Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan modal penting
dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Dalam rangka mencapai
cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi. serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sejak diterbitkannya Undang Undang No 5 Tahun 2014 tentang ASN,
pengelolaan sistem manajemen kepegawaian mulai bergeser, khususnya pada
perubahan dan perbaikan culture set, mindset, kompetensi, profesionalisme, dan
etos kerja ASN. Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan penanaman nilai
nilai dasar profesi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan pola baru. Lembaga
Administrasi Negara sebagai pusat pengembangan inovasi pemerintahan
mengeluarkan kebijakan pola baru yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
mengacu kepada Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) No.12
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Dasar CPNS Golongan
II Golongan III.
Perawat merupakan salah satu profesi yang ada dalam formasi jabatan pegawai
negeri sipil. Perawat bertugas melakukan Asuhan Keperawatan yang
komperhensif secara Bio-Psiko-Sosio-Spiritual, di dalam Asuhan Keperawatan
diantaranya ada kegiatan mandiri yang dapat dilakukan yakni melatih mobilisasi
posisi pasien, baik pasien dengan tirah baring lama maupun pasien - pasien post
operasi. salah satunya adalah pasien dengan post operasi Total Hip Replacement.
Pada pasien post operasi Total Hip Replacement memiliki resiko dislokasi pada
minggu pertama pasca operasi jika mobilisasi tidak dilakukan dengan baik,
khususnya mereka yang pernah memiliki jaringan periartikular yang lemah,

1
tindakan pembedahan revisi, atau riwayat dislokasi sebelumnya. Selain itu pasien
pun beresiko terjadi pressure ulcer jika tidak ada mobilisasi. Ulcer pada bokong
atau lebih dikenal dengan Dekubitus pernah ditemukan terjadi pada pasien post
operasi yang sulit mobilisasi. Dekubitus merupakan kondisi dimana terjadi
kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawahnya bahkan dapat
menembus otot sampai mengenai tulang. Menurut Al Kharabsheh et.al (2014),
dekubitus terjadi sebagai akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Timbulnya
luka dekubitus diawali dengan terjadinya kompresi berkepanjangan pada jaringan
lunak antara tonjolan tulang dan permukaan yang padat. Dekubitus pun
berdampak pada penurunan kualitas hidup . Seringkali dekubitus menimbulkan
komplikasi infeksi yang bila pengelolaanya tidak adekuat. Tindakan pencegahan
penting dilakukan guna mempertahankan kualitas hidup pasien.
Karena itu tindakan pencegahan dan edukasi pasien memegang peranan yang
sangat penting. Satu hari setelah dilakukan tidakan Total Hip Replacement, pasien
diharuskan untuk melakukan mobilisasi dengan tahapan – tahapan sederhana,
karena jika pasien tidak mengetahui tahapan yang sederhana terlebih dahulu,
dikhawatirkan gerakan hiperfleksi, adduksi, dan rotasi internal yang dilakukan
oleh pasien secara berlebihan dapat berisiko menyebabkan re-dislokasi.
Pengawasan ketat untuk mencegah dislokasi harus dilakukan sedikitnya selama 6
minggu. Selain dislokasi pada hip, pasien – pasien post operasi Total Hip
Replacement (THR) juga beresiko untuk terjadi Deep Vein Thrombosis (DVT).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan melakukan aktualisasi mengenai
optimalisasi tahapan mobilisasi pasien post operasi Total Hip Replacement di
ruang perawatan Bedah Dewasa di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Aktualisasi merupakan perwujudan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan
dalam rangka memecahkan isu yang tejadi di lingkungan kerja yang didasarkan
pada nilai – nilai ANEKA.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan aktualisasi sebagai wujud pencapaian tertinggi dengan
memanfaatkan seluruh kemampuan dan sumberdaya yang ada melalui

2
gagasan pemecahan isu dengan menerepkan dan mengimplementasikan
nilai-nilai dasar ASN, yaitu ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika
Publik, Komitmen Mutu, Anti Korupsi) dalam melaksanakan tugas di
lingkungan kerja, khususnya di Ruang Perawatan Bedah Wanita
Kemunging III. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan isu yang tersedia dan harus
segera dipecahkan.
b. Mengetahui penyebab dan dampak terjadinya isu dan mengajukan
kegiatan – kegiatan untuk memecahkan isu.
c. Menentukan dan melaksanakan tahapan – tahapan kegiatan dari masing
– masing kegiatan dan output atau hasilnya
d. Menganalisis keterkaitan setiap tahapan kegiatan dengan substansi
matapelatihan. Nilai – nilai Dasar PNS yaitu Akuntabilitas,
Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, Anti Korupsi.
1.3 Manfaat Aktualisasi
1.3.1 Bagi ASN
Dapat mengaktualisasikan nilai – nilai dasar ASN yaitu ANEKA
(Akuntabilitas, Nasonalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti
Korupsi), dan menciptakan PNS yang akuntabel dengan memiliki jiwa
kepemimpinan, berintegritas, profesional dan bersih korupsi kolusi nepotisme
(KKN). Seluruh karakter PNS tersebut juga didukung oleh jiwa nasionalisme
yang tinggi sehingga akan berdampak baik pada etika publik dan mutu
pelayanan unit terkait.
1.3.2 Bagi Institusi
Terbentuk iklim kerja yang kondusif dalam melayani publik, serta
meningkatkan akuntabilitas unit kerja. Kinerja individu yang meningkat
memungkinkan unit kerja untuk lebih cepat dalam mencapai visi dan
mewujudkan citra lembaga yang lebih baik.

3
BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Nilai-nilai Dasar Profesi ASN

Nilai-nilai dasar adalah nilai yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan


tugas jabatan profesi ASN (Aparatur Sipil Negara) secara profesional sebagai
pelayan masyarakat.Nilai-nilai dasar profesi ASN yaitu akuntabilitas,
nasionalisme, etika publik, komitmen mutu, dan anti korupsi, jika
diakronimkan menjadi ANEKA.(LAN,2015).
2.1.1 Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban setiap individu, kelompok, atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Nilai-nilai yang
mencerminkan akuntabilitas adalah akuntable, keadilan, tanggung jawab,
kejelasan, inovatif, norma dan etika, kepercayaan, keseimbangan, konsistensi,
kebersamaan, profesionalisme, kejujuran, integrase serta amana. Amanah seorang
PNS yaitu menjamin terwujudnya nilai-nilai publik (LAN, 2015).
2.1.2 Nasionalisme
Nasionalisme merupakan kecintaan terhadap tanah air dengan tetap menghormati
negara-negara lain. Nilai-nilai yang mencerminkan nasionalisme adalah
patriotisme, persatuan, kemanusiaan, musyawarah keadilan sosial, kebangsaan,
menghargai, diferensiasi, transparan, akuntable, kebersamaan, professional,
menghormati serta integritas.Nasionalisme merupakan kecintaan terhadap tanah
air yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila (LAN,2015).
2.1.3 Etika Publik
Nilai-nilai yang mencerminkan etika publik adalah respek, otonomi, kemurahan
hati, tidak merugikan, keadilan, kejujuran, kerahasiaan dan menepati janji. Etika
Publik adalah refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/
buruk,benar/salah perilaku,tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan
public dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik (LAN,2015)
2.1.4 Komitmen Mutu
Komitmen mutu merupakan kesanggupan yang sungguh-sungguh dari seorang

4
pegawai untuk melakukan tugasnya dengan efektif, efisien, inovatif, dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan (LAN,2015).Nilai-nilai yang
mencerminkan sikap komitmen mutu adalah efektivitas, efisiensi, inovasi, kinerja
berorientasi mutu, dan pelayanan yang berorientasi kepuasan pelanggan.
2.1.5 Anti Korupsi

Adapun nilai-nilai dasar anti korupsi, sebagai berikut:


a. Jujur : didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong dan tidak curang.
b. Peduli : mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan.
c. Mandiri : tidak banyak bergantung pada orang lain dalam berbagai hal.
d. Disiplin : ketaatan atau kepatuhan terhadap peratuan.Kepatuhan terhadap
prinsip kebaikan dan kebenaran menjadi pegangan utama dalam bekerja.
e. Tanggung jawab : keadaan wajib menanggung segala sesuatu atau kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersilahkan dan diperkirakan.
f. Kerja keras : didasari dengan adnya kemauan.Kemauan menimbulkan
asosiasi dengan keteladanan, ketekunan, daya tahan, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang mundur.
g. Sederhana : Pribadi yang berintegritas tinggi adalah seseorang yang
menyadari kebutuhannya dan berupaya memenuhi kebutuhannya dengan
semestinya tanpa berlebih-lebihan.
h. Berani : Seseorang yang memiliki karakter akan memiliki keberanian untuk
menyatakan kebenaran, berani mengaku kesalahan, berani bertanggung jawab
dan menolak kebathilan.
i. Adil : sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Keadilan adalah
penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang
menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar
hukum.

2.2 Peran Dan Kedudukan ASN dalam NKRI


2.2.1 Manajemen ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN
yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi

5
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.Manajemen ASN
lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan
agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara yang unggul selaras
dengan perkembangan zaman.
2.2.2 Whole of Government (WoG)
Whole of Government (WoG) merupakan sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pmerintahan dari
seluruh sector dalam ruang lingkup komunikasi yang lebih luas guna mencapai
tujuan-tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program, dan pelayanan
publik.WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency yaitu pendekatan
yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan
yang relevan.Selain itu, WoG juga dipandang sebagai bentuk kerjasama antar
seluruh aktor, pemerintah dan sebaliknya.
2.2.3 Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilakukan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan
BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan /atau jasa, baik dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat (LAN, 2015).
Adapun prinsip-prinsip pelayanan publik adalah sebagai berikut:
a. Partisipatif
Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publicdapat
ditunjukkan dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya.
b. Transparan
Pemerintah harus menyediakan akses bagi warga negara untuk mengetahui
segala hal tekait yang terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan.
c. Responsif
Pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga
negaranya.
d. Tidak diskriminatif
Pelayanan yang diselenggarakan pemerintah tidak boleh dibedakan antara satu
warga dengan warga negara lainnya atas dasar perbedaan identitas warga
negara.

6
e. Mudah dan murah
Kemudahan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dari pemerintah serta
ditinjau dari segi biaya masih dapat masuk akal.
f. Efektif dan efisien
Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu mewujudkan tujuan yang
akan dicapainya dan cara yang digunan dalam mencapai tujuan tersebut
dilakukan dengan prosedur yang sederhana.
g. Aksesibel
Pelayanan harus mudah dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
h. Akuntabel
Pelayanan publik harus dapat dipertanggung-jawabkan secara terbuka kepada
masyarakat.
i. Berkeadilan
Pelayanan publik harus adil terhadap semua kalangan masyarakat

2.3 Profil RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin adalah rumah sakit yang
terletak di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Pasteur Nomor 38 Bandung
40161.Sebelumnya rumah sakit ini bernama RS Rancabadak.Pada tahun 2006
status rumah sakit berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK-BLU).

2.3.1 Sejarah Singkat RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dibangun pada tahun


1920 dan diresmikan pada tanggal 15 Oktober 1923 dengan nama“Het
Algemeene Bandoengsche Ziekenhuijs“. Pada tanggal 30 April 1927
namanya diubah menjadi “Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana” dengan
kapasitas 300 tempat tidur.Selama penjajahan Jepang, rumah sakit ini
dijadikan Rumah Sakit Militer. Setelah Indonesia merdeka,
pengelolaannya berpindah ke pemerintah daerah yang dikenal oleh
masyarakat Jawa Barat dengan nama “Rumah Sakit Ranca Badak“.

7
Pada tahun 1954 Rumah Sakit Ranca Badak ditetapkan sebagai rumah
sakit provinsi dan berada di bawah pengawasan Departemen
Kesehatan.Selanjutnya pada tahun 1956 dijadikan rumah sakit umum
dengan kapasitas 600 tempat tidur, bersamaan dengan didirikannya
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.Sejak saat itu pula Rumah
Sakit Ranca Badak digunakan sebagai tempat pendidikan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Pada tanggal 8 Oktober 1967 nama Rumah Sakit Ranca Badak
diubah menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS)
yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan
bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
Pada tahun 1992-1997 RSHS ditetapkan menjadi unit swadana. Keluarnya
Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP yang ditindaklanjuti
dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 124 tahun 1997
menyebabkan status RSHS berubah menjadi Rumah Sakit Pengguna
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus menyetorkan seluruh
pendapatan ke kas Negara.
Bersamaan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 119 tanggal 12 Desember 2000, status RSHS secara
yuridis berubah menjadi perusahaan jawatan (Perjan).Pada tahun 2006
RSHS bersama 12 rumah sakit lainnya, berubah status menjadi unit yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-
BLU).
Status RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah sebagai berikut :
1. Rumah Sakit Pemerintah.
Di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI.
Termasuk rumah sakit tipe A.
2. Rumah Sakit Pendidikan.
3. Rujukan utama untuk Provinsi Jawa Barat.
4. Pusat Unggulan Nasional dalam Bidang Jantung, Onkologi, dan
Kedokteran Nuklir.

8
5. Terakreditasi Paripurna Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan
Joint Commitee International (JCI).

2.3.2 Visi dan Misi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


1. Visi
Menjadi institusi kesehatan yang unggul dan transformative dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat (Transformative leader in
health care)
2. Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima, yang
terintegrasi
dengan pendidikan dan penelitian
b. Menyelenggarakan sistem rujukan pelayanan bermutu
c. Melakukan transformasi dalam mewujudkan status kesehatan
masyarakat yang
lebih baik.
2.3.3 Janji Pelayanan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Nilai-nilai filosofis RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dituangkan dalam
janji layanan yaitu:
PAMINGPIN PITUIN
Kepemimpinan : Nilai yang menggambarkan kepeloporan dan
menyiapkan
talenta-talenta terbaik dibidangnya
Profesional : Nilai yang berorientasi pada pencapaian kinerja
melalui
perjalan kemitraan
Inovatif : Nilai yang menggambarkan keinginan untuk
menghasilkan
suatu yang baru dan senantiasa melakukan
perbaikan secara
berkesinambungan

9
Tulus : Keinginan untuk memberi tanpa pamrih, proaktif
dan
Responsive
Unggul : Keinginan untuk menjadi yang terbaik dan
menghasilkan
kualitas prima
Integritas : Nilai yang menggambarkan kejujuran, amanah,
dan
menjunjung etika yang tinggi dalam menjalankan
tugas.

2.3.4 Struktur Organisasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Gambar 2.1 Struktur Organisasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

2.4 Visi dan Misi RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung


Visi:
“Menjadi Institusi Kesehatan yang unggul dan transformatif dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat transformative leader in health care”
Misi

10
Untuk mewujudkan visi RSUP Dr. hasan Sadikin Bandung tersebut
dirumuskan misi yang merupakan langkah-langkah dalam pencapaian visi, yaitu
sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima, yang terintegrasi
dengan pendidikan dan penelitian
2. Menyelenggarakan sistem rujukan pelayanan kesehatan berjenjang yang
bermutu
3. Melakukan transformasi dalam mewujudkan status kesehatan masyarakat yang
lebih baik

2.5 Motto RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


“Kesehatan Anda Menjadi Prioritas Kami”

2.6 Profil Peserta


Nama : Kartika Tryana, AMd. Kep.,
Tempat/ tanggal lahir : Bandung, 3 Maret 1988.
Pendidikan terakhir : Diploma III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes RI Bandung.
Status perkawinan : Sudah menikah.
Instansi : RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung
Jabatan : Perawat terampil, sekarang bertugas
sebagai perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Bedah
Wanita Kemuning III.
Sebagai Perawat Terampil di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung, peserta memiliki
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang merupakan acuan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya. Yaitu :
yaitu :
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan dasar pada individu.
2. Memfasilitasi penggunaan alat-alat pengamanan atau pelindung fisik pada
pasien untuk mencegah risiko cedera pada individu dalam rangka upaya
preventif

11
3. Memantau perkembangan pasien sesuai dengan kondisinya (melakukan
pemeriksaan fisik, mengamati keadaan pasien) pada individu dalam rangka
upaya preventif
4. Memberikan oksigenasi sederhana.
5. Memberikan bantuan hidup dasar.
6. Melakukan fasilitasi pasien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi
7. Memantau keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
8. Melakukan mobilisasi pasien
9. Mempertahankan posisi anatomis pasien
10. Melakukan fiksasi fisik
11. Memfasilitasi lingkungan yang mendukung istirahat
12. Memfasilitasi kebiasaan tidur pasien
13. Memfasilitasi penggunaan pakaian yang mendukung kenyamanan pasien.
14. Melakukan perawatan diri pasien (kebersihan, mandi, oral hygiene)
15. Melakukan kegiatan kompres hangat/dingin
16. Melakukan komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan keperawatan
17. Memfasilitasi suasana lingkungan yang tenang dan aman.
18. Melakukan dokumentasi pelaksanaan tindakan keperawatan.

2.7 Tinjauan Teori


2.5.1 Pengertian
Total Hip Replacement atau biasa disebut dengan Arthoplasty merupakan
rekonstruksi sendi yang mengalami penyakit, kerusakan, atau ankilosis dengan
cara modifikasi natural atau dengan cara artifisial. Etiololgi tersering kelainan
panggul individu dewasa antara lain: osteoartritis, rheumatoid artritis, nekrosis
avaskular, penyakit degeneratif sendi pasca trauma (posttraumatic degenerative
joint disease), kelainan kongenital, dan infeksi dalam sendi atau pada tulang di
sekitarnya. INDIKASI Nyeri dan disfungsi progresif (dan/atau): Penurunan
mobilitas, rawat diri, dan AKS sekalipun telah mendapat terapi konservatif.
Mobilisasi pasca operasi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pasien dalam rangka pemulihan kondisi dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.

12
Pada hari pertama program dan seterusnya dilanjutkan setiap hari. Pada
hari ketigapasca operasi, pasien sudah harus dapat mentoleransi latihan 2 3 jam
per hari, kecuali bila terdapat masalah medis lain. Latihan LGS aktif-asistif dan
latihan kekuatan diberikan secara bertahap, dan ditingkatkan sesuai toleransi.
Latihan penguatan abduktor merupakan latihan yang penting, namun perlu
berhatihati, khususnya bila dilakukan osteotomi trokanter (lih. pembahasan di
atas). Latihan lain meliputi: ankle pumps, heel slides, quad sets, gluteal squeezes,
SLR (lih. appendix). Ambulasi dini dengan proteksi perlu dilakukan segera, sesuai
dengan toleransi pasien. Alat bantu weight-bearing (mis: crutches, arm rest) harus
digunakan selama manuver duduk-ke-berdiri dan pada saat naik tangga,
khususnya pada hari-hari pertama pasca operasi. Latihan mobilitas ditingkatkan
bertahap sesuai toleransi pasien, respon latihan, dan penilaian restriksi weight-
bearing (lih. bawah). Regimen Post Operasi 1. Keluar dari tempat tidur (out of
bed) dengan menggunakan kursi-stroke 2x/hari dengan bantuan (assistance)
selama 1 2 hari pasca operasi. JANGAN menggunakan kursi rendah!! 2. Mulai
ambulasi dengan alat bantu (walker) 2x/hari selama 1-2 hari pasca operasi, dengan
bantuan terapis. Status Weight-bearing 1. Cemented prosthesis: WB sesuai
toleransi dengan walker sedikitnya 6 minggu, dilanjutkan dengan menggunakan
tongkat selama 4 6 bulan pada sisi kontralateral. 2. Cementless technique: touch-
down (toe-touch) WB dengan walker selama 6-8 minggu (beberapa ahli
menganjurkan 12 minggu), kemudian gunakan tongkat pada sisi kontralateral
selama 4-6 bulan. Kursi roda dapat digunakan untuk jarak jauh, dengan
menghindair fleksi panggul >80 o. Saat menggunakan kursi roda, foot resti harus
dipastikan cukup panjang. Letakkan bantalan segitiga pada dudukan (seat) kursi
roda, dimana titik bantalan tertinggi mengarah posterior, untuk mencegah fleksi
panggul berlebihan. Catatan: (Menurut Skerker & Mulford, Frontera Essentials of
Physical Medicine and Rehabilitation): Setelah kembali ke komunitas pasca
operasi, pasien dapat ambulasi dalam komunitas, awalnya dengan walker atau
cane, setelah itu ambulasi tanpa alat bantu atau kembali ke keadaan awal pra
operasi dalam 4 12 minggu. Laju pencapaian dalam gait training umumnya
dibatasi oleh status WB yang ditentukan saat operasi. Kebanyakan orang dapat
kembali ke berbagai aktivitas seperti: dansa, olahraga low impact, dan regimen

13
latihan pra operasi dalam 12 minggu... Aktivitas Olahraga 1. Boleh: bersepeda,
golf, bowling. 2. Tidak boleh / dihindari: lari / jogging, ski air, sepak bola, hoki,
karate, voli, badminton, dst (olahraga yang menyebabkan beban atau torque yang
tinggi melalui femur).
Tahapan mobilisasi yang dilakukan antara lain :
1. Hari ke-1. OperasiHA (Hemi Arthroplasty) bisa dilakukan dengan pembiusan
melalui pinggang (spinal anaesthesi) dan jika ini dilakukan maka pasien tidak
diperbolehkan duduk sebelum 24 jam dari operasi tapi gerakan/latihan
di bed harus dilakukan sesegera mungkin atau dalam bahasa medis disebut bed
exercise (latihan diatas tempat tidur) berupa gerakan angkat pantat (bridging),
tekuk lutut dan paha (khusus untuk paha maksimal 60 derajat), menggeser kaki
ke samping dll. Jika pasien sudah duduk maka dianjurkan duduk maksimal 60
derajat tapi ada dokter dengan metode irisan depan (anterior) maka boleh
duduk tegak (90 derajat), kaki yang dioperasi juga tidak boleh rapat (adduksi)
yaitu kaki yang dioperasi tidak boleh mendekati kaki yang tidak dioperasi,
kaki yang dioperasi tidak boleh diputar ke dalam (endorotasi).
2. Hari ke-2. Pasien boleh duduk di tepi bed (seperti pada foto) tapi dengan posisi
badan sedikit doyong kebelakang sehingga sendi panggul maksimal
membentuk sudut 60 derajat. Pada posisi ini pasien melakukan gerakan
mengayun lutut ke atas hingga semaksimal mungkin mendekati posisi lutut
menjadi lurus jika belum mampu maka boleh dilakukan semampunya.
3. Hari ke-3. Pasien bisa mulai berlatih berdiri di tepi tempat tidur dengan
berpegangan alat bantu (walker, kruk dll) atau dipegang oleh fisioterapis
(seperti pada foto). Saat berdiri ini pasien melakukan beberapa gerakan kaki
diantaranya ayunan ke depan, belakang samping dengan tujuan beradaptasi saat
kondisi tubuh berdiri melawan gravitasi bumi agar tercapai keseimbangan
tubuh karena sudah berbaring beberapa hari setelah operasi.
4. Hari ke-4. Pasien berlatih jalan dengan menggunakan alat bantu berupa walker
dimana saat jalan kaki yang dioperasi boleh menapak sebagian (10% berat
badan) atau ada juga dokter SpOT yang menganjurkan menggantung, tidak
boleh untuk menapak terlebih dahulu atau disebut Non Weight
Bearing (NWB).

14
5. Hari ke-5. Pasien melanjutkan latihan berjalan seperti hari ke-4 tetapi dengan
jarak yang lebih jauh, dengan harapan saat pasien nanti pulang maka akan
mampu berjalan menjangkau semua sudut rumah dengan alat bantu (walker,
kruk, quad cane dll).

Saat pasien sudah diijinkan pulang ke rumah maka sebaiknya sering berlatih
jalan sehingga aktifitas sehari-hari bisa dilakukan semandiri mungkin tidak
dibantu orang lain kecuali beberapa aktifitas yang tidak mungkin dilakukan
sendiri. Untuk buang air besar (BAB) dilakukan pada posisi duduk (di WC duduk)
atau bisa juga dengan membuat kursi yang tengah diberi lobang (jika tidak
mempunyai WC duduk).

15
BAB III

RANCANGAN AKTUALISASI

3.1 Identifikasi Isu

Identifikasi isu disusun berdasarkan Sasaran Kerja Pegawai, antara lain :

Tabel 3.1
Tabel identifikasi ISU
No SKP Kondisi Saat Ini Kondisi yang Diharapka
1 Melaksanakan pengkajian Pengkajian keperawatan Pengkajian keperawatan
keperawatan dasar pada pada pasien baru belum pada pasien baru diisi
individu. dilakukan secara maksimal, dengan lengkap
form pengkajian tidak diisi
dengan lengkap
2 Memfasilitasi penggunaan Pasien dengan resiko jatuh Kondisi sudah sesuai
alat-alat pengamanan atau tinggi dipasang gelang dengan yang diharapkan
pelindung fisik pada kuning (gelang resiko jatuh),
pasien untuk mencegah tempat tidur difasilitasi
risiko cedera pada dengan siderel/pagar tempat
individu dalam rangka tidur.
upaya preventif
3 Memantau perkembangan Semua perawat sudah Memantau perkembangan
pasien sesuai dengan memantau perkembangan pasien sesuai dengan
kondisinya (melakukan pasien sesuai dengan kondisinya (melakukan
pemeriksaan fisik, kondisinya (melakukan pemeriksaan fisik,
mengamati keadaan pemeriksaan fisik, mengamati keadaan pasien)
pasien) pada individu mengamati keadaan pasien) pada individu dalam rangka
dalam rangka upaya pada individu dalam rangka upaya preventif
preventif upaya preventif
4 Memberikan oksigenasi Semua perawat sudah Semua perawat sudah
sederhana. memberikan oksigenasi memberikan oksigenasi
sederhana. sederhana.
5 Memberikan bantuan Semua perawat sudah Semua perawat sudah
hidup dasar. memberikan bantuan hidup memberikan bantuan hidup
dasar. dasar.
6 Melakukan fasilitasi Perawat sudah menggunakan Melakukan fasilitasi pasien
pasien dalam memenuhi fasilitasi pasien dalam dalam memenuhi kebutuhan
kebutuhan eliminasi pemenuhan kebutuhan eliminasi
eliminasi
7 Memantau keseimbangan - Pemantauan kebutuhan pemantauan keseimbangan
cairan dan elektrolit keseimbangan cairan dan cairan dan elektrolit pasien

16
pasien. elektrolit yang ada di form dilakukan dengan baik.
EWS belum diisi dengan
maksimal
- Dari total 20 pasien yang
di rawat, hanya 10 pasien
yang form pemantauan
dalam EWS diisi lengkap.
8 Melakukan mobilisasi Terdapat tiga pasien post - Perawat melakukan
pasien operasi total hip replacement edukasi mobilisasi kepada
yang setelah tiga hari dirawat pasien dan keluarga
di ruang Bedah Wanita,
pasein masih takut untuk
mobilisasi, dan tidak
dilakukan edukasi tentang
mobilisasi. Dua diantara
pasien tersebut mengalami
dekubitus.

9 Mempertahankan posisi Perawat sudah Mempertahankan posisi


anatomis pasien mempertahankan posisi anatomis pasien
anatomis pasien
10 Melakukan fiksasi fisik Perawat sudah melakukan Melakukan fiksasi fisik
fiksasi fisik pada pasien
dengan indikasi yang sesuai
11 Memfasilitasi lingkungan Perawat Memfasilitasi Memfasilitasi lingkungan
yang mendukung istirahat lingkungan yang mendukung yang mendukung istirahat
istirahat
12 Memfasilitasi kebiasaan Perawat sudah memfasilitasi Memfasilitasi kebiasaan
tidur pasien kebiasaan tidur pasien tidur pasien
13 Memfasilitasi penggunaan Perawat sudah memfasilitasi Memfasilitasi penggunaan
pakaian yang mendukung penggunaan pakaian yang pakaian yang mendukung
kenyamanan pasien. mendukung kenyamanan kenyamanan pasien.
pasien.
14 Melakukan perawatan diri Perawat sudah melakukan Melakukan perawatan diri
pasien (kebersihan, perawatan diri pasien pasien (kebersihan, mandi,
mandi, oral hygiene) (kebersihan, mandi, oral oral hygiene)
hygiene)
15 Melakukan kegiatan Perawat sudah melakukan Melakukan kegiatan
kompres hangat/dingin kegiatan kompres kompres hangat/dingin
hangat/dingin
16 Melakukan komunikasi Perawat sudah melakukan Melakukan komunikasi
terapeutik dalam komunikasi terapeutik dalam terapeutik dalam pemberian
pemberian asuhan pemberian asuhan asuhan keperawatan
keperawatan keperawatan
17 Memfasilitasi suasana Nurse station ruang bedah suasana lingkungan tempat
lingkungan yang tenang wanita tampak kurang rapih, bekerja rapi, tenang dan
dan aman terutama saat jam visite aman
dokter.

17
18 Melakukan dokumentasi Perawat sudah melakukan Melakukan dokumentasi
pelaksanaan tindakan dokumentasi pelaksanaan pelaksanaan tindakan
keperawatan tindakan keperawatan keperawatan

Berdasarkan tabel Sasaran Kinerja Pegawai tersebut, didapatkan

beberapa masalah yang terjadi, diantaranya :

1. Belum Optimalnya Kelengkapan Pengkajian Keperawatan pada Pasien Baru

di Ruang Perawatan Bedah Wanita Kemuning III

 Pada lima orang pasien baru yang datang keruangan Bedah Wanita,

setelah 12 jam, tiga diantaranya pengkajian keperawatan belum diisi

dengan lengkap.

2. Belum optimalnya pemantauan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien di

Ruang Perawatan Bedah Wanita Kemuning III

 Pemantauan kebutuhan keseimbangan cairan dan elektrolit yang ada di

form EWS belum diisi dengan maksimal. Dari total 20 pasien yang di

rawat, hanya 10 pasien yang form pemantauan dalam EWS diisi lengkap

3. Dari total 20 pasien yang di rawat, hanya 10 pasien yang form pemantauan

Belum Optimalnya penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Perawatan Luka di

Ruang Perawatan Bedah Wanita Kemunging III

 Tiga dari lima orang perawat terutama perawat dinas pagi, tidak

menggunakan alat pelindung diri seperti masker, dan baracschot saat

perawatan luka post operasi.

4. Belum Optimalnya Peran Perawat Dalam Membantu Mobilisasi Pasien Post

Operasi Total Hip Replacement di Ruang Perawatan Bedah Wanita

Kemunging III

18
 Terdapat tiga pasien post operasi total hip replacement yang setelah tiga

hari dirawat di ruang Bedah Wanita, pasein masih takut untuk mobilisasi

dan dua diantara pasien tersebut mengalami dekubitus.

5. Belum Optimalnya Penerapan 5R (Rapi, Resik, Ringkas, Rawat, Rajin) dalam

Pelayanan Keperawatan di Ruang Perawatan Bedah Wanita Kemunging III

 Nurse station ruang bedah wanita tampak kurang rapih, terutama saat jam

visite dokter. Beberapa perawat datang terlambat.

3.2 Penetapan Prioritas Isu

Sebelum dilakukan penetapan prioritas isu dengan metode USG ( Urgency,

Seriousness, dan Growth ), langkah pertama dilakukan Uji Kelayakan Isu dengan

menggunakan metode AKPL (Aktual, Kekhalayakan, Problematika, Layak).

Tabel 3.2
Pemilihan Kelayakan Isu

No Isu A K P L (+/-)
1 Belum Optimalnya Kelengkapan Pengkajian + + + + +
Keperawatan Pada Pasien Baru di Ruang Perawatan
Bedah Wanita Kemuning III
2 2 Belum optimalnya pemantauan keseimbangan cairan + + + + +
2 dan elektrolit di Ruang Perawatan Kemuning III
3 Belum Optimalnya Penggunaan Alat Pelindung Diri + + + + +
Saat Perawatan Luka di Ruang Perawatan Bedah
Wanita Kemuning III
4 Belum Optimalnya Perawat Dalam Memotivasi + + + + +
Mobilisasi Pasien dan keluarga Post Operasi Total
Hip Replacement di Ruang Perawatan Bedah Wanita
Kemuning III
5 Belum optimalnya Penerapan 5 R (Rapi, Resik, + + - + -
Ringkas, Rawat, Rajin) dalam pelayanan
keperawatan di Ruang Perawatan Bedah Wanita
Kemuning III

Dari ke lima isu di atas, akan dilakukan analisa penetapan prioritas isu

menggunakan metode USG ( Urgency, Seriousness, dan Growth ) sebanyak 3 isu,

19
yaitu isu nomor 1, 2, 3 dan isu nomor 4. Adapun analisis isu berdasarkan kriteria

USG adalah sebangai berikut:

Tabel 3.2
Pemilihan Isu Melalui Kriteria USG

NO IDENTIFIKASI ISU KRITERIA USG TOTAL RANKING


U S G
1 Belum Optimalnya Kelengkapan 4 4 4 12 2
Pengkajian Keperawatan Pada
Pasien Baru di Ruang Perawatan
Bedah Wanita Kemuning III
2 Belum optimalnya pemantauan 4 4 4 12 2
keseimbangan cairan dan elektrolit
di Ruang Perawatan Kemuning III
3 Belum Optimalnya Penggunaan 4 4 3 11 3
Alat Pelindung Diri Saat Perawatan
Luka di Ruang Perawatan Bedah
Wanita Kemuning III
4 Belum Optimalnya Perawat Dalam 5 4 4 13 1
Memotivasi Mobilisasi Pasien dan
keluarga Post Operasi Total Hip
Replacement di Ruang Perawatan
Bedah Wanita Kemuning III

Berdasarkan analisis isu menggunakan metode USG di atas dapat disimpulkan

bahwa isu nomor 4 (empat) yaitu Belum Optimalnya Perawat Dalam Membantu

Mobilisasi Pasien Post Operasi Total Hip Replacement di Ruang Perawatan

Bedah Wanita Kemuning III adalah isu prioritas yang akan dipecahkan.

Dilihat dari Urgency-nya masalah ini cukup penting untuk dibahas, dianalisis dan

ditindaklanjuti, karena peran perawat dalam mengoptimalkan mobilisasi pasien yang

dilakukan secara intensif, dapat terjadi dislokasi sendi. Mobilisasi juga dapat

mempersingkat fase pemulihan. Keterbatasan mobilisasi dapat menyebabkan otot

kehilangan daya tahan, massa otot berkurang dan stabilitas tubuh menurun. Jika

dilihat dari Seriousness-nya masalah ini tergolong serius karena jika tidak segera

dilakukan mobilisasi dalan waktu tertentu, masalah yang akan timbul adalah

20
kekakuan dan kelemahan pada sendi, dan timbulya komplikasi penyakit yang lain.

Sedangkan dilihat dari Growth-nya jika dibiarkan tirah baring lama, dapat

menimbulkan masalah baru yaitu tromboplebitis dan dukubitus, lamanya masa

rawat dan penyembuhan luka.

21

Anda mungkin juga menyukai