Anda di halaman 1dari 19

Untuk memenuhi tugas mata kuliah

Teori Bilangan

Dosen Pengampu:
Dr. I Wayan Damai, M.Pd, M.Sc, M.Si

Disusun oleh 4C (Kelompok 5) :


ANISA POBI / 16 504 123
ELVINA R. TENDEAN / 16 504 031
JOSUA MANARISIP / 16 504 131

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA

2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “BILANGAN
PRIMA”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Bilangan. Bukan
hanya untuk memenuhi tugas tersebut, namun makalah ini dibuat agar pembaca dapat
mengetahui pembelajaran tentang menentukan bilangan prima dan faktorisasi prima.
Akhirnya penyusun sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini
dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Kami menyadari
bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ i


Daftar Isi .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Bilangan Prima dan Definisiya ...................
B. Rumus Bilangan Prima .....................................................................
C. Teorema Bilangan Prima ..................................................................
D. Faktorisasi Tunggal ...........................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembelajaran matematika telah kita ketahui ada macam-macam bentuk
bilangan. Seperti bilangan genap, ganjil, bulat asli, real dan salah satunya yakni bilangan
prima. Sejak sekolah dasar tentu kita telah mengetahui apa itu bilangan prima. Bilangan
prima yakni bilangan yang hanya mempunyai dua fakor yakni satu dan dirinya sendiri. Bagi
sebagian orang tentu belum banyak yang tau tentang manfaat dan keuntngan apa saja yang
dapat dihasilkan dengan operasi pada bilangan prima, bagaimana sejarah bilangan prima dari
awal, rumus bilangan prima, cara menentukan bilangan prima dll. Dengan makalah ini akan
dibahas lebih lanjut tentang bilangan prima.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan bilangan prima dan definisinya?


2. Bagaimana menentukan bilangan prima dengan menggunakan rumus?
3. Apa saja teorema dari bilangan prima?
4. Bagaimana cara menentukan hasil kali faktor-faktor bilangan prima sehingga
menghasilkan faktorisasi tunggal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan bilangan prima dan definisinya
2. Untuk mengetahui cara menentukan bilangan prima dengan menggunakan suatu rumus
3. Untuk mengetahui dan dapat membuktikan teorema dari bilangan prima
4. Untuk mengetahui cara menentukan hasil kali faktor-faktor bilangan prima sehingga
menghasilkan faktorisasi tungg
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Bilangan Prima dan Definisinya


Manusia telah mengenal bilangan prima sejak 6500 sebelum masehi (S.M.). tulang
Ishango yang ditemukan pada tahun 1960 (sekarang disimpan di Musse d’Histoire Naturelle
di Brussels) membuktikan hal tersebut. Tulang Ishango memiliki 3 baris takik. Salah satu
kolomnya memiliki 11, 13, 17 dan 19 takik, yang merupakan bilangan prima antara 10 dan
20.

Sekitar abad 6 S.M., Phythagoras dan kelompoknya telah mempelajari sifat-sifat


bilangan, antara lain : bilangan sempurna (perfect numbers), bilangan sekawan (amicable
numbers), bilangan segi banyak(polygonal numbers) dan bilangan prima (prime numbers).
Selanjutnya, sekitar abad ke empat SM, Euclides mengembangkan konsep dasar teori
bilangan. Beberapa jenis bilangan khusus akan dikemukakan, namun pengertian pembagi
dan pembagi sejati perlu dikemukakan lebih dahulu.

Pembagi (kadang disebut faktor) dari sebuah bilangan bulat adalah bilangan yang dapat
membagi bilangan itu tanpa adaa sisa. Misalnya pembagi dari 12 adalah . Pembagi sejati
(proper divisors) adalah pembagi sebuah bilangan yang kurang dari bilangan itu sendiri.

Sebelum komputer ditemukan, perkembangan penemuan bilangan prima masih lambat


karena orang belum merasakan manfaatnya. Meski pun sedikit sekali manfaat yang
diketahui, namun di awal masehi orang-orang tetap mencari dan membuktikan bahwa suatu
bilangan merupakan bilangan prima.

Bilangan prima disebut oleh Nicomachus, Theon dan Lamblichus sebagai “bilangan
prima dan tidak komposit”. Theon mendefenisikan hampir sama dengan yang didefenisikan
oleh Euclid, yaitu “bilangan yang tidak dihasilkan oleh sebarang bilangan, melainkan oleh
hanya satu satuan saja”. Satuan berarti bilangan asli yang bukan bilangan prima dan juga
bukan bilangan komposit. Aristotheles juga mengatakan bahwa bilangan prima tidak
dihasilkan oleh sebarang bilangan, sebuah satuan bukan merupakan bilangan, tetapi hanya
permulaan bilangan (Theon dari Smyrna mengatakan hal yang sama). Menurut Nicomachus,
bilangan prima adalah sebuah subbagian, bukan dari sembarang bilangan melainkan dari
bilangan yang ganjil, yaitu “bilangan ganjil yang tidak berlaku untuk bagian yang lain
kecuali bagian yang disebutkan setelah nama bilangan iu sendiri”. Bilangan prima adalah 3,
5, 7 dan seterusnya. Dan tidak ada subkelipatan dari 3 kecuali 1/3, tidak ada subkelipatan
dari 11 kecuali 1/11 dan seterusnya.
Dalam kasus ini satu-satunya subkelipatan tersebut adalah satuan. Menurut Nicomachus,
3 adalah bilangan prima yang pertama sedangkan Aristotheles menganggap 2 sebagian
bilangan prima: (2 adalah satu-satunya bilangan genap yang prima), hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan doktrin phytagorean lebih awal dari Euclid. Angka 2 juga memperkuat
defenisi Euclid terhadap bilangan prima. Lamblichus menjadikan ini sebagai dasar serangan
lain terhadap Euclid. Argumentasinya adalah bahwa 2 adalah satu-satunya angka genap
yang tidak memiliki bagian kecuali sebuah satuan. Namun, sebelumnya dijelaskan bahwa
genap kali genap, ganjil kali ganjil dan ganjil kali genap, semuanya tidak termasuk sifat
bilangan prima. Telah dijelaskan bahwa kemungkinan besar 2 adalah bilangan genap dan
ganjil, yang dihasilkan dengan mengalikan 2 terhadap bilangan ganjil yakni satuan tersebut,
sehingga 2 dianggap sebagai batas atas subbagian bilangan genap, yang bukan termasuk
bilangan prima. Theon memandang 2 dalam anggapan yang sama, tetapi mendukungnya
dengan lingkaran yang nyata. Bilangan prima menurutnya, juga disebut ganjil-kali-ganjil,
sehingga hanya bilangan ganjil yang prima dan tidak komposit. Bilangan genap tidak
dihasilkan oleh hanya satu satuan, kecuali 2, sehingga terlihat ganjil tetapi tidak prima.

Terdapat beragam nama yang digunakan terhadap bilangan prima. Kita telah
memperhatikan penandaan yang aneh terhadapnya yaitu ganjil kali ganjil. Menurut
Lamblichus, beberapa orang menyebutnya euthimetric dan thimaridas rectilinier, dengan
dasar bahwa ia hanya dapat ditemukan dalam satu dimensi tanpa luasan. Aspek yang sama
dari bilangan prima juga dinyatakan oleh Aristotheles, yang membedakan bilangan
komposit dengan bilangan prima yang hanya memiliki satu dimensi. Theon dari Smyrna
memberikan linear sebagai nama alternatif dari rectilinear. Dalam kedua kasus, untuk
membuat deskripsi yang pas terhadap bilangan prima, kita harus memahami kata hanya,
“bilangan prima adalah bilangan yang hanya linear atau rectilinear”. Bagi Nicomachus,
yang menggunakan bentuk linear, dengan jelas mengatakan bahwa semua bilangan juga
begitu, yakni dapat dipresentasikan oleh titik-titik linear untuk jumlah yang dibutuhkan dan
ditetapkan pada seruas garis.
Bilangan prima disebut prima atau pertama,menurut nicomachus, karena hanya dapat
diperoleh dengan meletakkan sejumlah satuan tertentu bersama,dan satuan tersebut adalah
permukaan dari bilangan.Menurut lamblichus, karena tidak ada bilangan
sebelumnya,bilangan prima menjadi kumpulan satuan yang merupakan kelipatan dan
muncul pertama sebagiaan basis yang bilangan yang lain yang menjadi kelipatannya.

Jadi bilangan prima di definisikan:

“Misal p adalah suatu bilangan bulat positif lebih dari 1 yang hanya mempunyai pembagi 1
dan p, maka p disebut bilangan prima. Jika suatu bilangan bulat q lebih dari 1 dan bukan
bilangan prima maka q disebut bilangan komposit”.

Contoh:

a. 2, 3 dan 5 adalah bilangan prima karena:


- 2 hanya mempunyai pembagi 1 dan 2
- 3 hanya mempunyai pembagi 1 dan 3
- 5 hanya mempunyai pembagi 1 dan 5

b. 4, 6 dan 15 adalah bilangan komposit karena:


- Pembagi 4 adalah 1, 2 dan 4 (tidak hanya 1 dan 4)
- Pembagi 6 juga bukan hanya 1 dan 6
- Pembagi 15 juga bukan hanya 1 dan 15
B. Rumus Bilangan Prima
Di dalam sejarah matematika terdapat beberapa “rumuus” untuk menentukan
bilangan prima. Rumus-rumus tersebut menggambarkan adanya usaha para ilmuwan
matematika untuk mencari bilangan prima.

a. Erastosthenes, seorang ahli matematika Yunani telah membuat klasifikasi bilangan


pada tahun 300 SM yang dikenal dengan istilah saringan Erastosthenes (the sieve
Erastosthenes). Adapun proses menentukan bilangan prima ≤ 100 adalah sebagai
berikut:
1. Bilangan 1 dicoret
2. Bilangan 2 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret
3. Bilangan 3 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret
4. Bilangan 5 diberi tanda dan semua kelipatannya dicoret
5. Demikian seterusnya untuk kelipatan-kelipatan bilangan prima berikutnya
sehingga diperoleh bilangan-bilangan 2, 3, 5, 7, 11, 13, 23, 31, 37, 41, 43, 47, 53,
59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, dan 97.

b. Rumus yang lain pernah muncul untuk menentukan bilangan prima dan rumus
tersebut dinyatakan dengan f(n) = n2 - n + 41. Dengan pengecekan secara tabel
diperoleh bilangan prima sebagai berikut:
N f(n) n f(n) n f(n) N F(n)
1 41 11 151 21 461 31 971
2 43 12 173 22 503 32 1033
3 47 13 197 23 547 33 1097
4 53 14 223 24 593 34 1163
5 61 15 252 25 641 35 1231
6 71 16 281 26 691 36 1301
7 83 17 313 27 743 37 1373
8 97 18 347 28 797 38 1447
9 113 19 383 29 853 39 1523
10 131 21 421 30 911 40 1601

Jika diteruskan untuk n = 41diperoleh f(n) 1681. Ternyata 1681 habis dibagi 1, 41,
dan 1681, maka 1681 bukan bilangan prima. Sehingga rumus tersebut diatas gagal
untuk menentukan bilangan prima karena tidak berlaku untuk setiap n.
c. Terdapat rumus lain untuk menentukan bilangan prima yaitu f(n) = n2 – 79 +
1601. Ternyata rumus ini gagal untuk n = 81 karena f(81) = 812 – 79.81 + 1601=
1763 = 41.43 (bukan prima)
d. Rumus lain adalah f(n) = 22n + 1, rumus ini dikenal dengan rumus Fermat.
Rumus ini juga gagal untuk menentukan bilangan prima karena n = 5 diperoleh

f(5) = 4194967297 (habis dibagi 641)

Salah satu bilangan prima besar yang pernah diketahui adalah 211213 – 1.
Peristiwa ini ditemukan di University of Illinois pada tahun 1913. Karena menjadi
kebanggan pada waktu itu maka monumentalnya menjadi gambar dari salah satu
perangko di Amerika Serikat.

Pada waktu 1971, bilangan 219937 – 1 diketahui sebagai bilangan prima yang terdiri
dari 6002 angka.
C. Teorema Bilangan Prima
Teorema 1.1
Jika p adalah bilangan prima dan p | ab, maka p | a, atau p | b

Bukti:
Anggaplah p † a, karena p adalah suatu bilangan prima, maka p hanya
mempunyai faktor 1 dan p sehingga (a,p) = 1
Menurut dalil sebelumnya p | ab dan (a,p) = 1 berakibat p | b
Dengan cara yang sama, jika dianggap p † b maka dapat dibuktikan bahwa p † a .

Teorema 1.2

Jika p adalah bilangan prima dan p | a1 a2 a3... an , maka paling sedikit membagi
satu faktor ai (1 ≤ i ≤ n).

Bukti:

Karena p | a1 a2 a3... an , maka p | a1 (a2 a3... an,).

Menurut dalil sebelumnya maka p | a1 atau p | a2 a3 ... an , Jika p | a1 maka terbukti p


paling sedikit membagi satu faktor ai

Jika p † a1 maka p | a1 (a2 a3... an,) atau p | a2 (a3 ... an). Hal ini berarti p | a2 atau p |
a3... an,. Demikian seterusnya diperoleh p † an-1 an sehingga p membagi paling sedikit
satu faktor ai .

Teorema 1.3 (Teorema Dasar Aritmatika)


Jika n adalah sebarang bilangan bulat positif lebih dari 1, maka n dapat dinyatakan
secara tunggal sebagai hasil kali faktor-faktor prima.

Bukti:

Misal n ∈ Z+ dan n > 1, maka n adalah suatu bilangan prima atau n suatu bilangan
komposit.

Jika n adalah prima, maka terbukti n mempunyai faktor prima n.

Jika n bilangan komposit, maka terdapat bilangan-bilangan bulat n1, n2 dengan (1< n1<
n2 < n) sehingga n = n1 n2 .

Jika n1 dan n2 keduanya bilanganprima maka terbukti n mempunyai faktor prima.


Dalam hal yang lain ada bilangan bulat n1, n2 , n3 dengan (1< n1< n2 < n3<n) sehingga
n= n1. n2 .n3 .

Demikian seterusnya sehingga diperoleh n = n1. n2 .n3 ,... nk dengan syarat

(1<n1 , n2 , n3, ... , nk<n) dan n1 , n2 , n3, n4 , ... , nk adalah bilangan prima.

Untuk menunjukkan ketunggalan faktor prima, dimisalkan pemfaktorannya tidak prima


(bukti negasi) yaitu n= p1, p2, p3, p4, ..., pk dan n=q1,q2,q3,q4, ..., qm dengan pi dan
qi adalah bilangan prima.

P1 | n berarti p1 | q1, q2, q3, q4, ..., qk

Karena pi adalah bilangan prima, maka menurut dalil sebelumnya berlaku p1 | qi untuk
beberapa i. Selanjutnya karena qi juga suatu bilangan prima yaitu bilangan yang
faktornya 1 dan qi , maka jelaslah bahwa p1 = qi .

n = p1, p2, p3, p4, ..., pk dan n = q1, q2, q3, q4, ..., qm hal ini berarti

n = p1, p2, p3, p4, ..., pk = q1, q2, q3, q4, ..., qm

Misal tempat qi dan qi maka p1=q1 sehingga diperoleh p2 = q2 , p3 = q3 , p4 = q4 dan


seterusnya.

Jika k<m, diperoleh 1= qk+1 qk+2 ... qm .


Hal ini tidak mungkin terjadi, sebab tidak ada bilangan-bilangan prima yang hasil
kalinya 1 sehingga terjadi hal yang bertentangan (kontradiksi). Jika k>m juga demikian.
Berdasarkan hal tersebut haruslah k = m yaitu pemfaktorannya adalah tunggal.

Teorema 1.4
Terdapat tak hingga banyaknya bilangan prima
Bukti:
Anggaplah banyaknya bilangan prima adalah tak hingga yaitu p1, p2, p3, p4, ..., pk

Selanjutnya p1, p2, p3, p4, ..., pk+1 Maka ada dua kemungkinan nilai dari n

1. Jika N adalah suatu bilangan komposit, maka menurut dalil sebelumya N dapat
dinyatakan sebagai hasil kali faktor-faktor prima. Faktor-faktor prima ini terdapat
dalam p1, p2, p3, p4, ..., pk. Misal pi adalah faktor prima dari N, maka

pi | n atau pi | p1, p2, p3, p4, ..., pk maka dan pi | 1. Hal ini terjadi kontradiksi.

Jadi banyaknya bilangan prima adalah tak hingga.


2. Jika N adalah suatu bilangan prima, maka
N = pj (j = 1, 2, 3, ..., k)
N | N berarti pj | (p1, p2, p3, p4, ..., pk) + 1

Pj | p1, p2, p3, p4, ..., pk dan pj | (p1, p2, p3, p4, ..., pk) + 1
Maka pj | 1. Hal ini terjadi kontradiksi. Jadi banyaknya bilangan prima adalah tak
hingga.
Selanjutnya dalil-dalil yang berkaitan dengan keprimaan dapat digunakan untuk
menentukan faktor-faktor persekutuan terbesar dari dua bilangan dengan lebih
sederhana.

Contoh:
1. Carilah (24,80)
Jawab
24 = 2 (12) =2(2.6) = 2(2.2.3)
=23.3
80 =2 (40) = 2 (2.20) =2(2.2.10) = 2(2.2.2.5)
= 24.10
Karena (24,80) tidak dapat memuat faktor 2 lebih dari 3, maka (24,80) = 23 = 8
2. Carilah (2700,9000)
Jawab
2700 = 22.33.52
9000 = 23.32.53
Karena (2700,9000) tidak dapat mempunyai faktor 2 lebih dari dua kali, faktor 5
lebih dari dua kali maka (2700,9000) = 900.
3. Carilah (54,72,84).
Jawab
Dengan cara yang sama diperoleh
(54,72) = 2. 32 = 18
(72,84) = 22 .3 = 12
Sehingga (54,72,84) = (18,12) = 6
D. Faktorisasi Tunggal
Telah diketahui bahwa setiap bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dapat
dinyatakan sebagai perkalian dari bilangan-bilangan prima tertentu. Dapat dikatakan bahwa
setiap bilangan bulat positif yang lebih dari 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali faktor-
faktor prima (mungkin hanya satu faktor). Pada bagian ini dipelajari bahwa hasil kali dari
faktor-faktor bilangan prima itu adalah tunggal, kecuali hanya berbeda menurut urutan dari
faktor-faktor prima tersebut. Pemfaktoran suatu bilangan bulat atas faktor-faktor prima yang
tunggal itu terkenal dengan namaTeorema Dasar Aritmetika (Fundamental Theorem of
Arethmetic) dan disebut Faktorisasi Tunggal. Nama teorema dasar aritmetika digunakan
karena memberikan dasar dalam mengembangkan teorema lain dalam aritmetika. Sebelum
membicarakan faktorisasi tunggal, teorema berikut dikemukakan sebagai persiapan untuk
membuktikan faktorisasi tunggal.

Teorema 1.5:
Jika p suatu bilangan prima dan p| ab. Maka p|a atau p|b

Bukti:
Karena p suatu bilangan prima,maka untuk sembarang bilangan bulat a berlaku (a,p) = 1
atau (a,p) =p. jika (a,p)=1 dan p|ab, kita pernah membuktikan bahwa p|b. Buktikanlah
kembali. Jika (a,p) = p maka p|a. Jadi terbukti bahwa p|a atau p|b.

Teorema 4.5 ini dapat diperluas untuk bilangan-bilangan a1,a2,a3,…an, yaitu : Jika p suatu
bilangan prima dan p|a1 a2 a3 …an, maka p|ai untuk setiap i =1,2,3,…,n.

Bukti:
Kita akan membuktikan dengan induksi matematika pada n, yaitu banyaknya faktor. Untuk
n = 1,yaitu p|a1,jelas benar, Untuk n=2, yaitu p|a1 a2, karena p suatu bilangan prima. Maka
menurut Teorema 4.5 p|a1 atau p|a2.
Diambil sebagai hipotesis induksi untuk t dengan 2 yaitu p bilangan prima dan p
|a1,a2,a3,…at maka p|ak untuk 2

Pandang p|a1,a2,a3,…an atau dapat ditulis sebagai p| (a1,a2,a3,…an-1) (an), maka menurut
Teorema 4.5 lagi diperoleh bahwa p|a1a2a3…an-2 atau p|an-1.
Jika p|an-1 maka teorema terbukti.
Jika p|a1a2a3…an-2 maka proses diatas dapat diteruskan.
Berdasarkan hipotesis yang diambil, maka proses tersebut mesti akan berhasil. Berati
bilangan prima p membagi salah satu dari a1a2a3…an.

Jika pada teorema 4.5 diambil kasus bahwa p,q,dan r masing-masing bilangan prima dan
p|qr maka p|q atau p|r ,yaitu p=q atau p=r. karena p,q dan r masing-masing bilangan
prima,kasus tersebut dapat diperluas sebagai berikut :
Jika p, q1,q2,q3,…,qn semuanya bilangan prima dan p|q1q2q3…qn maka P=qk untuk suatu k
dengan 1

Selanjutnya kita akan membuktikan ketunggalan dari faktorisasi prima dari suatu bilangan
bulat positif. Teorema ini sering disebut faktorisasi tunggal yang merupakan teorema dasar
dalam matematika.

Teorema 1.6
Pemfaktoran suatu bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 atas faktor-faktor prima
adalah tunggal,kecuali urutan dari faktor-faktornya.

Bukti:
Pada teorema 4.2 kita telah membuktikan bahwa setiap bilangan bulat positif yang lebih
besar dari 1 adalah suatu bilangan prima atau bilangan itu dapat dinyatakan sebagai
perkalian dari bilangan-bilangan prima tertentu. Sekarang kita akan membuktikan bahwa
faktor-faktor prima tersebut adalah tunggal.

Ambil sembarang bilangan bulat positif n 1. Jika n suatu bilang prima, maka n adalah
faktornya sendiri. Jika n suatu bilangan komposit dan diandaikan bahwa pemfaktoran n atas
faktor prima adalah tidak tunggal,misalnya n = p1,p2,p3,…,pt dan n = q1,q2,q3,…qr dengan pi
dan qj masing-masing adalah bilangan prima untuk i = 1,2,3,…,r serta p1 dan q1

Karena n = p1p2 …pt maka p1|n sehingga p1|q1q2q3…qr dan selanjutnya menurut perluasan
teorema 4.5,maka p1-qk untuk suatu k dengan 1 dan mengingat q1

Karena n =q1q2…qr maka q1|n sehingga q1 |p1p2…pt. dan menurut perluasan teorema
4.5,maka q1=pm.untuk suatu m denga 1 dan mengingat p1
Karena p1 sehingga dari permisalan n di atas kita memperoleh bahwa p2,p3…pt=q2q3…qr.
Bila proses ini diteruskan,maka kita akan memperoleh bahwa p2=q2 sehingga p3
p4…pt=q3q4…qr. P3=q3 sehingga p4 p5…pt=q4 q5 …qr dan seterusnya.

Apabila t=r maka proses tersebut akan berakhir pada pt=qr dan teorema terbukti. Tetapi
apabil t maka akan diperoleh bahwa :
1=q1+1 q1+2 q1+3…qr.

Hal ini mustahil,karena qt+1qt+2qt+3…qr adalah bilangan-bilangan prima,maka haruslah t=r


sehingga :
P1=q1.p2=q2.p3=q3…pt=qr

Ini berarti bahwa bilangan bulat positif n tersebut hanya dapat dinyatakan sebagai hasilkali
faktor-faktor prima secara tunggal.
Pembuktian yang lebih singkat dari teorema faktorisasi tunggal tersebut menggunakan
induksi mstematik ini dengan memperhatikan petunjuk berikut.
Apakah teorema benar untuk n = 2 ?

Sebagai hipotesis,misalkan teorama benar untuk suatu bilangat bulat positif n dan harus
ditunjukan bahwa teorema benar untuk n = k+1.
Misalkan k +1 = p1 p2 …pt = q1q2q3…qr dengan pt dan qr masing-masing adalah bilangan
prima … dan seterusnya seperti bagian pembuktian diatas sehingga diperoleh p1=q1 dan p2
…pt =q2q3…qr. Bilangan ini lebih kecil atau sama dengan k. mengingat hipotesis ,maka
teorema benar untuk n=k+1.
Dengan demikian terbukti teorema tersebut.

Kita mengetahui bahwa banyaknya bilangan asli adalah tak terhingga dan setiap bilangan
bulat positif dapat difaktorkan atas faktor-faktor prima. Apakah banyaknya bilangan prima
itu tak berhingga pula?

Euclides membuktikan dengan bukti tak langsung ( bukti dengan kontraiksi) bahwa
banyaknya bilangan prima adalah tak berhingga.
Misalkan , , , ,… adalah urutan bilangan-bilangan prima dan andaikan ada bilangan prima
terbesar, misalkan , sekarang dibentuk suatu bilangan positif :
Karena , menurut teorema 4.1, maka N dapat dibagi oleh suatu bilangan prima, sehinga N
dapat dibagi oleh sekurang-kurangnya satu bilangan prima dari :
Misalnya bilangan prima dengan yang membagi N yaitu
dengan dan maka

Hal ini tidak mungkin, karena adalah suatu bilangan prima. Oleh karena itu pengandaian
bahwa ada bilangan prima terbesar adalah tidak benar; sehingga pengandaian itu salah dan
diperoleh bahwa tak ada bilangan prima tersebut. Atau dengan kata lain bahwa banyaknya
bilangan prima adalah tak berhingga. Hal ini dikenal sebagai Teorema Euclides sebagai
berikut :

Teorema 1.7 (Teorema Euclides)


Banyaknya bilangan prima adalah tak berhingga.

Apakah N tersebut suatu bilangan prima?


Misalkan kita memulai untuk bilangan prima pertama yaitu 2, maka kita peroleh :
Tunjukkan bahwa tersebut masing-masing adalah bilangan prima. Selanjutnya tentukanlah .
Tunjukkan bahwa ini bukan bilangan prima!

Suatu pertanyaan yang jawabannya belum diketahui, apakah ada tak berhingga k sedemikian
hingga suatu bilangan prima pula. Demikian pila, apakah ada tak berhingga bilangan
komposit ?

Perhatikan barisan bilangan prima 2,3,5,7,..., . adalah bilangan prima ke-n. Sekarang kita
tentukan suatu batas atas dari barisan bilangan prima tersebut. Pada pembuktian Teorema
Euclides di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

Contoh :
Jika n=3, maka ketidaksamaan itu menjadi
Ketidaksamaan ini menunjukkan bahwa bilangan prima ke-4 kurang dari 126. Pendekatan
yang lebih baik diberikan pada teorema berikut ini.

Teorema 1.8 :
Dalam suatu barisan bilangan prima, jika menyatakan bilangan prima ke-n, maka:
Bukti :
Gunakan induksi matematik pada n.
Untuk n=1 diperoleh yaitu . Benar, karena bilangan prima pertama adalah 2.
Diasumsikan benar untuk n=k, yaitu :
Selanjutnya, harus dibuktikan bahwa teorema benar untuk n= k+1, yaitu . Perhatikan bahwa
:
Mudah ditunjukkan bahwa , yaitu deret geometri dengan rasio 2. Sehingga diperoleh :
Karena untuk setiap bilangan asli k maka ketidaksamaan itu menjadi :
Karena teorema benar untuk n=1, benar untuk n=k, dan telah ditunjukkan benar untuk
n=k+1, maka teorema benar untuk setiap bilangan asli n.

Berdasarkan teorema diatas, maka bilangan prima ke (n+1), yaitu . Sehingga banyaknya
bilangan prima yang lebih kecil dari tidak kurang dari (n+1) buah. Jadi untuk , maka ada
paling sedikit n+1 buah bilangan prima yang lebih kecil dari .
BAB III
PENUTUP

A. Saran
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan dan membantu
memudahkan kita dalam mengikuti mata kuliah Teori Bilangan terkhusus pada materi
bilangan prima. Penyusun memberi saran dan harapan yang besar kepada pembaca yang
budiman untuk mempergunakan makalah ini sebaik mungkin. Selain itu penyusun juga
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan, maka dari itu
penyusun bersedia menerima tiap kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.
Semoga dengan diterbitkannya makalah ini wawasan kita mengenai mata kuliah Teori
Bilangan terkhusus pada materi bilangan prima.

B. Kesimpulan
1. Bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu dan tidak mempunyai faktor bulat
positif kecuali 1 dan bilangan bulat itu sendiri disebutbilangan prima . bilangan bulat
positif yang lebih besar dari 1 dan bukan bilangan prima disebut bilangan
komposit(tersusun).
2. Setiap ilangan bulat positif yang lebih besar dari 1dapat di bagi oeh satu bilangan prima
3. Setiab bilangan bulat positif yang lebih dari 1 adalah suatu bilangan prima atau bilangan
tersebut dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima
4. Jika n suatu bilangan positif yang lebih besar dari satu maka n dapat dinyatakan sebagai
n = dengan adalah faktor faktor prima dari n dan adalh eksponen eksponen bulat tak negatif
bentuk ini representasi dari n sebagai perkalian bilangan- blanban prima atau sering pula di
sebut bentuk kenonik dari n
5. Jika n,m dan t adalahbilangan- bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 yang bentuk-
bentuk kenoniknya berturut-turut sbb m= n = ;t = , maka FPB dan KPK dari m,n,dan t
berturut-turut adalah (m,n ,t) = dngan = min ( ) untuk i = 1,2,3,....,k.
[m,n,t ] = dengan = maks ( ) untuk i = 1,2,3,....,k.
6. Jika n suatu bilangan komposit maka n tidak memiliki faktor k dengan 1 k ,atau
dikatakan :jika bilangnan bulat positif n tidak memiliki faktor k dengan1 k , maka n suatu
bilangan prima
DAFTAR PUSTAKA

http://endangarief-sejmat.blogspot.com/2009/12/sejarah-bilangan-prima.html diakses pada 13 Februari 2018


pukul 19.45

Tiro.MA.dkk.2008:Pengenalan Teori Bilangan(213-254). Makassar:CV. Andira Karya Mandiri.

Mangelep Navel.2015.Dasar-dasar Teori Bilangan.UPT Percetakan UNIMA.Tondano.

Anda mungkin juga menyukai