Anda di halaman 1dari 11

TTS

CERITA RAKYAT ASAL USUL


DAERAH TUAPAKAS KECAMATAN
KUALIN KABUPATEN TIMOR
TENGAH SELATAN
Pada zaman dahulu kala ada seorang yang bernama bapak Benafa
asal dari Molo. Bapak tersebut datang dari suatu tempat yang
bernama Papi termasuk Desa Kusi.
Ketika bapak Benafa datang ada sebuah tempat yang dibawa untuk
menampung air (Kusi), serta hewan piaraannya yaitu kerbau. Setelah
bapak Benafa tiba di Papi tempat ini sangat sempit,akhir bapak
Benafa meneruskan perjalanannya bertemu dengan seorang yang
bernama Papi Haumolos Leosa’e. Mereka berdua terus berjalan ke
tempat yang bernama Taniuk. Setelah tiba di Taniuk mereka
memandang ke tempat ini (Maluku) luas dan sangat besar dan
mereka sepakat sebagai adik kakak untuk tinggal di tempat ini. Dan
pada saat itu bapak Benafa memberikan 2 ekor kerbau kepada
adiknya.
- Jantan (Namaunme)
- Betina (Bihoeman)
Di saat itu nama kampung tersebut Mahoku. Maka dari kedua ekor
sapi yang diberikan bapak Benafa kepada adiknya, memakan pohon
lontar yang ada di sekitar kampong itu dan akhirnya nama kampung
ini menjadi Tuapakas.
- Tua ( Pohon Lontar)
- Pakas (Tidak menjadi besar,”Kerdil”)
Pada suatu hari bapak Benafa dan adiknya duduk bersama-sama
sambil berpikir untuk berburuh ada 2 ekor anjing piaraan mereka
yakni:
- Nabenai
- Nanoemin
Ketika mereka berburuh di hutan mereka bertemu dengan seorang
yang datang dari Makasar yang bernama Pate Makasar, dan akhirnya
bapak Benafa membawa Pate Makasar dan dijadikan sebagai
pembantu di kampungnya.
Pada suatu hari mereka berburuh lagi, ketika sampai di hutan mereka
berjumpa dengan seorang yang bernama Lais Bessie asal dari Rote.
Dan mereka berjalan terus disuatu tempat yang bernama Fatukbubu,
mereka jumpa lagi dengan seorang yang bernama Boelfanu asal dari
Molo.
Ada 4 suku di Tuapakas yaitu:
- Bessie
- K’bau
- Bonat
- Benafa
Dari ke empat suku ini masing-masing mendapat bagian untuk
menjaga kampung tersebut:
- Suku Bessie, menjaga dari Tuapakas-Bitan
- Suku K’bau menjaga dari Tuapakas-Oebon
- Suku Bonat menjaga dari Fatukbubu- Noefefan
- Yang terakhir bapak Benafa bertugas untuk mengawasi tanah
yang sudah dibagi kepada 3 suku ini. Karena bapak Benafa adalah
orang pertama tiba di Tuapakas.
Tugas yang diberikan bapak Benafa kepada tiap-tiap suku yaitu:
- Suku Bessie mendapat tugas untuk menjaga kampung tersebut.
- Suku K’bau mendapat tugas untuk berdoa dan meminta hujan.
- Suku Bonat bertugas sebagai Pemerintah.
- Suku Benafa bertugas untuk mengawasi ke-3 suku ini dari
berbagai problem dari berbagai pihak.

ROTE
SANGGUANA DAN TO’O LUK
Ada dua orang pelaut bernama Sangguana dan To’o Luk, kapal
mereka di hempas gelombang tinggi dan terdampar di pulau Ndana.
Pada saat itu Raja Ndana bernama Raja Takala’a memiliki seorang
gadis cantik bernama Duitaka. Anak Raja ini ternyata suka dengan
sangguana padahal sangguan sudah memiliki anak-istri
Ayah Duitaka tahu bahwa Sangguana suka dengan Duitaka, namun
Raja tidak menyetujui hubungan mereka. Akhirnya Raja marah
dengan Sangguana sampai Raja mencari cara untuk membunuh
Sangguana, namun berita ini sampai di Thie sehingga anak Sangguana
yang bernama Nale sangga mulai cari cara untuk balas dendam. Nale
sangga memerintahkan semua orang Thie untuk membunuh orang
Ndana. Pada saat itu Nale sangga membuat pesta di Ndana supaya
mengumpulkan semua orang Ndana dan pada saat orang Ndana
sudah berkumpul. Nale sangga menyuruh semua orang Thie untuk
membakar semua rumah di pulau Ndana rumah Raja setelah itu
mereka mulai membunuh orang-orang di pulau Ndana dan mayat
mereka dibuang di sebuah kali, sehingga kali tersebut kadang berubah
warna merah karena darah mereka
Hanya lima puluh orang yang lolos dari orang-orang Thie karena
mereka bersembunyi di tujuh pohon beringin sehingga mereka
mengganti marga menjadi Nunuhitu (bahasa indonesia tujuh pohon
beringin) karena tujuh pohon beringin itu mereka selamat dan
mereka mulai bergabung dengan orang Thie. Dari situlah tidak ada
orang di pulau Ndana sampai tahun 2006 dijaga oleh TNI.

KLASIFIKASI
Berdasarkan bentuk:
Berdasarkan bentuknya maka cerita ini termasuk legenda karena
ceritanya berisi dongeng tentang pulau Ndana dan sejarah atau asal
mula marga Nunuhitu

Berdasarkan isi:
Berdasarkan isinya cerita ini berisi peperangan/ perlawanan antara
kerajaan Ndana dan kerajaan Thie

Pengaruh:
Cerita ini berpengaruh bagi masyarakat Rote khususnya yang
bermarga Nunuhitu yang setidaknya ketika membaca cerita ini
mereka mengetahui tentang asal-usul mereka.
NGADA (FLORES)
INE WIO

Pada zaman dahulu di kampung Watumanu, hidup seorang nenek


yang bernama Ine Wio. Dia hidup sendirian dan dia juga tergolong
orang yang miskin. Hidupnya hanya bergantung pada hasil kebunnya.
Ine Wio sangat rajin,walaupun sudah tua tapi terus bekerja. Pada pagi
hari Ine Wio berangkat ke kebun. Tiba-tiba di tengah jalan,dia teringat
kalau ada sesuatu yang lupa, yaitu tempat sirih pinang dengan pisau.
Akhirnya Ine Wio kembali ke kampung, untuk mengambil barang yang
dilupanya dan kembali lagi ke kebun. Tetapi sesampainya di tengah
jalan di tempat yang sama, dia mengingat kalau ada sesuatu yang
lupa lagi, yaitu anak ayam. Dia tidak pernah merasa lelah. Ine Wio
pun segera kembali ke kampung untuk mengambil anak ayam dan
kembali lagi ke kebun. Di kebunnya ada sebuah pondok yaitu tempat
untuk beristirahat dan menyimpan hasil panen.
Sesampainya di kebun, Ine Wio meletakkan barangnya di dalam
pondok dan anak ayamnya diikat di tiang para-para di bawah tanah.
Sesudah itu Ine Wio mulai bekerja. Dia sangat rajin. Panas terik tidak
dia hiraukan. Ketika hari semakin panas dia kembali ke pondok. Hari
itu juga dia tidak mempunyai makanan. Sebagai makan siang,
kebetulan didalam pondok hanya ada jagung tua dan kastela. Dia
menggoreng jagung sebagai makan siangnya. Sesudah makan, dia
pergi bekerja lagi. Kebunnya lumayan besar,semuanya ada enam
petak.
Hari sudah mulai sore, Ine wio istirahat bekerja dan bergegas untuk
kembali ke kampung. Hari itu Ine Wio dapat membersihkan kebunnya
sebanyak empat petak. Sesampainya di tengah jalan pada tempat
yang sama seperti paginya dia berangkat, Ine wio mengingat kalau
anak ayamnya lupa di pondok dan dia pun kembali ke kebun.
Setibanya di kebun, Ine Wio membuka pintu dan masuk ke dalam.
Namun, ketika Ine Wio sedang membuka tali ayam, tiba-tiba masuk
seekor babi hutan yang sangat besar. Ine Wio sangat takut dan cepat-
cepat nai ke atas para-para. Anak ayamnya di makan habis oleh babi
hutan. Tak lama kemudian muncul babi hutan yang kecil dan yang
besar dalam jumlah yang banyak. Ine Wio semakin takut dan dia pun
mencari akal, agar babi hutan tersebut dapat keluar dari dalam
pondok. Langkah awalnya dia membuang semua jagung yang ada di
atas para-para dan semuanya di makan habis oleh babi hutan. Yang
tersisa di atas para-para hanya kastela dan Ine Wio pun membuang
semua kastela itu dan semuanya pun di makan habis oleh babi hutan.
Ine Wio semakin takut dan dia hanya berpasrah Kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Tiba-tiba saja semua babi hutan tersebut menggoyang
tiang para-para, karena terus digoyang,akhirnya para-para rubuh
bersamaan dengan Ine Wio. Dengan cepatnya babi hutan menyerbu
dan mencabit-cabit tubuh Ine Wio. Yang tersisa hanyalah rambut
putih, gelang dan tulang-tulang. Sudah tiga hari orang-orang di
kampung tidak pernah melihat Ine Wio. Kebetulan ada seorang bapak
yang kebunnya berdekatan dengan Ine Wio. Hari itu dia berangkat ke
kebun, ketika lewat di kebunnya Ine Wio, dia melihat pintu pondok
terbuka dan dia pun memanggil Ine Wio, tetapi tidak ada yang
menjawab. Tiba-tiba saja dia melihat babi hutan lari keluar dari dalam
pondok. Bapak tua itu bergegas masuk ke pondok. Dia sangat terkejut
karna tidak menemukan Ine Wio di dalamnya, tetapi yang dilihatnya
hanya rambut putih, gelang dan tulang-tulang berantakan di tanah.
Dia akhirnya mengumpulkan semuanya itu untuk di bawa pulang ke
kampung dan dia menceritakan semua yang dilihatnya kepada orang-
orang di kampung Watumanu. Keesokan harinya mereka bersama-
sama menguburkan semua yang tersisa dari Ine Wio di suatu tempat
yang diberi nama RATE. Sejak itu warga masyarakat Watumanu
dendam atau benci terhadap babi hutan. Sehingga sampai sekarang
dikampung Watumanu pada setiap bulan agustus selalu mengadakan
acara berburu b

Klasifikasinya:
1. Bentuk :
Dari cerita tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa termasuk
dalam prosa berupa hikayat karena ceritanya benar-benar terjadi,
yaitu seperti yang di ceritakan diatas yaitu terjadinya berburu.
2. Isi :
Menceritakan tentang penyebab kematian Ine Wio, dimana tubuh Ine
Wio di makan oleh babi hutan dan dari kejadian itu masyarakat
Watumanu dendam terhadap babi hutan, sehingga sampai sekarang
setiap bulan agustus masyarakat Watumanu mengadakan acara
berburu babi hutan.
3. Pengaruh :
Termasuk sastra pertengahan dimana pada saat itu belum mengenal
tulisan, yang mana masih kuat dipengaruhi oleh budaya Hindu,
Budha dan budaya Islam.
4. Nara sumber : Bapak Gregorius Rada ( Tokoh masyarakat
Watumanu-Ngada)
ASAL MULA SUKU SABU

Ada sebuah negeri yang sangat jauh letaknya. Namanya Kolorai ah pina ka
Uda kolo robo, lede mane tua lolo, hu kai lari boro, Nama ini diberikan oleh nenek
moyang suku Sabu. Di sana berdiamlah dua orang bersaudara yang bemama Hawu Ga
dan Kika Ga. Kemudian ke dua orang bersaudara ini mening- galkan negerinya dan
berlayar menuju Raijua atau Tanah Jawa. Dari tanah Jawa mereka melanjutkan
perjalanan ke sebelah timur yaitu ke "Ketakku Rai Wa" atau pulau Sumba. Di pulau ini
Hawu Ga dan Kika Ga mendirikan sebuah kampung yang iiberi nama Mau Hawu.
Bekas kampung itu oleh pemerintah Belanda dibuka- lah sebuah lapangan terbang
yang diberi nama Mau Hawu sesuai dengan nama asli tempat tersebut.

Setelah berdiam di sana beberapa waktu, maka Hawu Ga mengembara lagi ke


sebelah timur dan tiba di Jawawawa atau pulau Raijua, sebuah pulau di sebelah pulau
Sabu. Di sebelah timur pulau Jawawawa kelihatan dua buah daratan yang sekarang ini
menjaqi puncak Lede Kebuhu dan Lede Perihi. Ke dua puncak ini adalahpuncak yang
tertinggi di pulau Silau. Dari Jawawawa Hawu Ga berlayar lagi menuju daratan yang
kelihatan ini.

Karena terlalu lama Hawu Ga belum kembali maka Kika Ga adiknya menysul
mencari kakaknya. Setelah beberapa hari berlayar terdamparlah ia di suatu tempat
yap.g sekarang dinamakan Penjaro Mea. Penjaro Mea adalah sebuah tanjung di
sebelah selatan pulau Sabu yang sekarang menjadi wilayah adat LiaE Kecamatan Sabu
Timur. Daerah di mana Kika Ga terdampar ini biasanya merupakan tempat mengail ikan
dari anak-anak Dewa Llru Balla yakni Luji Liru dan Pidu Liru. Ketika mereka asyik
mengail, maka tampaklah oleh Luji Liru dan Pidu Liru seorang manusia yang sedang
duduk di atas sebuah batu. Batu itu oleh Mone Arna di Sabu diberi nama Womadu
Mejaddi Deo. Pada batu tersebut Mone Arna atau ·Dewan Adat di Sabu setiap tahun
selalu meletak- kan Udu Ngaa atau sajian.
Anak-anak Dewa Liru .Balla bertanya pada manusia itu siapakah dia dan dari
mana asalnya. Nama saya Kika Ga. Hadimya saya di sini karena terdampar. Saya
sedang mencari kakak saya yang sudah lama berlayar dan belum juga kembali.

69
Harl itu Luji Liru dan Pidu Liru memperoleh dua ekor ikan. Salah seekor
dibelahnya menjadi dua bagi.an, yang sebagi.an diberikan kepada Kika Ga. Yang lain
dibawa pulang ke rumahnya. Tiba di rumah dewa Liru Balla menanyakarn kepada ke
dua anaknya mengapa ikan yang dibawa itu tidak ada sebelahnya. Di mana bagi.an
yang lain.

Keesokan harinya mereka pergi. lagi. mengail dan ikan yang diperoleh hari itu
tiga ekor. Kika Ga masih saja tetap berada di atas batu sama halnya seperti kemarin
mereka temukan. Dibelah lagi. seekor ikan menjadi dua bagi.an dan sebagi.an diberikan
lagi. kepada Kika Ga. Jadi yang dibawa pulang oleh mereka ialah dua ekor ikan
ditambah dengan sebagi.an dari ikan yang diberikan kepada Kika Ga. Bapaknya
bertanya lagi., ''Mengapa ikan yang kamu peroleh ini selalu ada sebagiannya? Tidak
benar, kamu telah berbohong! Bukankah ikan yang sebelah ini baik yang ke- marin
maupun hari ini, telah kamu berikan kepada seorang anak di Raiwawa yang tengah
duduk di atas batu dekat tempat kamu mengail?' .t "Benar apa yang bapak katakan,
kami mencintai dia dan ingi.n sekali mengambil dia sebagai adik. Apakah bapak
berkenan?" demikian tutur Luji Liru dan Pidu Liru kepada bapak- nya. "Kalau demikian
kehendak kalian berdua, jemputlah dia dan bawalah kemari".

Maka Kita Ga dibawa menghadap bapaknya dewa Liru Balla 11 Kika Ga


diangkat menjadi anak diupacarakan dengan Pehame Ngiu Wou mangi.ngi., artinya
tubuh anak itu dilumasi dengan rempah-rempah dan namanya diganti dari Kika Ga
menjadi Kiba Liru. Kiba Liru diajar berbagai ketrampilan bahkan diajar segala tata cara
atau adat istiadat di Roi Liru Balla hingga ia mahir.

Kemudian selang beberapa waktu Kika Liru diperintahkan untuk kembali ke


Raiwawa. Dewa Liru Balla menyuruhnya ber- diam di Kalo Merrabu. Letaknya kira-kira
satu kilo meter dari Penjaro Mea tempat di mana ia terdampar dulu. Sebelum Kika Ga
meninggalkan Rai Liru ia telah dikawinkan dengan seorang dewi yang bernama Lia Lea.
Dewa Liru Balla berpesan agar Kika Ga dan Kiu Lea mendirikan kampung di Merrabu
atau Harn Roe. Ia diperlengkapi dengan Kepako tombak; Hemala pedang; Ruhelama
= =

= suatu anyaman yang berbentuk salib dari daun tuak. Hemala, Kepake, Ruhelama, dan
Rukedue biasa dipakai
70
oleh Mone Arna di Sabu dalam upacara-upacara adat, sebagai alat-alat upacara.

Sebelum Kika Liru atau Kika Ga dan Lia Ra turun di Merrabu, Dewa Liru Balla telah menyuruh anaknya Luji Liru pergi
di Kalo Ketika di Jawawawa di rumah Dewa Mone Rou dan Banni Baku, untuk mencuri segenggam tanah dari Roa ma- ngarru
(kolong rumah) Mone Rau dan Banni Baku. Tanah itu dihamburkan di sekitar kole Merrabu dan Kebuhu dan atas pra- karsa
dewa Liru Balla maka terbentuklah daratan yang lebih luas yang sekarang disebut dengan Roi Hawu atau pulau Sabu
sekarang. Dari Kika Ga dan Liu Ra kemudian berkembang biak keturunan yang banyak. Dengan keturunannya maka
terbentuklah Suku Sabu serta masyarakat Sabu yang sekarang. Keturunan dari Kika Liru dan Lia Ra inilah yang menurunkan
suku-suku dctn masyara- kat di Sabu. Dan keturunan-keturunan itu adalah sebagai berikut; Kika Ga beranak Hu Kika, Hu Kika
menurunkan Unu Hu, Unu Hu beranak AE Unu, AE Unu beranak Roi AE, Roi AE beranak Ngara Rai, Ngara Rai beranak Mika
Ngara, Mika Ngara beranak tiga orang yakni Hawu Mika, meninggal dunia, Deba Mika dan ZE Mika yang menjadi pokok
keturunan suku Sabu sekarang ini.

Untuk mengenang nama Hawu Mika dan leluhurnya Hawu Ga maka tanah itu disebut Roi Hawu atau lasim disebut
tanah Sabu Ota. Dari Kalo Merabbulah berasal semua upacara dan per- aturan-peraturan yang sekarang tersebar dalam Hrna
wilayah yakni LiaW, Raijua dan wilayah Dimu.

Setelah keturunan mereka menjadi banyak maka mereka bermukim di tempat yang baru. Di sana dibuatlah
perkempungan yang sekarang disebut Teriwu RoE AE, kampungnya disebut Dara Roe Moene le, maksudnya kampung dari IE
Mika. Di kolo Teriwu masih terlihat bekas kampung atau Roe Mone IE yang telah berubah menjadi hutan. Di Kolo Teriwu
terdapat batu-batu keramat kepunyaan Mone Ame. Dari sana Mone Arna setiap tahun meletakkan sajian di atas, batu-batu
keramat. Di Kolo Merabbu juga masih terlihat bekas-bekas kampung atau Roe, serta batu- batu keramat. Tempat itu sekarang
dikenal sebagai tempat untuk meminta kesaktian kepada dewanya.

Anda mungkin juga menyukai