Dokumen - Tips - Makalah Gagal Nafas Kelompok
Dokumen - Tips - Makalah Gagal Nafas Kelompok
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Kritis
(Dosen : Dr. Tri Wahyu Murni,SpBTKV)
Disusun oleh :
Ai Rohayati (22012011000)
Anita Setyawati (2201201100)
Yani Trihandayani (220120110004)
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………….……… i
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….………… 1
PENDAHULUAN
Perawatan Intensif adalah tindakan perawatan dan tindakan medis yang secara aktif
dilakukan untuk menunjang fungsi organ vital, memperbaiki dan mencegah kegagalan lain.
Dengan demikian kematian dapat dicegah. Kegagalan fungsi organ vital yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat adalah fungsi pernafasan, kardiovaskuler dan SSP.
Fungsi pernafasan adalah memasukkan oksigen dan udara luar ke dalam darah untuk memenuhi
kebutuhan O2 dan mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme. Kedua proses ini terjadi
melalui paru.
Setiap perubahan atau kelainan di paru baik disebabkan oleh penyakit atau bukan akan
mempengaruhi proses pertukaran O2 dan CO2. Apabila tidak segera diatasi, kebutuhan O2
jaringan akan tidak terpenuhi sehingga dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ vital lain
seperti kardiovaskuler, SSP, ginjal, hepar dan lain-lain, selanjutnya menyebabkan kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA GAGAL NAFAS
A. PENGERTIAN
Gagal pernafasan akut : tidak berfungsinya pernafasan pada derajat dimana pertukaran gas
tidak adekuat untuk mempertahankan GDA normal (Huddak & Gallo, 2006 : 563).
Gagal nafas : gangguan signifikan kapasitas perubahan gas dalam respirasi, bisa merupakan
gagal oksigenasi dan gagal ventilasi (Praveen Kumar).
Gagal nafas : suatu keadaan yg mengancam kehidupan akibat tdk adekuatnya pengambilan
O2 dan pengeluaran CO2 (ditandai dgn PaO2 < 50mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg).
Respiratory failure (lung failure) merupakan kondisi dimana kadar O2 dalam darah menjadi
sangat rendah atau kadar CO2 sangat tinggi.
Respiratory failure kondisi emergensi diakibatkan oleh kondisi penyakit paru atau
penyakit paru berat yang dapat muncul tiba-tiba sebagai respiratory distress syndrome.
B. KLASIFIKASI GAGAL NAFAS
1. Hypoxemic (Type I)
Dengan karakteristik PaO2 kurang dari 60 mmHg dengan PaCO2 normal atau
rendah. penyakit paru akut secara umum meliputi pengisian cairan atau kolap
unit alveolar.
Terjadi pada cardiogenic atau noncardiogenic pulmonary edema, pneumonia, dan
pulmonary hemorrhage
Penyebab umum hypoxemic (Type I) :
Chronic bronchitis dan emphysema (COPD)
Pneumonia
Pulmonary edema
Pulmonary fibrosis
Asthma
Pneumothorax
Pulmonary embolism
Pulmonary arterial hypertension
2. Hypercapnic (Type II)
PaCO2 lebih dari 50 mm Hg.
Terjadi padadrug overdose, neuromuscular disease, chest wall abnormalities, dan
severe airway disorders [COPD].
Chronic bronchitis and emphysema (COPD)
Severe asthma
Drug overdose
Poisonings
Myasthenia gravis
Polyneuropathy
Poliomyelitis
Primary muscle disorders
3. Acut
Acute hypercapnic respiratory failure berkembang dari beberapa menit sampai beberapa
jam oleh karena itu pH kurang dari 7.3.
4. Chronic
Chronic respiratory failure berkembang beberapa hari atau lebih lama, terjadi
kompensasi renal dan terjadi peningkatan konsentrasi bikarbonat pH biasanya
menurun sedikit
C. ETIOLOGI
Menurunnya pengaturan pernapasan
Injury otak berat
Lesi yang besar di brain stem (multiple sclerosis)
Penggunaan obat tidur
Penyakit metabolik seperti hypothyroidism mengganggu respon normal
chemoreceptors di otak untuk rangsang respirasi normal
Disfungsi dinding dada
Beberapa penyakit / gangguan saraf, spinal cord, otot atau neuromuscular junction
gagal nafas akut.
Penyakit musculoskeletal (muscular dystrophy, polymyositis),
Gangguan neuromuscular junction (myasthenia gravis, poliomyelitis),
Beberapa gangguan saraf perifer dan gangguan spinal cord (amyotrophic lateral
sclerosis, Guillain-Barré syndrome, dan cervical spinal cord injuries).
Disfungsi parenchyma paru
Efusi Pleural, hemothorax, pneumothorax, dan obstruksi jalan nafas atas
mengganggu ventilasi: expansi paru.
Biasanya terjadi karena enyakit paru yang mendasarinya, penyakit pleura, trauma
atau injury
Penyakit lainnya pneumonia, status asthmaticus, lobar atelectasis, pulmonary
embolism, dan pulmonary edema.
Penyebab lain
Periode Postoperatif.
Gagal nafas akut akibat dampak anestesi, analgetik dan sedatif menekan
pernafasan hypoventilasi.
Nyeri menggangu nafas dalam dan batuk
Mismatch ventilasi terhadap perfusi gagal nafas setelah pembedahan besar
abdomen, jantung atau bedah thoraks.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda awal berkaitan dengan gangguan oksigenasi : gelisah, fatigue, headache,
dyspnea, sesak, tachycardia, dan TD meningkat.
Tanda hypoxemia: confusion, lethargy, tachycardia, tachypnea, cyanosis sentral,
diaphoresis, dan akhirnya henti nafas.
Pemeriksaan fisik: acute respiratory distress: penggunaan otot nafas tambahan,
menurunnya suara nafas jika ventilasi tidak adekuat.
Keluhan dan gejala berdasarkan tipe gagal nafas :
1. Tipe 1 : Hipoksemia tanpa hiperkapnia (lung failure), keluhan dan gejala :
a. Gangguan nafas pendek (sesak) yang akut
b. Kejadian penyakit akut
c. Takipnea ( > 35 menit)
d. Takikardia
e. Hipotensi
2. Tipe 2 : Hipoksemia dengan hiperkapnia (pump failure), keluhan dan gejala :
a. Perifer masih hangat
b. Nadi tidak teratur
c. Tremor( retensi CO2)
d. Sakit kepala
e. Confusion
f. Pupil mengecil
g. Vena retina melebar
h. Papil edema
i. Refleks tendon menurun
j. Koma
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosa pasti gagal nafas akut biasanya ditegakkan dari :
1. Hasil pemeriksaan analisis gas darah,
2. Tetapi kadang-kadang diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja.
Seperti pada obstruksi jalan nafas, adanya apnoe dan lain-lain. Pada keadaan seperti ini
tidak perlu menunggu hasil analisis gas darah.
3. Pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan kadar O2 arteri yang rendah (PaO2
kurang dari 60 mmHg) atau dan kadar CO2 yang tinggi (PaCO2 lebih dari 49 mmHg).
Karena pemeriksaan analisis gas darah ini cukup rumit, maka ada cara untuk
menentukan secara kasar PaO2 dan warna darah arterial yang diambil untuk sampel
pemeriksaan :
Bila warnanya merah cerah PaO2 53 mmHg
Bila warnanya agak kehitaman PaO2 38 mmHg
Bila warnanya hitam PaO2 30 mmHg
4. Gagal nafas akut juga dapat terjadi setelah trauma di tempat/organ lain, infeksi atau
sepsis, gangguan intestinal. Ditandai dengan timbulnya takhipnoe, takhikardi; dalam 24
jam pertama biasanya belum jelas tanda- tanda hipoksemi dan asidosis.
5. Foto thoraks :
Pada stadium awal biasanya foto toraks tidak menunjukkan adanya kelainan.
Secara bertahap timbul edema perivaskuler yang berkembang menjadi edema
intraalveolar yang difus.
Keadaan ini akan tampak pada gambaran radiologi sebagai penambahan gambar
corakan paru. Setelah 4¬5 hari gambar corakan paru ini makin bertambah sampai
menunjukkan gambaran edema paru yang jelas.
6. Pemeriksaan EKG untuk melihat ada tidaknya iskemi atau infark jantung.
7. Pada stadium yang lebih lanjut akan terjadi obstruksi nafas yang intermiten pada daerah-
daerah yang mengalami atelektasis dan emfisema.
Terjadi atelektasis dan terjadilah pintasan intra pulmoner.
Keadaan ini menyebabkan hipoksemi dan sesak nafas, biasanya saturasi oksigen
kurang dari 80% walaupun dengan FiO2 yang ditinggikan.
Paru menjadi semakin kaku sehingga volume udara yang diperlukan untuk
mengembangkannya bertambah, yang biasanya 25 ml/cmH2O menjadi 50
ml/cmH2O.
Apabila penderita bertahan, pada hari ke-5 ¬ 13 biasanya timbul komplikasi
bronkhopneumoni. Secara radiologi akan terlihat jelas gambaran infiltrat.
F. PENATALAKSANAAN GAGAL NAFAS
1. Prinsip terapi pada gagal nafas akut :
a. Koreksi terhadap kekurangan O2
Konsentrasi tinggi > 50 % dapat diberikan lebih dari 12 – 24 jam
Pada keadaan akut dari gagal nafas kronik, konsentrasi O2 24 – 28 %
b. Koreksi asidosis Respiratorik
c. Mempertahankan curah jantung dan transport O2
d. Terapi terhadap penyakit dasar
e. Pencegahan kompilkasi
2. Penatalaksanaan dan pengobatan dibagi atas non spesifik dan spesifik. Pada umumnya
di perlukan kombinasi keduanya.
a. Penatalaksanaan dan Pengobatan Spesifik:
Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga untuk masing-masing
keadaan berbeda-beda.
Pada kasus-kasus emergency dan akut pengobatan spesifik dilakukan di tempat
kejadian atau di unit gawat darurat.
Penatalaksanaan antara lain:
1) Terapi oksigen:
Diperlukan apabila PaO2 kurang dari 45 mmHg atau saturasinya kurang dari
75%. Pemberian O2 harus diusahakan jangan menyebabkan peningkatan
PaCO2.
Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan venturi type mask sehingga
kadar oksigen yang diberikan dapat lebih akurat.
Pemberian O2 tidak boleh terlalu tinggi dan harus secara kontinu karena
pemberian intermiten akan membahayakan.
2) Antibiotik.
Harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul pada kasus
gawat paru untuk mencegah gagal nafas akut.
Sedangkan pada kasus gagal nafas akut sebaiknya berikan terapi untuk mencegah
agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk, sambil menunggu
pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.
Pengobatan non spesifik meliputi:
Mengatasi hipoksemia : terapi oksigen
Mengatasi hiperkarbia : terapi ventilasi
1) Terapi Oksigen
Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal.
Berlainan sekali dengan gagal nafas dan penyakit kronik yang menjadi akut
kembali (dimana pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga
pusat pernafasan tidak terangsang lagi oleh hypercarbic drive melainkan
terhadap hypoxemic drive), maka kenaikan PaO2 yang terlalu cepat dapat
menyebabkan apnoe.
Terapi yang terbaik adalah dengan meningkatkan konsentrasi fraksi inspirasi
oksigen (FiO2 dan menurunkan kebutuhan O2 dengan bantuan ventilasi.
Apabila penderita akan dibiarkan bernafas spontan, O2 diberikan melalui
nasal catheter. Hubungan antara besarnya aliran udara dengan konsentrasi O2
inspirasi
Obstruksi jalan nafas bagian atas karena lidah yang jatuh dapat diatasi dengan
hiperekstensi kepala, apabila belum menolong lakukan triple airway
manuevre.
Apabila terjadi obstruksi karena benda asing atau edema laning lakukan
cricothyrotomy atau tracheostomy.
2) Ventilasi bantu
Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut ke mulut atau
mulut ke hidung.
3) Ventilasi kendali
A. DESKRIPSI KASUS
“Ny. O berusia 38 tahun mengalami sesak nafas dan gelisah, kemudian dibawa ke RS
terdekat.”
B. PENANGANAN KASUS
1. PENGKAJIAN
1. AIRWAY
Melakukan pengkajian Airway, dengan cara :
A. LOOK
• Melihat adanya sumbatan pada jalan nafas atas dengan membuka rongga mulut klien
• Melihat adanya penggunaan otot-otot nafas tambahan (misal : otot suprasternal)
• Melihat pergerakan dada
• Mengukur frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan pasien
• Cyanosis
• Perubahan frekuensi dan pola pernafasan (Altered respiratory pattern & rate)
• Bernafas dgn penggunaan otot pernafasan tambahan (Use of accessory muscles)
• Trakea tdk digaris tengah/ Tarikan pada trakea (Tracheal tug)
• Perubahan derajat kesadaran (Altered level of consciousness)
•
• Pada saat dilakukan pengkajian di UGD didapatkan data R = 32 x /menit, S = 37,2°C, TD
130/80 mmHg, N = 100 x /menit teraba lemah, terlihat penggunaan otot-otot nafas
tambahan, pada saat diauskultasi terdengar suara ronchi basah pada lapang paru kanan
dan kiri anterior. Akral teraba dingin. Berdasarkan keterangan keluarga Ny. O
mempunyai riwayat bronchitis kronis yang tidak terkontrol secara teratur. Dari data
laboratorium didapatkan PaO2 = 45mmHg, PCO2 = 50 mmHg. pH = 7,0.”
B. LISTEN
• Mendengarkan suara nafas klien, apakah terdengar suara nafas tambahan atau tidak
terdengar suara nafas
C. FEEL
• Mendekatkan telinga pada area hidung dan mulut untuk merasakan dan mendengarkan
udara yang keluar dari klien
2. BREATHING
Melakukan pengkajian breathing dengan cara :
A. LOOK :
• Melihat apakah terjadi cyanosis pada bibir, kuku TIDAK
• Mengukur frekuensi pernafasan, dan melihat kedalaman pernafasan
• Melihat apakah pasien banyak mengeluarkan keringat IYA
• Menilai tingkat kesadaran pasien, untuk melihat apakah ada penurunan kesadaran
TIDAK
• Melihat nilai hasil AGD
• Cyanosis
• Altered respiratory pattern and rate , Equility & depth of respiration, Use of accessory
muscles
• Altered level of consciousness
• Sweating
• Elevated JVP
• Oxygen saturation
•
B. LISTEN
• Mendengarkan suara nafas pasien dari luar
• Melihat apakah ada kesulitan berbicara karena sesak pada pasien
• Melakukan auskultasi suara nafas pada lapang paru
• Melakukan perkusi pada lapang paru, untuk mendengarkan apakah ada penumpukan
cairan atau pemadatan pada paru
• Dyspnea
• Inabilty to talk
• Noisy breathing
• Percussion
• Auscultation
•
C. FEEL
• Merasakan getaran dinding dada (vocal fremitus)
• Meraba adanya pergerakan sisi dada yang tertinggal
• Symmetri & extent of chest movement, position of trachea, crepitus, abdominal
distention
•
3. CIRCULATION
A. LOOK
• Menilai adanya penurunan tingkat kesadaran (GCS)
• Melihat adanya cyanosis pada bibir dan kuku
• Melihat jumlah urine output
• Melihat adanya sesak nafas
B. LISTEN
• Mendengarkan bunyi jantung dan irama jantung dengan stetoscope
C. FEEL
• Meraba akral pasien, apakah teraba dingin atau tidak
• Meraba denyut nadi pasien apakah cepat, atau lambat dan reguler atau tidak
• Meraba nadi pasien apakah teraba kuat atau lemah
C. PENATALAKSANAAN KASUS
1. AIRWAY
A. LOOK
• Pada kasus tersebut diatas diketahui bahwa jalan nafas atas clear, tidak ada sekret
• Tetapi terlihat adanya penggunaan otot-otot nafas tambahan