OLEH
Terjemahannya :
Alkisah, di pulau muna hiduplah seorang raja yang
bergelar Omputusangia, nama asli dari Omputusangia
adalah La Ode Husaeni (di perkirakan beliau memerintah
pada tahun 1716-1757). Omputusangia memiliki seorang
istri yang sudah dinikahinya selama tujuh puluh tahun.
Dalam kesehariannya , Omputusangia hanya disibukkan
dengan berbagai macam urusan pemerintahan. Akibatnya
beliau tidak pernah berpikir untuk memperoleh keturunan
sebagai pelanjutnya.
Pada suatu malam,ketika Omputusangia duduk
merenung di tempat peristirahatannya, ia pun mulai
menyadari bahwa setelah tujuh puluh tahun
pernikahannya, ia dan istrinya belum juga dikaruniai
seorang anak. Keadaan ini pada akhirnya membuat
omputo sangia menjadi resah dan frustasi.
suatu hari, Omputusangia mendapat kabar dari
pengawal kerajaan bahwa pulau Muna dikunjungi oleh
seorang saudagar dari Arab dengan niat untuk
menyebarkan agama Islam, saudagar tersebut bernama
Saidhi Raba. Pengawal kerajaan itu menambahkan pula
bahwa Saidhi Raba memiliki kesaktian yang luar biasa
dan Karena kesaktianya itu Saidhi Raba datang di pulau
Muna lewat udara. Mendengar berita itu, Omputusangia
memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Saidhi
Raba agar datang menemuinya di istana. Olehnya itu,
berangkatlah pengawal kerajaan tersebut ke tempat Saidhi
Raba.
Setelah raja menunggu seharian di istana, akhirnya
pengawal yang disuruhnya tadi kembali, namun tidak
bersama Saidhi Raba. Melihat wajah raja yang kelihatan
marah, pengawal tersebut menjelaskan alasannya mengapa
ia tidak datang bersama Saidhi Raba. Pengawal itu
mengatakan bahwa Saidhi Raba tidak ingin datang ke
Istana karena raja memelihara babi, dan menurut ajaran
agama Saidhi Raba yakni Islam, babi adalah binatang
yang haram.
Demi untuk menghadirkan Saidhi Raba keistana,
omputo sangia rela melepas seluruh babi peliharaanya, dan
Setelah itu diperintahkanlah pengawal untuk kembali
menjemput Saidhi Raba.dan Tidak lama
kemudian,datanglah Saidhi ke Istana dan b menanyakan
perihal pemanggilan dirinya.
Omputusangia pun berkata bahwa perihal
pemanggilan saidhi raba kesitana karena ia ingin menguji
kesaktian yang dimiliki Saidhi Raba. Pertama-tama,
omputosangia menminta Saidhi Raba untuk membaca isi
hatinya, apabila Sidhi Raba dapat membaca apa yang ia
inginkan saat itu, maka omputo sangia akan masuk
Islam. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Sidhi Raba
pun mengatakan bahwa Raja ingin sekali memiliki
seorang anak karena istrinya mandul. Dan untuk
mewujudkan keinginan omputo sangia , maka Berdoalah
Saidhi Raba kepada Tuhan agar agar istri omputo sangia
yang sudah tua itu bisa mengandung seorang anak,namun
beberapa hari berlalu doa yang di panjatkan saidhi raba
tidak kujung terkabul.olehnya itu, Muncul kecurigaan
dalam benak omputosangia bahwa Saidhi Raba tidaklah
sehebat seperti apa yang dibicarakan. Dengan belum
terkabulnya doa saidhi Raba tidak lantas membuatnya
putus asa. Ia pun kembali berdoa dan terus berdoa dan
pada akhirnya ,doa Saidhi Raba diterima oleh Allah. Istri
Raja pun mengandung dan pada akhirnya omputo sangia
masuk agama Islam. Sebelum ia kembali, Saidhi Raba
mengingatkan pada omputo sangia bahwa roh yang ada
dalam kandungan istrinya adalah roh yang terpaksa
diberikan Tuhan karena umur permaisuri sudah sangat tua.
Tibalah waktunya permaisuri untuk melahirkan.
Ternyata perkataan Saidhi Raba benar, anak yang
dilahirkan oleh istri Raja Muna tersebut adalah berupa
makhluk berbadan setengah manusia dan setengah ular,
anak itu di beri nama la ode wuna. Raja pun sangat sedih
melihat kondisi anaknya. Namun juga, raja sangat malu
dengan keadaan anaknya sehingga anaknya
disembunyikannya dalam gua sampai tumbuh dewasa.
B. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema cerita Mitos La Ode Wuna adalah kenyataan
pahit yang tidak sesuai dengan harapan.
2. Tokoh
Tokoh utama dalam cerita mitos La Ode Wuna
adalah Raja Omputusangia atau La Ode husni,
dan La Ode Wuna.
Tokoh pendukung dalam cerita mitos tersebut
adalah saudagar Arab bernama Saidhi Raba, istri
Raja Omputusangia, pengawal kerajaan dan
gadis-gadis di kerajaan.
3. Alur
Alur cerita La Ode Wuna adalah alur maju. Terlihat
jelas dari cerita yang mulai dari awal hingga akhir.
4. Latar
Cerita La Ode Wuna berlatar pada zaman dahulu,
adapun latar waktu dalam cerita tersebut adalah sekitar
tahun 1716-1757, pada suatu malam, suatu hari, lima
belas tahun kemudian, dan pada hari keempat puluh.
Sedangkan latar tempat dalam cerita tersebut adalah di
Pulau Muna tepatnya di istana kerajaan Omputusangia,
di tempat peristirahatan Omputusangia, dalam sebuah
guci, di Unggumora, dan di langit.
5. Sudut pandang
Sudut pandang dalam penceritaan La Ode Wuna
menggunakan sudut pandang orang ke-tiga.
6. Amanat
Kita tidak boleh memaksakan kehendak yang
tidak mungkin untuk dilakukan.
Menerima segala kekurangan orang yang
berada paling dekat dengan kita utamanya
keluarga.
Saat orang di dekat kita memiliki kekurangan,
kita harus selalu memberikannya dukungan dan
motivasi secara terus menerus untuk bangkit.
Kita hanya bisa berusaha dan untuk
sepenuhnya kita serahkan kepada sang
Pencipta.
Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang mendukung cerita
dari luar, seperti biografi pengarang. Namun dalam hal
karya sastra daerah, salah satu cirinya adalah tidak
diketahui siapa pengarangnya. Oleh karenanya, unsur
ekstrinsik dalam Mitos La Ode Wuna dapat dilihat dari
adat istiadat dan kebudayaan suku Muna. Suku Muna pada
zaman dahulu juga mengenal adanya kerajaan dan raja-
raja di pulau Muna.
C. Unsur Pendidikan
Cerita La Ode Wuna mengajarkan kita beberapa kebikan
melalui beberapa tokoh. Contohnya saudagar Arab
bernama Saidhi Raba yang mengunjungi pulau Muna
untuk mengajarkan agama Islam. Hal yang patut kita
contoh dari karakter tersebut adalah niat baik dari Saidhi
Raba yang ingin menyebarkan kebaikan melalui agama
Islam. Ini dibuktikan dengan kesediaanya membantu raja,
dia berdoa kepada Allah, agar raja diberi keturunan. Selain
itu, karakter La Ode Wuna yang tidak pernah mengeluh
dengan kekurangannya, bahkan dia menjadi anak yang
ceria, ini dapat dilihat dalam cerita bagaimana dia sering
menggoda gadis-gadis kerajaan, bahkan meminta izin
kepada ayanhnya untuk menikah. La Ode Wuna juga tidak
membantah ayahnya ketika dia tidak diizinkan untuk
menikah, dan juga ketika dia diasingkan oleh ayahnya.
Sumber data:
NAMA: WA KARUNA
UMUR: 36 TAHUN
ALAMAT: DESA LAKOLOGOU, KEC. TONGKUNO, KAB.
MUNA.
Bagian IV
Mantra
A. Mantra dalam Bahasa Muna
Kantisele Katelebuta
Palihara-palihara
Fodholi kadhampuno
Fosuli harasiamu
Suli fumaa ompumu
Kasumpuno kalibuta
Kasumpuno kantisele
Korko-koko
B. Cara Menggunakan Mantra
Mantra kantisele katelebuta hanya bisa digunakan
oleh seorang dukun untuk mengobati.
Pengobatan dilakukan dengan meniup wajah bayi
dengan mantra tersebut.
Waktu penggunaanya adalah ada bayi yang butuh
pengobatan.
Tidak ada pakaian khusus dalam menggunakan
mantra, cukup pakaian yang digunakan oleh dukun
yang akan mengobati
C. Kegunaan Mantra
Mantra kantisele katelebuta digunakan untuk
mengembalikan roh bayi yang terperanjat. Misalnya,
terperanjat mendengar suara guntur.
Sumber data:
NAMA: WA SONI
UMUR: 80 TAHUN
ALAMAT: DESA LAKOLOGOU, KEC. TONGKUNO, KAB.
MUNA. (JL. POROS RAHA WAMENGKOLI.
Bagian V
Pantun
A. Pantun dalam Bahasa Muna
1. Mieno dhapa nepiara sapi
Nofofumaane bhakeno labu
Ana lahae mebhantino aniini
Insoba ulangi tanasepaku
Terjemahan :
Orang jepang memelihara sapi
Dia memberi makanan buah labu
Anaknya siapa yang berpantun tadi
Coba ulangi satu kali lagi
2. Aeutamo bhakeno labu
Arunsae welo bhasi
Ane paise dasumambahea
Kanaraka nemponamisi
Terjemahan :
Saya memetik buah labu
Saya simpan dalam rantang
Kalau kita tidak sholat
Menjadi susah selama hidup
3. Akalamo te masalili
Apansuru we katibu
Pake songkono peda hatibi
Lembi songkono peda kasibu
Terjemahan :
Saya pergi ke Masalili
Saya lanjut di Katibu
Pakai songko seperti imam
Buka songko seperti pencuri
B. Pesan yang Disampaikan dalam Pantun
1. Pantun pertama adalah pantun anak-anak. Pantun
tersebut merupakan pantun sukacita yang berisi
tentang kesenangan orang mendengarkan anak yang
sedang berpantun.
2. Pantun kedua adalah pantun agama. Pantun tersebut
berisi tentang nasehat agama yang menjelaskan
untuk menjaga sholat.
3. Pantun ketiga adalah pantun jenaka. Pantun tersebut
berisi tentang kelucuan, hal-hal yang lucu, digunakan
untuk bercanda.
C. Sasaran
1. Pantun pertama adalah pantun anak-anak yang
ditujukan untuk anak-anak.
2. Pantun kedua adalah pantun agama yang ditujukan
untuk semua orang.
3. Pantun ketiga adalah pantun jenaka yang ditujukan
untuk menghibur semua orang.
Sumber data:
NAMA: WA KARUNA
UMUR: 36 TAHUN
ALAMAT: DESA LAKOLOGOU, KEC. TONGKUNO, KAB.
MUNA.
Bagian VI
Penutup
A. Kesimpulan
Sastra daerah atau biasa di kenal juga dengan
sastra lisan atau tradisis lisan, merupakan salah satu jenis
warisan kebudayaan masyarakat setempat yang proses
pewarisannya dilakukan secara lisan. Beberapa contoh
sastra daerah Muna adalah legenda Sawerigadi, mitos La
Ode Muna, mantra Kantisele Katelebuta, dan pantun
B. Saran
Pembaca perlu mencari referensi lain untuk
menambah wawasan serta pemahaman tentang sastra
daerah, khususnya sastra daerah Tolaki.
Daftar Pustaka