Anda di halaman 1dari 5

1.1.1.

Litologi

Menurut peta geologi regional Lembar Lasusua, Lembar Bungku dan

Lembar Malili bahwa daerah Eksploitasi didominasi oleh kelompok Batuan

Ultramafik yang terdiri atas Dunit, Peridotit, Harzbugit Werkit dan Serpentinite

yang disertai retas gabro dan diduga berumur kapur.

Kelompok Batuan Ultramafik (Ku) tersebut tertindih secara tidak laras oleh

Sedimen Kalsilutut dan bersisipan dengan napal serpih, rijang dari formasi

selaras di endapan batuan sedimen laut berupa Batugamping Kalsilutit dan

Oolute Formasi Selodik (Tems) yang berumur Eosen. Diatas formasi salodik

secara tidak selaras diendapkan batuan sedimen yang terdiri dari Konglomerat,

Batupasir, dan Lempung. Formasi Pandua (Tmpp) yang berumur Pliosen. Pada

saat pleistosen diendapkan batuan sediment yang terdiri dari batupasir dan

atau lempung. Formasi Alangga (Qpa) selanjutnya yang paling terakhir

diendapkan Alluvia (Qa).

1.1.2. Struktur Geologi

Struktur geologi yang berkembang di Molawe adalah sangat kompleks

diantaranya sesar sorong, sesar kolaka, sesar lawanaga (TO Simanjuntak,

1986) Yang telah mengalami pengangkatan keseluruhan kompleks batuan

ultrafik dan semakin keatas batuannya berumur lebih muda seperti yang

terlihat hingga sekarang.

Berdasarkan lingkingan tektonik regional pada bagian timur Sulawesi

terdiri dari dua lengan subduksi (subduction melange) yang masing-masing


terangkat pada kala sebelum dan sesudah miosen. Melange sebelum miosen

berada dibagian selatan dan barat Sulawesi yang terdiri dari batuan skis dan

bongkah-bongkah batuan ultramafik. Batuan ini telah mengalami pelapukan

kuat berupa laterit nijek dan membentuk morfologi plateu.

Endapan biji nikel laterit terbentuk tersebar terutama di sepanjang

pinggiran pantai seperti yang terdapat di daerah Pomala. Dibagian selatan,

Melange telah mengalami pengangkatan seperti di daerah Bahodopi dan

Soroako berada pada elevasi lebih dari 600 Mdpl.

Didaerah lainnya yang mengalami depresi membentuk morfologi plateu

mengandung endapan laterit dan Sebagian lagi membentuk iron cap khususnya

di daerah sekitar danau Towuti, danau Matano dan danau Mahloma.

1.1.3. Alterasi

Batuan ultrabasa dan ultrabasa yang berasal dari manapun cenderung

akan mengalami alterasi hidrotermal. Olivin dan ortopiroksen akan bereaksi

dengan larutan fluida panas yang kemudian membentuk mineral serpentin.

Batuan ultrabasa yang didominasi oleh mineral olivin akan berubah menjadi

serpentin yang disebut dengan sepentinit. Metamorfisme tingkat rendah pada

batuan ultrabasa akan menghasilkan batuan sepentin atau talk beberapa

mineral dominan yang hadir dalam batuan ultrabasa adalah olivin,

orthopiroksen, klinipiroksen, spinel, garnet dan plagioklas.


1.1.4. Mineralisasi

Endapan nikel laterit Sulawesi lain yang berkembang dengan baik yaitu di

semenanjung tenggara yang barasal dari hasil pelapukan batuan ultramafic

peroditit. Endapan laterit nikel ekonomi berasal dari batuan induk yang kaya

akan kandungan mineral olivine dan orto piroxen. Faktor lain yang berpengaruh

adalah adanya kontrol aktifitas pensesaran dan pengkayaan yang cukup intensif

dan bentuk bentang alam yang germofologi relative landai dengan kemiringan

lereng cukup rendah.

Menurut peta geologi yang diterbitkan oleh P3G Bandung dipaparkan

bahwa batuan-batuan yang berumur peleogen dan mezosoikum lebih

terkekarkan kuat yang secara tearitis akan menyebabkan terjadinya penetrasi

air hujan lebih insentif ke dalam batuan sehingga akan menyebabkan

pelapukan kimia lebih intensif.

2.3.2. Flora dan Fauna


Sulawesi merupakan zona perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, di

mana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang

terbentang di Asia dengan batas Kalimantan, juga berbeda dengan flora dan

fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor. Garis

maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora

dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace

seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin.


Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang

berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena

Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan

varietas binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang

panas.

Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis

yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan

(spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna merupakan objek penelitian dan

pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman

nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam

Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di

Bangkiriang.

2.3.3. Iklim

Curah hujan dan hari hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat

penting yang dapat menggambarkan distribusi hujan sepanjang tahun.

Informasi ini sangat penting bagi perencana terutama dalam pemenuhan

produksi Penambangan Bijih nikel dan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam

mengatasi dampak lingkungan yang timbul akibat pengaruh curah hujan

tersebut. Untuk memperoleh gambaran keadaan iklim di Kabupaten Morowali,

data diperoleh dari UPP Bungku dari tahun 2005 sampai dengan 2009.

Berdasarkan data tersebut, curah hujan di wilayah ini mencapai 1.210

mm/tahun dengan rata-rata curah hujan bulanan mencapai 100,83 mm. Bulan
dengan curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Maret (170 mm) dan curah

hujan terendah pada bulan Agustus (43 min). Hasil analisis curah hujan

menunjukkan bahwa tipe iklim di lokasi studi adalah tipe C (Schmidt-Ferguson)

dengan nilai O-5926 S6. Berdasarkan Peta Agrokilmat dan Oldemen, daerah ini

mempunyai Tipe iklim E3. Rata-rata bulan basahnya sebanyak 5,4 bulan

dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm bulan“, dan rata-rata

bulan keringnya sebanyak 3,2 bulan dengan jumlah curah hujan bulanan

kurang dari 60 mm bulan”. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2005-

2010, maka diketahui sebaran curah hujan bulanan bervariasi. Rerata curah

hujan tertinggi (170,00 mm) diperoleh pada bulan Maret dengan rerata hari

hujan 10 hari, dan rerata curah hujan terendah (44,20 mm) diperoleh pada

bulan Agustus dengan rerata hari hujan 5,20 hari.

Anda mungkin juga menyukai