Anda di halaman 1dari 5

KASUS PEMBUNUHAN ANGELINE

Angeline merupakan putri dari pasangan Rosidik dan Hamidah. Dia diadopsi oleh keluarga Margareta
sejak bayi. Orangtua Angeline menyerahkan anaknya kepada Margareta lantaran tidak memiliki uang
untuk menebus biaya klinik.

Ketika dalam kondisi sulit itulah orangtua Angeline diperkenalkan oleh Margareta melalui tetangga
kosnya. Saat itu, Margareta berjanji akan menjaga, serta merawat Angeline dengan baik dan mereka
percaya.

Setelah dipertemukan dengan Margareta di sebuah klinik di daerah Canggu, Kuta, Badung, dia mengaku
diajak ke notaris membuat perjanjian hitam di atas putih. Rosidik lalu diberi uang Rp1,8 juta oleh
Margareta.

Janji margareta untuk merawat Angeline dengan baik ternyata diingkarinya. Selama di rumah Margareta,
Angeline diperlakukan seperti budak kecil. Dia harus memberi makan ratusan ayam ternak milik
Margareta.

Sebelum selesai memberi makan ayam, Angeline dilarang makan dan berangkat sekolah. Kegiatan ini
dilakukan Angeline setiap hari sebelum berangkat sekolah. Untuk itu, Angeline harus bangun sejak
subuh.

Bahkan, ketika makanan dan minuman ayam kurang Angeline selalu diteriaki dan dimarahi oleh
Margareta. Dengan nada menghina tanpa belas kasihan, Margareta menyebut Angeline sebagai anak
yang tidak tahu diri. Tidak jarang, Angeline menjadi korban penganiayaan Margareta jika telat memberi
makan ayam. Margareta juga kerap menjambak rambut Angeline yang panjang. Tindakan kasar ini
diterima Angeline hampir setiap hari.

Wali Kelas II SDN 12 Sanur Putu Sri Wijayanti mengatakan, setiap hari Angeline terlihat kusut, pakaiannya
kotor, rambutnya berantakan dan bau kotoran ayam. Karena itu, sering kali dia yang mengkramasinya.
Dia juga mengaku sering melihat luka lebam pada tubuh Angeline. Pernah suatu hari, Margareta
menemuinya dan mengatakan terim kasih telah memberikan perhatian kepada anaknya. Namun begitu,
dia tidak menanyakan sebabnya karena takut.

Angeline Hilang

Angeline (8) dikabarkan menghilang dari rumah, kawasan Denpasar, Bali. Kabar menghilangnya Angeline
mulai diberitakan, pada Sabtu 16 Mei 2015.

Saat menghilang, bocah cilik berparas cantik ini mengenakan daster panjang warna biru muda, sandal
jepit warna kuning, rambut dikuncir dan berbadan kurus.

Angeline terakhir kelihatan saat tengah bermain di halaman depan rumahnya, di Jalan Sedap Malam.
Pihak keluarga Margareta awalnya membangun opini Angelina hilang dibawa lari orang yang tidak
dikenal.

Kabar menghilangnya Angeline juga sempat disebar ke jejaring sosial Facebook. Namun saat wartawan
mengonfirmasi hal ini kepada Kapolsek Denpasar Selatan Kompol Nanang Prihasmoko, kabar hilangnya
Angeline dibantah.

Ditemukan Tewas

Setelah kabar hilangnya Angeline tersebar luas, perhatian masyarakat langsung tertuju kepada pencarian
bocah malang ini. Petugas kepolisian pun didesak untuk lebih keras mencari keberadaan Angeline.

Upaya petugas akhirnya membuahkan hasil. Angeline ditemukan pada Rabu 10 Juni 2015. Saat
ditemukan, Angeline sudah tidak bernyawa. Mayatnya ternyata terkubur bersama boneka berbie di
rumah Margareta, Jalan Sedap Malam, Sanur, Denpasar.

Mayat Angeline ditemukan oleh Tim Gabungan Polda Bali yang terdiri dari Polsek Denpasar Timur dan
Polresta Denpasar di belakang kandang ayam, tepatnya dekat pohon pisang yang di depannya ada
tumpukan sampah.

Pembunuhan Sadis

Penemuan Angeline sempat menggemparkan warga Bali. Bocah yang tadinya dikabarkan hilang dan
diculik, ternyata tewas dihabisi oleh Margareta, ibu angkatnya sendiri.

Menurut polisi yang mengangkat jenazah Angeline, pada lehernya ditemukan luka goresan-goresan
bekas jeratan. Diduga, Angeline dijerat dengan tali. Polisi juga menemukan banyak luka memar di tubuh
siswi kelas II SDN 12 Sanur itu.
Tidak hanya itu, kepala Angeline juga dibenturkan ke lantai dan tembok. Benturan keras inilah yang
diduga menyebabkan Angeline meninggal dunia. Setelah tewas, mayat Angeline bahkan dilecehkan.

Pelaku Pembunuhan

Ditemukannya mayat Angeline disusul dengan penetapan tersangka pembunuhan. Tersangka pertama
yang ditetapkan polisi sebagai tersangka adalah pembantu rumah tangga Margareta, Agus Tae Hamda
May.

Saat pembunuhan terjadi, Agus baru satu minggu bekerja dengan Margareta. Penetapan tersangka ini
baru diketahui pada Rabu 10 Juni 2015. Dalam prarekonstruksi kejadian, terungkap Agus membunuh
Angeline.

Agus membunuh Angeline pada adegan ke-7 dengan cara membenturkan kepala Angeline ke tembok
dan lantai berkali-kali. Agus juga mencekik leher Angeline dengan tangannya hingga tubuh bocah malang
itu lemas.

Saat Angeline tidak berdaya, Agus sempat diminta untuk memperkosa Angeline. Namun Agus
menolaknya. Setelah Angeline tewas, dia langsung menguburnya bersama boneka berbie kesayangan
Angeline.

Kepada polisi, Agus mengaku melakukan pembunuhan keji itu tidak sendiri. Dia disuruh majikannya,
yakni Margereta. Keterangan Agus dijadikan dasar untuk menjadikan Margareta sebagai tersangka
kedua.

Pada awalnya, Margareta ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan Angeline. Baru kemudian menjadi
tersangka pembunuhan Angeline. Dalam sidang, terungkap bahwa Margareta adalah pelaku utama
pembunuhan itu.

Vonis Pengadilan

Sidang kasus pembunuhan Angeline berjalan sangat alot hingga berlangsung empat bulan. Selain karena
adanya dugaan praktik kecurangan pada majelis hakim, juga adanya permainan di kepolisian.

Sidang yang awalnya dipimpin Hakim Ketua I Gede Ketut Wanugraha, Made Sukreni, dan Ahmad Paten
Silly dipindakan ke Ambon. Penyebabnya karena sidang berlangsung langsung lambat dan berlarut-larut.

Pada pihak kepolisian, kecugiaan akan adanya permainan terjadi saat video pemeriksaan Agus berhasil
diperoleh Tim Pengacara Margareta. Video itu merupakan dokumentasi Polri yang sifatnya rahasia.

Setelah melewati proses yang melelahkan, pengadilan akhirnya menjatuhkan vonis 10 tahun penjara
terhadap Agus dan penjara seumur hidup terhadap Margareta.
KASUS PELECEHAN
MAHASISWI UGM

Berdasarkan cerita Agni yang ditulis Balairungpress, peristiwa pelecehan terjadi pada 30 Juni 2017, ketika
Agni singgah di pondok pria karena terjebak hujan di perjalanan menuju pondok rekan wanitanya.

Karena sudah larut malam dengan kondisi desa yang gelap dan hujan, Agni dipersilahkan pelaku HS yang
merupakan sesama Mahasiswa UGM untuk menginap. Terbatasnya tempat dan segala kondisi di luar
membuat Agni dan HS pun tidur satu kamar dengan posisi tidur yang berjauhan.

HS melakukan asusila terhadap Agni saat sedang tertidur. Agni sempat membalikkan badan menjauhi HS,
tetapi HS menarik badannya dan mengulangi perbuatannya dengan lebih beringas.

“Saya pura-pura tidur dan berharap pelaku segera menghentikan perbuatannya. Saat itu aku tidak
mampu berkata-kata. Aku hanya tanya ‘kamu ngapain?’” tutur Agni.

Esok harinya Agni memutuskan untuk menghubungi temannya yang di Jogja untuk bercerita karena
merasa gelisah. Teman Agni lantas menyuruhnya untuk melaporkan pelaku kepada Koordinator
Mahasiswa Subunit (Kormasit), Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit), dan Dosen Pendamping
Lapangan (DPL).

Tak butuh waktu lama sampai kejadian tersebut diketahui seluruh anggota subunit, mereka pun sepakat
melaporkan HS kepada Adam Pamudji Rahardjo, DPL mereka. HS mengatakan bahwa ia khilaf meraba
dan memainkan bagian tubuh Agni, tanpa menyebutkan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa izin.

Namun salah satu pejabat di DPKM yang tidak ingin disebutkan identitasnya menyarankan diselesaikan
secara baik-baik dan kekeluargaan, sehingga tidak mengakibatkan keributan.

Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono menyatakan kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi saat
kuliah kerja nyata (KKN) di Maluku pada 2017 telah selesai. Kasus yang diduga melibatkan mahasiswa
UGM itu disebut selesai upaya penyelesaian non-litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan.
"Hari ini telah disepakati penyelesaian peristiwa KKN tersebut antara saudara HS (terduga pelaku) dan
saudara AN (korban) dan juga UGM," kata Panut seperti dilansir dari Antara, Senin (4/2).

Panut mengatakan, semua pihak telah sepakat dan lapang dada untuk menyelesaikan masalah tersebut
secara internal.

Terduga pelaku HS, kata Panut, telah menyatakan menyesal dan mengaku bersalah. Dengan disaksikan
pihak UGM, mahasiswa Teknik UGM itu juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada korban AN
atas perkara yang terjadi saat KKN pada Juni 2017.

Sebagai bukti kesepakatan, telah ditandatangani surat atau nota kesepakatan bermaterai sebagai bukti
sah bahwa kasus itu telah selesai.

Meski demikian, lanjut Panut, HS tetap wajib mengikuti mandatori konseling dengan psikolog klinis yang
ditunjuk UGM atau yang ia pilih sendiri hingga dinyatakan selesai oleh psikolog tersebut.

Sedangkan AN yang merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) mengikuti
trauma konseling dengan psikolog UGM atau yang dipilihnya sampai selesai.

UGM menanggung semua biaya konseling. UGM juga akan memberikan dukungan dana setara dengan
komponen bidik misi untuk menyelesaikan studi keduanya.

Anda mungkin juga menyukai