“ANALISA AIR”
Disusun Oleh:
Kelompok :4
Nama : 1. Febi Nuraini (A1F020001)
2. Ezra Winnerita Malau (A1F020009)
3. Sulis Susilawati (A1F020017)
4. Okta Etika Sari (A1F020037)
Dosen Pengampu : Dr. nan. Tech. I Nyoman Candra, M.Sc.
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
Analisa Air
A. Latar belakang
Dalam ilmu kimia Air merupakan suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen
dan oksigen, yang dapat berupa gas, cair, dan padat. Air merupakan senyawa kimia yang
sering digunakan sebagai pelarut organik yang baik
Seperti yang kita ketahui bersama, air mengandung banyak unsur di dalamnya seperti
berbagai jenis mineral atau zat pencemar. Apabila kita ingin menggunakan air untuk di
konsumsi berarti kita harus tahu, apakah air ini aman atau tidak untuk di konsumsi. Memang
benar ada beberapa air yang dapat dikategorikan sebagai air baku yang dapat langsung di
konsumsi. Tetapi tidak semua air di Indonesia bersih dan aman untuk dikonsumsi, contohnya
pada Sungai Gajah Wong yang terletak di Kota Yogyakarta. Banyak dari masyarakat di sana
menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, membuang sampah, dan
lain sebagainya. Hal ini sangat dikhawatirkan oleh pemerintah di sana, karena air yang
digunakan sudah masuk dalam kategori air yang tercemar akibat pembuangan limbah rumah
tangga, industri, rumah sakit maupun hotel yang ada di sepanjang aliran sungai dan akhirnya
masuk ke dalam alirannya.
Maka dari itu analisis air ini menjadi sangat penting untuk mengetahui kualitas air yang
sesuai dan tidak sesuai dengan persyaratan/ketetapan yang berlaku. Apabila kita tidak
mengetahui analisis air ini kemungkinan kita tidak akan tahu bahwa air yang kita konsumsi
dapat menimbulkan gangguan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung karena
air merupakan komponen utama untuk kelangsungan makhluk hidup, oleh karena itu tidak
akan ada kehidupan apabila tidak ada air.
B. Sampling air
Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam sampling air, yaitu:
1. Integrated Place Sampling
2. Purposive Sampling
3. Cluster Sampling
2. Purposive sampling
Merupakan teknik pengambilan sampel yang di gunakan pada penentuan titik sampel
dengan pertimbangan tertentu. Adapun tahapnya sebagai berikut:
1) Penentuan titik sampel di lakukan secara sengaja berdasarkan jenis tanah yang telah
di tentukan, sehingga data yang diperoleh bersifat representatif atau benar benar
mewakili populasi.
2) Mengumpulkan data baik data primer dan sekunder.
Data primer meliputi Peta (Wilayah), Jenis Tanah, Indeks kualitas air, Persyaratan
Kualitas Air Bersih Berdasarkan Peraturan
MenteriRINo.416/MENKES/PER/IV/1990 .
Sedangkan data primer yang di analisis laboratorium adalah suhu, rasa dan bau,
kekeruhan, total padatan terlarut, pH, DO, nitrat, Fosfat, BOD dan E-colli.
3. Cluster sampling
Cluster Sampling merupakan pengambilan beberapa sampel kelompok secara acak dari
populasinnya dan kemudian mengambil semuanya atau sebagian saja elemen setiap
kelompok yang terpilih, untuk dijadikan sampel. Tahapannya, yaitu
1) Lakukan pengelompokan pada suatu sungai yang berada berjauhan dan lakukan
pengambilan secara acak
2) Pengambilan sampel dilakukan di beberapa bagian tempat yang sudah di kelompokkan
seperti bagian utara sungai yang berbatasan dengan Kelurahan Antang, lalu Sebelah
timur berbatasan dengan RT 02 Kelurahan Bangkala, lalu Sebelah barat berbatasan
dengan RT 03 Kelurahan Bangkala, Sebelah selatan berbatasan dengan RW 05
Kelurahan Bangkala
3) Lalu ambil setiap sampel air dan letakan masing-masing ke dalam wadah. Pastikan
setiap wadah berisi air yang berbeda beda.
4) Selanjutnya bawa ke dalam laboratorium untuk di analisa kandungan DO, COD Dan
BOD dari setiap wadah.
Alkalinitas menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menerima ion hidrogen (atau untuk
menetralisir asam) dan merupakan suatu lawan langsung dari keasaman. Alkalinitas juga
merupakan suatu ukuran dari konsentrasi total senyawa alkalin (basa) yang terlarut dalam air.
Anion-anion basa (ion basa bermuatan negatif) yang terlibat terutama adalah: ion karbonat
(CO4-), ion bikarbonat (HCO3-), dan ion hidroksida (OH- ).
Kesadahan air adalah akumulasi mineral yang terkandung dalam suatu perairan. Mineral yang
terkandung dalam air juga menentukan kadar pH, semakin tinggi mineral yang terkandung,
maka semakin tinggi pula kadar pH-nya
dari berbagai aktifitas, baik aktifitas manusia maupun alam. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam berat dapat dibedakan menjadi logam berat esensial dan logam berat
non esensial. Logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh
organisme hidup, namum jika dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun, diantaranya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan Se. Sedangkan logam berat non
esensial merupakan logam yang dalam jumlah sedikit maupun banyak memiliki sifat
racun dan hingga saat ini belum diketahui manfaatnya di dalam tubuh, logam ini
diantaranya adalah Hg, Cd, Pb, Cr, As dan Sn. Di dalam air logam akan larut dan
terionisasi membentuk ion, yaitu kation.
Lazimnya suatu larutan berair yang mengandung logam yang harus ditetapkan
(misalnya Pb2+ atau Cu2+) dimasukkan ke dalam nyala sebagai suatu aerosol, yakni
suatu kabut yang terdiri dari tetesan yang sangat halus. Ketika butiran ini maju
melewati nyala, pelarutnya menguap dan dihasilkan bintik-bintik halus dari materi
berupa partikel.
Zat padat itu kemudian berdisosiasi, sekurangnya sebagian, menghasilkan
atom-atom logam. Semua tahap ini harus berlangsung dengan jarak beberapa
sentimeter ketika partikel-partikel sampel itu diangkat dengan kecepatan tinggi oleh
gas-gas nyala. Bila disinari dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes
sampel yang belum menguap keluar dari puncak nyala, dan gas-gas nyala itu
terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai akibat dari tekanan rendah
yang diciptakan oleh kecepatan tinggi itu. Lagi pula sistem optis tidak memeriksa
seluruh nyala melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di atas
titik puncak pembakar. Tak ada satu titik pun di mana populasi atom kesetimbangan
dan stabil, tetap diam untuk suatu pengukuran absorbansi; parameter-parameter
kinetik, demikian pula konsentrasi sampel yang menetapkan beberapa atom telah
dimasukkan ke dalam berkas sumber pada tiap saat.
Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom tatap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground
state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh
sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang
yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorbsi oleh atom dalan nyala.
Absorbsi mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus
dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua
variable ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga
absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan
sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva
adisi standar. Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum
Lambert-Beer, yaitu:
A= Ꜫ . b . c atau A= a . b .c
Dimana:
A = Absorbansi
b = Tebal Nyala (nm)
Ꜫ = Absorptivitas molar (mol/L)
c = Konsentrasi (ppm)
a = Absorptivitas (gr/L)
Dissolved Oxygen (DO) merupakan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air dan
diukur dalam satuan miligram per liter. Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk memecah bahan-bahan organik yang ada di
dalam air dengan bantuan mikroorganisme. Sedangkan pada Chemical Oxygen
Demand (COD) ialah jumlah kebutuhan senyawa kimia terhadap oksigen untuk
mengurai bahan organik tanpa bantuan mikroorganisme, jadi pada COD hanya
oksigen yang menguraikan senyawa organiknya.
2. METODE DO, BOD, & COD
a. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Kadar oksigen diukur menurut satuan ppm (part per million). Kadar oksigen
dibawah 2 ppm atau lebih rendah dapat menyebabkan makhluk hidup di laut
menjadi stress dan mati. Namun beberapa makhluk hidup seperti tiram dapat
bertahan hidup pada kadar oksigen yang rendah untuk beberapa hari (1 ppm untuk
5 hari). Oksigen merupakan unsur yang dapat dengan cepat berubah di dalam air
walaupun kadarnya lebih kecil bila dibandingkan di udara. Pada air laut, oksigen
masuk ke dalam air melalui proses fotosintesis dan penyerapan dari udara seperti
gerakan gelombang air maupun perputaran arus air.
Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar
oksigen akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk
menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan
pencemaran berat pada air. Terdapat 2 metode untuk menganalisa oksigen
terlarut:
1) Metode titrasi
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan
dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2, NaOH, atau KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang
dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia
yang terjadi dapat dirumuskan:
Metode ini ditemukan oleh L.W. Winkler dan dikenal juga sebagai
metode iodometric, metode winkler adalah prosedur titrimetri yang
berdasarkan kepada properti yang teroksidasi oleh Dissolved Oxygen. Metode
ini telah menjadi standar akurasi dan presisi untuk waktu yang lama apabila
kita ingin mengukur Dissolved Oxygen.
Adapun tahapannya diawali dengan pengambilan sample, di fiksasi dan
di titrasi dilapangan atau di lab. Sample harus di fiksasi (tercampur dengan
sempurna) dengan reagent secepat mungkin untuk mencegah level oksigen
berubah dikarenakan proses agitasi atau kontak dengan atmosfir. Metode
winkler memerlukan botol khusus yang diketahui dengan botol BOD yang
didesain untuk melindungi isinya dari udara. Sekarang, reagent bisa dalam
bentuk paket sachet yang telah terukur kuantitasnya sebelumnya untuk
keakurasian dan kemudahan dalam memakai. Ketika memakai metode ini,
jumlah titrant dibutuhkan untuk menuntaskan reaksi agar linier dengan
konsentrasi dissolved oxygen pada sample. Sementara, metode winkler dikenal
sebagai metode pengukuran yang terstandar untuk menganalisa dissolved
oxygen, beberapa hal harus diperhatikan. Metode ini rawan dengan human
error, kurangnya akurasi, adanya pengaruh dari kontaminan pada sample. Juga,
proses titrasi bisa memerlukan waktu dan kurang cocok apabila dilakukan
dilapangan.
Untuk mengetahui berapa jumlah volume titran dengan membaca skala
penurunan titran dan memasukkan dalam rumus :
2) Metode elektrokimia
DO meter tersusun atas beberapa komponen utama yang disketsakan
pada gambar di bawah ini. Terdapat dua elektrode utama yang masing-masing
berfungsi sebagai katode dan anode. Batang katode terbuat dari logam mulia
seperti emas atau platina, sedangkan batang anode terbuat dari bahan perak.
Kedua elektrode ini terselimuti cairan elektrolit KCl yang memiliki pH netral.
Permukaan elektrode perak akan membentuk senyawa AgCl yang sifatnya
stabil dan membuat elektrode ini memiliki beda potensial yang tetap. Oleh
karena itu, anode pada DO meter ini berfungsi sebagai elektrode referensi.
Ag + Cl- → AgCl + e-
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada
katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap
konsentrasi oksigen terlarut.
Tegangan listrik akan terus naik mencapai nilai jenuh yang setara
dengan sudah bereaksinya seluruh oksigen terlarut pada permukaan elektrode
katode. Tegangan listrik jenuh ini ditandai dengan hampir naiknya pembacaan
arus listrik, setelah beberapa saat diam di satu nilai meskipun nilai tegangan
dinaikkan. Setelah melewati tegangan jenuh ini, arus listrik terus naik jika
tegangan terus ditambah. Naiknya nilai arus ini terjadi karena reaksi kimia lain
telah terjadi, terutama adalah reaksi pecahnya molekul air H2O menjadi ion H+
dan OH- .
Pembacaan nilai oksigen terlarut didapatkan dari nilai arus listrik pada
saat semua oksigen terdifusi pada permukaan elektrode katode. Dengan kata
lain, arus listrik yang terbaca pada saat sistem mencapai tegangan jenuh, setara
dengan besaran oksigen terlarut. Dengan menggunakan metode kalibrasi linier
seperti kurva di atas, didapatkan nilai oksigen terlarut yang dicari.
Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang lambat dan secara teoritis
memerlukan waktu tidak terbatas untuk melakukan reaksi sempurna. Dalam
periode waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99% sempurna, dan dalam periode
waktu 5 hari yang umum digunakan untuk tes BOD, kesempurnaan oksidasi
mencapai 60-70%. Suhu 20°C yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk
daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam
inkubator. Hasil yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena
kecepatan reaksi biokimia tergantung dari suhu (Saeni, 1989).
Kondisi yang harus diterapkan sebagai syarat dalam pengujian BOD adalah
sebagai berikut :
a. Suhu sampel harus 20 ± 1°C dengan pH haruslah berkisar pada 6.5 – 7.5, dan
sampel tidak boleh disimpan lebih dari 2 hari.
b. Jika sampel limbah telah mengalami proses desinfektasi dengan penambahan
zat seperti klorin, klorin dioksida, ozon dan lain sebagainya, maka sampel
harus melalui proses pre-treatment terlebih dahulu.
c. Jika bakteri toksik terkandung dalam sampel maka sampel harus melalui
proses pre-treatment terlebih dahulu.
d. Jika sampel mengandung banyak bakteri nitrifikasi, maka pre-treatment perlu
dilakukan, namun hal ini hanya jika uji BOD dilakukan lebih dari 5 hari.
e. Sampel tidak boleh mengandung logam berat sehingga pre-treatment perlu
dilakukan jika sampel mengandung logam berat.
f. Bakteri yang terkandung dalam sampel haruslah cukup.
g. Nutrient yang ditambahkan pada sampel haruslah cukup.
h. Sistem yang baik (tidak bocor)
Poin - poin penting yang telah disebutkan diatas dapat disederhanakan menjadi
suatu grafik yang ditunjukkan pada Gambar
1. Metode winkler
Metode yang digunakan dalam analisis BOD SNI 6989.72:2009 yaitu
dengan cara metode winkler dan pengukurannya menggunakan metode
titrimetri. Prinsipnya menggunakan titrasi iodometeri, yaitu ion iodida sebagai
pereduksi diubah menjadi iodium, iodium yang terbentuk dititrasi dengan
larutan standar Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat
pengoksidasi (Underwood, 2002).
O2 dalam sampel air akan mengoksidasi ion Iodida (I- ) menjadi
Iodium (I2) secara kuantitatif, jumlah I2 yang dihasilkan kemudian dititrasi
dengan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3). Titik akhir ditentukan dengan
menggunakan amilum sebagai indikator visual.
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
MnSO4 + 2KOH → Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 → MnO2 + H2O
MnO2 + 2KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2S2O32- → S4O6 2- + 2I-
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen dalam air dan terjadi karena adanya bakteri aerob.
Penguraian bahan organik berlangsung selama 50% dari reaksi ± 2 hari, untuk
75% dari reaksi 5 hari dan untuk 100% dari reaksi 20 hari. Dengan kata lain,
tes BOD berfungsi sebagai simulasi proses biologis alami di mana kandungan
oksigen pertama kali diukur nol dan setelah 5 hari inkubasi pada 20 ° C atau 3
hari inkubasi pada 25 ° C – 27 ° C lagi kandungan oksigen diukur .
Perbedaan dalam air oksigen yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk
proses biokimia akan selesai dalam 5 hari. Diasumsikan bahwa semua proses
biokimiawi diselesaikan dalam waktu 5 hari jika mereka belum selesai.
Tes BOD menurut metode Winkler-alkali-iodide-azide adalah penentuan BOD
dengan mengukur penurunan kadar oksigen terlarut dalam sampel yang
disimpan dalam botol yang tertutup rapat dan diinkubasi selama 5 hari pada
suhu kamar dan buffer fosfat. Selanjutnya, dengan metode alkali iodida azida
yang dilakukan dengan cara titrasi, pereaksi MnSO4, H2SO4 dan alkali iodida
azida digunakan dalam penentuan kandungan oksigen terlarut. Sampel dititrasi
dengan natrium tiosulfat menggunakan indikator pati (Alaerts dan Santika,
1984).
3. Metode Respirometrik
1. Air destilasi
Digunakannya air hasil destilasi dalam uji BOD agar tidak adanya kontaminasi
bakteri dari air, dan hindari penggunaan air yang dimurnikan melalui suatu membran
jika membran tidak dibersihkan secara berkala.
2. Larutan Nutrisi (Nutrient Solution)
Larutan ini merupakan makanan untuk para bakteri aerob dan terdiri dari beberapa
reagen kimia seperti kalsium klorida (CaCl2), magnesium sulfat (MgSO4), Besi (III)
klorida (FeCl3), dan larutan buffer phosphate. Namun preparasi keseluruhan larutan –
larutan tersebut akan memakan waktu dari mulai penimbangan hingga pelarutan,
selain itu preparasi setiap larutan dilakukan dalam jumlah 1 L. Hal ini tentulah
kurang efisien jika dilihat dari segi waktu maupun “cost” dalam tiap pengujian,
sehingga alternatif lainnya adalah dengan menggunakan nutrient pack
sepertu nutrient buffer pillow.
Beberapa industri ada yang langsung mengandalkan bakteri yang terkandung dalam
air limbah, namun beberapa industri juga ada yang menambahkan benih bakteri
dalam pengujian BOD-nya. Preparasi benih bakteri ini telah dijelaskan pada SNI
nomor 6989 bagian 72 tahun 2009 dan sumber bibit mikroba dapat diperoleh
dari limbah domestik, efluen dari pengolahan limbah secara biologis yang belum
mencapai proses destifektasi, dan air sungai yang menerima buangan limbah organik.
Terdapat 3 cara untuk membuat larutan suspensi benih bakteri yang dapat digunakan
untuk uji BOD yaitu cara pertama dengan mengambil supernatan dari sumber bibit
mikroba limbah domestik), cara kedua berdasarkan OECD guideline for testing of
chemicals, 301 – 1992 ready biodegradability, atau dengan menggunakan suspensi
bibit bakteri berupa BOD seed. Dalam hal ini, pengguna BOD seed sangatlah
efisien karena tidak memakan waktu terlalu lama seperti cara lainnya, serta peralatan
yang diperlukan hanyalah magnetic stirrer dan gelas kimia berisikan air dilusi.
Padatan alkali hidroksida seperti LiOH, KOH, dan NaOH dapat digunakan pada uji
BOD sebagai penangkap gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses
respirasi bakteri. Gas ini akan bereaksi dengan alkali hidroksida membentuk suatu
karbonat. Penting untuk dicatat bahwa padatan alkali hidroksida tidak dimasukkan
langsung pada sampel, melainkan di isi pada alkalinity holder yang berada di ujung
botol sebelum sensor, yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Kegunaan kedua larutan ini adalah untuk memastikan bahwa pH sampel tidak jauh
dari angka 7.
Larutan ini digunakan sebagai larutan standard untuk uji BOD, namun dibutuhkan
preparasi seperti pengeringan dalam oven selama 1 jam, penimbangan dan pelarutan,
dengan hasil kadar BOD yang harus dihitung secara manual. Sebagai alternatifnya,
BOD tablet komersial yang telah mencantumkan nilai BOD dapat digunakan sebagai
standard untuk melakukan validasi metode pengujian BOD.
7. Larutan – larutan pre-treament
1. Pemilihan Sensor :
- Pilih sensor yang telah dilengkap dengan magnetic stirrer yang berkecepatan
konstan.
- Ada baiknya sensor yang dipilih adalah yang menggunakan baterai dan dalam
pemasangan ataupun pergantian baterai mudah dilakukan, serta baterai mudah
untuk dicari.
- Pilih sensor dengan melihat skala yang tersedia, sedikitnya terdapat 4 skala
yang dapat dipilih pada alat.
- Pilih sensor yang berbahan dasar material ringan seperti polimer dan tahan
terhadap suhu 19 - 21°C.
- Jika diperlukan, pilih sensor dengan kemampuan wireless yang dapat
dikoneksikan ke PC/komputer sehingga data dapat langsung diolah dengan
menggunakan software tanpa melibatkan perhitungan secara manual.
Chemical Oxygen Demand (COD) menjadi salah satu parameter penting dalam
pengolahan air limbah. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zatzat organik secara kimiawi. COD atau kebutuhan oksigen
kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada didalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat
pencemaran oleh bahan organik
Secara teori, parameter COD dapat diuji dengan cara titrimetri maupun
spektrofotometri. Kedua metode ini telah tercantum dalam American Public Health
Association (APHA) Nomor 5220 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6989
Bagian 2 Tahun 2009 dan Tahun 2019. Kedua metode ini dijelaskan secara singkat
sebagai berikut :
1. Metode Titrimetri
Prinsipnya adalah dengan mereduksi ion dikromat (Cr2O72-) sehingga
menghasilkan ion Cr3+ dan menitar kelebihan ion dikromat yang tidak
tereduksi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan adanya
indikator ferroin. Metode ini dilakukan dengan tahapan refluks selama 120
menit (2 jam) pada suhu 150oC yang dapat dilakukan secara terbuka ataupun
tertutup dan dilanjutkan dengan tahap titrasi. Nilai Chemical Oxygen Demand
(COD) kemudian dapat dihitung dengan rumus berikut :
2. Metode Spektrofotometri
Metode ini dilakukan dengan mengukur nilai COD pada sampel hasil destruksi
dengan menggunakan alat spektrofotometer. Namun pada metode
spektrofotometri, refluks yang bisa dilakukan hanyalah metode refluks tertutup
pada suhu 150 oC selama 120 menit (2 jam). Reagen yang digunakan pada
tahap refluks ini adalah kalium dikromat dalam suasana asam. Reaksi yang
terjadi pada tahap refluksi yakni reduksi ion dikromat menjadi ion kromat
akibat adanya partikel organik dalam sampel. Sampel hasil refluks kemudian
diuji dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm atau 600 nm.
Panjang gelombang 420 nm digunakan untuk nilai COD sampel yang lebih
kecil atau sama dengan 90 mg/L, sedangkan panjang gelombang 600 nm
digunakan untuk nilai COD sampel dalam range 100 - 900 mg/L.
Jika ditemukan error pada uji COD, hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti masa penyimpanan sampel, treatment pada sampel, pemilihan
reagen, dan alat spektrofotometer yang digunakan.
Jika terjadi penyimpangan nilai COD pada sampel, analis disarankan untuk
melakukan validasi dan verifikasi terhadap metode yang digunakan dengan
menggunakan larutan standar yang telah diketahui nilai serta
ketidakpastiannya. Hal ini untuk melakukan tracking terhadap masalah yang
dihadapi. Sebagai tambahan referensi, analis dapat menggunakan reaktor
khusus COD, reagen khusus COD dan spektrofotometer yang telah dibekali
program khusus untuk analisa COD agar mempermudah tracking ketika terjadi
penyimpanan hasil. Tampilan dari reagen dan alat-alat analisa COD dapat
dilihat sebagia berikut
Manfaat uji DO, BOD, dan COD adalah sebagai parameter untuk menentukan mutu atau
kualitas air. Mutu atau kualitas air ditentukan berdasarkan DO, BOD, COD, serta nilai pH
maupun sifat fisis dan biologis air. Air bersih memiliki persyaratan:
Air harus mengandung DO sekurangnya 5 ppm. Jika tidak, maka ikan akan mati, dan bakteri
yang membutuhkan oksigen kurang dari 5 ppm akan berkembang. Ketika air banyak
mengandung bahan organik, maka bakteri aerob akan berkembang dan kadar oksigen terlarut
berkurang. Sementara bakteri anaerob (tak memerlukan oksigen bebas) membantu penguraian
sampah organik. Makin besar DO, kualitas air makin baik.
BOD (Biochemical Oxygen Demand) ⇒ jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan zat-zat organik pencemar (polutan), atau ukuran banyaknya oksigen yang
digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Makin rendah BOD, kualitas air makin baik
atau air makin bersih.
COD (Chemical Oxygen Demand) ⇒ jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan
zat-zat anorganik pencemar (polutan). Sama seperti BOD, makin rendah COD kualitas air
makin baik atau air makin bersih.