Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rini Puspita Sari

NIM : B011181590

Kelas : Hukum dan HAM (E)

ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAM PEMBUNUHAN

ANGELINE

Kasus pelanggaran HAM memang selalu menjadi isu yang menarik. Bahkan semua yang

melanggar kebebasan seseorang dinilai melanggar HAM. Kasus pembunuhan Engeline Margriet

Megawe (Angeline) di Bali menyita perhatian masyarakat dalam dan luar negeri. Pembunuhan

yang berlangsung sangat sadis ini, akhirnya berakhir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Untuk

mengulang kembali jalannya peristiwa sadis itu, berikut akan dipaparkan rentetan peristiwa

hilangnya Angeline sampai ditemukan tewas di dekat kandang ayam rumah Margriet Christina

Megawe (Margareta). Angeline merupakan putri dari pasangan Rosidik dan Hamidah. Dia

diadopsi oleh keluarga Margareta sejak bayi. Orangtua Angeline menyerahkan anaknya kepada

Margareta lantaran tidak memiliki uang untuk menebus biaya klinik. Saat Angeline lahir,

penghasilan Rosidik waktu itu hanya Rp30 ribu perhari. Warga Banyuwangi ini hanya bekerja

sebagai kuli. Sementara biaya bersalin Hamidah saat itu mencapai Rp600 ribu. Ketika dalam

kondisi sulit itulah orangtua Angeline diperkenalkan oleh Margareta melalui tetangga kosnya. Saat

itu, Margareta berjanji akan menjaga, serta merawat Angeline dengan baik dan mereka percaya.

Setelah dipertemukan dengan Margareta di sebuah klinik di daerah Canggu, Kuta, Badung, dia

mengaku diajak ke notaris membuat perjanjian hitam di atas putih. Rosidik lalu diberi uang Rp1,8

juta oleh Margareta. Janji Margareta untuk merawat Angeline dengan baik ternyata diingkarinya.

Selama di rumah Margareta, Angeline diperlakukan seperti budak kecil. Dia harus memberi makan

ratusan ayam ternak milik Margareta. Sebelum selesai memberi makan ayam, Angeline dilarang
makan dan berangkat sekolah. Kegiatan ini dilakukan Angeline setiap hari sebelum berangkat

sekolah. Untuk itu, Angeline harus bangun sejak subuh. Bahkan, ketika makanan dan minuman

ayam kurang Angeline selalu diteriaki dan dimarahi oleh Margareta. Dengan nada menghina tanpa

belas kasihan, Margareta menyebut Angeline sebagai anak yang tidak tahu diri. Tidak jarang,

Angeline menjadi korban penganiayaan Margareta jika telat memberi makan ayam. Pernah suatu

ketika ada anak ayam Margareta yang hilang satu ekor dan tidak ketemu. Kesal anak ayamnya

hilang, Margareta lalu memukuli Angeline. Margareta juga kerap menjambak rambut Angeline

yang panjang. Tindakan kasar ini diterima Angeline hampir setiap hari. Wali Kelas II SDN 12

Sanur Putu Sri Wijayanti mengatakan, setiap hari Angeline terlihat kusut, pakaiannya kotor,

rambutnya berantakan dan bau kotoran ayam. Karena itu, sering kali dia yang mengkramasinya.

Dia juga mengaku sering melihat luka lebam pada tubuh Angeline. Pernah suatu hari, Margareta

menemuinya dan mengatakan terim kasih telah memberikan perhatian kepada anaknya. Namun

begitu, dia tidak menanyakan sebabnya karena takut.

Sebelum ditemukan tewas dibunuh ibu angkatnya sendiri, Angeline dikabarkan

menghilang dari rumah, kawasan Denpasar, Bali. Kabar menghilangnya Angeline mulai

diberitakan, pada Sabtu 16 Mei 2015. Saat menghilang, bocah cilik berparas cantik ini

mengenakan daster panjang warna biru muda, sandal jepit warna kuning, rambut dikuncir dan

berbadan kurus. Angeline terakhir kelihatan saat tengah bermain di halaman depan rumahnya, di

Jalan Sedap Malam. Pihak keluarga Margareta awalnya membangun opini Angelina hilang dibawa

lari orang yang tidak dikenal. Kabar menghilangnya Angeline juga sempat disebar ke jejaring

sosial Facebook. Namun saat wartawan mengonfirmasi hal ini kepada Kapolsek Denpasar Selatan

Kompol Nanang Prihasmoko, kabar hilangnya Angeline dibantah. Setelah kabar hilangnya

Angeline tersebar luas, perhatian masyarakat langsung tertuju kepada pencarian bocah malang ini.
Petugas kepolisian pun didesak untuk lebih keras mencari keberadaan Angeline. Upaya petugas

akhirnya membuahkan hasil. Angeline ditemukan pada Rabu 10 Juni 2015. Saat ditemukan,

Angeline sudah tidak bernyawa. Mayatnya ternyata terkubur bersama boneka berbie di rumah

Margareta, Jalan Sedap Malam, Sanur, Denpasar. Mayat Angeline ditemukan oleh Tim Gabungan

Polda Bali yang terdiri dari Polsek Denpasar Timur dan Polresta Denpasar di belakang kandang

ayam, tepatnya dekat pohon pisang yang di depannya ada tumpukan sampah. Penemuan Angeline

sempat menggemparkan warga Bali. Bocah yang tadinya dikabarkan hilang dan diculik, ternyata

tewas dihabisi oleh Margareta, ibu angkatnya sendiri. Menurut polisi yang mengangkat jenazah

Angeline, pada lehernya ditemukan luka goresan-goresan bekas jeratan. Diduga, Angeline dijerat

dengan tali. Polisi juga menemukan banyak luka memar di tubuh siswi kelas II SDN 12 Sanur itu.

Tidak hanya itu, kepala Angeline juga dibenturkan ke lantai dan tembok. Benturan keras inilah

yang diduga menyebabkan Angeline meninggal dunia. Setelah tewas, mayat Angeline bahkan

dilecehkan. Ditemukannya mayat Angeline disusul dengan penetapan tersangka pembunuhan.

Tersangka pertama yang ditetapkan polisi sebagai tersangka adalah pembantu rumah tangga

Margareta, Agus Tae Hamda May. Saat pembunuhan terjadi, Agus baru satu minggu bekerja

dengan Margareta. Penetapan tersangka ini baru diketahui pada Rabu 10 Juni 2015. Dalam

prarekonstruksi kejadian, terungkap Agus membunuh Angeline. Agus membunuh Angeline pada

adegan ke-7 dengan cara membenturkan kepala Angeline ke tembok dan lantai berkali-kali. Agus

juga mencekik leher Angeline dengan tangannya hingga tubuh bocah malang itu lemas. Saat

Angeline tidak berdaya, Agus sempat diminta untuk memperkosa Angeline. Namun Agus

menolaknya. Setelah Angeline tewas, dia langsung menguburnya bersama boneka berbie

kesayangan Angeline. Kepada polisi, Agus mengaku melakukan pembunuhan keji itu tidak

sendiri. Dia disuruh majikannya, yakni Margereta. Keterangan Agus dijadikan dasar untuk
menjadikan Margareta sebagai tersangka kedua. Pada awalnya, Margareta ditetapkan sebagai

pelaku penganiayaan Angeline. Baru kemudian menjadi tersangka pembunuhan Angeline. Dalam

sidang, terungkap bahwa Margareta adalah pelaku utama pembunuhan itu. Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar menduga motif kasus

kematian Angeline (8) disebabkan pembagian warisan yang tidak merata dari suami Margriet

yakni Douglas Scardordugh, warga negara Amerika Serikat. Douglas sendiri meninggal tiga lalu

dan telah membagi habis seluruh harta warisannya di Indonesia.

Juru Bicara sekaligus Pendamping Hukum P2TP2A, Siti Sapurah mengatakan bahwa motif

pembunuhan Angeline itu jelas karena harta warisan. Berdasarkan akta warisan menyebutkan

bahwa Angeline akan mendapatkan warisan sekitar 40 persen. Namun karena Angeline meninggal,

maka warisan buat Angeline akan jatuh pada ibu asuhnya, Margriet. Sedangkan Margriet sendiri

mendapat jatah 20 persen. Jika Angeline meninggal maka jatahnya diberikan kepada Margriet

sehingga total Margriet mendapat 60 persen. begitu juga sebaliknya. "Ketika ibu angkatnya itu

meninggal maka 60 persen itu juga akan jatuh kepada Angeline," paparnya, Minggu. Dia

menjelaskan, sementara kedua anak kandung Margriet yaitu Ivon dan Christin tidak mendapatkan

warisan apapapun.

berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran

HAM yang dimana seorang anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak bukan

malah di pukul yang mengakibatkan anak jadi takut untuk pergi kesekolah untuk menimba ilmu,

hal ini tentu saja melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang

terdapat dalam Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia yang tercantum di dalam Pasal

28 B ayat (2), yang berbunyi Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan sebagaimana yang
diatur didalam Undang-undang Khusus Tentang Hak Asasi Manusia, yaitu Undang-undang No.

39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 11 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak”.

Dari masalah diatas secara jelas Margaret telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945

tentang Hak Asasi Manusia:

 Pasal 28 A yang isinya “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya”.

 Pasal 28 B ayat (2), yang isinya “Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh

dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

 Pasal 28 G ayat (1) yang isinya “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasannya, serta berhak

atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi”

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat

negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi,

dan ataumencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-

Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperolehpenyelesaian hukum

yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian pelanggaran

HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh

institusi negara atau institusi lainnya terhadaphak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan

yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.


KESSIMPULAN:

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus ini adalah salah satu contoh

kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia karena kasus tersebut telah melanggar

pasal 28 A dan 28 B dimana Angeline memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya

karena ibu tirinya merampas hidup Angeline dengan membunuh Angeline, Angeline juga memiliki

hak untuk kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan &

diskriminasi namun ibu tirinya melakukan kekerasan dan menyiksa Angeline. Seseorang tidak

diperbolehkan untuk mengambil hidup seseorang atau mengancam nyawa seseorang bahkan

membunuh, Ibu tiri Angeline telah melanggar HAM yang dimiliki oleh Angeline dengan

mengambil nyawa Angeline seharusnya ibu tiri Angeline dapat mendapat hukuman yang pantas

karena telah mengambil nyawa seorang anak yang tidak berdosa. karena Engeline memiliki HAM

yang melekat sejak dia lahir dan Margriet jelas telah melanggar hukum dengan melenyapkan HAM

anak angkatnya tersebut. Salah satu hukum perundang-undangan yang menjamin HAM adalah

UUD 1945 terutama Pasal 28A-28J. Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi

manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia. Adapun dasar pemikiran dari pembentukan UU RI

Nomor 39 tahun 1999 ini ada 3 hal yaitu Tuhan YME adalah pencipta alam semesta, manusia

dianugerahi berbagai kemampuan oleh Sang pencipta untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dan

HAM tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dalam keadaan apapun.


Sumber:

Simbolon, A. (2019). PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN PELANGGARAN HAK ASASI

MANUSIA BERAT DI INDONESIA. Law Pro Justitia, 2(2).

https://www.kompasiana.com/petra0117/5c02c1ed6ddcae26fc3a4c53/pelanggaran-ham-pada-

kasus-pembunuhan-engeline-megawe, Akses 29 Oktober 2021

Undang Undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia

Undang – undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak

UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Anda mungkin juga menyukai