terbuat dari logam mulia
seperti emas atau platina, sedangkan batang anode terbuat dari bahan perak.
Kedua elektrode ini terselimuti cairan elektrolit KCl yang memiliki pH netral.
Permukaan elektrode perak akan membentuk senyawa AgCl yang sifatnya
stabil dan membuat elektrode ini memiliki beda potensial yang tetap. Oleh
karena itu, anode pada DO meter ini berfungsi sebagai elektrode referensi.

Ag + Cl- → AgCl + e-

Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah


cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam
dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter ini, probe biasanya menggunakan
katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektrode ini
dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap
oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah:

Katoda: O2 + 2H2O + 4e- → 4HO-


Anoda : Pb + 2HO- → PbO + H2O + 2e-

Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada
katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap
konsentrasi oksigen terlarut.

Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda


WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal
yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir
titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat, dan pembuatan larutan standar
kaliumbikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan
kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen
terlarut dengan H+. bila menggunakan DO meter, harus diperhatikan suhu dan
salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital
terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping
itu, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara
titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO
meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.

Kedua elektrode DO meter yang diselimuti larutan KCl tersebut


dibungkus oleh sebuah wadah kedap yang pada bagian ujung adalah berupa
komponen penting lainnya yaitu membran teflon. Membran ini hanya bisa
dilewati oleh gas terlarut yang ada di dalam cairan terukur, ia tidak akan bisa
dilewati oleh material lain termasuk ion, senyawa lain, dan tentu saja padatan
pengotor.
Prinsip kerja DO meter adalah berdasarkan fenomena polarografi yang
terjadi di antara dua elektrode katode dan anode. Tegangan listrik negatif
diberikan kepada elektrode katode. Adanya tegangan negatif ini akan
mengakibatkan reaksi kimia terjadi secara cepat antara air dan oksigen terlarut
pada permukaan katode. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada
elektrode katode:

O2 + 2H2O + 2e- → H2O2 + OH-

H2O2 + 2e- → 2OH-

Tegangan listrik akan terus naik mencapai nilai jenuh yang setara
dengan sudah bereaksinya seluruh oksigen terlarut pada permukaan elektrode
katode. Tegangan listrik jenuh ini ditandai dengan hampir naiknya pembacaan
arus listrik, setelah beberapa saat diam di satu nilai meskipun nilai tegangan
dinaikkan. Setelah melewati tegangan jenuh ini, arus listrik terus naik jika
tegangan terus ditambah. Naiknya nilai arus ini terjadi karena reaksi kimia lain
telah terjadi, terutama adalah reaksi pecahnya molekul air H2O menjadi ion H+
dan OH- .

Pembacaan nilai oksigen terlarut didapatkan dari nilai arus listrik pada
saat semua oksigen terdifusi pada permukaan elektrode katode. Dengan kata
lain, arus listrik yang terbaca pada saat sistem mencapai tegangan jenuh, setara
dengan besaran oksigen terlarut. Dengan menggunakan metode kalibrasi linier
seperti kurva di atas, didapatkan nilai oksigen terlarut yang dicari.

b. Uji Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan Oksigen Biologi


(KOB)
Berdasarkan American Public Health Association (APHA) metode 5210,
uji BOD dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu titrasi, metode dilusi dan
metode respirometrik. Metode titrasi yang dilakukan adalah secara Iodometri,
sedangkan metode dilusi dilakukan dengan menggunakan DO-meter. Namun
berbeda dari kedua metode ini, metode respirometrik memanfaatkan siklus
pernafasan bakteri dengan mengukur tekanan gas oksigen yang ada pada tabung
uji selama proses berlangsung. Intinya perbedaan antara ketiga metode ini terdapat
pada prinsip dan cara pengujiannya, meskipun ketiganya sama sama melakukan
pengukuran terhadap kadar oksigen diawal dan diakhir masa inkubasi dalam
kondisi suhu 20 oC.

Secara umum, uji BOD dilakukan dengan menginkubasi sampel pada


suhu 20°C selama 5 hari dan disebut sebagai BOD 5, tetapi uji BOD juga
dapat dilakukan selama 7 hari yang disebut BOD 7 atau bahkan hingga 21
hari yang disebut sebagai BOD Ultimate (BOD21 / BODU).

Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang lambat dan secara teoritis
memerlukan waktu tidak terbatas untuk melakukan reaksi sempurna. Dalam
periode waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99% sempurna, dan dalam periode
waktu 5 hari yang umum digunakan untuk tes BOD, kesempurnaan oksidasi
mencapai 60-70%. Suhu 20°C yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk
daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam
inkubator. Hasil yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena
kecepatan reaksi biokimia tergantung dari suhu (Saeni, 1989).

Kondisi yang harus diterapkan sebagai syarat dalam pengujian BOD adalah
sebagai berikut :

a. Suhu sampel harus 20 ± 1°C dengan pH haruslah berkisar pada 6.5 – 7.5, dan
sampel tidak boleh disimpan lebih dari 2 hari.
b. Jika sampel limbah telah mengalami proses desinfektasi dengan penambahan
zat seperti klorin, klorin dioksida, ozon dan lain sebagainya, maka sampel
harus melalui proses pre-treatment terlebih dahulu.
c. Jika bakteri toksik terkandung dalam sampel maka sampel harus melalui
proses pre-treatment terlebih dahulu.
d. Jika sampel mengandung banyak bakteri nitrifikasi, maka pre-treatment perlu
dilakukan, namun hal ini hanya jika uji BOD dilakukan lebih dari 5 hari.
e. Sampel tidak boleh mengandung logam berat sehingga pre-treatment perlu
dilakukan jika sampel mengandung logam berat.
f. Bakteri yang terkandung dalam sampel haruslah cukup.
g. Nutrient yang ditambahkan pada sampel haruslah cukup.
h. Sistem yang baik (tidak bocor)
Poin - poin penting yang telah disebutkan diatas dapat disederhanakan menjadi
suatu grafik yang ditunjukkan pada Gambar

1. Metode winkler
Metode yang digunakan dalam analisis BOD SNI 6989.72:2009 yaitu
dengan cara metode winkler dan pengukurannya menggunakan metode
titrimetri. Prinsipnya menggunakan titrasi iodometeri, yaitu ion iodida sebagai
pereduksi diubah menjadi iodium, iodium yang terbentuk dititrasi dengan
larutan standar Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat
pengoksidasi (Underwood, 2002).
O2 dalam sampel air akan mengoksidasi ion Iodida (I- ) menjadi
Iodium (I2) secara kuantitatif, jumlah I2 yang dihasilkan kemudian dititrasi
dengan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3). Titik akhir ditentukan dengan
menggunakan amilum sebagai indikator visual.
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
MnSO4 + 2KOH → Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 → MnO2 + H2O
MnO2 + 2KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2S2O32- → S4O6 2- + 2I-
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen dalam air dan terjadi karena adanya bakteri aerob.
Penguraian bahan organik berlangsung selama 50% dari reaksi ± 2 hari, untuk
75% dari reaksi 5 hari dan untuk 100% dari reaksi 20 hari. Dengan kata lain,
tes BOD berfungsi sebagai simulasi proses biologis alami di mana kandungan
oksigen pertama kali diukur nol dan setelah 5 hari inkubasi pada 20 ° C atau 3
hari inkubasi pada 25 ° C – 27 ° C lagi kandungan oksigen diukur .

Perbedaan dalam air oksigen yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk
proses biokimia akan selesai dalam 5 hari. Diasumsikan bahwa semua proses
biokimiawi diselesaikan dalam waktu 5 hari jika mereka belum selesai.
Tes BOD menurut metode Winkler-alkali-iodide-azide adalah penentuan BOD
dengan mengukur penurunan kadar oksigen terlarut dalam sampel yang
disimpan dalam botol yang tertutup rapat dan diinkubasi selama 5 hari pada
suhu kamar dan buffer fosfat. Selanjutnya, dengan metode alkali iodida azida
yang dilakukan dengan cara titrasi, pereaksi MnSO4, H2SO4 dan alkali iodida
azida digunakan dalam penentuan kandungan oksigen terlarut. Sampel dititrasi
dengan natrium tiosulfat menggunakan indikator pati (Alaerts dan Santika,
1984).

2. Metode Dilusi dengan Probe


Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 6989 bagian 72 Tahun
2009, pengukuran BOD dapat dilakukan dengan menggunakan DO meter,
yakni dengan membandingkan kadar oksigen sebelum dan setelah masa
inkubasi. Nilai BOD kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

Dalam hal ini, pengujian BOD dengan menggunakan DO meter sangat berguna


apalagi jika jumlah sampel yang dianalisa terlampau banyak. DO
meter merupakan rangkaian alat yang terdiri dari elektroda Dissolved
Oxygen (DO) dan meter pembaca. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa
tipe elektroda DO, yakni elektroda DO tipe polarographic, elektroda DO
tipe luminescene, dan elektroda DO yang dilengkapi dengan fitur stirrer.
Ketiga tipe elektroda DO ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh Tampilan Alat DO meter dengan Elektroda (a) Polarographic (b) Dilengkapi


Stirrer (c) Teknologi Luminescene

3. Metode Respirometrik

Metode respirometrik memanfaatkan bakteri aerob dengan mengestimasikan


pada hari 0 (nol) nilai BOD adalah 0 mg/L, hal ini karena bakteri belum
melakukan proses respirasi. Ketika respirasi bakteri telah terjadi, nilai oksigen
pada botol uji akan perlahan menurun dengan meningkatnya volume gas karbon
dioksida (CO2), namun gas ini tidak akan mengganggu proses karena akan
ditangkap oleh padatan Alkali hiroksida seperti NaOH, KOH ataupun LiOH.
Serangkaian reaksi dari proses ini adalah sebagai berikut :

Metode ini tercantum dalam metode standar American Public Health


Association (APHA) 5210D yang memanfaatkan proses respirasi bakteri aerob
dengan mengestimasikan pada hari 0 (nol) nilai BOD adalah 0 mg/L. Secara
teori, pada hari 0 bakteri belum melakukan proses respirasi dan ketika respirasi
bakteri terjadi, nilai oksigen pada botol uji akan perlahan menurun dengan
meningkatnya volume gas karbon dioksida (CO2), namun gas ini tidak akan
mengganggu proses karena akan ditangkap oleh padatan Alkali hiroksida seperti
natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH) ataupun Lithium
Hidroksida (LiOH).

Sedikit berbeda dengan metode dilusi dengan probe, metode respirometrik


menggunakan alat berupa sensor yang dapat membaca tekanan gas yang terdapat
dalam botol uji selama analisa berlangsung. Alat pun dilengkapi dengan stirrer
sehingga membantu mengoptimalkan uji BOD yang dilakukan. Adapun contoh
tampilan Alat BOD Respirometrik ini adalah sebagai berikut

Gambar 4. Contoh Tampilan Alat BOD Respirometrik

Mengacu pada standard American Public Health Association (APHA) metode


5210D, adapun reagen – reagen yang dibutuhkan selama proses pengujian BOD
adalah sebagai berikut :

1. Air destilasi

Digunakannya air hasil destilasi dalam uji BOD agar tidak adanya kontaminasi
bakteri dari air, dan hindari penggunaan air yang dimurnikan melalui suatu membran
jika membran tidak dibersihkan secara berkala.
2. Larutan Nutrisi (Nutrient Solution)

Larutan ini merupakan makanan untuk para bakteri aerob dan terdiri dari beberapa
reagen kimia seperti kalsium klorida (CaCl2), magnesium sulfat (MgSO4), Besi (III)
klorida (FeCl3), dan larutan buffer phosphate. Namun preparasi keseluruhan larutan –
larutan tersebut akan memakan waktu dari mulai penimbangan hingga pelarutan,
selain itu preparasi setiap larutan dilakukan dalam jumlah 1 L. Hal ini tentulah
kurang efisien jika dilihat dari segi waktu maupun “cost” dalam tiap pengujian,
sehingga alternatif lainnya adalah dengan menggunakan nutrient pack
sepertu nutrient buffer pillow.

3. Larutan benih bakteri (Bacterial seed suspension)

Beberapa industri ada yang langsung mengandalkan bakteri yang terkandung dalam
air limbah, namun beberapa industri juga ada yang menambahkan benih bakteri
dalam pengujian BOD-nya. Preparasi benih bakteri ini telah dijelaskan pada SNI
nomor 6989 bagian 72 tahun 2009 dan sumber bibit mikroba dapat diperoleh
dari limbah domestik, efluen dari pengolahan limbah secara biologis yang belum
mencapai proses destifektasi, dan air sungai yang menerima buangan limbah organik.
Terdapat 3 cara untuk membuat larutan suspensi benih bakteri yang dapat digunakan
untuk uji BOD yaitu cara pertama dengan mengambil supernatan dari sumber bibit
mikroba limbah domestik), cara kedua berdasarkan OECD guideline for testing of
chemicals, 301 – 1992 ready biodegradability, atau dengan menggunakan suspensi
bibit bakteri berupa BOD seed. Dalam hal ini, pengguna BOD seed sangatlah
efisien karena tidak memakan waktu terlalu lama seperti cara lainnya, serta peralatan
yang diperlukan hanyalah magnetic stirrer dan gelas kimia berisikan air dilusi.

4. Padatan Alkali Hidroksida

Padatan alkali hidroksida seperti LiOH, KOH, dan NaOH dapat digunakan pada uji
BOD sebagai penangkap gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses
respirasi bakteri. Gas ini akan bereaksi dengan alkali hidroksida membentuk suatu
karbonat. Penting untuk dicatat bahwa padatan alkali hidroksida tidak dimasukkan
langsung pada sampel, melainkan di isi pada alkalinity holder yang berada di ujung
botol sebelum sensor, yang ditunjukkan pada Gambar 1.

5. Larutan basa dan asam 1 N

Kegunaan kedua larutan ini adalah untuk memastikan bahwa pH sampel tidak jauh
dari angka 7.

6. Larutan glukosa – asam glutamat (Glucose-Glutamic Acid / GGA)

Larutan ini digunakan sebagai larutan standard untuk uji BOD, namun dibutuhkan
preparasi seperti pengeringan dalam oven selama 1 jam, penimbangan dan pelarutan,
dengan hasil kadar BOD yang harus dihitung secara manual. Sebagai alternatifnya,
BOD tablet komersial yang telah mencantumkan nilai BOD dapat digunakan sebagai
standard untuk melakukan validasi metode pengujian BOD.
7. Larutan – larutan pre-treament

Beberapa larutan yang dapat digunakan untuk pre-treatment sampel adalah larutan


NaOH yang digunakan untuk menghilangkan ion logam berat yang ada pada sampel;
Larutan Natrium sulfit yang digunakan
untuk menghilangkan klorin, serta larutan
inhibitor bakteri nitrifikasi.

Alat yang digunakan untuk Uji BOD


secara metode respirometrik adalah BOD
sensor dan inkubator BOD. Berikut tips
untuk memilih alat yang tepat agar analisa
yang dilakukan lebih optimal :

1. Pemilihan Sensor :

- Pilih sensor yang telah dilengkap dengan magnetic stirrer yang berkecepatan
konstan.
- Ada baiknya sensor yang dipilih adalah yang menggunakan baterai dan dalam
pemasangan ataupun pergantian baterai mudah dilakukan, serta baterai mudah
untuk dicari.
- Pilih sensor dengan melihat skala yang tersedia, sedikitnya terdapat 4 skala
yang dapat dipilih pada alat.
- Pilih sensor yang berbahan dasar material ringan seperti polimer dan tahan
terhadap suhu 19 - 21°C.
- Jika diperlukan, pilih sensor dengan kemampuan wireless yang dapat
dikoneksikan ke PC/komputer sehingga data dapat langsung diolah dengan
menggunakan software tanpa melibatkan perhitungan secara manual.

2. Pemilihan Inkubator untuk uji BOD :

- Pilih inkubator yang benar - benar didesain untuk uji BOD.


- Pilih inkubator yang telah dilengkapi dengan stop contact di dalamnya guna
untuk menjaga agar magnetic stirrer tetap menyala selama proses analisa
berlangsung.
- Ada baiknya inkubator yang dipilih memiliki display berupa digit angka untuk
mempermudah dalam monitoring suhu selama proses analisa berlangsung.
- Pilih inkubator dengan stabilitas yang baik, dengan nilai akurasi ± 0.5 °C.
- Pilih inkubator dengan kapasitas volume yang sesuai dengan kapasitas sampel
yang diuji.Sebagian Rangkaian Alat Uji BOD

c. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK)

Chemical Oxygen Demand (COD) menjadi salah satu parameter penting dalam
pengolahan air limbah. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zatzat organik secara kimiawi. COD atau kebutuhan oksigen
kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada didalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat
pencemaran oleh bahan organik
Secara teori, parameter COD dapat diuji dengan cara titrimetri maupun
spektrofotometri. Kedua metode ini telah tercantum dalam American Public Health
Association (APHA) Nomor 5220 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6989
Bagian 2 Tahun 2009 dan Tahun 2019. Kedua metode ini dijelaskan secara singkat
sebagai berikut :
1. Metode Titrimetri
Prinsipnya adalah dengan mereduksi ion dikromat (Cr2O72-) sehingga
menghasilkan ion Cr3+ dan menitar kelebihan ion dikromat yang tidak
tereduksi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan adanya
indikator ferroin. Metode ini dilakukan dengan tahapan refluks selama 120
menit (2 jam) pada suhu 150oC yang dapat dilakukan secara terbuka ataupun
tertutup dan dilanjutkan dengan tahap titrasi. Nilai Chemical Oxygen Demand
(COD) kemudian dapat dihitung dengan rumus berikut :

2. Metode Spektrofotometri
Metode ini dilakukan dengan mengukur nilai COD pada sampel hasil destruksi
dengan menggunakan alat spektrofotometer. Namun pada metode
spektrofotometri, refluks yang bisa dilakukan hanyalah metode refluks tertutup
pada suhu 150 oC selama 120 menit (2 jam). Reagen yang digunakan pada
tahap refluks ini adalah kalium dikromat dalam suasana asam. Reaksi yang
terjadi pada tahap refluksi yakni reduksi ion dikromat menjadi ion kromat
akibat adanya partikel organik dalam sampel. Sampel hasil refluks kemudian
diuji dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm atau 600 nm.
Panjang gelombang 420 nm digunakan untuk nilai COD sampel yang lebih
kecil atau sama dengan 90 mg/L, sedangkan panjang gelombang 600 nm
digunakan untuk nilai COD sampel dalam range 100 - 900 mg/L.

Jika ditemukan error pada uji COD, hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti masa penyimpanan sampel, treatment pada sampel, pemilihan
reagen, dan alat spektrofotometer yang digunakan.

Jika terjadi penyimpangan nilai COD pada sampel, analis disarankan untuk
melakukan validasi dan verifikasi terhadap metode yang digunakan dengan
menggunakan larutan standar yang telah diketahui nilai serta
ketidakpastiannya. Hal ini untuk melakukan tracking terhadap masalah yang
dihadapi. Sebagai tambahan referensi, analis dapat menggunakan reaktor
khusus COD, reagen khusus COD dan spektrofotometer yang telah dibekali
program khusus untuk analisa COD agar mempermudah tracking ketika terjadi
penyimpanan hasil. Tampilan dari reagen dan alat-alat analisa COD dapat
dilihat sebagia berikut
Manfaat uji DO, BOD, dan COD adalah sebagai parameter untuk menentukan mutu atau
kualitas air. Mutu atau kualitas air ditentukan berdasarkan DO, BOD, COD, serta nilai pH
maupun sifat fisis dan biologis air. Air bersih memiliki persyaratan:

⇒ DO tinggi, minimal 5 ppm


⇒ BOD dan COD rendah, dengan BOD kurang dari 1 ppm
⇒ pH sekitar 7
⇒ jernih, tidak berasa dan tidak berbau, bebas dari zat-zat pencemar terlarut

DO, BOD, dan COD dalam menentukan mutu air

DO (Dissolved Oxygen) ⇒ jumlah oksigen yang larut dalam air.

Air harus mengandung DO sekurangnya 5 ppm. Jika tidak, maka ikan akan mati, dan bakteri
yang membutuhkan oksigen kurang dari 5 ppm akan berkembang. Ketika air banyak
mengandung bahan organik, maka bakteri aerob akan berkembang dan kadar oksigen terlarut
berkurang. Sementara bakteri anaerob (tak memerlukan oksigen bebas) membantu penguraian
sampah organik. Makin besar DO, kualitas air makin baik.

BOD (Biochemical Oxygen Demand) ⇒ jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan zat-zat organik pencemar (polutan), atau ukuran banyaknya oksigen yang
digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Makin rendah BOD, kualitas air makin baik
atau air makin bersih.

COD (Chemical Oxygen Demand) ⇒ jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan
zat-zat anorganik pencemar (polutan). Sama seperti BOD, makin rendah COD kualitas air
makin baik atau air makin bersih.

Anda mungkin juga menyukai