Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan

warga. Suatu kebudayaan yang disebarluaskan secara turun temurun atau dari

mulut ke mulut. Setiap daerah biasanya memiliki sastra lisan yang terus

dijaga. Sastra lisan ini adalah salah satu bagian budaya yang dipelihara oleh

masyarakat pendukungnya secara turun-temurun. Sastra lisan termasuk

kategori tradisi lisan yang berkembang di tengah masyarakat yang

menggunakan bahasa sebagai media utama tidak terlepas dari

penyampaiannya juga lisan, tetapi yang disampaikan dalam sastra lisan hanya

bentuk kesusastraan lisan.

Sastra lisan ini lebih dulu muncul dan berkembang di masyarakat daripada

sastra tulis. Dalam kehidupan sehari-hari, jenis sastra ini biasanya dituturkan

oleh seorang ibu kepada anaknya, seorang tukang cerita pada para

pendengarnya, guru pada para muridnya, ataupun antarsesama anggota

masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan sastra lisan ini, warga masyarakat

mewariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi. Sastra lisan

sering juga disebut sebagai sastra rakyat, karena muncul dan berkembang di

tengah kehidupan rakyat biasa, hal ini ditegaskan oleh Hutomo (1991:4) sastra

lisan hanya mengacu kepada teks-teks yang bernilai sastra, sedangkan tradisi

lisan lebih mudah jangkauannya yang mencakup teknologi tradisional, hukum

adat, tarian rakyat, dan makanan rakyat. Sastra lisan hanya terbatas yang

1
berorientasi pada kesusastraan, seperti bahasa rakyat, cerita rakyat, maupun

nyanyian rakyat.

Sastra Melayu adalah produk kreativitas manusia Melayu dengan berbagai

ragam bentuk sastranya. Jambi sendiri adalah sebagai salah satu kelompok

subetnis Melayu di Nusantara, yang terbilang cukup banyak memiliki

khazanah sastra. Umumnya sastra Melayu Jambi yang kita ketahui berasal dari

periode datangnya Islam ke Nusantara, kisaran abad ke-13 sampai 16.

Meskipun begitu terdapat juga bentuk-bentuk folklore Melayu Jambi dan

nilai-nilai seni dari jaman Hindu-Buddha, yakni kisaran abad ke-14. Budaya

Melayu Jambi sangat kaya akan tradisi lisannya, dimana tradisi lisan

merupakan budaya yang disampaikan secara turun-temurun dengan cara

dilisankan saja dari satu individu ke individu lainnya atau bahkan sekelompok

masyarakat ke kelompok masyarakat yang lain. Tradisi lisan tidak akan lepas

dari yang namanya sastra lisan. Tradisi lisan masyarakat budaya Melayu

Jambi kini dapat dilihat pada bentuk-bentuk macam sastra lisannya,

diantaranya terdapat cerita rakyat yang berkembang, dan ungkapan-ungkapan

tradisional Melayu Jambi.

Berdasarkan bentuknya sastra Melayu dapat digolongkan menjadi dua

bentuk yakni, prosa dan puisi. Karya sastra prosa di kalangan keraton yang

berupa tulisan atau naskah adalah hikayat, sejarah berupa tambo dan silsilah,

petunjuk raja, undang-undang atau adat istiadat, obat-obatan, dan surat-surat

raja, sedangkan yang berbentuk puisi adalah syair. Kemudian karya sastra di

kalangan rakyat yang berupa lisan adalah mite, legenda, dan dongeng,

sedangkan yang berbentuk puisi adalah: pepatah-petitih, pantun, seloka, teka-

2
teki, kata adat atau kata undang, mantra, gurindam, dan lain-lain (Karim,

2015:15).

Sebagaimana dari penjelasan di atas, salah satu yang menarik untuk

dibahas adalah mengenai mantra. Mantra merupakan perkataan atau kalimat

yang mendatangkan daya gaib; jampi, pesona (Poerwadarminta, 1976:632).

Dilihat dari bentuknya yang merupakan puisi, mantra digolongkan ke dalam

bentuk puisi rakyat. Sajak atau puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang

sudah tertentu bentuknya, biasanya terdiri atas beberapa deret kalimat, ada

yang berdasarkan panjang-pendek suku kata, lemah-kuatnya tekanan suara,

atau hanya berdasarkan rima dan irama. (Danandjaja 1997: 56)

Mantra termasuk ke dalam sastra lama, yang memiliki ciri bersifat anonim

atau pencipta dari sastra lama tersebut tidak diketahui, bersifat tradisional,

memiliki banyak versi serta bersifat pralogi atau bertentangan dengan

penalaran dan logika juga menjadi milik bersama (Karim, 2015). Mantra

umunya tidak disebarkan secara bebas di kalangan masyarakat, mantra hanya

diwariskan secara turun-temurun atau kepada orang-orang terpilih yang

mendapatkan firasat atau wangsit untuk mewarisinya. Mantra sering dikaitkan

dengan hal-hal gaib, sebab dalam kata atau kalimat yang dituturkan penutur

biasanya merupakan doa-doa tertentu. Mantra juga termasuk ke dalam warisan

budaya tak benda. Warisan budaya tak benda atau intangible cultural heritage

bersifat tak dapat dipegang (intangible/ abstrak), seperti konsep dan teknologi;

dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan

zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku

terstruktur lain (gln.kemdikbud.go.id, 2018).

3
Dalam hal bahasa sebagai salah satu warisan budaya tak benda, mantra

kemudian masuk ke dalam kategori tersebut. Sebab diketahui bahwa mantra

terdiri dari unsur kata dan kalimat dengan menggunakan bahasa tertentu yang

diucapkan secara lisan. Hal inilah yang menjadi alasan penting peneliti

melakukan kajian terhadap mantra, sebab seperti yang kita ketahui unsur

utama mantra adalah sebuah bahasa yang diciptakan tabib atau dukun yang

kemudian dirangkai menjadi jampi atau doa yang mengandung unsur gaib.

Mantra kemudian di kategorikan ke dalam dua bentuk berdasarkan

kegunaan, yakni mantra yang digunakan untuk keperluan baik dan mantra

untuk keperluan tidak baik. Mantra untuk keperluan yang baik bersifat positif

dan longgar, yaitu tidak mengandung resiko bila dibacakan atau dituturkan

oleh orang kebanyakan, seperti mantra menuai padi, mengusir tikus, mengusir

penjahat, meminta hujan, meminta jodoh, pengobatan dan sebagainya.

Sedangkan mantra untuk keperluan tidak baik dominan bersifat negatif untuk

keperluan jahat, seperti mantra pengasih, pemikat, mantra menganiaya orang,

ilmu kebal dan lainnya.

Jika dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

sudah sangat maju sekarang, keberadaan mantra sudah jarang kita temukan,

seperti halnya dalam pengobatan tradisional. Meskipun dalam ilmu

pengobatan medis yang bersifat secara rasional sudah lebih berkembang,

tetapi ada saja sebagian orang atau kelompok masyarakat yang percaya akan

pengobatan tradisional. Peneliti melihat adanya fenomena yang muncul dari

keberadaan pengobatan tradisional. Seperti yang kita ketahui pengobatan

tradisional kebanyakan menggunakan tanaman herbal atau hewan tertentu

4
sebagai media pengobatan, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengobatan

tradisional juga menggunakan mantra sebagai bacaan/doa.

Modern kini pengobatan tradisional sudah jarang ditemukan khususnya di

lingkup perkotaan. Berdasarkan gaya hidup masyarakat kota yang semakin

maju di era globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang medis yang semakin canggih membuat kebanyakan masyarakat

perkotaan tidak lagi meyakini pengobatan tradisional dalam bentuk mantra

yang berdaya gaib atau sihir yang tidak dapat dijelaskan secara rasional. Akan

tetapi masih ada beberapa kelompok masyarakat yang masih percaya dengan

adanya kekuatan gaib mantra pengobatan untuk menyembuhkan segala

macam penyakit. Berdasarkan kegiatan observasi yang telah dilakukan

peneliti, keberadaan dari pengobatan tradisional menggunakan mantra masih

dapat ditemukan di beberapa daerah tertentu. Maka berdasarkan penjelasan

sebelumnya, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah mantra

pengobatan. Mantra pengobatan yang masih ada dan dipercaya oleh

masyarakat perkotaan saat ini, salah satunya berada di kota Jambi.

Menurut Wikipedia, kota Jambi merupakan salah satu kota sekaligus

menjadi ibu kota yang berada di provinsi Jambi. Kota Jambi terdiri dari 11

kecamatan dengan 62 kelurahan. Salah satunya adalah kecamtan Danau Sipin,

yang terdiri dari kelurahan Legok, Murni, Selamat, Solok Sipin, dan Sungai

Putri. (Somad dalam Maya Febrianti, Yusra D, 2018) juga menjelaskan bahwa

di provinsi Jambi sendiri terdapat beragam suku yang mendiami di sebagian

kota maupun kabupaten. Penduduk yang menetap di daerah Jambi dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu penduduk Jambi asli dan penduduk

5
pendatang, penduduk yang menetap di daerah Jambi dikategorikan penduduk

asli, yaitu Suku Kubu (Suku Anak Dalam), Suku Bajau, Suku Kerinci dan

Suku Batin, orang Melayu Jambi, orang Penghulu dan Suku Pindah.

Berdasarkan penjelasan di atas, kali ini peneliti hanya akan melakukan

penelitian di kelurahan Legok. Sebagian besar penduduk di kelurahan Legok

bermata pencaharian sebagai pekerja lepas, petani, nelayan, pedagang,

karyawan, dan wiraswasta. Dalam kesehariannya masyarakat kelurahan Legok

menggunakan bahasa Melayu daerah Jambi dalam berkomunikasi. Alasan

peneliti tertarik melakukan penelitian di daerah tersebut karena, dari beberapa

kelurahan yang ada di Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi, Legok merupakan

salah satu kelurahan yang masih terdapat ritual pengobatan tradisional dengan

menggunakan mantra. Juga merupakan daerah sekitar tempat tinggal peneliti.

Di daerah tersebut diketahui terdapat penduduk asli suku orang Melayu Jambi

yang masih melakukan tradisi pengobatan tradisional dengan menggunakan

mantra sebagai alat pengobatan. Adanya kekhawatiran peneliti terhadap

mantra melayu Jambi yang diwariskan secara turun menurun lambat laun akan

musnah dengan sendirinya. Hal ini disebabkan karena pengguna mantra

melayu Jambi hanya bertumpu pada kekuatan dan kemampuan daya ingat

yang sangat terbatas, tidak menutup kemungkinan pengguna mantra lupa akan

mantranya, dan tidak menutup kemungkinan pula apabila pengguna mantra

meninggal dunia mantra yang tadinya diwariskan secara turun temurun

terhenti begitu saja. Kemudian kurangnya perhatian masyarakat terhadap

mantra dikarenakan nilai-nilai dan sikap hidup yang telah berubah. Hal ini

seiring dengan perkembangan zaman yang selalu menggunakan logika berfikir

6
dan membuktikan segala sesuatu dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Contoh mantra pengobatan yang ditemukan adalah mantra Sawan, yang

berbunyi:

Bismillahirrahmanirrahim
Sawan sentak sawan senti
Betigo rumput saradewo
Bekeno apo si anu saket
Aku datang menawari

Kabul kato Allah


Mustajab kato guruku
Marka kalimah
Laa ilaaha illallah Muhammadarrasulullah

Mantra di atas merupakan salah satu mantra yang ditemukan peneliti pada

saat observasi di lapangan. Mantra pengobatan tersebut biasanya dituturkan

oleh Nyai atau yang dapat diartikan sebagai nenek, dan merupakan orang yang

melakukan pengobatan tradisional dengan menggunakan mantra tersebut di

kelurahan Legok. Mantra tersebut menggunakan lebih dari satu bahasa.

Bahasa yang terdapat dalam mantra tersebut adalah bahasa Arab dan bahasa

Melayu Jambi.

Hal ini kemudian memiliki relevansi dengan penelitian yang sudah

dilakukan oleh dosen dan mahasiswa sebelumnya. Novia, Karim, dkk (2017)

yang berjudul “struktur dan fungsi pengobatan di Desa Kuala Lagang,

Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi”

menjelaskan mantra pengobatan di desa Kuala Lagan, Kecamatan Kuala

Jambi masih digunakan. Ciri dan karakteristik mantra pengobatan di desa

tersebut mengunakan campur bahasa, yakni bahasa Bugis dan Makassar. Dari

7
penjelasan jurnal tersebut sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan di

Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi.

Untuk menganalisis mantra pengobatan, peneliti akan menggunakan teori

struktural dan semiotik. Sebab sebuah karya sastra tidak terkecuali mantra,

tentunya memiliki struktur. Struktur adalah bagaimana sesuatu itu disusun,

bagaimana sebuah bangunan menjadi bangunan yang kokoh. Mantra juga

demikian, mantra disusun atas unsur-unsur dan komposisi saling terikat antara

satu sama lain. Oleh karena itu pemahaman atas unsur dan komposisi mantra

sangatlah penting untuk melihat mantra secara lengkap dan rinci. Menurut

Teeuw (dalam Pradopo, 2010: 141) analisis struktural merupakan prioritas

pertama sebelum yang lain-lain. Tanpa itu, kebulatan makna intrinsik yang

hanya dapat digali dari karya itu sendiri, tidak akan tertangkap. Makna unsur-

unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar

pemahaman tempat dan fungsi unsur dalam keseluruhan karya sastra. Mantra

yang lengkap adalah mantra yang mempunyai komponen di setiap bagiannya,

yaitu unsur judul, unsur pembuka, unsur niat, unsur sugesti, unsur tujuan, dan

unsur penutup. Selaras dengan pendapat Nuradyo (2008) bahwa mantra yang

lengkap adalah mantra yang mempunyai komponen di setiap bagiannya, yaitu

unsur judul, unsur pembuka, unsur niat, unsur sugesti, unsur tujuan, dan unsur

penutup. Sugiarto (2012 : 88) yang menyatakan bahwa mantra digolongkan ke

dalam jenis puisi, karena struktur mantra mengandung unsur dan bercirikan

puisi, yaitu memiliki rima (persamaan bunyi), dan irama saat dibacakan,

adanya pengulangan kata atau larik, kata-kata di dalam mantra biasanya

dipilih dengan secermat-cermatnya. Kata yang dimaksud kali ini merupakan

8
diksi. Adapun dalam penelitian ini nalisis struktural digunakan untuk

mengidentifikasikan serta mengetahui hubungan atau keterkaitan antarunsur di

dalam sebuah puisi (mantra) dan bertujuan untuk menguraikan secermat

mungkin keterkaitan bermacam faktor seperti, bait dan larik, rima dan irama,

dan diksi.

Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan teori semiotik Pierce yang

merupakan usaha untuk mengungkapkan makna serta hipogramnya dengan

melalui beberapa tahapan, yaitu pembacaan heuristik dan hermeneutik dengan

kegiatan memparafasekan perbait puisi (mantra). Burhan Nurgiantoro

(2012:42) mengatakan teori Pierce membedakan hubungan antara tanda

dengan acuannya kedalam empat jenis hubungan yaitu, ikon, indeks, dan

simbol. Teori semiotika digunakan dalam penelitian kali ini untuk menentukan

makna mantra pengobatan secara semiotik berdasarkan tanda itu sendiri yang

ada didalam mantra.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik melakukan analisis mantra

pengobatan di Kelurahan Legok Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi

menggunakan teori struktural dan semiotik. Hal ini dilakukan peneliti untuk

mengetahui bagaimana bentuk struktural mantra dan makna semiotik mantra

di Kelurahan Legok Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi dengan

menggunakan metode peneletian kualitatif.

9
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah struktur mantra pengobatan di Kelurahan Legok

Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi?

2. Bagaimana makna semiotik mantra pengobatan di Kelurahan Legok

Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan struktur mantra pengobatan di Kelurahan Legok

Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi

2. Mendeskripsikan makna semiotik mantra pengobatan di Kelurahan Legok

Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Bagi program studi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data

mengenai analisis struktural dan semiotik pada mantra.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kajian

kesusastraan Melayu Jambi mengenai mantra pengobatan di kota Jambi.

3) Dapat menjadi sumbangsih dalam kajian kebudayaan Jambi terkait sastra

lisan Melayu Jambi

10
1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi pendidik, peneliti ini diharapkan dapat membantu dalam menerapkan

analisis struktur fisik dan struktur batin mantra.

2) Menambah kajian mengenai kesusastraan Melayu Jambi akan analisis

struktural-semiotik pada mantra pengobatan di Fakultas Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan Prodi Sastra Indonesia.

3) Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah referensi atau sumber

rujukan bermanfaat terhadap peneliti selanjutnya terkait kesusastraan

Melayu, yakni sastra lisan khususnya pada mantra pengobatan. Sebagai

bahan pembelajaran dalam menganalisis struktural-semiotik terhadap

mantra pengobatan.

11

Anda mungkin juga menyukai