Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN HIDROLOGI

Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)

BAB
2

2.1 PENGAMBILAN DATA


Sebelum melakukan analisa hidrologi perlu dilakukan pengumpulan data
sekunder diantaranya :
1. Kondisi Geografis
Posisi Geografis Sulawesi Tengah terletak antara 2022’ Lintang Utara dan
3048’ Lintang Selatan serta 119022’ dan 124022’ Bujur Timur. Posisi
Geostrategis Sulawesi Tengah berada di tengah wilayah nusantara dan di
tengah pulau Sulawesi, berada di lintasan koridor kelautan dari utara ke
selatan menuju lautan Pasifik (Selat Makassar dan Laut Sulawesi).

Provinsi Sulawesi Tengah terletak di bagian tengah Pulau Sulawesi, dengan


luas wilayah daratan 63.305 Km2 atau 6.330.466,82 Ha. Luas wilayah
daratan tersebut adalah 36,47 persen dari luas Pulau Sulawesi.

Luas perairan laut Sulawesi Tengah mencapai 193.923,75 Km2 dengan


jumlah pulau sebanyak 1.140 pulau dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Maluku dan Maluku Utara;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan
Propinsi Sulawesi Tenggara;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar dan Propinsi Sulawesi
Barat.

Secara administrasi, hingga Tahun 2010 Provinsi Sulawesi Tengah terdiri


atas 10 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kabupaten Donggala, Poso, Tolitoli,
Banggai, Buol, Morowali, Parigi Moutong, Banggai Kepulauan, Tojo Una-
Una, Sigi dan Kota Palu yang terdiri atas 155 Kecamatan, 159 Kelurahan
dan 1.656 Desa.

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-1


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)

Gambar 2.1 Peta Provinsi Sulawesi Tengah

2. Kondisi Topografi
Berdasarkan Kemiringan lahan, dataran Sulawesi Tengah dirinci sebagai
berikut:
a. Kemiringan 0 - 3 derajat sekitar 11,8 persen;
b. Kemiringan 3 - 15 derajat sekitar 8,9 persen;
c. Kemiringan 15 - 40 derajat sekitar 19,9 persen;
d. Kemiringan di atas 40 derajat sekitar 59,9 persen.

Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran wilayah


Sulawesi Tengah terbagi atas:
a. Ketinggian 0 m – 100 m = 20,2 persen;

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-2


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
b. Ketinggian 101 m – 500 m = 27,2 persen;
c. Ketinggian 501 m – 1.000 m = 26,7 persen, dan
d. Ketinggian 1.001 m ke atas = 25,9 persen.

3. Kondisi Iklim
Sebagaimana daerah lain di Indonesia, Kota Palu memiliki dua musim, yaitu
musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara Bulan April-
September, sedangkan musim hujan terjadi pada Bulan Oktober – Maret.
Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Metereologi Mutiara Palu Tahun
2011 bahwa rata-rata suhu udara adalah 27,7°C. Suhu udara terendah
terjadi pada Bulan Agustus yaitu sebesar 26,7°C, sedangkan bulan lainnya
suhu udara berkisar antara 26,7-28,8°C. Kelembaban udara rata-rata
tertinggi terjadi pada Bulan April yang mencapai 80 persen, sedangkan
kelembaban udara terendah terjadi pada Bulan Juni dan Agustus yaitu 82
persen.

Tabel 2.1. Rata-rata Parameter Cuaca pada Stasiun Meteorologi


Mutiara Palu menurut Bulan Tahun 2011

Kelembaban
Suhu Udara Tekanan Udara
No. Bulan Udara
(?C) (mb)
(%)
1. Januari 27,4 10,115 76

2. Pebruari 28,1 10,116 72

3. Maret 28,7 10,113 70

4. April 28,8 10,111 73

5. Mei 28,2 10,094 79

6. Juni 27,1 10,109 82

7. Juli 27,1 10,106 80

8. Agustus 26,7 10,109 82

9. September 27,0 10,105 81

10. Oktober 27,7 10,094 76

11. Nopember 28,2 10,094 74

12. Desember 27,6 1,008.0 75


Rata-Rata 2011 27.7 1008.0 76.7

2010 27.6 10,103 74.9

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-3


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)

Kelembaban
Suhu Udara Tekanan Udara
No. Bulan Udara
(?C) (mb)
(%)
2009 26.6 10,104 79.0
Sumber: BPS Kota Palu, Kota Palu dalam Angka 2012

Curah hujan tertinggi yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Mutiara Palu
Tahun 2010 terjadi pada Bulan J uni yaitu 123,0 mm, sedangkan curah
hujan terendah terjadi pada Bulan Maret yaitu 11,7 mm.

Sementara itu kecepatan angin pada Tahun 2011 rata-rata 3,7 knots. Arah
angin pada Tahun 2011 masih berada pada posisi yang sama dengan tahun
sebelumnya yaitu datang dari posisi utara.

Tabel 2.2. Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan


Menurut Bulan Tahun 2011

Penyinaran Kecepatan
Curah Hujan Arah Angin
No. Bulan Matahari Angin
(mm) Terbanyak
(%) (Knots)
1. Januari 52 58.9 4 Utara
2. Pebruari 72 32.1 4 Utara

3. Maret 69 11.7 5 Utara

4. April 63 80.2 4 Utara

5. Mei 67 81.5 4 Utara


6. Juni 70 123 3 Utara

7. Juli 62 112.4 3 Utara

8. Agustus 63 100.3 3 Utara

9. September 71 144.3 3 Utara

10. Oktober 62 66.6 3 Utara

11. Nopember 63 44.2 4 Utara

12. Desember 46 38.6 4 Utara


Rata-Rata 2011 63.50 - 3.7 Utara

2010 65.17 46.90 4.42 Utara

2009 54.25 79.09 3.55 Utara


Sumber: BPS Kota Palu, Kota Palu dalam Angka 2012

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-4


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
Kota Palu beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah
hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu
udara berkisar antara 12°C sampai 24°C dengan kelembaban antara 78%
pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau.

4. Kondisi Geologi
Struktur dan Karakteristik geologi wilayah Sulawesi Tengah didominasi oleh
bentangan pegunungan dan dataran tinggi, yakni mulai dari wilayah
Kabupaten Buol dan Tolitoli, terdapat deretan pegunungan yang berangkai
ke jajaran pegunungan di Provinsi Sulawesi Utara. Di tengah wilayah
Sulawesi Tengah yaitu Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong terdapat
tanah genting yang diapit oleh Selat Makassar dan Teluk Tomini, selain itu
sebagian besar merupakan daerah pegunungan dan perbukitan. Di selatan
dan timur yang mencakup wilayah Kabupaten Poso, Tojo Unauna, Morowali
dan Banggai, berjejer deretan pegunungan yang sangat rapat seperti
Pegunungan Tokolekayu, Verbeek, Tineba, Pampangeo, Fennema,
Balingara, dan Batui. Sebagian besar dari daerah pegunungan itu
mempunyai lereng yang terjal dengan kemiringan di atas 45 derajat.

5. Kondisi Hidrologi
Di sepanjang wilayah Sulawesi Tengah terdapat Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang mengalir di wilayah kabupaten/kota. Selain daerah aliran sungai juga
terdapat beberapa danau yang hampir seluruhnya berada di kawasan
lindung.

2.2 HUJAN RERATA DPS


Hujan yang dianggap mewakili jumlah seluruh hujan yang terjadi dalam DPS.
Besaran hujan ini dapat diperoleh dengan merata-ratakan hujan titik.
Cara yang cukup baik untuk memperoleh besaran hujan rerata DPS adalah
menggunakan metode poligon Thiessen yang sudah memperhitungkan luas
daerah yang dipengaruhi oleh stasiun yang bersangkutan, untuk digunakan
sebagai faktor koreksi dalam menghitung hujan rata-rata. Poligon didapat
dengan cara menarik garis penghubung masing-masing stasiun sehingga
membentuk segitiga-segitiga. Kemudian menarik garis tegak lurus ditengah garis
penghubung stasiun.

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-5


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Rd =   ..Ri
 = Ai / A

dengan : Rd = hujan rerata DPS (mm)


Ri = hujan masing-masing stasiun (mm)
 = koefisien koreksi Thiessen
A = luas masing-masing polygon (km2)
Ai = luas DPS (km2 )

2.3 ANALISA DISTRIBUSI FREKUENSI


Analisis distribusi frekwensi data adalah pemakaian statistik untuk menetapkan
besarnya suatu data dengan periode ulang tertentu. Demikian juga halnya data
curah hujan dan data debit dapat ditentukan kala ulangnya. Yang dimaksud
dengan kala ulang adalah probabilitas suatu kejadian disamai atau dilampaui
dalam kurun waktu tertentu. Analisis distribusi frekwensi yang sering digunakan
adalah Analisis distribusi frekwensi Log Pearson Type III. Dalam
penggunaannya seri data asli diurutkan dari terkecil ke besar, kemudian diambil
logaritma normal masing-masing data dan kemudian dihitung :
Nilai rerata logaritma data
n

 log Xi
i 1
log X =
n
Standar deviasi

 (log Xi  log X )
i 1
S =
n 1
Koefisien asimetri

n
Cs =
( n  1)(n  2) S
 (log Xi  log X )
i 1

Hitungan kala ulang

log Xt = log X + K.S

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-6


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
Persamaan garis teoritik
log Xt
Xt = 10

Dengan
K = faktor frekwensi
Xt = hujan atau debit dengan kala ulang tertentu

Dalam perhitungan analisis hidrologi selain memakai distribusi Log Pearson


Type III juga digunakan metoda Gumbel sebagai pembanding.

Sifat dari distribusi Gumbel, mempunyai koefisien asimetri (Cs) = 1,1396 dan
koefisien kurtosis (Ck) = 5,4002.

Pengambaran sebaran data secara teoritik menggunakan rumus :

Xt  X + K.Sx
dimana

Y  Yn
K=
Sn
dengan :
Xt = hujan atau debit dengan kala ulang tertentu

X = rerata hujan dari seri data


Y = reduced variate

Yn = reduced mean
Sn = reduced variate standard deviasi

2.4 HUJAN RENCANA


Untuk analisis perkiraan hujan rencana dengan kala ulang tertentu, dihitung
dengan cara analisis distribusi frekuensi. Analisis ini didasarkan pada sifat
statistik data hujan yang tersedia untuk memperoleh kemungkinan besaran
hujan di masa yang akan datang. Data hujan untuk keperluan analisis frekuensi
adalah seri data hujan rerata DPS, yang diambil dari stasiun-stasiun hujan yang
paling berpengaruh terhadap daerah pengaliran sungai yang bersangkutan.

Hujan rencana pada kala ulang tertentu akan menjadi dasar hitungan debit
rencana. Namun proses transformasi hujan rencana untuk kala ulang berbeda

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-7


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
menggunakan satu nilai parameter yang berbeda pula, karena mengingat
perubahan kondisi DPS.

2.5 BANJIR RENCANA


Seperti telah ditentukan sebelumnya, bahwa analisis debit banjir rencana
dilakukan dengan mengalihragamkan hujan rencana menjadi debit banjir
rencana. Dengan anggapan kala hujan rencana sama dengan kala ulang debit
banjir rencana. Banjir rencana dihitung berdasarkan hubungan antara debit
maksimum dengan intensitas curah hujan, dan dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut:

Q = 0.278.C.I.A

dimana: Q = debit yang dihitung (m3/dt)


C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan rerata (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Km2)

Koefisien pengaliran diberikan oleh Dr.Mononobe sebagai berikut :

Tabel 2.3. Koefisien Pengaliran

Kondisi Daerah Pengaliran dan Sungai Harga dari C

Daerah pegunungan yang curam 0.75 – 0.90


Daerah pegunungan yang relatif datar 0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75
Tanah dataran rendah yang ditanami 0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi 0.70 – 0.80
Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran rendah 0.45 – 0.75
Sungai besar yang besarnya lebih dari 0.50 – 0.75
setengah daerah pengalirannya terdiri dari
dataran

2.6 INTENSITAS CURAH HUJAN


Dalam menentukan debit banjir rencana, perlu didapatkan harga intensitas curah
hujan, terutama bila menggunakan metode rasional. Intensitas curah hujan
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu,

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-8


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)
dimana air tersebut terkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat
diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Intensitas
dinotasikan dengan huruf I, dengan satuan (mm/ jam) yang artinya berapa mm
curah hujan yang terjadi per jamnya. Karena intensitas curah hujan ini terkait
dengan kejadian dan lamanya hujan turun, maka diperlukan data curah hujan
jangka pendek atau curah hujan jam-jaman. Seandainya data curah hujan jam-
jaman tidak ada, maka dapat dipakai rumus Mononobe untuk
mentransmutasikan curah hujan kala ulang tertentu ke intensitas curah hujan
kala ulang tertentu dengan asumsi antara keduanya adalah identik.

Rumus Mononobe dinotasikan sebagai berikut:

R24 24 0,67
I = ( )
24 t

Dimana: I = intensitas curah hujan (mm/jam)


t = lamanya curah hujan indentik dengan waktu konsentrasi (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam atau indentik dengan
curah hujan rencana dengan kala ulang tertentu (mm).

2.7 WAKTU KONSENTRASI


Waktu konsentrasi (time of concentration) adalah waktu terlama yang
dibutuhkan oleh partikel air untuk mencapai titik tinjau yang ditentukan di DPS.

Penetapan waktu konsentrasi tidak terlalu mudah akan tetapi pada dasarnya
dapat ditetapkan dengan persamaan-persamaan hidraulika, atau dengan
menggunakan persamaan empirik. Persamaan yang cukup dikenal adalah
persamaan Kirpich:

0,77 -0,385
Tc = 3,97. L .S
dengan :
tc = Waktu Konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (km)
S = landai sungai

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2-9


Consulting Engineers
LAPORAN HIDROLOGI
Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran (Paket Ren – 04)

2.8 DIMENSI SALURAN SAMPING


Saluran samping jalan raya dan gorong merupakan sarana drainase sebuah
jalan, kriteria perencanaannya adalah menentukan saluran yang mempunyai
dimensi tertentu yang dapat menampung debit rencana pada daerah
pengalirannya.
Rumus yang dipakai untuk perhitungan dimensi :

Q = V. A
V = 1/n. R2/3.S1/2
Q = debit pengaliran
A = luas penampang saluran
V = kecepatan aliran
R = jari-jari hiraulik
S = landai saluran
n = koefisien pengaliran manning

PT. ANUGERAH KRIDAPRADANA 2 - 10


Consulting Engineers

Anda mungkin juga menyukai