Anda di halaman 1dari 11

Proses Pertukaran Oksigen (O2) dan Karbondioksida (CO2) (Pertemuan I)

Sumber: http://biologimediacentre.com
Pada paru-paru tepatnya di alveolus terjadi pertukaran antara oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Tujuannya untuk
mengeluarkan karbondioksida agar tidak meracuni sel-sel tubuh. Proses pertukaran antara (O2) dengan CO2 terjadi secara difusi,
yaitu perpindahan zat terlarut (O2 atau CO2) dari daerah yang memiliki konsentrasi dan tekanan tinggi ke daerah yang memiliki
konsentrasi dan tekanan rendah.
Setelah terjadinya inspirasi, oksigen yang berada di alveolus akan berpindah ke dalam kapiler darah yang akan diedarkan ke
seluruh bagian tubuh yang membutuhkan oksigen. Manusia mempunyai dua tahap mekanisme pertukaran gas. Pertukaran gas
oksigen dan karbondioksida yang dimaksud yakni mekanisme pernapasan eksternal dan internal.
Proses yang pertama yaitu pertukaran O2 dari udara dalam alveolus dengan CO2 dalam kapiler darah yang disebut dengan
pernapasan luar (pernapasan eksternal), sedangkan proses yang kedua adalah pertukaran O2 dari aliran darah dengan CO2 dari
sel-sel jaringan tubuh yang disebut pernapasan dalam (pernapasan internal).
1. Pengangkutan O2
Pertukaran gas antara O2 dengan CO2 terjadi di dalam alveolus dan jaringan tubuh, melalui proses difusi. Oksigen yang sampai di
alveolus akan berdifusi menembus selaput alveolus dan berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebut deoksigenasi dan menghasilkan senyawa oksihemoglobin (HbO) seperti reaksi berikut:

Adapun tahapan proses pengikatan oksigen sebagai berikut:


 Alveolus memiliki O2 lebih tinggi dari pada O2 di dalam darah
 O2 masuk ke dalam darah melalui difusi melewati membran alveolus
 Di dalam darah, O2 sebagian besar (98%) diikat oleh Hb yang terdapat pada Eritrosit menjadi Oksihemoglobin
(HbO2).
 Selain diikat oleh Hb, sebagian kecil O2 larut di dalam plasma darah (2%).
 Setelah berada di dalam darah, O2 kemudian masuk ke jantung melalui vena pulmonalis untuk diedarkan ke
seluruh tubuh yang membutuhkan melalui jaringan sel untuk proses oksidasi.
Sumber: https://www.slideshare.net

2. Pengangkutan CO2

Proses oksidasi/pembakaran dalam sel akan menghasilkan CO2 sebagai hasil respirasi sel yang kemudian akan diangkut lewat
kapiler vena darah menuju alveolus. CO2 dalam alvelous ini akan dikeluarkan lewat paru-paru. Pengangkutan CO2 keluar tubuh
umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:

Adapun tahapan proses pengeluaran karbondioksida di atas adalah sebagai berikut:


 CO2 lebih tinggi pada jaringan dibandingkan di dalam darah. Ketika O2 di dalam darah berdifusi ke jaringan,
maka CO2 di jaringan akan segera masuk ke dalam darah.
 Ketika CO2 berada di dalam darah sebagian besar (70%) CO2 akan diubah menjadi ion bikarbonat (HCO3–).
 20% CO2 akan terikat oleh Hb pada Eritrosit. Sedangkan 10% CO2 lainnya larut dalam plasma darah.
 Di dalam darah, CO2 dibawa ke jantung, kemudian oleh jantung CO2 dalam darah dipompa ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis.
 Di paru-paru CO2 akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

Sumber: http://contohmodulinda.blogspot.co.id

Sisa dari oksigen, karbondioksida maupun sisa reaksi pengikatan keduanya dari pertukaran tersebut terlarut di dalam plasma darah
dan akan membentuk senyawa yang lainya, adapun komposisi darah adalah sebagai berikut:

Mekanisme Pertukaran Co2 Dan O2


Pertukaran gas antara O2 dan CO2 terjadi melalui proses difusi, berlangsung di alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi
berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi
atau tekanan tinggi menuju ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah. Faktor-faktor yang mempenaruhi difusi gas melintasi
membran sel adalah tekanan parsial gas (tekanan gas tertentu, misalnya tekanan oksigen saja terhadap tekanan seluruh udara),
permeabilitas membran respirasi, luas permukaan membran respirasi, kecepatan sirkulasi darah di paru-paru dan, reaksi kimia
yang terjadi di dalam darah.

Gambar 1.6 Mekanisme pertukaran O2 dan CO2

O2 masuk ke dalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus. Di alveolus terjadi difusi O2 ke kapiler paru-paru
yang terletak di dinding alveolus. Masuknya O2 dari luar (lingkungan) menyebabkan tekanan parsial O2 atau PO2 di alveolus
lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 di kapiler paru-paru. Oleh karena itu, O2 akan bergerak dari alveolus menuju kapiler paru-
paru, yang disebabkan proses difusi selalu terjadi dari daerah yang bertekanan parsial tinggi ke daerah yang bertekanan parsial
rendah.

Oksigen di kapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai menjadi jenuh. Makin tinggi tekanan parsial
oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin dalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat sub unit,
setiap sub unit terdiri dari bagian yang disebut heme. Di setiap pusat heme terdapat unsur besi yang dapat berikatan dengan
oksigen, sehingga setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen berbentuk oksihemoglobin. Reaksi antara
hemoglobin dan oksigen berlangsung secara reversibel (bolak-balik) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: pH, suhu,
konsentrasi O2 dan CO2, serta tekanan parsial.

Reaksi pengikatan O2 oleh Hb adalah sebagai berikut

Arah reaksi tersebut ke kiri bila terjadi di jaringan tubuh, dan ke kanan bila di jaringan paru-paru.

Hemoglobin akan mengangkut O2 ke jaringan tubuh kemudian berdifusi masuk ke sel-sel tubuh. Di dalam sel-sel tubuh atau
jaringan tubuh, O2 digunakan untuk proses respirasi di dalam mitokondria sel. Semakin banyak O2 yang digunakan oleh sel-sel
tubuh, maka semakin banyak CO2 yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan tekanan partial CO2 atau
PCO2 dalam sel-sel tubuh lebih tinggi dibandingkan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karenanya CO2 dapat berdifusi
dari sel-sel tubuh ke dalam kapiler vena sel-sel tubuh, kemudian akan di bawa oleh eritrosit menuju ke paru-paru. Di paru-paru
terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih
tinggi dari pada tekanan parsial CO2 dalam alveolus.

Bila pengangkutan O2 terutama dilaksanakan oleh Hb, maka pengangkutan CO2 dilakukan oleh plasma darah. CO2 dapat larut
dengan baik di dalam plasma darah dan membentuk asam karbonat:

Akibat terbentuknya asam karbonat tersebut, pH darah menurun sampai 4,5, karena H2CO3 sebagai suatu senyawa yang labil
akan mengurai dan meningkatkan kadar ion H+ darah :

Jadi CO2 diangkut oleh darah dalam bentuk ion HCO3ˉ. Proses pengangkutan dengan pengubahan secara bolak-balik dari CO2
menjadi H2CO3 dan sebaliknya dipercepat oleh enzim karbonat anhidrase.
CO2 dalam eritrosit akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang dapat menyebabkan darah bersifat asam. Darah
yang bersifat asam dapat melepaskan banyak O2 ke dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh yang memerlukannya. Reaksi
pembentukan asam karbonat adalah sebagai berikut:

Akibat tebentuknya asam karbonat, pH darah menjadi asam yaitu sekitar 4.5, keasaman tersebut dinetralkan oleh ion-ion Natrium
(Na +) dan Kalium (K+) dalam darah.

PERTUKARAN O2 DAN CO2


Berikut adalah skema difusi O2 dan CO2 di alveolus dan di sel

Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh

1. jenis pekerjaan (aktivitas)


2. umur
3. jenis kelamin
4. suhu tubuh
5. posisi tubuh .
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan.
 Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen
daripada seorang vegetarian.
 Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
 Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat
konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
 Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Difusi ini bisa terjadi
karena Tekanan O2 di Alveolus 105 mmHg sedang di kapiler hanya 100 mmHg sehingga terjadilah perpindahan
 Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel
jaringan tubuh yang tekanan partial nya lebih kecil .
 Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa hemin atauhematin yang
mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.

Gbr. .Pertukaran O2 dan CO2


 Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-kan menurut persamaan reaksi bolak-balik
berikut ini :
 Hb4 + O2 4 Hb O2
 Oksihemoglobin berwarna merah jernih
 Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2
di udara.
 Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.
 Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm
Hg.
 Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104
mm Hg.
 Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
 Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekananO2 nya 104 mm; menuju ke jantung.
 Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2
nya 0 - 40 mm hg.
 Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung.
 Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg.
 Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg.
 Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
 Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan
tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar
12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena.
 Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
 Jika ada 5 liter darah kita , maka 350 ml oksogen terbawa dalam sekali putar OK
 Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 ---- Enzim karbonat anhidrase --- H2CO3
 Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam
karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh
CO2).
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70%
dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O ---- H2CO3 ------ H+ + HCO-3
 Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam
darah.
 Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni.
 Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis
SECARA DETAIL BIOKIMIA DEMIKIAN

 O2 yang telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru akan ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke
kapiler jaringan
 Dimana O2 dilepaskan untuk digunakan sel.
 Dalam jaringan, O2 bereaksi dengan berbagai bahan makanan, membentuk sejumlah besar CO2, yang masuk ke dalam kapiler
jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
TEKANAN O2 DAN CO2 DALAM PARU, DARAH DAN JARINGAN
 Gas dapat bergerak dengan cara difusi, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan. O2 berdifusi dari alveoli ke dalam darah
kapiler paru karena PO2 alveoli > PO2 darah paru.
 Lalu di jaringan, PO2 yang tinggi dalam darah kapiler menyebabkan O2 berdifusi ke dalam sel.
 Selanjutnya, O2 dimetabolisme membentuk CO2. PCO2 meningkat, sehingga CO2 berdifusi ke dalam kapiler jaringan.
 Demikian pula, CO2 berdifusi keluar dari darah, masuk ke alveoli karena PCO2 darah kapiler paru lebih besar.

PROTEIN HEME

 Protein heme berfungsi dalam pengikatan dan pengangkutan O2, serta fotosintesis.
 Gugus prostetik heme merupakan senyawa tetrapirol siklik, yang jejaring ekstensifnya terdiri atas ikatan rangkap terkonjugasi,
yang menyerap cahaya pada ujung bawah spektrum visibel sehingga membuatnya berwarna merah gelap.
 Senyawa tetrapirol terdiri atas 4 molekul pirol yang dihubungkan dalam cincin planar oleh 4 jembatan metilen-α. Substituen β
menentukan bentuk sebagai heme atau senyawa lain.
 Terdapat 1 atom besi fero (Fe2+) pada pusat cincin planar, yang bila teroksidasi, akan menghancurkan aktivitas biologik.
MYOGLOBIN
 Mioglobin merupakan rantai polipeptida tunggal (monomerik), BM 17.000, memiliki 153 residu aminoasil.
 Permukaan luarnya bersifat polar dan bagian dalamnya nonpolar.
 Bentuknya sferis, dan ia kaya akan heliks-α, yang strukturnya diberi nama heliks A sampai H.
 Ketika berikatan dengan O2, ikatan antara 1 molekul O2 dengan Fe2+ berada tegak lurus dengan bidang heme.
 Sebenarnya CO membentuk ikatan dengan 1 heme tunggal 25.000x lebih kuat daripada O2, namun histidin distal (His E7)
merintangi pengikatan CO tegak lurus, sehingga kekuatan ikatannya menjadi 200x lebih besar daripada O2.
 Mioglobin otot merah menyimpan O2, yang dalam keadaan kekurangan akan dilepas ke mitokondria otot untuk sintesis ATP.
HEMOGLOBIN

Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit, yang berfungsi untuk:

1. mengikat dan membawa O2 dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh


2. mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru
3. memberi warna merah pada darah
4. mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat pada gugus prostetik heme, dengan BM 64.450
Dalton. Tetramernya terdiri dari 2 subunit, yaitu α dan β.

PENGANGKUTAN O2

O2 yang diangkut darah terdapat dalam 2 bentuk


1. O2 yang terlarut
2. O2 yang terikat secara kimia dengan Hb.
 Jumlah O2 terlarut plasma darah berbanding lurus dengan tekanan parsialnya dalam darah.
 Pada keadaan normal, jumlah O2 terlarut sangat sedikit, karena kelarutannya dalam cairan tubuh sangat rendah.
 Pada PO2 darah 100mmHg, hanya + 3 mL O2 yang terlarut dalam 1 L darah.
 Dengan demikian, pada keadaan istirahat, jumlah O2 terlarut yang diangkut hanya + 15 mL/menit.
 Karena itu, transpor O2 yang lebih berperan adalah dalam bentuk ikatan dengan Hb.
 Hb dapat mengikat 4 atom O2 per tetramer (1 @ subunit heme)
 Atom O2 terikat pada atom Fe2+, pada ikatan koordinasi ke-5 heme.
 Hb yang terikat pada O2 disebut oksihemoglobin (HbO2)
 Dan yang sudah melepaskan O2 disebut deoksihemoglobin.
 Hb dapat mengikat CO menjadi karbonmonoksidahemoglobin (HbCO), yang ikatannya 200x lebih besar daripada dengan
O2.
 Dalam keadaan lain, Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ membentuk methemoglobin (MetHb).
 Yang menyebabkan O2 terikat pada Hb adalah jika sudah terdapat molekul O2 lain pada tetramer yang sama.
 Jika O2 sudah ada, pengikatan O2 berikutnya akan lebih mudah. Sifat ini disebut ‘kinetika pengikatan komparatif’, yaitu
sifat yang memungkinkan Hb mengikat O2 dalam jumlah maksimal pada organ respirasi dan memberikan O2 secara
maksimal pada PO2 jaringan perifer.
 Pengikatan O2 disertai putusnya ikatan garam antar residu terminal karboksil pada keseluruhan 4 subunit.
 Pengikatan O2 berikutnya dipermudah karena jumlah ikatan garam yang putus menjadi lebih sedikit.
 Perubahan ini mempengaruhi struktur sekunder, tersier dan kuartener Hb, sehingga afinitas heme terhadap O2 meningkat.
 Setiap atom Fe mampu mengikat 1 molekul O2 sehingga tiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2.
 Hb dikatakan tersaturasi penuh dengan O2 bila seluruh Hb dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan O2.
 Kejenuhan Hb oleh O2 sebanyak 75% bukan berarti 3/4 bagian dari jumlah molekul Hb teroksigenasi 100%, melainkan rata-
rata 3 dari 4 atom Fe dalam setiap molekul Hb berikatan dengan O2.

 Faktor terpenting untuk menentukan % saturasi HbO2 adalah PO2 darah.


 Menurut hukum kekekalan massa, bila konsentrasi substansi pada reaksi reversibel rneningkat, reaksi akan berjalan ke arah
berlawanan.
 Bila diterapkan di reaksi reversibel Hb& O2, maka peningkatan PO2 darah akan mendorong reaksi kekanan, sehingga
pembentukan HbO2 (% saturasi HbO2) meningkat.
 Sebaliknya penurunan PO2, menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, O2 dilepaskan Hb, sehingga dapat diambil jaringan.

PENGANGKUTAN CO2

CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkut dalam 3 bentuk, yaitu:

 CO2 terlarut - Daya larut CO2 dalam darah ; O2, namun pada PCO2 normal, hanya +10% yang ditranspor berbentuk terlarut.
 Ikatan dengan Hb dan protein plasma
 +30% CO2 berikatan dengan bagian globin dari Hb, membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin).
 Deoksihemoglobin memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 dibandingkan O2.
 Pelepasan O2 di kapiler jaringan meningkatkan kemampuan pengikatan Hb dengan CO2. Sejumlah kecil CO2 juga berikatan
dengan protein plasma (ikatan karbamino), namun jumlahnya dapat diabaikan.
 Kedua ikatan ini merupakan reaksi longgar dan reversibel.
 Ion HCO3 : 60-70% total CO2. Ion HCO3 terbentuk dalam eritrosit melalui reaksi:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
 Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan mengangkutnya dari paru untuk dihembuskan keluar. CO2
bereaksi dengan gugus α-amino terminal hemoglobin, membentuk karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan
efek Bohr.
 Konversi ini mendorong pembentukan jembatan garam antara rantai α dan β, sebagai ciri khas status deoksi.
 Pada paru, oksigenasi Hb disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.
 Dengan terserapnya CO2 ke dalam darah, enzim karbonik anhidrase dalam eritrosit akan mengkatalisis pembentukan asam
karbonat, yang langsung berdisosiasi menjadi bikarbonat dan proton.
 Membran eritrosit relatif permeabel bagi ion HCO3, namun tidak untuk ion H.
 Akibatnya, ion HCO3 berdifusi keluar eritrosit mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai difusi ion H.
 Untuk mempertahankan pH tetap netral, keluarnya ion HCO3 diimbangi dengan masuknya ion Cl ke dalam sel, yang dikenal
sebagai ‘chloride shift’. Ion H di dalam eritrosit akan berikatan dengan Hb.
 Karena afinitas deoksihemoglobin terhadap ion H > O2, sehingga walaupun jumlah ion H dalam darah meningkat, pH relatif
tetap karena ion H berikatan dengan Hb.
 Fenomena pembebasan O2 dari Hb yang meningkatkan kemampuan Hb mengikat CO2 dan ion H dikenal sebagai efek
Haldene.
 Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu seiring terikatnya Hb dan O2, proton dilepas dan bergabung dengan
bikarbonat, sehingga terbentuk asam karbonat.
 Dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk gas CO2 yang dihembuskan keluar. Jadi, pengikatan
O2 memaksa ekspirasi CO2. Fenomena ini dinamakan efek Bohr.
KURVA SATURASI / DISOSIASI

 Kurva saturasi melukiskan pengambilan dan pelepasan O2.


 Kurva untuk mioglobin bersifat hiperbolik, sedangkan kurva untuk hemoglobin berbentuk sigmoid.
 Kurva disosiasi HbO2
 Hubungan kejenuhan HbO2 dengan PO2 darah tidak berbentuk linier, melainkan sigmoid (kurva disosiasi).
 Proses pengikatan O2 oleh Hb terjadi dalam 4 tahap, tiap tahap melibatkan 1 atom Fe berbeda. Ikatan O2 dengan 1 atom
Fe akan memfasilitasi reaksi pengikatan O2 - Fe berikutnya, akibatnya afinitas Hb untuk O2 makin meningkat.
Tahap reaksi pengikatannya sbb:
1. Hb4O2Hb4 + O2
2. Hb4(O2)2Hb4O2 + O2
3. Hb4(O2)3Hb4(O2)2 + O2
4. Hb4(O2)4Hb4(O2)3 + O2
 Afinitas tertinggi terdapat pada reaksi ke-4.
 Bentuk kurva disosiasi yang mendatar pada PO2 yang tinggi disebabkan afinitas yang sangat meningkat pada reaksi ke-4.
 Bagian kurva yang datar sesuai untuk kisaran PO2 antara 60-100 mmHg.
 Pada kisaran tersebut, peningkatan/penurunan PO2 darah hampir tidak mempengaruhi kejenuhan HbO2.
 Sebaliknya, pada kisaran 0-60 mmHg, perubahan kecil pada PO2 akan memberi dampak cukup besar terhadap kemampuan
Hb mengikat O2.
 Bagian kurva yang datar maupun yang curam memiliki makna fisiologi yang penting.
 Darah yang meninggalkan paru mempunyai PO2 +97rnmHg.
 Dan pada kurva disosiasi HbO2 tampak bahwa kejenuhan HbO2 mencapai 97,5% (hampir tersaturasi penuh).
 Bila terjadi penurunan PO2 sebesar 40% (PO2= 60 mmHg), kadar O2 terlarut dalam darah juga turun 40%.
 Namun kemampuan Hb mengikat O2 masih +90%, sehingga kandungan O2 total darah masih cukup tinggi.
 Sebaliknya, bila PO2 darah meningkat menjadi 760 mmHg (bernapas dengan O2 murni), kejenuhan Hb dengan O2 dapat
mencapai 100%.
 Dengan demikian, pada kisaran 60-760 mmHg, perubahan jumlah O2 yang diangkut Hb +10%.
 Bagian curam kurva disosiasi HbO2 terletak pada kisaran PO2 antara 0-60 mmHg, sesuai keadaan di kapiler pembuluh
sistemik (keseimbangan PO2 dengan cairan jaringan +40 mmHg).
 Pada tekanan ini, kemampuan Hb mengikat O2 +75%.
 Dengan demikian, sekitar 22,5% HbO2 akan terurai menjadi deoksihemoglobin dan O2. O2 yang dibebaskan ini akan
diambil jaringan untuk kebutuhan metabolismenya.
 Bila metabolisme jaringan meningkat, PO2 turun dan saturasi HbO2 +30%, berarti sekitar 45% HbO2 akan terurai lagi.
 Dengan demikian, pada kisaran PO2 < 60 mmHg, penurunan PO2 sedikit saja dapat membebaskan sejumlah besar O2 untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat.
 Kurva disosiasi HbO2 standar berlaku pada suhu dan pH tubuh normal (suhu 37°C dan pH 7,4). Afinitas Hb terhadap O2
dipengaruhi beberapa faktor yang dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi, yaitu: a. pH dan PCO2 penurunan
pH/peningkatan PCO2 darah menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2 ke kanan.
 Artinya pada PO2 yang sama, lebih banyak O2 yang dibebaskan (afinitas Hb terhadap O2 menurun).
 Kedaan ini berlangsung di kapiler pembuluh sistemik. Difusi CO2 dari jaringan ke darah akan meningkatkan keasaman
darah di kapiler sistemik, sehingga jumlah O2 yang dibebaskan dari Hb lebih besar daripada bila penurunan % saturasi
HbO2 hanya disebabkan berkurangnya PO2 darah kapiler saja.
 Pengaruh peningkatan CO2 atau keasaman terhadap peningkatan pelepasan O2 dikenal sebagai efek BOHR. CO2 & ion H
mampu membentuk ikatan reversibel dengan Hb, sehingga menurunkan afinitasnya terhadap O2.
 Peningkatan pH/penurunan PCO2 darah menyebabkan kurva disosiasi bergeser ke kiri.
 Hal ini terjadi di kapiler paru, dimana sejumlah besar CO2 berdifusi ke dalam alveol.
 Afinitas Hb terhadap O2 meningkat, sehingga lebih banyak O2 yang diikat Hb untuk PO2 yang sama.
 Suhu Efek peningkatan suhu serupa dengan efek peningkatan keasaman; kurva bergeser ke kanan. Kerja otot atau
peningkatan metabolisme sel menghasilkan panas, sehingga memperbesar pelepasan O2 dari Hb untuk memenuhi kebutuhan
jaringan.
 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG) 2,3-BPG terdapat dalam eritrosit, dibentuk dalam metabolismenya.
 1 molekul 2,3-BPG terikat per tetramer Hb di dalam rongga tengah yang dibentuk keempat subunit. Rongga tengah ini cukup
untuk BPG, hanya bila molekul Hb berbentuk T/deoksigenasi. Zat ini membentuk ikatan garam dengan subunit β sehingga
menstabilkan deoksihemoglobin, dan dapat menurunkan afinitas Hb terhadap O2.
 Peningkatan 2,3-BPG menggeser kurva disosiasi HbO2. Akibatnya kadar 2,3-BPG meningkat bertahap bila saturasi HbO2
rendah untuk jangka waktu lama.
 Perubahan fisiologi yang menyertai pemajanan berkepanjangan terhadap ketinggian mencakup peningkatan jumlah eritrosit,
konsentrasi Hb dan konsentrasi 2,3-BPG.
 Peningkatan konsentrasi 2,3-BPG menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2 (menurunkan P50¬¬ / tekanan parsial O2
yang menjadikan Hb separuh tersaturasi), sehingga meningkatkan kemampuan Hb untuk melepas O2 di jaringan.
 Kurva disosiasi CO2 Kandungan CO2 total dalarn darah adalah jumlah ketiga bentuk CO2 yang telah diuraikan sebelumnya,
yang nilainya bergantung pada besar PCO2.
 Hubungan antara konsentrasi CO2 dan PCO2 dinyatakan sebagai kurva disosiasi CO2.
 Kurva tersebut juga dipengaruhi oleh pH darah, sehingga letak kurva ini pada darah arteri (darah teroksigenasi) lebih ke
kanan dibandingkan dalam darah vena (darah terdeoksigenasi).
 Hal ini disebabkan karena HbO2 bersifat lebih asam daripada deoksihemoglobin.
 Maka di dalam darah kapiler sistemik, dimana kandungan HbO2 lebih rendah, kemampuan pengangkutan CO2 untuk PCO2
yang sama akan meningkat.
 Perbedaan utama kurva disosiasi CO2 dan HbO2 adalah tidak terbatasnya kemampuan pengikatan CO2 oleh darah. Makin
tinggi PCO2, makin banyak jumlah pembentukan ion bikarbonat.
 Oleh sebab itu, kandungan CO2 dalam darah tidak dinyatakan dalam % saturasi, melainkan dalarn mL C02 / mL darah
(mmol/L).
PENGATURAN IMBANGAN ASAM-BASA DARAH
 Menurut definisi Bronsted, asam adalah substansi yang di dalam larutan akan melepaskan ion H (donor proton), sedangkan
basa adalah substansi yang mampu mengikat ion H (akseptor proton). pH darah arteri normal rata-rata adalah 7,4.
 Walaupun saat metabolisme sel, selalu terbentuk produk asam yang akan dilepaskan ke dalam darah, pH tubuh selalu
dipertahankan normal.
 Hal ini penting, kerena semua enzim yang terlibat dalam aktivitas metabolisme dalam tubuh bergantung pada pH. Faktor-
faktor yang herperan dalam mempertahankan pH darah yang konstan adalah buffer dalam darah, pertukaran gas dalam paru
dan mekanisme ekskresi oleh ginjal.
 Beberapa buffer dalam darah antara lain ion bikarbonat, fosfat inorganik (H2PO4), dan proteinat (protein plasma yang
menjadi buffer, termasuk albumin dan Hb).
Mekanisme Pertukaran Gas
(Antara O2 dan CO2)

Pertukaran gas terjadi di paru-paru, tepatnya pada alveolus. Pertukaran gas di alveolus terjadi secara difusi. Difusi adalah
perpindahan zat dari konsentrasi tinggi (pekat) ke konsentrasi rendah (encer). Di bawah ini saya berikan penjelasan mekanisme
pertukaran gas yang terjadi di alveolus. Silakan baca dan pahami.
1. Difusi O2
Difusi O2 melalui pembuluh kapiler darah sekeliling dinding alveolus. Pada alveolus, konsentrasi O 2 lebih tinggi daripada
konsentrasi O2 di dalam pembuluh darah. Sehingga O2 berdifusi menembus dinding alveolus kemudian menembus dinding
pembuluh darah dan O2 kemudian diikat oleh Hb (Hemoglobin) sehingga menjadi HbO 2 (Oksihemoglobin). Setelah itu
HbO2 diangkut bersama darah menuju jaringan dan masuk ke dalam sel. Ketika di itu Hemoglobin melepaskan O2 untuk
respirasi/pernafasan sel (Pernafasan intra sel).
2. Difusi CO2
Hasil sisa pernafasan sel adalah CO2 yang kemudian diikat oleh Hb yang telah melepaskan O2 sehingga menjadi HbCO2.
Kemudian HbCO2 diangkut bersama darah menuju paru-paru. Sehingga konsentrasi CO2 di pembuluh darah menjadi lebih tinggi
dibanding konsentrasi CO2 di alveolus. Akibatnya CO2 berdifusi menembus dinding pembuluh darah lalu menembus dinding
alveolus lalu CO2keluar melewati saluran pernafasan.

Pertukaran Oksigen dan Karbondioksida Dalam Paru Paru

Pertukaran Oksigen dan Karbondioksida Dalam Paru Paru _ MaoliOka.


Pemebahasan sebelumnya adalah tentang Organ pernapasan manusia silahkan yang mau menyimaknya di sini Organ Pernapasan
Manusia.
Saat ini mari kita bahas tentang Pertukaran Oksigen dan Karbondioksida Dalam Paru Paru.

Pada paru-paru tepatnya di alveolus terjadi pertukaran antara oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Tujuannya untuk
mengeluarkan karbondioksida agar tidak meracuni sel-sel tubuh. Proses pertukaran antara O2 dengan CO2 terjadi secara difusi,
yaitu perpindahan zat terlarut (O2 atau CO2) dari daerah yang memiliki konsentrasi dan tekanan tinggi ke daerah yang memiliki
konsentrasi dan tekanan rendah.
Agar memahami proses pertukaran oksigen dan karbondioksida pahami terlebih dahulu sistem transportasi (peredaran darah).
Perhatikan dan pahami dengan baik penjelasan berikut ini. Difusi gas, baik yang ada di udara maupun yang terlarut dalam air
bergantung pada tekanan parsial. Tekanan parsial adalah tekanan yang diberikan oleh gas tertentu dalam campuran gas tersebut.
Pada materi ini yang dimaksud dengan tekanan parsial adalah tekanan O2 dan CO2 yang terlarut di dalam darah. Tekanan parsial
O2 diberi simbol PO2, sedangkan tekanan parsial CO2 diberi simbol PCO2. Pada sistem peredaran darah, tekanan parsial antara
O2 dan CO2 bervariasi pada setiap organ. Darah yang masuk ke paru-paru
melalui arteri pulmoner (arteri pulmonalis) memiliki PO2 yang lebih rendah dan PCO2 yang lebih tinggi daripada udara di dalam
alveoli.

Pada saat darah memasuki kapiler-kapiler alveoli, CO2 berdifusi dari darah ke alveoli dan O2 yang berada di alveoli akan
berdifusi ke dalam darah. Pada saat darah meninggalkan paru-paru, di dalam vena pulmoner (vena pulmonalis) PO2 telah naik dan
PCO2 telah turun.
Setelah darah masuk ke jantung, darah yang membawa banyak oksigen dipompakan ke seluruh bagian tubuh. Pada saat darah tiba
di jaringan tubuh, akan terjadi difusi O2 dari pembuluh darah menuju jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan tubuh masuk ke dalam
darah. Setelah melepaskan O2 dan membawa CO2, darah akan kembali ke jantung dan dipompa lagi ke paru-paru. Setiap menit
paru-paru dapat menyerap sekitar 250 mL oksigen dan mengeluarkan sebanyak 200 mL karbondioksida. Agar kamu dapat
memahaminya,
perhatikan Gambar berikut

Anda mungkin juga menyukai