(Minggu 5 / Sesi 7)
(Arsis) Menurut ajaran agama Buddha, Hati Nurani mampu memunculkan sifat welas asih yang
timbul pada diri manusia untuk melakukan hal-hal baik. Yang membuat saya tidak mengikuti
hati nurani adalah kadangkala antara yang muncul di hati nurani bertentangan dengan logika.
Beberapa hal saya lakukan mengikuti hati nurani, namun beberapa hal saya mengikuti logika.
Kembali lagi pada apa yang saya lakukan. Apa risikonya? Tentu terkadang apabila tidak
mengikuti hati nurani, hal tersebut dapat menjadi tertinggal di perasaan saya. Namun menurut
saya tidak semua hal harus didasarkan hati nurani, namun ada kalanya menggunakan logika yang
juga dilandasi sudut pandang. Banyak contoh-contoh yang terjadi dalam keluarga saya, ketika
hati nurani dan logika tidak sejalan dalam menghadapi masalah di keluarga.
(Desi dan Ivana) Hati nurani menurut islam sering disebut sebagai “Qalbu”. Qalbu sendiri
berasal dari bahasa arab “Qalb”, dimana Qalb adalah bentuk mashdar dari akar Qalaba, Qalban,
Yaqlibu yang berarti memalingkan atau membalikkan. Qalb merupakan suatu anugerah Allah
swt. yang diberikan kepada manusia yang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat
penting dan utama, sebab qalb berfungsi sebagai penggerak dan pengontrol anggota tubuh
lainnya. Qalb adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai
benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang,
terutama dirinya sendiri. Sekalipun qalb ini cenderung menunjukkan hal yang benar dan hal
yang salah, tetapi tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa batin sehingga seakan-
akan sulit menentukan yang benar dan yang salah. Melalui nurani, Allah membiarkan kita tahu
sikap dan perilaku terbaik dan paling indah. Nurani menjadikan manusia mendapatkan petunjuk
guna menempuh jalan yang benar dan lurus. Seseorang yang mau mendengar hati nuraninya
akan mencari jawaban dan menjelajahi apa yang terlihat di sekelilingnya untuk kebenaran.