Anda di halaman 1dari 7

IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

A. DEFINISI
Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam
kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28
minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000 gram. ( Kamus istilah
kebidanan)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin
dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau
kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998).
Menurut WHO dan The American College Of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi
(Sarwono: 2009: 732).
Intra uterine fetal deadth (IUFD) atau kematian janin dalam rahim
adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan
pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram.
(
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998; 279)
IUFD adalah kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi
manusia dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau
kematian janin juga disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan
kelahiran mati. (Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP)
Intra uterin fetal death/ kematian janin dalam rahim yaitu kematian
yang terjadi saat UK lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai
ukuran 500gr atau lebih.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari IUFD seringkali dipicu oleh Ketidak cocokan rhesus
darah ibu dan janin, ketidak cocokan golongan darah ibu dan janin,
gerakan janin yang terlalu aktif, penyakit pada ibu, kelainan kromosom,
trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan
antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi, dll.
Pada 25-60 % kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik
plasenta.
1. Faktor maternal antara lain adalah
Post term (> 42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol,
sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu,kematian ibu.
2. Faktor fetal antara lain adalah
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital,
kelainan genetik, infeksi.
3. Faktor plasenta antara lain adalah
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa
previa.
4. Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat
pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu,
riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma
urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Kecuali itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan
kematian janin di kandungan, diantaranya:
1. Ketidak cocokan rhesus darah ibu dengan janin Akan timbul masalah
bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif.
Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, menjadi rhesus positif.
Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus.
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut.
2. Ketidak cocokan golongan darah antara ibu dan janin. Terutama pada
golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara golongan darah anak
A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya." Sebab, pada saat
masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir
lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya,
maka ibu akan membentuk zat antibodinya.
3. Gerakan janin berlebihan. Gerakan bayi dalam rahim yang sangat
berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. karena
gerakannya berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat yang
menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat
terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi
jadi tersumbat.
4. Berbagai penyakit pada ibu hamil
5. Kelainan kromosom/ penyakit bawaan.
6. Trauma saat hamil.
7. Infeksi maternal
8. Kelainan bawaan bayi. Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti
jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan
(Sarwono: 2009: 733).

C. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan: solutio placenta, placenta previa
2. Hipertensi, pre eklamsi, eklamsia
3. Penyakit infeksi
4. Komplikasi tali pusat dan placenta
5. Anomali bawaan
6. Infeksi dalam rahim (TORCH)
7. Malnutrisis

D. TANDA DAN GEJALA

1. Pertumbuhan janin tidak ada, bahkan janin mengecil sehingga tinggi


fundus uteri menurun.
2. Kurangnya gerakan janin
3. Bunyi jantung janin tak terdengar dengan fetoskop dan dipastikan dengan
doppler.
4. Keluhan ibu : menghilangnya gerakan janin.
5. Berat badan ibu menurun.
6. Tulang kepala kolaps.
7. USG : merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk
memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan.
8. Catatan : pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak
perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran
sebagai berikut :
a) Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain
b) Tulang belakang mengalami hiperfleksi
c) Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah
d) Edema di sekitar tulang kepala.
9. Pemeriksaan HCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi beberapa hari
setelah kematian janin.

E. DIAGNOSIS
Penetapan diagnosa diperoleh dengan cara: anamnesa, pemeriksaan
yang meliputi palpasi, auskultasi, reaksi kehamilan, rotgen foto abdomen.
a. Anamesis:
a) Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari / gerakan
janin berkurang
b) Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar
c) Ibu merasakan perutnya sering menjadi keras
d) Ibu merasakan sakit seperti mau melahirkan
b. Inspeksi: tidak kelihatan gerakan-gerakan janin
c. Palpasi:
 TFU lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
 Tidak teraba gerakan janin
d. Auskultasi: tidak terdengar DJJ
e. Rotgen foto abdomen
f. USG: Tidak terlihat DJJ dan gerakan janin (Yeyeh, Ai Rukiyah dkk:
2010: 266)
F. KOMPLIKASI
a) Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin
dan persalinan cukup lama.
b) Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
c) Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2
minggu.
G. PENATALAKSANAAN
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin, atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.
1) Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah
5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak,
hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan
edema scalp.
2) USG : merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk
memastikan kematian janin dimana gambarnya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan : tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala
janin, dan cairan ketuban berkurang.
3) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya
pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar
kemungkinan dapat lahir pervaginam.
4) Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun
ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.
5) Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif :
a) Tunggu persalinan spontan hingga 2 minngu
b) Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi.
6) Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif.
7) Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks.
a) Jika serviks matang. Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostlagandin.
b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley
Catatan : jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi.
c) Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
8) Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun, dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol:
a) tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina ; dapat diulangi
sesudah 6 jam.
b) Jika tidak ada respons sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Catatan : jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melibihi 4 dosis.
9) Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
10) Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati.
11) Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meningal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya


patologi plasenta dan infeksi (Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP: M-110-111).

H. PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau
mendekati aterm adalah bila ibu mersa gerakan janin menurun, tidak
bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gamelli dengan T
+ T (twin to twin transfusio) pencegahan dilakukan dengan koagulasi
pembuluh anastomosis (Sarwono: 2009: 734).
DAFTAR PUSTAKA
Ben-zion Taber, M.D. 1994 Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
Hamilton, Persis Mary.1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC.
Manuaba, Ida bagus Gde. 2010. Buku Ajar Panthoom Obstetri. Jakarta: Trans Info
Media.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Pillitteri, Adele.2002. Buku Saku Asuhan Ibu & Anak. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yeyeh, Ai Rukiyah dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan. Jakarta:
TIM.

Anda mungkin juga menyukai