Anda di halaman 1dari 19

GAGAL NAFAS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Kritis
(Dosen : Dr. Tri Wahyu Murni,SpBTKV)

Disusun oleh :
Ai Rohayati (22012011000)
Anita Setyawati (2201201100)
Yani Trihandayani (220120110004)

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirrobbil’aalamiin, puji dan syukur penyusun panjatkan Kehadirat Allah


SWT berkat rahmat serta hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan salah satu tugas pada mata
kuliah Dasar Keperawatan Kritis ini.
Makalah ini berisikan pembahasan secara teori yang disertai analisa deskripsi dari kasus
fiktif mengenai gagal nafas.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi isi materi maupun sistematika
penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Bandung, April 2012


Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………….……… i
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….………… 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA GAGAL NAFAS


A. Pengertian …………………………………………………………..…………2
B. Klasifikasi Gagal Nafas ………………………………………………..……2
C. Etiologi ………………………………………………..……………5
D. Manifestasi Klinis …………………………………………………..…7
E. Pemeriksaan Diagnostik ……………………………………………………..
F. Penatalaksanaan Gagal Nafas ……………………………………………

BAB III PEMBAHASAN KASUS


A. Deskripsi Kasus ………………………………………………………..……8
B. Pengkajian Berdasarkan Kasus ………………………………………..……8
C. Penatalaksanaan Kasus ………………………………………………..…. 9

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………………..…..11


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..…..iii
BAB I

PENDAHULUAN

Perawatan Intensif adalah tindakan perawatan dan tindakan medis yang secara aktif
dilakukan untuk menunjang fungsi organ vital, memperbaiki dan mencegah kegagalan lain.
Dengan demikian kematian dapat dicegah. Kegagalan fungsi organ vital yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat adalah fungsi pernafasan, kardiovaskuler dan SSP.
Fungsi pernafasan adalah memasukkan oksigen dan udara luar ke dalam darah untuk memenuhi
kebutuhan O2 dan mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme. Kedua proses ini terjadi
melalui paru.

Setiap perubahan atau kelainan di paru baik disebabkan oleh penyakit atau bukan akan
mempengaruhi proses pertukaran O2 dan CO2. Apabila tidak segera diatasi, kebutuhan O2
jaringan akan tidak terpenuhi sehingga dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ vital lain
seperti kardiovaskuler, SSP, ginjal, hepar dan lain-lain, selanjutnya menyebabkan kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA GAGAL NAFAS

A. PENGERTIAN
Gagal pernafasan akut : tidak berfungsinya pernafasan pada derajat dimana pertukaran gas
tidak adekuat untuk mempertahankan GDA normal (Huddak & Gallo, 2006 : 563).
Gagal nafas : gangguan signifikan kapasitas perubahan gas dalam respirasi, bisa merupakan
gagal oksigenasi dan gagal ventilasi (Praveen Kumar).
Gagal nafas : suatu keadaan yg mengancam kehidupan akibat tdk adekuatnya pengambilan
O2 dan pengeluaran CO2 (ditandai dgn PaO2 < 50mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg).
Respiratory failure (lung failure) merupakan kondisi dimana kadar O2 dalam darah menjadi
sangat rendah atau kadar CO2 sangat tinggi.
Respiratory failure kondisi emergensi diakibatkan oleh kondisi penyakit paru atau
penyakit paru berat yang dapat muncul tiba-tiba sebagai respiratory distress syndrome.
B. KLASIFIKASI GAGAL NAFAS
1. Hypoxemic (Type I)
 Dengan karakteristik PaO2 kurang dari 60 mmHg dengan PaCO2 normal atau
rendah.  penyakit paru akut secara umum meliputi pengisian cairan atau kolap
unit alveolar.
 Terjadi pada cardiogenic atau noncardiogenic pulmonary edema, pneumonia, dan
pulmonary hemorrhage
 Penyebab umum hypoxemic (Type I) :
 Chronic bronchitis dan emphysema (COPD)
 Pneumonia
 Pulmonary edema
 Pulmonary fibrosis
 Asthma
 Pneumothorax
 Pulmonary embolism
 Pulmonary arterial hypertension
2. Hypercapnic (Type II)
 PaCO2 lebih dari 50 mm Hg.
 Terjadi padadrug overdose, neuromuscular disease, chest wall abnormalities, dan
severe airway disorders [COPD].
 Chronic bronchitis and emphysema (COPD)
 Severe asthma
 Drug overdose
 Poisonings
 Myasthenia gravis
 Polyneuropathy
 Poliomyelitis
 Primary muscle disorders
3. Acut
Acute hypercapnic respiratory failure berkembang dari beberapa menit sampai beberapa
jam oleh karena itu pH kurang dari 7.3.
4. Chronic
Chronic respiratory failure berkembang beberapa hari atau lebih lama, terjadi
kompensasi renal dan terjadi peningkatan konsentrasi bikarbonat pH biasanya
menurun sedikit
C. ETIOLOGI
 Menurunnya pengaturan pernapasan
 Injury otak berat
 Lesi yang besar di brain stem (multiple sclerosis)
 Penggunaan obat tidur
 Penyakit metabolik seperti hypothyroidism mengganggu respon normal
chemoreceptors di otak untuk rangsang respirasi normal
 Disfungsi dinding dada
 Beberapa penyakit / gangguan saraf, spinal cord, otot atau neuromuscular junction
gagal nafas akut.
 Penyakit musculoskeletal (muscular dystrophy, polymyositis),
 Gangguan neuromuscular junction (myasthenia gravis, poliomyelitis),
 Beberapa gangguan saraf perifer dan gangguan spinal cord (amyotrophic lateral
sclerosis, Guillain-Barré syndrome, dan cervical spinal cord injuries).
 Disfungsi parenchyma paru
 Efusi Pleural, hemothorax, pneumothorax, dan obstruksi jalan nafas atas 
mengganggu ventilasi: expansi paru.
 Biasanya terjadi karena enyakit paru yang mendasarinya, penyakit pleura, trauma
atau injury
 Penyakit lainnya pneumonia, status asthmaticus, lobar atelectasis, pulmonary
embolism, dan pulmonary edema.

 Penyebab lain
 Periode Postoperatif.
 Gagal nafas akut akibat dampak anestesi, analgetik dan sedatif menekan
pernafasan hypoventilasi.
 Nyeri menggangu nafas dalam dan batuk
 Mismatch ventilasi terhadap perfusi gagal nafas setelah pembedahan besar
abdomen, jantung atau bedah thoraks.
D. MANIFESTASI KLINIS
 Tanda awal berkaitan dengan gangguan oksigenasi : gelisah, fatigue, headache,
dyspnea, sesak, tachycardia, dan TD meningkat.
 Tanda hypoxemia: confusion, lethargy, tachycardia, tachypnea, cyanosis sentral,
diaphoresis, dan akhirnya henti nafas.
 Pemeriksaan fisik: acute respiratory distress: penggunaan otot nafas tambahan,
menurunnya suara nafas jika ventilasi tidak adekuat.
 Keluhan dan gejala berdasarkan tipe gagal nafas :
1. Tipe 1 : Hipoksemia tanpa hiperkapnia (lung failure), keluhan dan gejala :
a. Gangguan nafas pendek (sesak) yang akut
b. Kejadian penyakit akut
c. Takipnea ( > 35 menit)
d. Takikardia
e. Hipotensi
2. Tipe 2 : Hipoksemia dengan hiperkapnia (pump failure), keluhan dan gejala :
a. Perifer masih hangat
b. Nadi tidak teratur
c. Tremor( retensi CO2)
d. Sakit kepala
e. Confusion
f. Pupil mengecil
g. Vena retina melebar
h. Papil edema
i. Refleks tendon menurun
j. Koma
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosa pasti gagal nafas akut biasanya ditegakkan dari :
1. Hasil pemeriksaan analisis gas darah,
2. Tetapi kadang-kadang diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja.
Seperti pada obstruksi jalan nafas, adanya apnoe dan lain-lain. Pada keadaan seperti ini
tidak perlu menunggu hasil analisis gas darah.
3. Pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan kadar O2 arteri yang rendah (PaO2
kurang dari 60 mmHg) atau dan kadar CO2 yang tinggi (PaCO2 lebih dari 49 mmHg).
Karena pemeriksaan analisis gas darah ini cukup rumit, maka ada cara untuk
menentukan secara kasar PaO2 dan warna darah arterial yang diambil untuk sampel
pemeriksaan :
 Bila warnanya merah cerah PaO2 53 mmHg
 Bila warnanya agak kehitaman PaO2 38 mmHg
 Bila warnanya hitam PaO2 30 mmHg
4. Gagal nafas akut juga dapat terjadi setelah trauma di tempat/organ lain, infeksi atau
sepsis, gangguan intestinal. Ditandai dengan timbulnya takhipnoe, takhikardi; dalam 24
jam pertama biasanya belum jelas tanda- tanda hipoksemi dan asidosis.
5. Foto thoraks :
 Pada stadium awal biasanya foto toraks tidak menunjukkan adanya kelainan.
 Secara bertahap timbul edema perivaskuler yang berkembang menjadi edema
intraalveolar yang difus.
 Keadaan ini akan tampak pada gambaran radiologi sebagai penambahan gambar
corakan paru. Setelah 4¬5 hari gambar corakan paru ini makin bertambah sampai
menunjukkan gambaran edema paru yang jelas.
6. Pemeriksaan EKG untuk melihat ada tidaknya iskemi atau infark jantung.
7. Pada stadium yang lebih lanjut akan terjadi obstruksi nafas yang intermiten pada daerah-
daerah yang mengalami atelektasis dan emfisema.
 Terjadi atelektasis dan terjadilah pintasan intra pulmoner.
 Keadaan ini menyebabkan hipoksemi dan sesak nafas, biasanya saturasi oksigen
kurang dari 80% walaupun dengan FiO2 yang ditinggikan.
 Paru menjadi semakin kaku sehingga volume udara yang diperlukan untuk
mengembangkannya bertambah, yang biasanya 25 ml/cmH2O menjadi 50
ml/cmH2O.
 Apabila penderita bertahan, pada hari ke-5 ¬ 13 biasanya timbul komplikasi
bronkhopneumoni. Secara radiologi akan terlihat jelas gambaran infiltrat.
F. PENATALAKSANAAN GAGAL NAFAS
1. Prinsip terapi pada gagal nafas akut :
a. Koreksi terhadap kekurangan O2
 Konsentrasi tinggi > 50 % dapat diberikan lebih dari 12 – 24 jam
 Pada keadaan akut dari gagal nafas kronik, konsentrasi O2 24 – 28 %
b. Koreksi asidosis Respiratorik
c. Mempertahankan curah jantung dan transport O2
d. Terapi terhadap penyakit dasar
e. Pencegahan kompilkasi
2. Penatalaksanaan dan pengobatan dibagi atas non spesifik dan spesifik. Pada umumnya
di perlukan kombinasi keduanya.
a. Penatalaksanaan dan Pengobatan Spesifik:
Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga untuk masing-masing
keadaan berbeda-beda.
Pada kasus-kasus emergency dan akut pengobatan spesifik dilakukan di tempat
kejadian atau di unit gawat darurat.
Penatalaksanaan antara lain:
1) Terapi oksigen:
 Diperlukan apabila PaO2 kurang dari 45 mmHg atau saturasinya kurang dari
75%. Pemberian O2 harus diusahakan jangan menyebabkan peningkatan
PaCO2.
 Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan venturi type mask sehingga
kadar oksigen yang diberikan dapat lebih akurat.
 Pemberian O2 tidak boleh terlalu tinggi dan harus secara kontinu karena
pemberian intermiten akan membahayakan.

2) Antibiotik.

 Kuman penyebab infeksi terbanyak pada kasus ini adalah Haemophilus


influensa.
3) Bronkhodilator.

 Walaupun beberapa bronchioli mengalami kerusakan yang ireversibel tetapi


bronkhodilatasi di tempat yang masih reversibel akan sangat membantu.
Biasanya diberikan aminophyllin.

4) Pemberian steroid dapat dipertimbangkan walaupun beberapa ahli masih


meragukan efektivitasnya.

5) Bantuan nafas/ventilasi biasanya diberikan untuk mencegah CO2 narkosis,


pemberian terapi O2 yang tidak dibatasi, dan bila cara-cara konservatif tidak
berhasil.

b. Penatalaksanaan dan Pengobatan Non Spesifik

 Harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul pada kasus
gawat paru untuk mencegah gagal nafas akut.
 Sedangkan pada kasus gagal nafas akut sebaiknya berikan terapi untuk mencegah
agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk, sambil menunggu
pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.
 Pengobatan non spesifik meliputi:
 Mengatasi hipoksemia : terapi oksigen
 Mengatasi hiperkarbia : terapi ventilasi

1) Terapi Oksigen

 Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal.

 Berlainan sekali dengan gagal nafas dan penyakit kronik yang menjadi akut
kembali (dimana pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga
pusat pernafasan tidak terangsang lagi oleh hypercarbic drive melainkan
terhadap hypoxemic drive), maka kenaikan PaO2 yang terlalu cepat dapat
menyebabkan apnoe.
 Terapi yang terbaik adalah dengan meningkatkan konsentrasi fraksi inspirasi
oksigen (FiO2 dan menurunkan kebutuhan O2 dengan bantuan ventilasi.
Apabila penderita akan dibiarkan bernafas spontan, O2 diberikan melalui
nasal catheter. Hubungan antara besarnya aliran udara dengan konsentrasi O2
inspirasi

2) Atasi Hiperkarbia perbaiki ventilasi

 Memperbaiki ventilasi dan tahap yang paling sederhana sampai pemberian


ventilasi buatan. Hiperkarbia yang berat dan akut akan mengakibatkan
gangguan pH darah atau asidosis; hal ini harus diatasi segera dengan
memperbaiki ventilasi.

o Pada kasus-kasus acute on chronic yang sudah terbiasa hiperkarbi,


hindari penurunan PaCO2 yang terlalu rendah karena akan
menyebabkan alkalosis sehingga dapat menyebabkan hipokalemi,
aritmi jantung dan sebagainya.

o Penurunan PaCO2 harus bertahap tidak lebih dari 4 mmHg/jam.

Upaya untuk memperbaiki ventilasi antara lain :

1) Membebaskan jalan nafas

 Obstruksi jalan nafas bagian atas karena lidah yang jatuh dapat diatasi dengan
hiperekstensi kepala, apabila belum menolong lakukan triple airway
manuevre.

 Apabila terjadi obstruksi karena benda asing atau edema laning lakukan
cricothyrotomy atau tracheostomy.

 Mungkin juga diperlukan pemasangan pipa endotrakheal.

2) Ventilasi bantu
 Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut ke mulut atau
mulut ke hidung.

 Apabila sarana tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan ambubag atau


dengan alat IPPB, yang memberikan ventilasi berdasarkan tekanan negatif yang
ditimbulkan waktu pasien inspirasi (pada keadaan ini pasien masih sadar dan
bernafas spontan).

3) Ventilasi kendali

 Pasien harus dipasangi pipa endotrakheal yang dihubungkan dengan ventilator.

 Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator.

 Bantuan ventilasi diperlukan biasanya berdasarkan kriteria :

o Rasio PaO2/FiO2 <>2 40% tetapi PaO2 80 mmHg)

o Penurunan compliance paru sampai 50%

o Frekuensi respirasi > 30 40 kali/menit

o FiO2 40% dengan PaO2 > 90 mmHg.

o Volume ventilasi semenit pada keadaan istirahat 10 l/ menit.

o Tidal volume >5 ml/kg

Terapi mula-mula adalah :

 Intubasi,berikan O2 dengan kadar 60%.


 Trakheostomi dilakukan untuk mengganti pipa endotrakheal, bila penderita perlu
diventilasi lebih dari 34 minggu.
 Setelah ekstubasi sebaiknya penderita tetap diobservasi untuk kemungkinan gangguan
nafas pasca ekstubasi.
 Monitoring yang perlu di1akukan.
 Pemeriksaan analisis gas darah setiap 15 menit pada saat baru masuk ventilator sampai
kembali ke nilai normal, setelah itu pemeriksaan analisis gas darah dilakukan setiap 6
jam.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. DESKRIPSI KASUS
“Ny. O berusia 38 tahun mengalami sesak nafas dan gelisah, kemudian dibawa ke RS
terdekat.”

B. PENANGANAN KASUS
1. PENGKAJIAN

1. AIRWAY
Melakukan pengkajian Airway, dengan cara :
A. LOOK
• Melihat adanya sumbatan pada jalan nafas atas dengan membuka rongga mulut klien
• Melihat adanya penggunaan otot-otot nafas tambahan (misal : otot suprasternal)
• Melihat pergerakan dada
• Mengukur frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan pasien
• Cyanosis
• Perubahan frekuensi dan pola pernafasan (Altered respiratory pattern & rate)
• Bernafas dgn penggunaan otot pernafasan tambahan (Use of accessory muscles)
• Trakea tdk digaris tengah/ Tarikan pada trakea (Tracheal tug)
• Perubahan derajat kesadaran (Altered level of consciousness)

• Pada saat dilakukan pengkajian di UGD didapatkan data R = 32 x /menit, S = 37,2°C, TD
130/80 mmHg, N = 100 x /menit teraba lemah, terlihat penggunaan otot-otot nafas
tambahan, pada saat diauskultasi terdengar suara ronchi basah pada lapang paru kanan
dan kiri anterior. Akral teraba dingin. Berdasarkan keterangan keluarga Ny. O
mempunyai riwayat bronchitis kronis yang tidak terkontrol secara teratur. Dari data
laboratorium didapatkan PaO2 = 45mmHg, PCO2 = 50 mmHg. pH = 7,0.”
B. LISTEN
• Mendengarkan suara nafas klien, apakah terdengar suara nafas tambahan atau tidak
terdengar suara nafas
C. FEEL
• Mendekatkan telinga pada area hidung dan mulut untuk merasakan dan mendengarkan
udara yang keluar dari klien
2. BREATHING
Melakukan pengkajian breathing dengan cara :
A. LOOK :
• Melihat apakah terjadi cyanosis pada bibir, kuku TIDAK
• Mengukur frekuensi pernafasan, dan melihat kedalaman pernafasan
• Melihat apakah pasien banyak mengeluarkan keringat IYA
• Menilai tingkat kesadaran pasien, untuk melihat apakah ada penurunan kesadaran
TIDAK
• Melihat nilai hasil AGD
• Cyanosis
• Altered respiratory pattern and rate , Equility & depth of respiration, Use of accessory
muscles
• Altered level of consciousness
• Sweating
• Elevated JVP
• Oxygen saturation

B. LISTEN
• Mendengarkan suara nafas pasien dari luar
• Melihat apakah ada kesulitan berbicara karena sesak pada pasien
• Melakukan auskultasi suara nafas pada lapang paru
• Melakukan perkusi pada lapang paru, untuk mendengarkan apakah ada penumpukan
cairan atau pemadatan pada paru
• Dyspnea
• Inabilty to talk
• Noisy breathing
• Percussion
• Auscultation

C. FEEL
• Merasakan getaran dinding dada (vocal fremitus)
• Meraba adanya pergerakan sisi dada yang tertinggal
• Symmetri & extent of chest movement, position of trachea, crepitus, abdominal
distention

3. CIRCULATION
A. LOOK
• Menilai adanya penurunan tingkat kesadaran (GCS)
• Melihat adanya cyanosis pada bibir dan kuku
• Melihat jumlah urine output
• Melihat adanya sesak nafas
B. LISTEN
• Mendengarkan bunyi jantung dan irama jantung dengan stetoscope
C. FEEL
• Meraba akral pasien, apakah teraba dingin atau tidak
• Meraba denyut nadi pasien apakah cepat, atau lambat dan reguler atau tidak
• Meraba nadi pasien apakah teraba kuat atau lemah

C. PENATALAKSANAAN KASUS
1. AIRWAY
A. LOOK
• Pada kasus tersebut diatas diketahui bahwa jalan nafas atas clear, tidak ada sekret
• Tetapi terlihat adanya penggunaan otot-otot nafas tambahan

Tindakan yang bisa dilakukan :


• Atur posisi semi fowler
• Kolaborasi pemberian oksigen
B. LISTEN dan FEEL
• Pada kasus diatas terdengar suara nafas ronchi pada lapang parunya, hal ini bisa
diakibatkan karena adanya peningkatan produksi sekret akibat adanya respon inflamasi
(riwayat bronchitis kronis)

Tindakan yang bisa dilakukan :


• Kolaborasi pemeberian mukolitik
• Anjurkan klien untuk batuk efektif
• Observasi kecepatan dan kedalam respirasi
2. BREATHING
A. LOOK, LISTEN & FEEL
• Pada kasus diatas tidak terdapat penurunan tingkat kesadaran , tidak terdapat cyanosis,
tidak terdapat keringat dingin
• Tetapi pada kasus diatas frekuensi nafas 36 x/menit, dan didapatkan nilai AGD PaO2
= 45 mmHg, PaCO2 = 65 mmHg, dan pH 7,0  artinya ada masalah dalam proses
difusi gasnya

Tindakan yang dapat dilakukan :


• Kolaborasi pemberian oksigen
• Kolaborasi pemberian mukolitik
• Kolaborasi pemeriksaan AGD
• Kolaborasi untuk koreksi adanya asidosis
• Observasi status kecepatan dan kedalaman respirasi
3. CIRCULATION
A. LOOK , LISTEN & FEEL
• Pada kasus diatas tidak terdapat penurunan kesadaran
• Tetapi frekuensi N= 98x/mnt teraba lemah, dan akral teraba dingin, TD =
90/60mmHg.

Tindakan yang dapat dilakukan :


• Kolaborasi pemasangan IV line
• Ukur dan catat intake dan output pasien  untuk melihat balance cairan
• Anjurkan pasien untuk bed rest
• Observasi TTV dan tingkat kesadaran  agar dapat dilakukan tindakan segera apabila
ada perubahan/penurunan kondisi

Anda mungkin juga menyukai