Penutupan lahan dari blok IUP ini secara umumnya ditutupi oleh hutanprimer
dengan vegetasi yang heterogen dengan kerapatan sedang, dengan vegetasi berupa
tumbuhan berkayu kerashingga lunak dengan pertumbuhan yang sangat variatif.
Vegetasi yangmencolok mendominasi diantaranya cemara udang, kayu cina, damar,
bakau dansedikit semak.
Fauna yang dijumpai di wilayah ini berupa ular sanca, ular daun, ular
hitam,babi hutan, dan berbagai jenis burung, diantaranya yang sangat khas
adalahburung ranggong, elang laut, elang kepala putih, burung kutilang dan burung
nuri hijau.
Berdasarkan hasil overlay antara Peta IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama seluas 301 Ha ini dengan Peta Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
danPerubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Sulawei Tenggara yang
merupakanLampiran Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK.
465/Menhut-II/2012 tertanggal 9 Agustus 2012, maka diketahui bahwa areal IUP
OperasiProduksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama ini didominasi oleh Hutan
ProduksiTerbatas (HPT) dengan luas 240,25 ha atau 79,8% dari luas wilayah IUP,
Kawasan Perairan Laut seluas 29,82 Ha (9,9 %), Hutan Lindung (HL) seluas 18,05 Ha
(6,0 %) dan sisanya seluas 12,84 Ha (4,3 %) merupakan Areal Penggunaan Lain (APL).
Tabel 1. Kawasan Hutan dalam areal IUP OP PT. Sinar Jaya Sultra Utama
LUAS
NO. STATUS KAWASAN HUTAN %
(Ha)
1 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 240.25 79.8%
2 Hutan Lindung (HL) 18.05 6.0%
3 Perairan (Laut) 29.82 9.9%
4 Areal Penggunaan Lain (APL) 12.84 4.3%
301.0 100.0%
Peta Status Kawasan Hutan dalam IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Peta Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo yang merupakan batuan alas adalah
Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon; terdiri dari sekis
mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak dan genes.Pualam
Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan Batuan Malihan Paleozoikum terutama
terdiri dari pualam dan batugamping terdaunkan.Pada Permo-Trias di daerah ini
diduga terjadi kegiatan magma yang menghasilkan terobosan aplit kuarsa, latit
kuarsa dan andesit (a), yang menerobos Batuan Malihan Paleozoikum.Formasi
Meluhu (Tjm) yang berumur Trias Tengah sampai Jura, secara takselaras menindih
Batuan Malihan Paleozoikum.Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang
termalihkan lemah dan kuarsit yang setempat besisipan dengan serpih hitam
danbatugamping yang mengandung Halobia sp., dan Daonella sp, serta batusabak
pada bagian bawah. Pada Zaman yang sama terendapkan Formasi Tokala (Tjt), terdiri
dari batugamping berlapis dan serpih bersisipan batupasir. Hubungannya dengan
Formasi Meluhu adalah menjemari.Pada Kala Eosen hingga Tengah, pada lajur ini
terjadi pengendapan Formasi Salodik (Tems); yang terdiri dari kalkarenit dan
setempat batugamping oolit.
Batuan yang terdapat di Jalur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri dari
peridotit, harsburgit, dunit dan serpentinit.Batuan ofiolit ini tertindih takselaras oleh
Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari batugamping
berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya.Batuan sedimen tipe molasa
berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal membentukFormasi Pandua (Tmpp), terdiri
dari konglomerat aneka bahan dan batupasirbersisipan lanau.Formasi ini menindih
takselaras semua formasi yang lebih tua,baik di Lajur Tinondo maupun di Lajur
Hialu.Pada Kala Plistosen Akhir terbentukbatugamping terumbu koral (Ql) dan
Formasi Alangga (Qpa) yang terdiri daribatupasir dan konglomerat.Batuan termuda di
lembar ini ialah Aluvium (Qa) yangterdiri dari endapan sungai, rawa dan pantai.
Struktur geologi yang di lembar lasusua dan kendari adalah sesar, lipatan
dankekar.Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searah
denganSesar Lasolo.Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri yang diduga masih
giathingga kini; yang dibuktikan dengan adanya mataair panas di batugamping
terumbuyang berumur Holoson pada jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu.Sesar
tersebutdiduga ada kaitannya dengan sesar Sorong yang giat kembali pada Kala
Oligosen(Simandjuntak, dkk. 1983).Sesar naik ditemukan didaerah Wawo, sebelah
barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di selatan Lasolo; yaitu beranjaknya
batuanofiolit ke atas batuan Malihan Mekongga, Formasi Meluhu dan Formasi
Matano.Sesar Lasolo berarah baratlaut – tenggara membagi Lembar Kendari menjadi
duabagian. Sebelah timur sesar disebut Lajur Halu dan sebelah baratdaya disebut
LajurTinondo (Rusmana dan Sukarna,1985). Lajur Hialu umumnya merupakan
himpunanbatuan yang bercirikan asal Kerak Samudera, dan Lajur Tinondo
merupakanhimpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua.Ditafsirkan bahwa
sebelum Oligosen Lajur Hialu dan Lajur Tinondo bersentuhansecara pasif, kemudian
sesar ini berkembang menjadi suatu “transform fault” danmenjadi sesar Lasolo sejak
Oligosen; yaitu pada saat mulai giatnya kembali SesarSorong. Daerah ini tampaknya
telah mengalami lebih dari satukali periukan; hal initerlihat pada batuan Mesozoikum
yang sudah terlipat lebih dari satukali.Jenis lipatan pada batuan ini berupa lipatan
tertutup, setempat dijumpai lipatanrebah; lipatan pirau dan lipatan terbalik.Lipatan
pada batuan Tersier termasukjenis lipatan terbuka, berupa lipatan yang landai
dengan kemiringan lapisanberkisar antara 15 dan 300.
Di bagian lain yaitu kelompok di lingkungan laut dalam, diatas batuan ofiolit
yangdiduga berumur Kapur, terendapkan tekselaras Formasi Matano yang
berumurKapur Akhir.Kelompok batuan ini selanjutnya disebut Lajur Hialu, yang
sebagianbesar merupakan bagian dari ofiolit Sulawesi Timur.Sejak awal Jura,
Anjungan Banggai – Sula beserta penggalan benua lainnya dibagian timur Indonesia
memisahkan diri dari pinggiran utara Benua Australiamelalui sesar transform dan
kemudian bergerak ke arah barat.Pada Kala Miosen Tengah Lajur Hialu terdorong
oleh benua kecil Banggai – Sula,yang bergerak ke arah barat.Akibat dorongan
tersebut, menyebabkantersesarkannya Lajur Hijau ke atas Lajur Tinondo, kemudian
diikuti sesar bongkah dikedua Lajur tersebut.Pada Kala Miosen Akhir sampai Pliosen
pengangkatan kembali berlangsung,kemudian disusul periukan pada Kala Pliosen dan
terbentuk Formasi Alangga; padalingkungan laut dangkal sampai darat.Batuan
termuda yang terbentuk di daerah iniialah alluvium dan terumbu koral, yang hingga
kini masih berlangsung.
Peta Geologi Regional IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Mineralisasi logam yang dijumpai di daerah ini ialah: laterit nikel dan kromit.
Laterit nikel banyak dijumpai di daerah kegiatan, meliputi daerah sebelah utara
sepanjang S. Lasolo, Peg.Tangkeroruwaki; Peg. Morombo dan P. Bahulu; setempat di
daerah Sampara, Wolu, Lasusua (E. Rusmana,dkk, 1993) pada Peta Geologi Lembar
Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1: 250.000.
Rab Sukamto (1975), penelitian pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang ada
disekitarnya dan membagi kedalam tiga mandala geologi, dalam hal ini
daerah penelitian termasuk dalam Mandala Sulawesi Timur.
Rab Sukamto (1975), penelitian perkembangan tektonik Sulawesi dan
sekitarnya yang merupakan sintesis yang berdasarkan tektonik lempeng.
Sartono Astadireja (1981), mengadakan penelitian Geologi Kuarter
Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Rab Sukamto dan Simanjuntak (1983), penelitian terhadap hubungan
tektonik ketiga Mandala Geologi Sulawesi yang ditinjau dari aspek
sedimentologinya.
E. Rusmana, Sukido, D. Sukarna, E Haryanto dan T.O. Simanjuntak
(1993),Memetakan daerah penelitian dalam Geologi Lembar Lasusua-
Kendari, Sulawesi dengan sekala 1 : 250.000.
PT. Aneka Tambang Persero, Tbk, (1999-2006) melakukan eksplorasi
potensi laterit nikel di wilayah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
2.1. Geomorfologi
Tipe aliran sungai walaupun dengan gradient tinggi dan ukuran alur yang
relative pendek, namun dapat diketahui mempunyai pola aliran dendritic. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun pembentukan morfologi dipengaruhi oleh dominasi
proses struktur geologi, namun proses lanjutan dari aktifitas struktur menyebabkan
proses laterisasi yang sangat intens membentuk lapisan soil/laterit yang cukup tebal
sehingga proses erosi lebih cenderung kuat dalam pembentukan morfologi wilayah
dan pembentukan pola aliran sungai.
Dengan memperhatikan tingkat erosi secara keseluruhan, proses sedimentasi,
gradient dan stadia sungai maka stadia daerah secara umum merupakan wilayah
dengan stadia muda.
2.2. Stratigrafi
Struktur geologi yang terbentuk di lokasi IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama terdiri dari patahan dan kekar. Patahan yang terbentuk merupakan
patahan orde ketiga dan keempat dari patahan regional Sesar Geser Lasolo. Patahan
ini berupa sesar geser dengan tegasan utama berarah timur barat dan didominasi
oleh patahan geser dextral. Jenis kekar yang terbentuk umumnya non sistematis,
tertutup, walaupun sedikit dijumpai joint dengan isian mineralisasi silica, magnesit
serpentin dan garnierite. Meskipun secara umum berupa kekar nonsistematis namun
masih memperlihat arah umum joint dengan arah barat laut – tenggara.
Pemetaan potensi laterit nikel di wilayah IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama dilakukan dengan metode interpretasi peta citra satelit World View dan
analisa morfologi dengan Citra Radar SRTM-90, yang dipadukan dengan metode
pemetaan permukaan dengan menggunakan peta dasar Peta Rupabumi Indonesia
terbitan Badan Informasi Geospasial Tahun 1992 skala 1 : 50.000.
Foto kenampakan fracture di lapangan dengan mineral pengisi berupa garnierite
Pemetaan potensi laterit nikel dalam wilayah IUP OP ini dilakukan dalam dua
tingkatan, yaitu pemetaan potensi dan sebaran laterit nikel dalam skala regional dan
skala semi detail. Pemetaan permukaan dalam skala regional menggunakan metode
track mapping dengan mengikuti pola lereng yang mempunyai karakter morfologi
dan morfometri berbeda sambil memperhatikan perubahan karakter soil dan laterit
permukaan serta keterdapatan singkapan regolith batuan dasar dan singkapan
batuan dasar. Hasil pemetaan berupa plotting track dan plotting sebaran laterit
menghasilkan peta sebaran laterit, dengan skala peta minimum 1 : 10.000.
Profil laterit dari beberapa galian pit dan pemerian inti bor menunjukkan
lapisan overburden berupa tanah humus dengan kandungan organik tinggi (root
zone), dengan ketebalan 0,5 – 2 meter,berwarna coklat kemerahan, porositas dan
permeabilitas tinggi. Kadang dijumpai bongkah-bongkah dari iron cap /iron shot
berukuran kurangdari 1 cm, terutama pada lereng dengan kemiringan kecil. Lapisan
limonit berkisarantara 2 – 5 meter, dengan warna coklat kemerahan hingga coklat
kekuningan dengan porositas tinggi dan permeabilitas menengah. Lapisan saprolit
berwarna coklat kekuningan dengan ukuran butir yang agak kasar, porositas dan
permeabilitas tinggi, kadang dijumpai float berupa fragmen dari batuan dasar dengan
tingkat pelapukan tinggi hingga menengah. Rekahan dari bongkah-bongkah fragmen
dunit ini sering dijumpai isian mineral garnierit berwarna hijau terang dengan
ketebalan kurang dari 1 mm. Dunitdan harsburgit sebagai batuan dasar/bedrock
memperlihatkan komposisi dominan olivin dan mineral piroksin.Sebagian kecil
mengalami serpentinisasi lemah. Tingkat pelapukan batuan dasar yang dijumpai
tinggi hingga menengah.
Hasil pemetaan geologi permukaan pada blok PT. Sinar Jaya Sultra Utama di
Tanjung Boenaga seluas 301 ha ini, sebaran laterit menyebar seluas 186,65 ha atau
62,08 % dari total luas IUP dan regolith ultrabasa menyebar seluas 76,29 ha (25,35%).
Sisanya terdiri dari endapan rawa pantai seluas 2 ha (0,66 %) dan area reklamasi
pantai seluas 6,22 ha (2,07 %). Dengan estimasi ketebalan ore rata-rata 8 meter dan
Specific Gravity rata-rata laterit 1,4 T/m3 dan resources recovery 60% maka jumlah
cadangan terduga(Inferred Resources)laterit nikel pada blok PT. Sinar Jaya Sultra
Utama di Tanjung Boenaga ini sebesar 9.115.986 metrik ton dengan kadar Ni rata-
rata diatas 1,8 %.
Foto kenampakan laterit nikel di lokasi penyelidikan
Tabel hasil pemetaan sebaran potensi laterit nikel di blok IUP OP PT. SJSU