Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KEGIATAN EKSPLORASI

PT. SINAR JAYA SULTRA UTAMA


TAHUN 2016

1. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

1.1. Kesampaian Lokasi Daerah Penyelidikan

Lokasi daerah penyelidikan berada pada wilayah administrasi Desa


WaturambahaKecamatan Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara Provinsi
Sulawesi Tenggara. Wilayahblok IUP Operasi Produksi seluas 301 ha ini terletak di
sebelah barat lautpermukiman Desa Waturambaha sebagai pemukiman terdekat.
Blok ini dapatdijangkau dengan mobil dari Kota Kendari ke arah utara melalui jalan
poros lintasSulawesi menuju ke Langgikima ibukota Kecamatan Langgikima melalui
jalan aspal hotmix selama + 4 jam, dan dilanjutkan denganperjalanan melalui jalan
pengerasan kawasan perkebunan sawit dan jalan pertambangan selama 1 jam
menuju Site Waturambaha yang terletak di pantaitimur laut Tanjung Boenaga.

1.2. Kondisi Lingkungan Daerah Penyelidikan

1.2.1. Fisiografi Wilayah

Wilayah penyelidikan terdiri dari perbukitan bergelombang kuat


hinggabergelombang menengah, dengan kisaran ketinggian dari 0 hingga 430meter
dari permukaan laut.Kemiringan lereng berkisar antara 10o – 40odengan dominasi
kemiringan lereng yang cukup terjal. Lebar lereng dariblok yang telah dipetakan
berkisar antara 200–700 meter, dari garis pantai ke puncak lereng yang masuk dalam
wilayah IUPberjarak sekitar 1,2 km dengan kemiringan lereng rata-rata diatas 20o.

1.2.2. Tutupan Lahan, Flora dan Fauna

Penutupan lahan dari blok IUP ini secara umumnya ditutupi oleh hutanprimer
dengan vegetasi yang heterogen dengan kerapatan sedang, dengan vegetasi berupa
tumbuhan berkayu kerashingga lunak dengan pertumbuhan yang sangat variatif.
Vegetasi yangmencolok mendominasi diantaranya cemara udang, kayu cina, damar,
bakau dansedikit semak.
Fauna yang dijumpai di wilayah ini berupa ular sanca, ular daun, ular
hitam,babi hutan, dan berbagai jenis burung, diantaranya yang sangat khas
adalahburung ranggong, elang laut, elang kepala putih, burung kutilang dan burung
nuri hijau.

1.2.3. Kondisi Sosial dan Kependudukan

Desa Waturambaha merupakan kawasan permukiman terdekat dari


lokasipenyelidikan.Desa ini merupakan bagian dari wilayah administrasiKecamatan
Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara, yang kemudian ditetapkan sebagai
ibukota Kecamatan Lasolo Kepulauan yang merupakan pecahan dari Kecamatan
Lasolo.Jumlah penduduknyaberkisar + 400 jiwa, yang tersebar baik itu di dalam
kawasan permukimanpantai maupun yang menetap di areal perladangan.Penduduk
aslididominasi oleh suku Bajo dengan bahasa dan tradisi yang tersendiri,disamping
beberapa suku lokal seperti suku Tolaki dan Menui. Meskipun
kebanyakanmenggunakan bahasa daerahnya masing-masing dalam kehidupan sehari-
harinya,namun semuanya dapat menggunakan bahasa Indonesia denganbaik.

Mata pencaharian umumnya sebagai nelayan, pegawai negeri dan karyawan


perusahaantambang yang beroperasi di sekitar wilayah ini.

1.3. Status Kawasan Hutan

Berdasarkan hasil overlay antara Peta IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama seluas 301 Ha ini dengan Peta Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
danPerubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Sulawei Tenggara yang
merupakanLampiran Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK.
465/Menhut-II/2012 tertanggal 9 Agustus 2012, maka diketahui bahwa areal IUP
OperasiProduksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama ini didominasi oleh Hutan
ProduksiTerbatas (HPT) dengan luas 240,25 ha atau 79,8% dari luas wilayah IUP,
Kawasan Perairan Laut seluas 29,82 Ha (9,9 %), Hutan Lindung (HL) seluas 18,05 Ha
(6,0 %) dan sisanya seluas 12,84 Ha (4,3 %) merupakan Areal Penggunaan Lain (APL).
Tabel 1. Kawasan Hutan dalam areal IUP OP PT. Sinar Jaya Sultra Utama
LUAS
NO. STATUS KAWASAN HUTAN %
(Ha)
1 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 240.25 79.8%
2 Hutan Lindung (HL) 18.05 6.0%
3 Perairan (Laut) 29.82 9.9%
4 Areal Penggunaan Lain (APL) 12.84 4.3%
301.0 100.0%

Untuk dapat melakukan aktifitas pertambangan di atas lahan dalam status


Kawasan Hutan Produksi Terbatas, maka pihak pemegang IUP Operasi Produksi
dalam hal ini PT. Sinar Jaya Sultra Utama telah memperoleh Ijin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Hutan Produksi Terbatas dari Kementerian Kehutanan
melalui Surat Keputusan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia No.
S.499/Menhut-VIII/2013 Tanggal 28 Agustus 2013 dengan areal IPPKH seluas
220,69Ha.

Peta Status Kawasan Hutan dalam IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Peta Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT. Sinar Jaya Sultra Utama

1.4. Geologi Regional

1.4.1. Geomorfologi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk dalam lembar peta Lasusua –


Kendari yang terletak pada lengan tenggara Pulau Sulawesi.Morfologi lembar Lasusua
– Kendari dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu pegunungan, perbukitan, kras
dan dataran rendah (Rusmana, dkk, 1993).

Pegunungan menempati bagian tengah dan barat lembar, perbukitan


terdapat pada bagian barat dan timur, morfologi kras terdapat di
PegununganMatarombeo dan di bagian hulu Sungai Waimenda serta Pulau Labengke.

Daerah penelitian terdapat pada morfologi perbukitan dan dataran


rendah.Satuan perbukitan ini umumnya tersusun oleh batuan sedimen dengan
ketinggian berkisar 75 – 750 meter diatas permukaan laut. Puncak yang terdapat
pada satuan perbukitan adalah Gunung Meluhu (517 meter) dan beberapa puncak
lainnya yang tidak memiliki nama, sungai di daerah ini umumnya berpola aliran
meranting (dendritik). Dataran rendah terdapat didaerah pantai dan sepanjang aliran
sungai besar dan muaranya, seperti Aalaa Kokapi, Aalaa Konaweha dan Aalaa Lasolo.

1.4.2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi daerah penelitian ini umumnya batuan ultrabasa yang termasuk


kedalam lembar peta geologi Lasusua - Kendari skala 1 : 250.000 yang diterbitkan
oleh Direktorat Geologi Bandung (P3G) tahun 1993. Batuan-batuan yang tersingkap
di Lembar ini berumur mulai dari Paleozoikum sampai Kuarter.Berdasarkan
himpunan batuan dan pencirinya, geologi Pra-Tersier di Lembar Lasusua – Kendari
dapat dibedakan dalam dua Lajur Geologi; yaitu LajurTinondo dan Lajur Hialu.Lajur
Tinondo dicirikan oleh batuan endapan paparan benua, dan Lajur Hialu oleh endapan
kerak samudra/ofiolit, (Rusmana, drr., 1985).Secara garis besar kedua mendala ini
dibatasi oleh Sesar Lasolo.

Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo yang merupakan batuan alas adalah
Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon; terdiri dari sekis
mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak dan genes.Pualam
Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan Batuan Malihan Paleozoikum terutama
terdiri dari pualam dan batugamping terdaunkan.Pada Permo-Trias di daerah ini
diduga terjadi kegiatan magma yang menghasilkan terobosan aplit kuarsa, latit
kuarsa dan andesit (a), yang menerobos Batuan Malihan Paleozoikum.Formasi
Meluhu (Tjm) yang berumur Trias Tengah sampai Jura, secara takselaras menindih
Batuan Malihan Paleozoikum.Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang
termalihkan lemah dan kuarsit yang setempat besisipan dengan serpih hitam
danbatugamping yang mengandung Halobia sp., dan Daonella sp, serta batusabak
pada bagian bawah. Pada Zaman yang sama terendapkan Formasi Tokala (Tjt), terdiri
dari batugamping berlapis dan serpih bersisipan batupasir. Hubungannya dengan
Formasi Meluhu adalah menjemari.Pada Kala Eosen hingga Tengah, pada lajur ini
terjadi pengendapan Formasi Salodik (Tems); yang terdiri dari kalkarenit dan
setempat batugamping oolit.
Batuan yang terdapat di Jalur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri dari
peridotit, harsburgit, dunit dan serpentinit.Batuan ofiolit ini tertindih takselaras oleh
Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari batugamping
berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya.Batuan sedimen tipe molasa
berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal membentukFormasi Pandua (Tmpp), terdiri
dari konglomerat aneka bahan dan batupasirbersisipan lanau.Formasi ini menindih
takselaras semua formasi yang lebih tua,baik di Lajur Tinondo maupun di Lajur
Hialu.Pada Kala Plistosen Akhir terbentukbatugamping terumbu koral (Ql) dan
Formasi Alangga (Qpa) yang terdiri daribatupasir dan konglomerat.Batuan termuda di
lembar ini ialah Aluvium (Qa) yangterdiri dari endapan sungai, rawa dan pantai.

Struktur geologi yang di lembar lasusua dan kendari adalah sesar, lipatan
dankekar.Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searah
denganSesar Lasolo.Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri yang diduga masih
giathingga kini; yang dibuktikan dengan adanya mataair panas di batugamping
terumbuyang berumur Holoson pada jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu.Sesar
tersebutdiduga ada kaitannya dengan sesar Sorong yang giat kembali pada Kala
Oligosen(Simandjuntak, dkk. 1983).Sesar naik ditemukan didaerah Wawo, sebelah
barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di selatan Lasolo; yaitu beranjaknya
batuanofiolit ke atas batuan Malihan Mekongga, Formasi Meluhu dan Formasi
Matano.Sesar Lasolo berarah baratlaut – tenggara membagi Lembar Kendari menjadi
duabagian. Sebelah timur sesar disebut Lajur Halu dan sebelah baratdaya disebut
LajurTinondo (Rusmana dan Sukarna,1985). Lajur Hialu umumnya merupakan
himpunanbatuan yang bercirikan asal Kerak Samudera, dan Lajur Tinondo
merupakanhimpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua.Ditafsirkan bahwa
sebelum Oligosen Lajur Hialu dan Lajur Tinondo bersentuhansecara pasif, kemudian
sesar ini berkembang menjadi suatu “transform fault” danmenjadi sesar Lasolo sejak
Oligosen; yaitu pada saat mulai giatnya kembali SesarSorong. Daerah ini tampaknya
telah mengalami lebih dari satukali periukan; hal initerlihat pada batuan Mesozoikum
yang sudah terlipat lebih dari satukali.Jenis lipatan pada batuan ini berupa lipatan
tertutup, setempat dijumpai lipatanrebah; lipatan pirau dan lipatan terbalik.Lipatan
pada batuan Tersier termasukjenis lipatan terbuka, berupa lipatan yang landai
dengan kemiringan lapisanberkisar antara 15 dan 300.

Kekar terdapat pada semua jenis batuan.Pada batugamping kekar ini


tampakteratur yang membentuk kelurusan, seperti yang terlihat jelas pada foto
udara.Kekar pada batuan beku umumnya menunjukkan arah tak beraturan.Gejala
pengangkatan terdapat di pantai timur dan tenggara Lembar, yangditunjukkan oleh
undak-undak pantai dan sungai; dan pertumbuhan koral.

Sejarah geologi daerah ini dimulai pada zaman sebelum Permo-Karbon,


yaituterbentuknya batuan sedimen dan batugamping yang terendapkan
dalamlingkungan laut neritik bagian dalam.Pada tahap berikutnya batuan
tersebutmengalami pengangkatan dan pemalihan pada Permo-Karbon, menjadi
batuanMalihan Mekonga dan Pualam Paleozoikum.Pada Permo-Trias batuan
granitanmenerobos batuan malihan ini.Formasi Meluhu dan Tokala terendapkan
takselarasdi atas batuan malihan, terjadi pada Trias Tengah hingga Trias Akhir, di
lingkunganlaut dangkal sampai neritik dalam.Di bagian baratlaut Lembar
terdapatbatugamping Formasi Tokala; di lingkungan laut dangkal; pengendapan ini
berlangsung dari Trias Akhir sampai Jura.kelompok batuan yang bercirikan benuaini,
dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai Lajur Tinondo. Sementara itudi sisi
lain terbentuk pengendapan batugamping Formasi Salodik yang berumurEosen –
Miosen Tengah.

Di bagian lain yaitu kelompok di lingkungan laut dalam, diatas batuan ofiolit
yangdiduga berumur Kapur, terendapkan tekselaras Formasi Matano yang
berumurKapur Akhir.Kelompok batuan ini selanjutnya disebut Lajur Hialu, yang
sebagianbesar merupakan bagian dari ofiolit Sulawesi Timur.Sejak awal Jura,
Anjungan Banggai – Sula beserta penggalan benua lainnya dibagian timur Indonesia
memisahkan diri dari pinggiran utara Benua Australiamelalui sesar transform dan
kemudian bergerak ke arah barat.Pada Kala Miosen Tengah Lajur Hialu terdorong
oleh benua kecil Banggai – Sula,yang bergerak ke arah barat.Akibat dorongan
tersebut, menyebabkantersesarkannya Lajur Hijau ke atas Lajur Tinondo, kemudian
diikuti sesar bongkah dikedua Lajur tersebut.Pada Kala Miosen Akhir sampai Pliosen
pengangkatan kembali berlangsung,kemudian disusul periukan pada Kala Pliosen dan
terbentuk Formasi Alangga; padalingkungan laut dangkal sampai darat.Batuan
termuda yang terbentuk di daerah iniialah alluvium dan terumbu koral, yang hingga
kini masih berlangsung.

Peta Geologi Regional IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama

1.4.3. Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang dijumpai di daerah kegiatan adalah sesar, lipatan


dankekar.Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searahdengan
Sesar geser jurus mengiri Lasolo.Sesar Lasolo aktif hingga kini.Sesar tersebut diduga
ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktifkembali pada Kala Oligosen
(Simandjuntak, dkk., 1983).Sesar naikditemukan di daerah Wawo, sebelah barat
Tampakura dan di TanjungLabuandala di selatan Lasolo; yaitu beranjaknya batuan
ofiolit ke atasBatuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi Matano.Sesar
Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar menganan(dextral),
mempunyai arah baratlaut-tenggara.

1.4.4. Mineralisasi Regional

Mineralisasi logam yang dijumpai di daerah ini ialah: laterit nikel dan kromit.
Laterit nikel banyak dijumpai di daerah kegiatan, meliputi daerah sebelah utara
sepanjang S. Lasolo, Peg.Tangkeroruwaki; Peg. Morombo dan P. Bahulu; setempat di
daerah Sampara, Wolu, Lasusua (E. Rusmana,dkk, 1993) pada Peta Geologi Lembar
Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1: 250.000.

Berdasarkan data digital potensi bahan galian mineral kabupaten yang


dikompilasi oleh Direktorat Inventarisasi Sumber daya Mineral terdapat mineralisasi
logam besi laterit dengan kadar bijih Fe = 49 %, sumber dayaterunjuk = 1.500.000 ton
bijih di daerah Lingkobale, Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe dan juga terdapat
beberapa daerah potensi mineral bukan logam lainnya.

Di Kabupaten Kolaka terdapat khromit plaser dengan sumber daya hipotetik 7


juta ton bijih. Di Kec. Pomalaa, PT. Aneka Tambang telahmenambang bijih nikel
dengan kadar Ni 2,17 % s.d. 2,29 % dan di sebelahselatannya terdapat laterit dengan
asosiasi Ni-Co dengan kadar Fe 19,17 %. Berdasarkan data geokimia (M. Bagdja.P.,
1998), daerah Sungai Merakadan Sungai Sonai, Kec. Puriala, Kab. Kendari merupakan
daerah anomaly unsur-unsur Ni, Co, Fe, Cr, dan Mn dengan nilai analisis kimia
contoendapan sungai yang cukup besar (Ni = 860 ppm dan Cr = 13.660 ppm) dandi
daerah Kec. Tirawuta, Kab. Kolaka, merupakan daerah anomali unsur-unsurNi, Co, Fe,
Cr dan Mn, yang berbatasan dengan Kabupaten Kendari).

Ditinjau dari segi geologi daerah ini menempati batuan batuan


ultrabasa/ofiolit (Ku) berumur Kapur, batuan ini merupakan tempat kedudukan
mineralisasi logam Ni dan asosiasinya. Bahan bangunan banyak dijumpai didaerah ini
seperti kuarsa, sekis, batusabak, pualam, batugamping, kerikil, pasir, dan bongkah
batuan, meliputi Peg. Mekongga, Tangkelemboke,Tamosi dan Abuki.

1.5. Peneliti Terdahulu


Beberapa ahli geologi telah mengadakan penelitian geologi yang sifatnya
regional, pada daerah penelitian dan sekitarnya, yaitu :

 Rab Sukamto (1975), penelitian pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang ada
disekitarnya dan membagi kedalam tiga mandala geologi, dalam hal ini
daerah penelitian termasuk dalam Mandala Sulawesi Timur.
 Rab Sukamto (1975), penelitian perkembangan tektonik Sulawesi dan
sekitarnya yang merupakan sintesis yang berdasarkan tektonik lempeng.
 Sartono Astadireja (1981), mengadakan penelitian Geologi Kuarter
Sulawesi Selatan dan Tenggara.
 Rab Sukamto dan Simanjuntak (1983), penelitian terhadap hubungan
tektonik ketiga Mandala Geologi Sulawesi yang ditinjau dari aspek
sedimentologinya.
 E. Rusmana, Sukido, D. Sukarna, E Haryanto dan T.O. Simanjuntak
(1993),Memetakan daerah penelitian dalam Geologi Lembar Lasusua-
Kendari, Sulawesi dengan sekala 1 : 250.000.
 PT. Aneka Tambang Persero, Tbk, (1999-2006) melakukan eksplorasi
potensi laterit nikel di wilayah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.

2. HASIL PENYELIDIKAN GEOLOGI

2.1. Geomorfologi

Pembentukan morfologi daerah di blok ini didominasi oleh pengaruh proses


struktur geologi, pelapukan batuan dasar dan proses denudasi atau erosi permukaan.
Dari kombinasi berbagai proses geomorfologi tersebut membentuk satuan-satuan
geomorfologi di daerah penyelidikan berupa punggungan-punggungan yang lebarnya
bervariasi dari 50 hingga 500 meter. Faktor struktur dan erosi yang kuat
menyebabkan pembentukan lereng yang kemiringannya sedang hingga terjal. Namun
di beberapa tempat juga dijumpai kondisi lereng dengan kemiringan kurang dari 10 o.
Dengan kondisi lereng dengan kemiringan kecil ini diharapkan proses pelapukan
dapat berlangsung dengan baik sehingga proses pembentukan dan pengayaan laterit
nikel dengan pengayaan unsur-unsur logam penting dapat terbentuk pada kondisi
morfologi ini. Ketebalan soil diperkirakan antara 1 hingga 5 meter. Namun rata-rata
ketebalan diperkirakan kurang dari 3 meter.

Tingkat erosi secara keseluruhan adalah pada tingkat menengah. Namun


secara spesifik di beberapa bagian tingkat erosi cukup tinggi yang dipengaruhi oleh
tingkat kemiringan lereng. Di bagian timur dan utara wilayah IUP merupakan wilayah
dengan kemiringan lereng yang cenderung lebih tinggi, yang menyebabkan tingkat
erosi di wailayah ini sangat tinggi. Kerapatan vegetasi pada sisi ini juga relative lebih
rendah sehingga menjadi salah satu faktor meningginya tingkat erosi. Sedangkan di
bagian tengah yang memanjang ke selatan merupakan wilayah dengan kemiringan
lereng yang relative lebih landai sehingga tingkat erosi cenderung juga lebih kecil.
Perbandingan erosi didominasi oleh erosi lateral, kecuali di beberapa alur sungai di
bagian barat daya wilayah IUP yang menunjukkan erosi vertical mendominasi proses.
Hal ini dicirikan oleh kenampakan gully erosi yang berkembang cukup cepat menjadi
alur yang dalam dengan tebing sungai yang curam.

Kondisi sungai yang dijumpai dalam wilayah IUP hampir seluruhnya


merupakan sungai intermitten, yang hanya berair disaat hujan saja. Bila cuaca tidak
hujan tidak dijumpai aliran air permukaan. Selain disebabkan oleh kondisi soil yang
mempunyai porositas dan permeabilitas tinggi, serta batuan dasar dengan density
fracture tinggi, juga disebabkan oleh muka air tanah yang umumnya lebih dalam dari
batas erosi vertical alur sungai. Bila dibandingkan dengan sungai permanen atau
semi permanen, maka alur sungai yang dijumpai merupakan sungai dengan stadia
muda, yang ditandai oleh gradient sungai yang tinggi, dominasi erosi vertical
dibanding erosi horizontal pada alur, persentase meander sungai kecil dan proses
erosi jauh lebih dominan dari peroses sedimentasi.

Tipe aliran sungai walaupun dengan gradient tinggi dan ukuran alur yang
relative pendek, namun dapat diketahui mempunyai pola aliran dendritic. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun pembentukan morfologi dipengaruhi oleh dominasi
proses struktur geologi, namun proses lanjutan dari aktifitas struktur menyebabkan
proses laterisasi yang sangat intens membentuk lapisan soil/laterit yang cukup tebal
sehingga proses erosi lebih cenderung kuat dalam pembentukan morfologi wilayah
dan pembentukan pola aliran sungai.
Dengan memperhatikan tingkat erosi secara keseluruhan, proses sedimentasi,
gradient dan stadia sungai maka stadia daerah secara umum merupakan wilayah
dengan stadia muda.

Foto kenampakan morfologi lereng Blok PT. SJSU

2.2. Stratigrafi

Kelompok batuan yang menyusun wilayah penyelidikan secara keseluruhan


berupa kelompok batuan ultrabasa jenis serpentinit dan harsburgit yangmengalami
serpentinisasi menengah hingga kuat. Kelompok batuan ultrabasa ini merupakan
bagian dari Batuan UltrabasaJalur Hialu yang berumur Kapur.Sebagian besar batuan
ini telah mengalami ubahan serpentinisasi lemah hingga menengah.

Kenampakan visual dari serpentinit berwarna hitam hingga abu-abu


kehijauan, high density fracture dengan joint tertutup. Tersusun oleh mineral
terutama serpentinit dan sedikit piroksin yang diperkirakan dari jenis orthopiroksin.
Massive dengan variasi tingkat serpentinisasi yang sangat banyak. Jejak tekstur yang
masih dapat diamati adalah hipokristalin dengan massa dasar yang sudah mengalami
ubahan kuat berupa serpentinisasi.

Harsburgit yang dijumpai berwarna abu-abu kehitaman hingga abu-abu


kehijauan, massive dengan komposisi mineral olivine, piroksin dan serpentin. Jenis
mineral piroksin yang dapat diamati diperkirakan didominasi dari jenis orthopiroksin
Kondisi fisik batuan ini umumnya juga telah mengalami proses lanjutan berupa
serpentinisasi menengah hingga kuat, namun jejak tekstur hipokristalin masih dapat
diamati. Massa dasar umumnya sudah terubah oleh proses serpentinisasi.

2.3. Struktur Geologi

Struktur geologi yang terbentuk di lokasi IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama terdiri dari patahan dan kekar. Patahan yang terbentuk merupakan
patahan orde ketiga dan keempat dari patahan regional Sesar Geser Lasolo. Patahan
ini berupa sesar geser dengan tegasan utama berarah timur barat dan didominasi
oleh patahan geser dextral. Jenis kekar yang terbentuk umumnya non sistematis,
tertutup, walaupun sedikit dijumpai joint dengan isian mineralisasi silica, magnesit
serpentin dan garnierite. Meskipun secara umum berupa kekar nonsistematis namun
masih memperlihat arah umum joint dengan arah barat laut – tenggara.

2.4. Potensi Laterit Nikel Daerah Penelitian

Pemetaan potensi laterit nikel di wilayah IUP Operasi Produksi PT. Sinar Jaya
Sultra Utama dilakukan dengan metode interpretasi peta citra satelit World View dan
analisa morfologi dengan Citra Radar SRTM-90, yang dipadukan dengan metode
pemetaan permukaan dengan menggunakan peta dasar Peta Rupabumi Indonesia
terbitan Badan Informasi Geospasial Tahun 1992 skala 1 : 50.000.
Foto kenampakan fracture di lapangan dengan mineral pengisi berupa garnierite

Pemetaan potensi laterit nikel dalam wilayah IUP OP ini dilakukan dalam dua
tingkatan, yaitu pemetaan potensi dan sebaran laterit nikel dalam skala regional dan
skala semi detail. Pemetaan permukaan dalam skala regional menggunakan metode
track mapping dengan mengikuti pola lereng yang mempunyai karakter morfologi
dan morfometri berbeda sambil memperhatikan perubahan karakter soil dan laterit
permukaan serta keterdapatan singkapan regolith batuan dasar dan singkapan
batuan dasar. Hasil pemetaan berupa plotting track dan plotting sebaran laterit
menghasilkan peta sebaran laterit, dengan skala peta minimum 1 : 10.000.

Untuk pemetaan dalam skala semi detail dilakukan dengan melakukan


lintasan pemetaan dan titik pengamatan singkapan permukaan di sepanjang jalur
mobilisasi antar titik bor serta di sekitar lokasi titik bor spasi 100 meter dan spasi 50
meter. Peta yang dihasilkan lebih detail dengan skala minimum pada 1 : 5.000

Laterit yang dijumpaidi sekitar wilayah penyelidikan menyebar hampir merata


di seluruh wilayah IUP PT. Sinar Jaya Sultra Utama, yang menyebar pada lereng
hingga punggungan dengan kemiringan lerengyang kurang dari 20 o.Lebar
punggungan bervariasi dari 100 hingga 500 meter dengan kenampakan laterit
permukaan memperlihatkan warna merah kecoklatan hingga coklat kekuningan
dengan ketebalan yang variatif sekali, berkisar antara 2 – 10 meter. Namun perkiraan
rata-rata ketebalan laterit potensial sekitar 8 meter.

Profil laterit dari beberapa galian pit dan pemerian inti bor menunjukkan
lapisan overburden berupa tanah humus dengan kandungan organik tinggi (root
zone), dengan ketebalan 0,5 – 2 meter,berwarna coklat kemerahan, porositas dan
permeabilitas tinggi. Kadang dijumpai bongkah-bongkah dari iron cap /iron shot
berukuran kurangdari 1 cm, terutama pada lereng dengan kemiringan kecil. Lapisan
limonit berkisarantara 2 – 5 meter, dengan warna coklat kemerahan hingga coklat
kekuningan dengan porositas tinggi dan permeabilitas menengah. Lapisan saprolit
berwarna coklat kekuningan dengan ukuran butir yang agak kasar, porositas dan
permeabilitas tinggi, kadang dijumpai float berupa fragmen dari batuan dasar dengan
tingkat pelapukan tinggi hingga menengah. Rekahan dari bongkah-bongkah fragmen
dunit ini sering dijumpai isian mineral garnierit berwarna hijau terang dengan
ketebalan kurang dari 1 mm. Dunitdan harsburgit sebagai batuan dasar/bedrock
memperlihatkan komposisi dominan olivin dan mineral piroksin.Sebagian kecil
mengalami serpentinisasi lemah. Tingkat pelapukan batuan dasar yang dijumpai
tinggi hingga menengah.

Hasil pemetaan geologi permukaan pada blok PT. Sinar Jaya Sultra Utama di
Tanjung Boenaga seluas 301 ha ini, sebaran laterit menyebar seluas 186,65 ha atau
62,08 % dari total luas IUP dan regolith ultrabasa menyebar seluas 76,29 ha (25,35%).
Sisanya terdiri dari endapan rawa pantai seluas 2 ha (0,66 %) dan area reklamasi
pantai seluas 6,22 ha (2,07 %). Dengan estimasi ketebalan ore rata-rata 8 meter dan
Specific Gravity rata-rata laterit 1,4 T/m3 dan resources recovery 60% maka jumlah
cadangan terduga(Inferred Resources)laterit nikel pada blok PT. Sinar Jaya Sultra
Utama di Tanjung Boenaga ini sebesar 9.115.986 metrik ton dengan kadar Ni rata-
rata diatas 1,8 %.
Foto kenampakan laterit nikel di lokasi penyelidikan
Tabel hasil pemetaan sebaran potensi laterit nikel di blok IUP OP PT. SJSU

NO. KETERANGAN LUAS (Ha) %


1 Laterit 186.85 62.08%
2 Regolith Ultrabasa 76.29 25.35%
3 Endapan Pantai/Rawa 2.00 0.66%
4 Timbunan/Reklamasi Pantai 6.22 2.07%
5 Laut 29.63 9.84%
TOTAL 301.00 100.00%

3. PEKERJAAN PEMBORAN EKSPLORASI

3.1. Pemboran Eksplorasi Semi Detail dan Detail

Pemboran eksplorasi secara umum dilakukan untuk mendapatkan data


kuantiti dan kualiti dari potensi laterit nikel di lokasi blok IUP. Untuk kegiatan
tersebut, PT. Sinar Jaya Sultra Utama divisi Eksplorasi menggunakan 4 (empat) unit
mesin bor jenis MD 100 dengan spesifikasi core barrel single tube NQ dan drilling rod
HQ, tungsten bit, mesin penggerak hidrolik pump berupa mesin diesel 12 PK.

3.2. Pencadangan Hasil Eksplorasi

Hasil perhitungan sumberdaya (resources) hasil pemboran eksplorasi semi


detail spasi 100 M, 50 m dan 25 m di area Blok A, B, C dan D adalah sebagai
berikut :
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN PEMBORAN EKSPLORASI

Anda mungkin juga menyukai