Anda di halaman 1dari 21

PENAFSIRAN AL-QURAN BERBASIS MAQA>S}ID:

(Analisis Maqa>s}id Shari’ah dan Maqa>s}id Quran Terhadap Ayat-Ayat


Nasionalisme)
Makalah:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Tafsir Maqashidi

Oleh:
Nurul Badriyah (E93216144)
Nur Asfiyah (E03216035)

Dosen Pengampu:
MOH. YARDHO, M.ThI

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
PENAFSIRAN AL-QURAN BERBASIS MAQA>S}ID:

(Analisis Maqa>s}id Shari’ah dan Maqa>s}id Quran Terhadap Ayat-Ayat


Nasionalisme)

A. Pendahuluan
Al-Quran sebagai kitab dan pedoman hidup manusia, memiliki sifat multi
tafsir dan memiliki karakter terbuka untuk ditafsirkan. Oleh sebab itulah banyak usaha
yang kemudian menghasilkan berbagai penafsiran. Hal tersebut dilakukan untuk
mencapai makna yang dikehendaki oleh Allah. Sehingga message yang terkandung
dalam al-Quran dapat disampaikan.
Usaha usaha yang dilakukan oleh para mufassir kemudian dapat dilihat dan
dibuktikan dengan adanya berbagai macam metode, manhaj, corak penafsiran serta
pendekatan, guna mengungkap makna yang dikehendaki Allah. Salah satu pendekatan
yang dihasilkan adalah pendekatan maqashid, yakni sebuah pendekatan untuk
mengungkap hikmah atau tujuan dari sebuah ayat.
Pendekatan tersebut kemudian digunakan dalam penelitian ini, untk
mengungkap hikmah disyariatkannya nasionalisme tehadap umat manusia, meski
nasionalisme tidak disebutkan di dala al-Quran secara jelas, namun nilai nilai
nasionalisme dapat di temukan di beberapa ayat dalam al-Quran. Beberapa ayat
tersebut kemudian dijadikan dalil nasionalisme.
B. Tinjauan Umum Nasionalisme
1. Sketsa Historis Nasionalisme
Nasionalisme pada dasarnya adalah satu makna yang terdiri dari dua suku
kata, Nasional dan Isme (paham). Menerut KBBI, nasional adalah bersifat kebangsaan
sedangkan bangsa secara bahasa adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berepemerintahan sendiri. Sehingga
secara garis besar nasionalisme adalah paham atau ajaran untuk mencintai bangsa
sendiri yang didasarkan pada persamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya.1

Apabila ditinjau dari latar belakangnya, istilah nasionalisme mulai


digunakan pada abad ke-15 masehi di Barat (Eropa) kemudian pada abad ke-19
menjalar ke dunia lain yakni (Asia dan Afrika).2 Nasionalisme yang berkembang di
Barat pada saat itu awalnya timbul sebagai reaksi atas feodalisme.3

Menurut Barbara Ward nasionalisme di dunia Barat diawali setelah


runtuhnya kerajaan roma di eropa barat di mana melahkrkam kelompok-kelompok
kesukuan yang kemudian kelompok-kelompok tersebut melakukan serangkaian
penaklukan lalu menjadi negara-negara feodal.4 Nasionalisme bangsa-bangsa di Eropa
mengalami kejayaannya pada periode abad ke-19, mereka bersatu dengan baik dari
berbagai kelompok dan etnis. Bangsa-bangsa di Eropa yang menjalin kesatuan karena
nasionalisme ini, akhirnya memasuki masa imperialisme secara politik, sosial dan
ekonomi. Mereka mengambil alih kekuasaan atau menjajah negara-negara lemah di
Asia, Afrika, Timur Tengah dan Amerika latin, termasuk juga Indonesia. Paham
nasionalisme yang berkembang di barat pada saat itu lebih cenderung kepada paham
nasionalisme sekuler.5

Kemudian pada abad ke 19 masehi, negara-negara yang berada di bawah


kekuasaan imperialisme barat mengalami gerakan nasionalisme yang tujuannya untuk
menghapus pengaruh kekaisaran eropa dan mendirikan negara sendiri secara otonom
atau mendirikan negara merdeka yang berdaulat. Paham nasionalisme yang seperti ini
juga masuk dan berkembang di Indonesia. masuknya paham nasionalisme ini
berimplikasi dengan terjadinya aksi-aksi politik untuk membebaskan negaranya dari

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).
2
Mugiyono, Relasi Nasionalisme dan Islam Serta Pengruhnya Terhadap Dunia Islam Global,
(Palembang : IAIN Palembang, TT), 1.
3
Ita Mutiara Dewi, Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong, Yogyakarta, Mozaik, Vol.3, No.
3, 2018, h.3.
4
Ibid, h.4.
5
Mugiyono, Relasi Nasionalisme, ………h. 4.
penjajahan kolonial Eropa.6 Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa paham
nasionalisme yang berkembang di Indonesia adalah nasionalisme yang sejak awal anti
kolonialisme dan anti imperialisme7

Merujuk pada hasil kajian yang dilakukan oleh Dhont, tentang bagaimana
benih-benih nasionalisme di Indonesia maka akan dihasilkan sebuah pendapat bahwa
benih-benih nasionalisme di Indonesia mulai bergelora ketika era pergerakan nasional
(1920an). yang pada saat itu adalah sebagai wujud dari adanya sebuah sistem politik
yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian pada akhirnya
menjadi salah satu bukti bahwa nasionalisme telah ada di Indonesia.8

Tonggak sejarah yang terpenting dalam proses nasionalisme di Indonesia


adalah ketika lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908, diikuti ikrar sumpah pemuda pada
tahun 1928, yang mengilhami lahirnya konsep bertanah air Indonesia, berbangsa
Indonesia, dan berbahasa Indonesia. Proses nasionalisme tersebut berlanjut dan
melandasi perjuangan perjuangan berikutnya hingga lahirlah negara kesatuan republik
Indonesia pada tahun 17 Igustus 1945.9 Bersatunya seluruh kekuatan yang ada di
Indonesia yakni Suku, Ras, Agama kemudian berhasil membuat tujuan Indonesia dapat
dicapai.10 Dari telaah historis nasionalisme yang ada di Indonesia, maka dapat
disimpulkan bahwa nasionalisme yang berkembang di Indonesia disandarkan atas 2
hal yakni : 1) persatuan di berbagai suku, ras, etnis dan agama. Sehingga timbulah
persatuan yang utuh, 2) rasa ingin bebas dari penjajahan yang dilakukan oleh negara
Barat. Atau anti kolonialisme. Dua landasan dasar inilah yang kemudian membentuk
rasa nasionalisme di Indonesia.

6
Ibid,.
7
suhartono, sejarah pergerakan nasional, (Yogyakarta: pustaka pelajar 1994 ), h.7
8
Mifdan Zusron al-Faqih, Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia untuk Memupuk Sikap Kebangsaan
Generasi Muda, Jurnal Civics, Vol.13, No.2, 2016, h.211.
9
Anggreini Kusuma Wardani, Nasionalisme, Buletin Psikologi, Vol.12, No.2, 2004, h.63.
10
M. Yakub, Respon Islam Terhadap Konsep Nasionalisme Perspektif Sejarah Islam, An-Nadwah,
Vol.22, No.2, 2016, h.185.
2. Nasionalisme dalam Islam
Islam adalah agama yang paling terbuka untuk ditafsirkan sesuai dengan
konsep pemikiran yang dianut oleh pemeluknya. Hal yang seperti itu kemudian
menimbulkan multitafsir dalam berbagai bidang baik perihal ibadah, mu’amalah dan
sosial politik. Keragaman tafsir dan variasi pemahaman umat terhadap berbagai
perkara juga terjadi dalam hal Nasionalisme.11
Sebagai paham atau ajaran yang lahir di Barat, nasionaisme dimaknai secara
beragam oleh umat Islam di tanah air. Sebagian berpendapat bahwa Islam dan Negara
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Umat Islam dari golongan lain juga
berpendapat bahwa mencintai tanah air adalah bentuk dari rasa syukur atas penciptaan
makhluk Allah sehingga mencintai tanah air adalah mencintai Allah. Bersebrangan
dengan pendapat tersebut, masyarakat dari golongan Ashobiyyah secara tegas
berpendapat bahwa cinta tanah air hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam, sebab
menurutnya tidak ada satupun dalil dari al-Quran dan hadis yang memerintahkan umat
Islam untuk mencintai negaranya.12
Al-Quran sebagai sumber hukum umat Islam memang tidak secara langsung
menyebutkan konsep nasionalisme, tetapi nilai-nilai nasionalisme yang terkandung di
dalam al-Quran secara tidak langsung menegaskan pentingnya memiliki rasa
nasionalisme. Nilai nilai tersebut diantaranya adalah: persatuan, pluralisme,
patriotisme, dan rasa cinta tanah air.13 Yang kemudian nilai nilai tersebut tekandung
dalam beberapa ayat berikut ini:
a. Nilai persatuan terkandung dalam QS. Al-Imran:103
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْي قُلُوبِ ُك ْم‬ َ َّ‫ت اللَّه َعلَْي ُك ْم إِ ْذ ُكْنتُ ْم أ َْع َداءً فَأَل‬
َ ْ َ‫ف ب‬ َ ‫َو ْاعتَص ُموا ِبَْب ِل اللَّه ََج ًيعا َوََل تَ َفَّرقُوا ۚ َواذْ ُك ُروا ن ْع َم‬
‫ْي اللَّهُ لَ ُك ْم آيَاتِِه‬ ِ
َ ‫َصبَ ْحتُ ْم بِنِ ْع َمتِ ِه إِ ْخ َوانًا َوُكْنتُ ْم َعلَ ٰى َش َفا ُح ْفَرةٍ ِم َن النَّا ِر فَأَنْ َق َذ ُك ْم ِمْن َها ۚ َك َٰذل‬
ُ ‫َ يُبَ ن‬ ْ ‫فَأ‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدو َن‬

11
Ibid,.
12
M. Alifudin Ikhsan, Nilai-Nilai Cinta Tanah Air dalam Perspektif Quran, JIPPK, Vol.2, No.2, TT, h.109.
13
Luqman Chakim , Tafsir Ayat-Ayat Nasionalisme, Skripsi, Semarang IAIN Walisongo, 2014.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” QS. Al-Imran:103.14
b. Persaudaraan antar agama terkandung dalam QS. Al-Mumtahanah:8-9

‫وه ْم َوتُ ْق ُُِِوا‬ ِ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ين ََلْ يُ َقاتلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوََلْ ُُيْ ِر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم أَ ْن تَبَ ُّر‬ َّ
َ ‫ََل يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
‫ْي‬ ِِ ُّ ‫إِلَْي ِه ْم ۚ إِ َّن اللَّهَ ُُِي‬
َ ُِ‫ب الْ ُم ْق‬

‫اه ُروا َعلَ ٰى إِ ْخَر ِاج ُك ْم أَ ْن‬ ِ ِ


َ َ‫َخَر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم َوظ‬
ْ ‫ين قَاتَلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوأ‬
ِ َّ َّ
َ ‫إَّنَا يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
َِّ
‫َ ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬
َ ِ‫تَ َولَّْوُه ْم ۚ َوَم ْن يَتَ َوََّّلُ ْم فَأُوٰلَئ‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(8) Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.(9). QS. Al-Mumtahanah:8-9.15

c. Nilai patriotisme terkandung dalam QS. At-Taubah:41

‫اه ُدوا بِأ َْم َوالِ ُك ْم َوأَنْ ُف ِِ ُك ْم ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِه ۚ َٰذلِ ُك ْم َخْي ر لَ ُك ْم إِ ْن ُكْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن‬
ِ ‫انِْفروا ِخ َفافًا وثَِق ًاَل وج‬
ََ َ ُ
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah
kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. At-Taubah:41.16
d. Pluralisme terkandung dalam QS. Al-Hujurat:13

14
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 63.
15
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 550.
16
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 194.
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِعْن َد اللَّ ِه‬
ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن اللَّ َه َعلِيم َخبِي‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Al-Hujurat:13.17
Selain dalil-dalil dari al-Quran, rasa nasionalisme juga ditunjukkan oleh hadith
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagaimana berikut. 18

ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َكا َن إِذَا قَد َم م ْن َس َف ٍر فَنَظََر إِ ََل ُج ُد َرات الْ َمدينَِ أ َْو‬
ُ‫َ ََ نَاقَتَه‬ َّ ِ‫َن الن‬
َ ‫َِّب‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
َّ ‫س أ‬
‫َوإِ ْن َكا َن َعلَى َدابٍَِّ َحَّرَك َها ِم ْن ُحبن َها‬
Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari
bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya.
Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat)
karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari
Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan
bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan
kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

: ‫ اخربين محيد انه مسَ انِا رَي اهلل عنه يقول‬: ‫حدثنا سعيد بن ايب مرمي اخربنا حممد بن جعفر قال‬

ِ‫كان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم اذا قدم من سفر فأبصر درجاة املدينِ اوََ ناقته وان كانت داب‬

‫ جدرات تابعه احلارث بن عمي‬:‫ زاد احلارث بن عمي عن محيد عن انس قال‬: ‫حركها قال ابو عبد اهلل‬

17
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 517.
18
http://www.nu.or.id/post/read/87932/dalil-dalil-cinta-tanah-air-dari-al-quran-dan-hadits, diakses
pada tanggal 18 Mei, 22:36.
: ِ‫ بفتح املهملِ والراء واجليم َجَ درجِ وهي طرقها املرتفعِ وللمِتملي دوحت وهي اشجرة العظيم‬:

‫ املدينِ فيه مشروعيِ حب الوطن و احلنْي اليه‬: ‫اسرع الِي اي‬


“Bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Maryam, bercerita kepadaku Muhammad bin Ja’far,
ia berkata : mengabarkan kepadaku Humaid, bahwasannya ia mendengar Anas Ra berkata :
Nabi ketika kembali dari berpergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau
mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unt beliau menggerakkan untanya.
Berkata Abu Abdillah : Harits bin Umar ari Humaid: beliau menggerakkannya untuk
mempercepat karena kecintaan beliau pada Madinah.”
‫ لرسول اله صلى اهلل عليه وسلم لتكذبنه فلم يقل له النِب صلى‬:‫ وِف حديث ورقِ انه قال‬: ‫قال الِهيل‬

:‫ ولتخرجنه فقال‬: ‫ ولتؤذينه فلم يقل النِب صلى اهلل عليه وسلم شيئا مث قال‬:‫اهلل عليه وسلم شيئا مث قال‬

‫او خمرجي هم ففى هذا دليل على حب الوطن وشدة مفارقته على النفس‬
“Al- Suhaily berkata: dan di dalam hadist tentang Waraqah, bahwasannya ia berkata
pada Rasulullah SAW ; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu
ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia
berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: Apa mereka akan
mengusirku ? al-Suhaliy menyatakan bahwa disinlah terdapat dalil atas cinta tanah air dan
beratnya memisahkannya dari hati.”
C. Aplikasi Penafsiran Berbasis Maqa>s}id Terhadap Ayat-Ayat Nasionalisme
1. Identifikasi Ayat Berdasarkan Tart>ib dan Asbab Nuzu>l
Apabila ditinjau dari segi tarti>b nuzu>lnya maka akan diperoleh runtutan ayat
sebagaaimana berikut ini: QS. al-Imran:103, QS. al-mumtahanah:8-9, QS. Al-
Hujurat:13, At-Taubah:41.19 Sedangkan asbab nuzu>l dari keempat ayat tersebut adalah
sebagai berikut20 :
a. QS. al-Imran:103 (Madinah)
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, sebab turunnya QS. al-Imran:103
adalah suatu ketika kaum Aus dan Khazraj sedang berkumpul mereka bercerita
mengenai permusuhan mereka yang terjadi pada zaman jahiliyah, kemudian
bangkitlah amarah diantara keduanya. Sehingga masing-masing diantara mereka

19
Muhammad Izzah Darwazah, al-Tafsi>r al-h}adith trti>b as-Suwa h}asab al-Nuzu>l, jilid 1, (Kairo: Da>r
al-gharab al-Islami>, TT), 16.
20
Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul, Terj, Nurcholis, (Surabaya:TT, 1997).
memegang senjata. Maka turunlah ayat ini sebagai pelerai perselisihan diantara
mereka.
b. QS. al-Mumtahanah:8-9 (Madinah)
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Qatilah ibu kandung Asma binti
Abu Bakar datang kepada putrinya itu. Setelah itu Asma bertanya kepada
Rasulullah “bolehkah saya berbuat baik terhadapnya ?” Rasulullah pun menjawab
“Ya” lalu turunlah QS. Al-Mumtahanah:8
Dala riwayat lain disebutkan bahwa suatu ketika Qatilah mantan istri Abu
Bakar dating kepada Asma binti Abu Bakar dengan membawa sebuah bingkisan,
namun pada saat itu, Asma menolak kedatangannya bahkan tidak
memperkenankannya masuk ke rumah. Setelah itu, Asma mengutus seseorang
untuk bertanya kepada Rasulullah atas kejadian tersebut. Maka Rasulullah
memerintahkan untuk menyambut edatangannya dengan baik dan menerima
bingkisannya.
Dari dua riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, semasa Rasul hidup
beliau tetap hidup berdampingan dengan non muslim dan memperlakukannya
dengan baik.
c. QS. Al-Hujurat:13 (Madinah)
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah
ketika fathu Makkah, Bilal bin Rabbah naik ke atas ka’bah untuh adzan, kemudian
berkatalah sekelompok orang “pantaskah seorang budak hitam menaiki ka’bah?”
kemudian ayat ini turun untuk menegaskan bahwa dalam Islam tidak mengenal
diskriminasi dan bahwa yang membedakan seseorang denga seseorang yang lain
adalah ketakwaan.
Disebutkan pula dalam riwayat lain bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
Abi Hindin akan dinikahkan oleh Rasulullah dengan wanita Bani Bayadlah,
berkatalah Bani Bayadlah kepada rasulullah “rasululluah, bolehkan putri-putri
kami, kami nikahkan dengan budak-budak kami ?” kemudian ayat ini turun untuk
menegaskan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang
merdeka.
Dari dua riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial pada saat
turunnya ayat tersebut adalah bahwa Islam adalah sebuah agama yang menjunjung
tinggi perdamaian, persamaan tidak membeda-bedakan antar satu dengan yang
lain.
d. At-Taubah:41 (Madinah)
Turunnya ayat ini, memiliki munasabah dengan ayat sebelumnya yakni 38,
39,40. Yang berkaitan dengan perintah untuk berangkat ke medan perang namun
diantara mereka enggan untuk melaksanakannya. Maka turunlah ayat 38, 39, 40.
Sebagai bentuk ancaman kepada mereka.
Kemudian berkaitan dengan ayat 41 diesbutkan bahwa diantara kaum
muslim tersebut terdapat orang orang lemah karena sakit atau ketuannya, sehingga
mereka merasa berdosa tidak ikut berjihad. Maka turunlah ayat ini sebagai perintah
untuk berjihad meski dengan rasa berat atau ringan.
Dari riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai bela negara sudah
terjadi sejak zaman itu. Bahkan perintah berjihad tersebut bersifat wajib.
2. Identifikasi Makna Mufradat
a. QS. Al-Imran:103
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْي قُلُوبِ ُك ْم‬ َ َّ‫ت اللَّه َعلَْي ُك ْم إِ ْذ ُكْنتُ ْم أ َْع َداءً فَأَل‬
َ ْ َ‫ف ب‬ َ ‫َو ْاعتَص ُموا ِبَْب ِل اللَّه ََج ًيعا َوََل تَ َفَّرقُوا ۚ َواذْ ُك ُروا ن ْع َم‬
‫ْي اللَّهُ لَ ُك ْم آيَاتِِه‬ ِ
َ ‫َصبَ ْحتُ ْم بِنِ ْع َمتِ ِه إِ ْخ َوانًا َوُكْنتُ ْم َعلَ ٰى َش َفا ُح ْفَرةٍ ِم َن النَّا ِر فَأَنْ َق َذ ُك ْم ِمْن َها ۚ َك َٰذل‬
ُ ‫َ يُبَ ن‬ ْ ‫فَأ‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدو َن‬
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” QS. Al-Imran:103.21

21
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 63.
Lafadz ِ َ‫ْاعت‬
‫ص ُموا‬ terambil dari kata ‫عصم‬ yang bermakna menghalangi.

Penggalan ayat tersebut kemudian bermakna perintah untuk berpegang teguh


kepada tali Allah untuk menghalangi seseorang terjatuh.

Lafadz ‫حبل‬ berarti tali, sedang tali adalah sesuatu yang digunakan untuk

mengikat sesuatu sebagai alat untuk menaikkan atau menurunkannya agar sesuau
tersebut tidak terjatuh. Sedang tali yang dimaksud dalam ayat ini adalah ajaran
agama atau al-Quran.22
b. QS. Al-Mumtahanah:8-9

‫وه ْم َوتُ ْق ُُِِوا‬ ِ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ين ََلْ يُ َقاتلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوََلْ ُُيْ ِر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم أَ ْن تَبَ ُّر‬ َّ
َ ‫ََل يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
‫ْي‬ ِِ ُّ ‫إِلَْي ِه ْم ۚ إِ َّن اللَّهَ ُُِي‬
َ ُِ‫ب الْ ُم ْق‬

‫اه ُروا َعلَ ٰى إِ ْخَر ِاج ُك ْم أَ ْن‬ ِ ِ


َ َ‫َخَر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم َوظ‬
ْ ‫ين قَاتَلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوأ‬
ِ َّ َّ
َ ‫إَّنَا يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
َِّ
‫َ ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬
َ ِ‫تَ َولَّْوُه ْم ۚ َوَم ْن يَتَ َوََّّلُ ْم فَأُوٰلَئ‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(8) Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.(9). QS. Al-Mumtahanah:8-9.23

lafadz ‫ْي‬ ِِ
َ ُِ‫ الْ ُم ْق‬adalah bentuk jama’ dari kata aqsat}a, yang berarti berlaku
adil. Sedangkan dalam makna adil atau memberi bagian kepada orang lain secara
adil, maka lafal yang digunakan adalah aqsat}a, sedangkan pelakunya disebut
muqsit}. Jadi al-Muqsit}in adalah orang-orang yang berbuat adil. Dalam al-Quran

22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h, Vol.2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 171.
23
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 550.
lafal ‫ْي‬ ِِ
َ ُِ‫ الْ ُم ْق‬tidak ditemukan dalam bentu tunggal, semuanya merupakan bentuk
jamak dan pelakunya adalah manusia.24

c. QS. Al-Hujurat:13

‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِعْن َد اللَّ ِه‬
ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن اللَّ َه َعلِيم َخبِي‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Al-Hujurat:13.25

Lafadz ‫ُشعُوبًا‬ merupakan jamak dari kata ‫شعب‬. Kata ini dgunakan untuk

menunjukkan kumpulan dari sekian qabilah atau suku.

Lafadz ‫ارفُوا‬
َ ‫ تَ َع‬terambil dari kata ‫ عرف‬yang memilik arti mengenal, cuplikan
kata yang digunakan pada ayat ini mengandung makna timbal balik, sehingga
diartikan saling mengenal. Redaksi saling mengenal yang dikehendaki disini adalah
saling mengenal untuk saling memberi manfaat, saling menarik pelajaran dari pihak
lain, guna meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.26
3. Identifikasi Makna Berdasarkan Kaidah Istinba>t} Hukum Islam
a. QS. Al-Imran:103

24
Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 95-96.
25
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), 517.
26
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h, Vol.13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 262.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْي قُلُوبِ ُكم‬ َ َّ‫ت اللَّه َعلَْي ُك ْم إِ ْذ ُكْنتُ ْم أ َْع َداءً فَأَل‬
َ ْ َ‫ف ب‬ َ ‫َو ْاعتَص ُموا ِبَْب ِل اللَّه ََج ًيعا َوََل تَ َفَّرقُوا ۚ َواذْ ُك ُروا ن ْع َم‬
ِ
‫ْي اللَّهُ لَ ُك ْم‬ َ ‫َصبَ ْحتُ ْم بِنِ ْع َمتِ ِه إِ ْخ َوانًا َوُكْنتُ ْم َعلَ ٰى َش َفا ُح ْفَرةٍ ِم َن النَّا ِر فَأَنْ َق َذ ُك ْم ِمْن َها ۚ َك َٰذل‬
ُ ‫َ يُبَ ن‬ ْ ‫فَأ‬
‫آيَاتِِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدو َن‬
Ditinjau dari makna cakupannya, QS. Al-Imran:103 maka bersifaat am atau

umum, hal ini dapat diketahui dari penggunaan lafadz jama’ seperti ‫ ُكْنتُم‬, ‫قُلُوبِ ُك ْم‬
Ditinjau dari kaidah amr dan nahi maka pada ayat ini sangat jelas
ِ َ‫ و ْاعت‬dan ‫َو ْاذ ُكرُوا‬
mengandung lafadz amr yang ditunjukkan dengan sighat amr ‫ص ُموا‬ َ
berdasarkan kaidah amr yakni al-As}lu fi> al-amr lil Wuju>b maka bersatu dan
mengingat nikmat Allah dalam ayat ini bersifat wajib. Selain mengandung amr
pada ayat ini juga mengandung lafadz nahi yang ditunjukkan dengan fi’il mudhari’

yang disertai denga la> nahy yakni pada lafadz ‫ ََل تَ َفَّرقُوا‬.yang apabila dikaitkan

dengan kaidah al-As}lu fi> al-nahi> li tahri>m maka deikenai hukum haram dalam
perilaku bercerai berai.
b. QS. Al-Mumtahanah:8-9

‫وه ْم َوتُ ْق ُُِِوا‬ ِ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ين ََلْ يُ َقاتلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوََلْ ُُيْ ِر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم أَ ْن تَبَ ُّر‬ َّ
َ ‫ََل يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
‫ْي‬ ِِ ُّ ‫إِلَْي ِه ْم ۚ إِ َّن اللَّهَ ُُِي‬
َ ُِ‫ب الْ ُم ْق‬
‫اه ُروا َعلَ ٰى إِ ْخَر ِاج ُك ْم‬ ِ ِ
َ َ‫َخَر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم َوظ‬
ْ ‫ين قَاتَلُوُك ْم ِِف الدني ِن َوأ‬
ِ َّ َّ َِّ
َ ‫إَّنَا يَْن َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
‫َ ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬
َ ِ‫أَ ْن تَ َولَّْوُه ْم ۚ َوَم ْن يَتَ َوََّّلُ ْم فَأُوٰلَئ‬
Ditinjau dari makna cakupannya, QS. Al-Mutahanah:8 maka bersifaat am

atau umum, hal ini dapat diketahui dari penggunaan lafadz jama’ seperti ِ
‫ديَا ِرُك ْم‬,

‫ُيْ ِر ُجوُك ْم‬.


ُ
Ditinjau dari kaidah amr dan nahi maka pada ayat ini sangat jelas

mengandung lafadz amr yang ditunjukkan dengan sighat amr ‫ َوتُ ْق ُُِِوا‬berdasarkan
kaidah amr yakni al-As}lu fi> al-amr lil Wuju>b maka berbuat adil dalam konteks ayat
ini adalah wajib.
c. QS. At-Taubah:41

‫اه ُدوا بِأ َْم َوالِ ُك ْم َوأَنْ ُف ِِ ُك ْم ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِه ۚ َٰذلِ ُك ْم َخْي ر لَ ُك ْم إِ ْن ُكْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن‬
ِ ‫انِْفروا ِخ َفافًا وثَِق ًاَل وج‬
ََ َ ُ
Ditinjau dari kaidah amr dan nahi maka pada ayat ini sangat jelas

mengandung lafadz amr yang ditunjukkan dengan sighat amr ‫ انِْف ُروا‬dan ‫اه ُدوا‬
ِ‫ج‬
َ
berdasarkan kaidah amr yakni al-As}lu fi> al-amr lil Wuju>b maka berangkat yang
mana dalam ayat ini adalah berangkat untuk berperang adalah wajib.
d. QS. Al-Hujurat:13

‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ۚ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِعْن َد اللَّ ِه‬
ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫أَتْ َقا ُك ْم ۚ إِ َّن اللَّ َه َعلِيم َخبِي‬
Ditinjau dari makna cakupannya, maka QS. Al-Hujurat:13 bersifaat am atau

umum, hal ini dapat diketahui dari penggunaan lafadz jama’ seperti ‫َّاس‬
ُ ‫الن‬ yang

berarti seluruh manusia.


Dalam ayat ini juga tergambar secara nyata hikmah diciptakannya manusia

secara bermacam-macam yakni ‫لِتَ َع َارفُوا‬ yakni umtuk saling mengenal, kemudian

setelah saling mengenal maka diharapkan untuk saling memberi manfaat satu sama
lain, saling mengambil pelajaran satu sama lain. Sehingga dapat meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah.
4. Eksplorasi dan Aplikasi Kandungan Maqa>sid dari ayat Nasionalisme
berdasarkan teori al-Juwaini

Dari identifikasi ke-4 ayat yang berkaitan dengan konsep nasionalisme,


maka didapatkan beberapa perintah dan larangan seperti perintah untuk membela
negara, perintah untuk berjihad, perintah untuk bersatu, perintah untuk berbuat
adil, perintah mengingat nikmat Allah dan larangan untuk bercerai berai.

Mengutip pendapat dari al-juwaini seseorang tidak dapat dikatakan mampu


untuk menetapkan hukum Islam Ketika ia belum bisa mengungkap dan memahami
tujuan atau hikmah dibalik perintah dan larangan yang disyariatkan oleh Allah.27

Terkait dengan pengungkapan maqashid yang berkaitan dengan al-ashl, al-


Juwaini Dalam muqaddimah kitab Al-Burhan fi Ushul Fiqh tersebut, beliau
menuliskan beberapa pokok bahasan diantaranya.28 :

1. Menentukan tujuan yang ingin dicapai, dengan menentukan inti permasalahan


kemudian memecahkannya dengan metode pemilahan.

2. Menerangkan makna lafaz dan istilah-istilah yang akan digunakan dalam


memecahkan suatu permasalahan.

3. Memuat pendapat-pendapat ulama yang berbeda, menjelaskan dalil-dalil


mereka kemudian mendiskusikannya dan memilih yang paling benar.

4. Ijtihad yang bebas, dan tidak terikat dengan suatu madzhab tertentu dan
membebaskan diri dari pengaruh pemikiran-pemikiran ulama sebelumnya.

5. Diskusi yang panjang mengenai perdebatan beliau dengan pendapat ulama


ulama sebelumnya.

27
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vol.25, No. 118,
2009, h. 122
28
Ghilman Nursidin, Kontruksi Pemikiran Maqashid Syari’ah Imam al-Haramain al-Juwaini (Kajian
Sosio Historis), Tesis, Semarang, IAN Walisongo, 2012
6. Memelihara ushul dan qawa’id secara terperinci, dan menghindari juz’iyat yang
tidak penting.

7. Waspada dan teliti dalam menghindari sebab-sebab yang menggelincirkan


dalam bahasan-bahasannya.

8. Memberikan porsi yang sama terhadap pendapat-pendapat lainnya dalam


mendiskusikan permasalahan-permasalahan dan dalam mencapai ushul yang

diinginkan

Konsep mashlahah yang ditawarkan Imam Al-Haramain Al-Juwaini adalah


menjadikan ijtihad, ijma’, qiyas, qath’i dan zanni, konsep ketaatan, perintah,
larangan, dan sebagainya, berpihak pada konteks sosial dan bertujuan untuk
kemashlahatan umat. Beliau membagi mashlahat sebagai tujuan syari’at
sebagaimana dimaksud dari sisi kekuatannya menjadi tiga sebagaimana bagan
berikut.29:

1. Dharuriyat, yaitu hal yang amat menentukan kesinambungan agama dan hidup

manusia di dunia maupun di akhirat, yang jika hal ini hilang, maka berakibat
kesengsaraan dunia, dan hilangnya nikmat serta datangnya azab di akhirat.
Menurut para ulama, ada 5 macam dharuriyat : Memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.

2. Hajiyat, yaitu hal yang diperlukan manusia untuk menghilangkan kesusahan


atau kesempitan mereka. Bila hal ini tidak ada, tidak sampai mengakibatkan
kehancuran kehidupan, namun manusia jatuh pada kesusahan.

3. Makramat (Tahsiniyat), yaitu hal yang menjadikan manusia berada dalam adab
yang mulia dan akhlaq yang lurus, dan jika tidak terwujud, kehidupan manusia
akan bertentangan dengan nilai-nilai kepantasan, akhlaq, dan fitrah yang sehat.

29
Anisa Intan Permata Sari, Tinjauan Terhadap Konsep Maslahah Imam al-Juwaini, Makalah Program
Magister, Universitas Islam Indonesia.
Berikut bagan yang menjelaskan klasifikasi maqashid menerut al-Juwaini

Maqashid

Dharuriyat Hajiyat Tahsiniyat

Memelihara Memelihara Memelihara Memelihara Memelihara


agama, jiwa akal keturunan harta

Berdasarkan klasifikasi dan deskripsi pembagian maqasid al-Juwaini,


maka perintah dan larangan yang terkadung dalam ayat ayat nasionalisme adalah
maqashid dharuriyat dengan pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta. Untuk lebih rinci berikut adalah peran nasionalisme terhadap 5
penjagaan tersebut dengan skala dharuriyah :
a. Nasionalisme perspektif penjagaan agama : jika dalam sebuah tatanan
masyarakat di suatu negara, khususnya Indonesia (majemuk) tidak memiliki
rasa atau faham nasionalisme maka akan terjadi perpecahan antar umat
beragama. Setiap agama yang ada di Indonesia akan mengklaim bahwa
agamanyalah yang paling benar. Sehingga tanpa nasionalisme di Indonesia
rukun Islam dan Iman tidak bisa dilaksanaka dengan tegak dan baik.
b. Nasionalisme perspektif penjagaan jiwa : jiwa adalah unsur batiniah manusia,
dengan jiwa yang sehat manusia dapat berfikir dan melakukan kehendak. Dan
hal tersebut bisa dilakukan apabila sebuah negara tidak berada dibawah kuasa
bangsa lain. Untuk itu rasa nasionalisme sangat berpengaruh sebagai sebab
bebasnya Indoneia dari para penjajah.
c. Nasionalisme perspektif penjagaan akal : di dalam sebuah negara yang
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi maka akan tercipta kedamian dalam
berbagai tatanan kehidupan, dengan kehidupan yang damai itu akal akan
bekerja secara maksimal.
d. Nasionalisme perspektif penjagaan keturunan : tidak dapat dipungkiri
merdekanya negara Indonesia adalah berkat tumbuhnya rasa nasionalisme antar
suku, ras, agama yang kemudian berhasil membentuk satu kekuatan untuk
mengusir penjajah dari negara kita. Tanpa nasionalisme tersebut maka mungkin
hingga saat ini Indonesia akan tetap dikuaisai oleh bangsa Barat akibatnya akan
semakin banyak korban dari kekejaman sistem politik yang diterapkan oleh
Barat di negara kita.
e. Nasionalisme perspektif penjagaan harta : ditinjau dari masa penjajahan yang
terjadi di Indonesia. Banyak masyarakat pribumi yang kemudian miskin di
negara sendiri. Sebab semua kekayaan yang ada di Indonesia kemudian di
monopoli oleh Barat. Namun berkat adanya rasa nasionalisme yang kemudian
berkembang di Indonesia maka masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan
secara maksimal kekayaan dari hasil bumi negara kita.
5. Pendapat Ulama’ yang Berkaitan dengan Nasionalisme
Para ulama’ di Indonesia mengeluarkan pendapat tentang cinta tanah air
bagi seluruh warga negara. Dalam putusan MUI , membela tanah air adalah wajib.
Ungkapan yang lebih popular dikalangan masyarakat adalah hubbul wton minal
iman
Ijtihad ulama’ tersebut tidak terlepas dari fatwa resolusi jihad NU
yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asyari pada tahun 1945. Makna resolusi
jihad yang deikenalkan oleh KH. Hasyim Asyari pada saat itu adalah
kewajiban setiap Islam untuk membela dan menghadapi penjajahan Belanda.
Sebab menurut beliau makna dari bait hub al-wathan adalah wujud
penghambaan terhadap Tuhan. Hal ini kemudian tidak dimaknai dengan
menjadikan sebuah negara sebagai tuhannya. Melainkan wujud cinta seorang
hamba terhadap tuhannya. Dapat ditandai dengan mencintai makhluk
ciptaan-Nya. Salah satunya dengan mencintai tanah air Indonesia sebagai
ungkapan rasa syukur terhadap karunia-Nya. 30
6. Implementasi Nasionalisme Era Modern
Pada era modern ini nasionalisme kemudian lebih dimaknai dengan
semangat persatuan, rasa cinta terhadap negara, dan toleransi antar suku, budaya,
serta agama. Oleh sebab itu maka implementasi nasionalisme zaman modern dapat
ditunjukkan dengan patuh dan setia terhadap peraturan negara, dan memiliki
loyalitas yang tinggi terhadap negaranya.
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan diatas maka, apabila
terdapat sekelompok orang atau organisasi yang kemudian hendak menghancurkan
tatanan negara maka hal itu tidak dapat dibenarkan. Sebab dalam sebuah negara
tidak memiliki ikatan terhadap agama, ras dan suku. Sehingga bagaimanapun
bahasanya, apapun agama dan sukunya, berhak dilindungi oleh negara.
D. Penutup
Konsep Nasionalisme sejatinya sudah ada sejak zaman Nabi,
disyariatkannya membela negara, saling menghargai, dan bersatu (nasionalisme)
didasarkan pada rasa cinta terhadap negaranya. sehingga hikmah dari ayat ayat yang
mensyariatkan nasionalisme dapat terwujud.
Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, beberepa ayat yang
mengandung nilai-nilai nasionalisme seperti QS. al-Hujurat:13, at-Taubah: 41, al-
Mumtahanah: 8-9, dan al-Imran: 103 apabila dikaitkan dengan klasifikasi maslahah al-
Juwaini maka beberapa ayat yang telah disebutkan datas mengandung maslahah
dharuriyah yang mencakup penjagaan agama, harta, jiwa, keturunan dan akal.
Implementasi nasionalisme modern lebih dimaknai dengan semangat
persatuan, rasa cinta terhadap negara, dan toleransi antar suku, budaya, serta agama.
Beberapa hal tersebut akan menjadi sebab

30
M. Alifudin Ikhsan, Nilai-Nilai Cinta Tanah Air dalam Perspektif Quran, JIPPK, Vol.2, No.2, TT, 112-
113.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2005

Mugiyono. TT. Relasi Nasionalisme dan Islam Serta Pengruhnya Terhadap Dunia
Islam Global. Palembang : IAIN Palembang.
Dewi, Ita Mutiara Dewi. 2018 Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong.
Yogyakarta, Mozaik, Vol.3, No. 3.
Suhartono. 1994. sejarah pergerakan nasional. Yogyakarta: pustaka pelajar.
al-Faqih, Mifdan Zusron. 2016. Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia untuk
Memupuk Sikap Kebangsaan Generasi Muda, Jurnal Civics, Vol.13, No.2,
2016, h.211.
Wardani, Anggreini Kusuma. 2004. Nasionalisme, Buletin Psikologi. Vol.12, No.2.
Yakub, Muhammad. 2016. Respon Islam Terhadap Konsep Nasionalisme Perspektif
Sejarah Islam, An-Nadwah, Vol.22, No.2.
Departemen Agama RI. 2005. al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT Syamil Cipta
Media.

Ikhsan, Muhammad Alifudin. TT. Nilai-Nilai Cinta Tanah Air dalam Perspektif
Quran, JIPPK, Vol.2, No.2.
Chakim, Luqman. 2014. Tafsir Ayat-Ayat Nasionalisme, Skripsi, Semarang IAIN
Walisongo.
Izzah Darwazah, Muhammad. TT. al-Tafsi>r al-h}adith tarti>b as-Suwa h}asab al-Nuzu>l.
jilid 1. Kairo: Da>r al-gharab al-Islami.
Asy-Syuyuthi, Jalaluddin. 1997. Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul. Terj, Nurcholis.
Surabaya.
Quraish Shihab, Muhammad. 2002. Tafsir al-Misba>h, Vol.2. Jakarta: Lentera Hati.
Quraish Shihab, Muhammad. 2002. Tafsir al-Misba>h, Vol.13. Jakarta: Lentera Hati.
Kementrian Agama RI. 2011. al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya.
Shidiq, Ghofar. 2009. Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam, Sultan Agung,
Vol.25, No. 118.
Nursidin, Ghilman . 2012. Kontruksi Pemikiran Maqashid Syari’ah Imam al-
Haramain al-Juwaini (Kajian Sosio Historis). Tesis. Semarang. IAN
Walisongo.
Intan Permata Sari, Anisa. TT. Tinjauan Terhadap Konsep Maslahah Imam al-Juwaini,
Makalah Program Magister. Universitas Islam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai