Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SIKAP, MINAT DAN MOTIVASI DALAM BELAJAR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu : Siti Muawanatul Hasanah, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Mifta Arifa’aini
2. Rabi’ah Al Adawiyah
3. Uais Abi Baihaqi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT
MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena


dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menulis makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan tanpa ada hambatan yang berarti. Shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya
dan para sahabatnya, dan juga kepada kita semua selaku umatnya yang Insya
Allah selalu mengikuti ajaran sunnahnya.

Makalah ini merupakan hasil observasi penulis dan merupakan salah satu
persyaratan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Psikologi Belajar “
dengan judul “ Sikap, Minat dan Motivasi dalam Belajar ” di Universitas Islam
Raden Rahmat Malang.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini dan jauh dari sempurna, itu dikarenakan keterbatasan yang kami miliki. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada ALLAH lah
penulis pasrahkan semua, karena kebenaran hanyalah milik-Nya.

Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi
pembaca sekalian terutama untuk mahasiswa dengan program studi PAI.

Malang, 20 November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Minat 3
B. Pengertian Motivasi dan Jenis – jenisnya 4
C. Hubungan Motivasi dengan Kebutuhan Manusia 7
D. Motivasi dalam Belajar 12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 19

DAFTAR PUSTAKA 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya tentu diperlukan
partisipasi dari sang pelaku pembelajaran, yaitu siswa. Dan guru pun harus
mampu melihat bagaimana respon siswa terhadap pembalajaran. Sebagaimana
yang kita tahu bahwa sikap, minat dan motivasi sangat berperan dalam suksesnya
proses pembelajaran. Sikap, minat dan motivasi merupakan faktor internal
psikologis yang sangat berperan dalam proses belajar. Seseorang siswa akan mau
dan tekun dalam belajar atau tidak sangat tergantung dalam sikap, minat dan
motivasi yang ada pada dirinya. Semakin baik ketiga hal tersebut dimiliki siswa
maka semakin efektiflah proses pembelajaran tersebut

Motivasi memegang peranan yang penting dalam proses belajar. Apabila


guru dan orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada siswa atau
anaknya, maka dalam diri siswa atau anak akan timbul dorongan dan hasrat untuk
belajar lebih baik. Memberikan motivasi yang baik dan sesuai, maka anak dapat
men yadari akan manfaat belajar dan tujuan yang hendak dicapai dengan belajar
tersebut. Motivasi belajar juga diharapkan mampu menggugah semangat belajar,
terutama bagi para siswa yang malas belajar sebagai akibat pengaruh negatif dari
luar diri siswa. Selanjutnya dapat membentuk kebiasaan siswa senang belajar,
sehingga prestasi belajarnya pun dapat meningkat.

Pada hakekatnya inti dari pendidikan di sekolah adalah proses belajar


mengajar. Semua pihak yang tersangkut di dalamnya, baik kepala sekolah, guru,
konselor, siswa, petugas lainnya maupun orang tua siswa sangat mengharpkan
terjadinya proses belajar mengajar yang optimal. Terjadinya proses belajar yang
optimal, diharapkan siswa akan mampu meraih prestasi yang tinggi. Untuk itu,
selain senantiasa menyempurnakan sistem pengajarannya, disekolah juga
mengupayakan terjadinya motivasi belajar.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sikap dan minat?
2. Apa pengertian motivasi?
3. Apa hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia?
4. Bagaimana proses motivasi dalam belajar?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sikap dan minat.
2. Untuk mengetahui pengertian motivasi.
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia.
4. Untuk mengetahui proses motivasi dalam belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sikap Dan Minat


Menurut psikologi, sikap dan minat adalah merupakan pola reaksi individu
terhadap sesuatu stimulus/lingkungan. Sikap (attitude)diartikan sebagai suatu
kecendrungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka,
tidak suka atau acuh tak acuh. Kecendrungan mereaksi atau sikap seseorang
terhadap sesuatu hal , orang atau benda dengan demikian bisa tiga kemungkinan,
yaitu suka (menerima/senang);tidak suka (menolak/tidak senang); dan sikap acuh
tak acuh.
Perwujudan atau terjadinya sikap seseorang itu dapat di pengaruhi oleh faktor
pengetahuan , kebiasaan dan keyakinan; karena itu untuk membentuk
/membangkitkan suatu sikap yang positif atau untuk menghilangkan suatu sikap
yang negative dapat di lakukan dengan memberitahukan/menginformasikan
faedah atau kegunaan, dengan membiasakan atau dengan dasar keyakinan.
Adapun yang di maksud dengan minat (interesest) menurut psikologi adalah
suatu kecendrungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara
terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan terutama perasaan
senang, karena itu dapat dikatakan minat itu terjadi karena sikap senang kepada
sesuatu. Orang yang berminat kepada sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada
sesuatu itu.

2.1.1 Sikap dan Minat yang Menunjang Belajar


Sikap dan minat merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi
belajar. Dalam hal ini sikap yang akan menunjang belajar seseorang ialah sikap
positif (menerima/suka) terhadap bahan/mata pelajaran yang dipelajari, terhadap
guru yang mengajar dan terhadap lingkungan tempat dimana ia belajar seperti :
kondisi kelas, teman-temanya, sarana pengajaran dan sebagainya.
Adapun minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada
bahan/mata pelajaran dan kepada guru yang mengajarnya. Apabila siswa tidak

3
berminat kepada bahan/mata pelajaran juga kepada gurunya, maka siswa tidak
akan mau belajar. Oleh karena itu apabila siswa tidak berminat sebaiknya siswa di
bangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya,
agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.

2.1.2 Peranan Sikap dan Minat Dalam Belajar


Sikap dan minat salah satunya harus ada dalam belajar yaitu apabila tidak
ada minat kepada pelajaran/gurunya, paling tidak pada diri siswa itu harus ada
sikap yang positif (menerima) kepada pelajaran yang dipelajari atau kepada
gurunya. Sikap dan minat sebagai faktor psikologis berbeda peranannya dalam
belajar. Dalam proses belajar sikap itu berfungsi sebagai “dynamic force “ yaitu
sebagai kekuatan yang akan menggerakan orang untuk belajar. Jadi siswa yang
sikapnya negatif (menolak / tidak senang) kepada pelajar atau gurunya tidak akan
bergerak untuk mau belajar, sebaliknya siswa yang sikapnya positif akan
digerakan oleh sikapnya yang positif itu untuk mau belajar.
Peranan minat dalam belajar lebih besar atau kuat dari sikap yaitu minat
akan berperan sebagi “ Motifating Force “ yaitu sebagai kekuatan yang akan
mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat (Sikapnya senang) kepada
pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa
yang sikapnya hanya menerima pada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau
belajar tetapi sulit untuk bisa tekun karena tidak ada pendorongnya. 1

2.2 Motivasi dan Pentingnya Motivasi


2.2.1 Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti
”menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang.
Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang

1
Ismaini, maya. 2011. Psikologi Pendidikan .
(Online) (http://mayaismaini.blogspot.com/2011/09/psikologi-pendidikan-peranan-
sikap.html). Diakses pada 20 November 2018

4
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan (persistence pada tingkah laku tersebut.

Ames dan Ames (1984) didefinisikan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkunganya. Sebagai contoh, seorang
siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep
diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemaunnya.

Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu”(Cropley, 1985 ). Dalam konsep ini, siswa akan berusaha
mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang
akan diperoleh. Motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah
patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang berbagai kesulitan. Motivasi
juga ditunjukan melalui intensitas untuk kerja dalam melakukan suatu tugas.

Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang


ditandal dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan sikap dan perilaku individu belajar.2 Kartono
memandang motivasi sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia.3
Noor, melihat ada tiga kompnen utama yang terkandung dalam kata motivasi
yaitu kebutuhan, dorongan, tujuan. Dorongan dalam hal ini dipahami oleh Noor
sebagai “kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi
harapan”. Artinya sebagai kekuatan mental, dorongan berorientasi pada
pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada
tujuan tersebut dilihat oleh Noor sebagai inti dan motivasi. 4

2
Dimiyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2002),
hlm 80
3
Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung : Pioner Jaya, 1987),
hlm 290
4
M. Noor, Himpunan Istilah Psikologi (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), hlm
123

5
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Perannya yang khas adalah dalam hal penambahan gairah, merasa senang dan
semangat dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, akan memiliki
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.5

2.2.2 Jenis-jenis Motivasi


Secara umum, dalam hubungannya dengan belajar, para ahli sepakat
mengklasifikasikan motivasi ke dalam dua jenis menurut timbulnya, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Muhibbin Syah mengatakan secara umum motivasi diklasifikasikan menjadi 2
jenis yaitu:
1. Motivasi intrinsik. Adalah hal dan keadaan keadaan yang berasal dari dalam
diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Yang tergolong ke dalam klasifikasi ini adalah : perasaan menyenangi materi
dan kebutuhannya terhadap materi tersebut misalnya materi pelajaran tersebut
berhubungan dengan cita-cita masa depan siswa yang bersangkutan.6
2. Motivasi Ekstrinsik. Adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu
siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Yang tergolong
ke dalam motivasi eksternal ini adalah: pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib
sekolah, suri teladan orang tua/guru, dan lain-lain.7 Seorang guru sebaiknya
memahami juga, bahwa motivasi ekstrinsik, hanya efektif jika adanya
perangsang-perangsang dari luar yang mengakibatkan seorang siswa
mengubah tingkah lakunya secara efektif. Dalam kegiatan belajar mengajar,
motivasi ekstrinsik seringkali hanya memegang peranan yang kecil, namun
seringkali seorang guru menganggap dirinya mampu mengubah motivasi
internal dengan upaya tertentu (memberi hadiah atau hukuman). Motivasi
ekstrinsik ini, hanya akan efektif jika mot+ivasi intrinsik siswa mengalami

5
Sardiman, AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000) hlm 73
6
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hal 137
7
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 137.

6
perubahan dengan sendirinya melalui sejumlah pengalaman. Maka, seorang
guru sebaiknya tidak terlalu terpaku merencanakan motivasi eksternal yang
terlalu berlebihan, agar tidak membuat siswa hanya membeo tingkah laku atau
kemampuan yang dimilikinya.
Oemar Hamalik memperjelas: “motivasi intrinsik sebagai sound
motivation yang artinya adalah motivasi yang riil, yang memiliki nilai-nilai
yang sesungguhnya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar
situasi belajar-mengajar”.8

2.3 Hubungan Motivasi dengan Kebutuhan Manusia


Menurut teori kebutuhan manusia termotivasi untuk bertindak kalau ia ingin
memenuhi kebutuhannya. Para ahli psikologi mengartikan kebutuhan dalam
kaitannya dengan motivasi dengan cara yang berbeda-beda. Ahli psikologi
tertentu mementingkan kebutuhan fisik, seperti kebutuhan untuk makan, minum,
udara, istirahat dan seks yang memotivasi orang untuk bertingkah laku. Ahli
psikologi lain menekankan kebutuhan emosional, seperti kebutuhan disetujui,
disayangi dan dihargai. Ahli psikologi lain mementingkan kebutuhan kognitif,
seperti memecahkan informjasi-informasi yang bertentangan, berbeda atau tidak
sesuai. Ada lagi ahli psikologiyang percaya bahwa semua kebutuhan sama
pentingnya dalam mempengaruhi motivasi orang untuk bertingkah laku.
1. Jenjang Kebutuhan
Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan
herarkhis dari berbagai kebutuhan, dimana kebutuhan pertama menjadi dasar
untuk timbulnya kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah
terpuaskan, barulah manusia bergiat untuk memuaskan kebutuhan dan
berikutnya. Namun dalam waktu-waktu tertentu akan terjadi kebutuhan
bertumpang tindih. orang ingin makan bukan karena lapar saja tetapi makan
karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Seterusnya Maslow
menjelaskan bahwa pemuasan suatu kebutuhan mendorong timbulnya
kebutuhan baru yang menuntut pemuasan. Demikian seterusnya, sampai

8
Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2001), hlm. 163

7
terpuaskannya kebutuhan yang paling tinggi. Jika suatu kebutuhan telah
terpenuhi atau terpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tersebut tidak
akan muncul lagi untuk selama-lamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk
sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak
terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan
kebutuhan tersebut (Maslow, 1945).

Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan pertama atau dasar yang


dirasakan individu pertama kalinya, seperti lapar dan haus, harus dipuaskan
terlebih dahulu. Sebelum kebutuhan ini terpuaskan, individu belum akan
merasa perlu untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi atau kalau
kebutuhan yang lebih tinggi itu pun ada, ia diletakkan sebagai latar belakamng
saja yang pemuasannya dapat ditunda. Oleh karena itu menurut Maslow anak
yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Kebutuhan rasa
aman adalah kebutuhan tingakat berikutnya sesudah kebutuhan dasar yang
bersifat fisik. Contohnya, adalah kebutuhan untuk bebas dari berbagai
ancaman. Siswa yang merasa bahwa lingkungan sekolah kurang menjamin
keselamatannya, maka siswa ini tidak akan termotivasi dengan baik dalam
belajar. Kebutuhan dengan urutan kebutuhan Maslow adalah kebutuhan untuk
dicinta, dikasihi, dan dipelihara. Seseorang siswa yang merasa dikucilkan
atau dibenci oleh teman sebaya dan gurunya, tidak mungkin termotivasi
dengan baik dalam belajar. Kebutuhan keempat adalah kebutuhan harga diri,
yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Kepuasan terhadap
kebutuhan ini akan menimbulkan perasaan percaya diri, merasa berharga,
merasa kuat, merasa mampu, merasa berguna dalam hidup ini. Tetapi
sebaliknya, apabila kebutuhan ini tidak terpuaskan, diabaikan atau dihalangi
pemuasannya, maka muncul di dalam diri individ)u atau siswa perasaan tidak
berdaya (inferiority), lemah dan selalu meminta pertolongan orang lain.
Kebutuhan terakhir atau kebutuhan tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan ini baru akan muncul apabila semua kebutuhan lain telah
terpenuhi. Disini individu bebas untuk menampilkan seluruh potensinya
secara penuh. Dorongan untuk mengaktualisasikan diri sendiri meliputi

8
kebutuhan menjadi tahu, mengerti dan kesenangan untuk memuaskan aspek-
aspek kognitif yang paling dasar.

2. Kebutuhan Fisik
Maslow yakin bahwa kalau kebutuhan fisik tidak atau belum terpuaskan,
manusia tidak akan ada perhatiannya terhadap hal yang lain-lainnya.
Kesenangan fisik siswa dalam belajar menyokong perhatian yang baik dalam
belajar. Tempat duduk yang menyenangkan (tidak keras dan kaku), warna
meja dan perabotan lalinnya dalam kelas yang menarik bgai anak perlu
diadakan. Kursi dan meja hendaklah mudah dgeser-geser sesuai dengan
kebutuhan belajar dengan warna yang semarak.
Kesejahteraan fisik termasuk memenuhi kebutuhan untuk merasa aman
harus dirasakan anak disekolah. Anak-anak perlu perasaan terlindung, merasa
aman dari berbagai bahaya dan merasa terjamin keselamatan pribadi mereka.
Jika hal ini terjadi, maka sukar bagi siswa-siswa untuk memusatkan perhatian
dengan penuh dalam belajar.
3. Kebutuhan Emosional
a. Kebutuhan Memiliki Kecakapan Atau Kemampuan
Kebutuhan untuk memiliki kecakapan atau kemampuan adalah kebutuhan
organisme untuk mampu berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya. Kecakapan ini diperoleh secara berangsur-angsur melalui
belajar dalam jangka yang panjang. (Robert W. White, 1959).
Menurut kaum Humanis dorongan untuk memiliki kecakapan atau
kemampuan merupakan dorongan yang bersifat alamiah untuk belajar.
Menurut mereka dorongan ini bebas dari pengaruh lingkungan. Dorongan
ini timbulnya tidak tergantung kepada adanya hadiah, hukuman atau
keharusan-keharusan dari lingkungan. Purkey (1970) berpendapat bahwa
setiap siswa akan termotivasi secara instrinsik, kalau ada kepuasan di
dalam dirinya dalam menghadapi berbagai permasalahan di lingkungan.
Siswa ini terdorong untuk berprestasi selanjutnya dan berusaha untuk
mengontrol atau mengarahkan tingkah lakunya ke arah produktif.

9
b. Kebutuhan untuk Berprestasi
Setiap siswa berbeda kebutuhan berprestasinya. Ada siswa yang
memliliki motivasi berprestasi tinggi, ada pula yang rendah. Siswa
memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-
benar berasal dari dalam diri sendiri. Siwa ini tetap bekerja keras baik
dalam situasi bersang dengan orang lain, maupun dalam bekerja sendiri.
Siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung takut gagal
dan kurang mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi yang lebh
tinggi. David Mc. Cleland dan John W. Atknson (1965) telah
mengembangkan teori tentang motivasi yang berdasarkan kebutuhan
berprestasi. Mereka mengemukakan bahwa siswa-siswa yang memiliki
motivasi motivasi berprestasi tinggi tidak tertantang untuk memilih tugas-
tugas yang terlalu mudah atau terlalu sukar. Sisiwa-siswa seperti ini
memiliki kepercayaan diri dan mampu membuat perencanaan atau
perhitungan yang pantas dalam memilih tugas. Namun jika siswa
mengalami kegagalan terus-menerus maka mereka akan kehilangan
dorongan untuk berprestasi.
Kebutuhan untuk berprestasi dapat menjad suatu faktor yang memotivasi
dalam belajar. Jika aktifitas belajar disediakan dalam tahap-tahap atau
urutan yan tepat, maka hal itu semua akan memberikan kemungkinan
bagi siswa untuk merasa sukses. Demikian juga adanya pengukuran dan
kontrol terhadap aktifitas-aktifitas siswa tersebut. Dengan melihat hasil
pengukuran ini maka siswa terdorong untuk meningkatkan usaha
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c. Kebutuhan untuk Memiliki Harga Diri
Gambaran siswa tentang dirinya sendiri, terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang
dewasa lainnya dan ini mempengaruhi prestasinya di sekolah. Gambaran
siswa tentang dirinya mempengaruhi penampilsn atau prestasi siswa di
sekolah, dan pada gilirannya penampilan atau prestasi siswa di sekolah
mempengaruhi gambaran siswa tersebut tentang diri mereka sendiri
(Alvord & Glass, 1974). Siswa yang berprestasi belajarnya rendah akan

10
memiliki gambara yang negatif tentang dirinya (Black,1974). Sebaliknya
menurut Leveton (1975), siswa yang berprestasi tnggi, memiliki penilaian
yang positif tentang dirinya dan akibatnya ia cenderung menampilkan
prestasi yang baik secara terus-menerus. Akan dapat terjadi pula, menurut
Leveton, bahwa siswa yang berprestasi tinggi mempunyai penilaian diri
terlalu tinggi, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar untuk
mencapai prestas yang lebih tnggi pada masa-masa selanjutnya.
4. Kebutuhan Kognitif
a. Penghargaan untuk Berprestasi
Para ahli Humanistik menyatakan bahwa kebutuhan kognitif yang
menyangkut penghargaan untuk berprestasi ini terbentuk karena tingkah
laku individu mengakibatkan timbulnya kepuasan atau menyebabkan
timbulnya ketegangan. Secara jelas dapat dikatakan bahwa tingkah laku
dipengaruhi oleh akibat dari tingkah laku itu sendiri. Tidak heran jika
orang merobah tingkah lakunya dengan sangat cepat jika ia diberi tahu
bahwa tingkah lakunya itu akan mendapat penghargaan atau hadiah dan
ttingkah laku yang lain dapat dihukum dan orang itu harus menemukan
sendiri dari pengalaman pribadinya akibat dari tingkah laku tersebut
(Bandura, 1974).
b. Kebutuhan untuk “Resolve Conceptal Conlict”
Kebutuhan intelektual yang lain adalah kebutuhan untuk memcahkan
pertentangan yang bersifat konseptual atau suatu konsep yang tidak cocok
sehingga menjadi jelas dan dimengerti atau lebih berguna, atau
menjadikan konsep-konsep tersebut lebih sesuai dengan kerangka berfikir
logis (berlyne, 1965). Kebutuhan kognitif seperti ini dikaitkan oleh Piaget
dengan teori “equilibration”, yaitu suatu jenis belajar yang dimotivasi
oleh karena siswa melihat adanya pertentangan atau ketidakcocokan
antara dua atau lebih konsep. Kepuasan yang ingin dicapai adalah
terselesaikannya pertentangan tadi (Berlyne, 1965)
c. Kebutuhan Mendapatkan Rangsangan
Menyajikan rangsangan atau materi-materi pelajaran yang sepenuhnya
telah diketahui oleh siswa menyebabkan mereka merasa bosan dan

11
enggan untuk giat belajar (Murray, 1964). Guru dapat menyediakan
rangsangan-rangsangan untuk membangkitkan kebutuhan kognitif siswa
tanpa memerlukan perlengkapan khusus. Guru dapat merangsang siswa
dengan memberi kesempatan kepadanya mengadakan penjajakan mandiri
yang menyangkut materi pelajaran yang sedang dipelajari, misalnya
dengan mengadakan percobaan, tinajaun ke lapangan atau perpustakaan. 9

2.4 Motivasi dalam Belajar


Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada
yang instrinsik, atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut
berada ditangan para guru pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai
pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun pada
usia wajib belajar. Orangtua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang
hayat.

1. Unsur-unsur yang mempengaruhi Motivasi Belajar

Motivasi belajar ada di dalam diri siswa. Dalam kerangka pendidikan formal,
motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa pedagogis guru. Dengan
tindakan pembuatan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar, maka
guru menguatkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi
kemandirian siswa, motivasi belajar semakin meningkat pada tercapainya hasil
belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami
perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan
psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah
misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indera untuk mengucap kata.
Keberhasilan mengucap kata dari symbol pada huruf-huruf mendorong keinginan
menyelesaikan tugas membaca. (Monks, 1989; Singgih Gunarsa, 1990).

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

9
Prayitno, elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

12
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan
belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dan lain
sebagainya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan
kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan.
Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan,
bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh
perkembangan kepribadian.

Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat


memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran,
penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan
menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan
berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan
dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Kemauan telah disertai dengan
penghitungan dengan akal sehat. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu
yang sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita akan memperkuat
motivasi belajar instrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya cita-cita akan
memwujudkan aktualisasi diri. (Monks, 1989: 241-260; Schein, 1991: Singgih
Gunarsa, 1990: 183-199).

b. Kemampuan siswa

Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan


mencapainya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan
memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi Siswa

Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi


belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan
mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seorang siswa yang sehat,
kenyang, dan gembira akan mudah menguatkan perhatian. Dengan kata lain,
kondisi jasmani dan rohani siswa akan berpengaruh pada motivasi belajar.

d. Kondisi Lingkungan Siswa

13
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.Sebagai anggota
masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana
alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian
antarsiswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Oleh sebab itu, kondisi
lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu
dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan
indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran

Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang


mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman
sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.Lingkungan siswa
yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga
mengalami perubahan. Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar,
majalah, radio, televisi, dan film semakin menjangkau siswa. Kesemua
lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Oleh sebab itu, guru
professional diharapkan mampu memanfaatkan semua itu agar tercipta kondisi
dinamis yang bagus bagi pembelajaran dan untuk memotivasi belajar.

f. Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa

Guru adalah seorang pendidik yang professional dan juga seorang pendidik
yang berkembang. Tugas profesionalnyha mengharuskan dia belajar sepanjang
hayat. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilah yang baik.
Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan
upaya membelajarkan siswa. Partisipasi dan teladan perilaku yang baik
merupakan salah satu upaya membelajarkan siswa. Upaya guru
membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya
pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut:

1. Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah


2. Membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan
3. Membina belajar tertib pergaulan

14
4. Membina belajar tertib lingkungan sekolah.

Disamping itu, upaya pembelajaran secara individual tiap guru menghadapi


anak didiknya meliputi:

1. Pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib belajar


2. Pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna
3. Mendidik cinta belajar.

Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar sekolah.
Pusat pendidikan luar sekolah yang penting adalah keluarga, lembaga agama,
pramuka, dan pusat pendidikan pemuda lainnya. Guru professional dituntut
menjalin kerja sama pendagogis dengan pusat-pusat pendidikan tersebut.
Upaya mendidikkan belajar “tertib hidup” merupakan kerjasama sekolah dan
luar sekolah.

2. Upaya meningkatkan Motivasi Belajar

Menurut Sudirman A.M, ada beberapa bentuk dan cara yang menumbuhkan
motivasi yaitu:
1. Memberi angka
2. Hadiah
3. Saingan/Kompetisi
4. Harga diri
5. Menilai ulangan
6. Mengetahui hasil
7. Pujian
8. Hukuman
9. Hasrat untuk belajar
10. Minat
11. Tujuan yang diakui.”10

10
Sardiman, AM. Integrasi dan motivasi belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,
2003), hal. 95

15
a. Memberi Angka
Angka dalam hal ini merupakan simbol dari nilai kegiatan belajar. Angka-
angka yang baik bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat
kuat. Namun sebagai guru haruslah mengetahui bahwa pemaparan angka-
angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang
bermakna, langkah yang dilakukan adalah guru memberi angka. Angka dapat
dikaitkan dengan value yang terkandung dalam setiap pengetahuan yang
diajarkan kepada siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja, tetapi
keterampilan dan afektifnya.
b. Hadiah
Hadiah dapat sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian, karena hadiah
untuk sebuah pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berkat untuk pekerjaan tersebut.
c. Saingan/ Kompetisi
Saingan/kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong
belajar siswa. Persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Harga Diri
Membutuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan kepentingan tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertahankan harga dirinya adalah salah satu bentuk motivasinya yang
cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
memacu prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e. Menilai Ulangan
Para siswa akan menjaga giat belajarnya kalau mengetahui akan adanya
ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan itu juga merupakan sarana
motivasi, tetapi guru juga terlalu sering memberi ulangan karena bisa
membosankan siswa. Maka sebelum ulangan guru sebaiknya terlebih dahulu
memberitahukan akan adanya ulangan.
f. Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pelajaran apalagi kalau terjadi kemajuan akan
mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui grafik hasil

16
belajar meningkat, maka akan ada motivasi pada diri siswa untuk belajar terus
menerus dengan harapan-harapan hasilnya terus meningkat.
g. Pujian
Apabila ada siswa yang sukses atau berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang
positif sekaligus merupakan motivasi. Pemberiannya harus tepat, dengan
pujian yang tepat akan nampak suasana yang menyenangkan dan
mempertimbangkan gairah belajar.

h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara
tepat, dan bijak akan menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
i. Hasrat Untuk Belajar
Hasrat untuk belajar adalah unsur kesengajaan, ada maksud untuk, hal ini
lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
Hasrat berarti ada pada diri seseorang.
j. Minat
Motivasi erat hubungan dengan minat, motivasi muncul karena adanya
kebutuhan. Begitu juga dengan minat, sehingga tepatlah bahwa minat
merupakan alat motivasi yang pokok dalam proses belajar.
k. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui akan terima baik oleh siswa dan akan merupakan
alat motivasi yang sangat penting sekali dengan memahami tujuan yang harus
dicapai karena disana sangat berguna dan menguntungkan maka akan timbul
gairah untuk terus belajar. Guru mengembangkan dan mengarahkan hingga
dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.
Motivasi yang diberikan oleh guru kepada anak didik supaya anak didik
dapat terdorong untuk belajar di sekolah adalah dengan memberi angka
kepada siswa sebagai simbol atau nilai kegiatan di dalam belajar. Hadiah yang
diberikan sebagai penghargaan atau supaya pekerjaan belajarnya yang
membuat siswa termotivasi, saingan/kompetisi di dalam proses belajar

17
mengajar mengarahkan anak didik untuk lebih meningkatkan prestasi, ego
involmen (harga diri) yang dimiliki siswa hendaknya dapat digunakan guru
untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang akan dicapai dengan memberi
ulangan sebagai evaluasi di dalam mencapai hasil belajar yang dilakukan oleh
guru dapat mendorong anak didik untuk termotivasi dan bisa menjawab
ulangan yang diberikan mengetahui hasil belajar seseorang anak. Apabila
mengetahui hasil belajar dari evaluasi yang diberikan akan semangat
meningkatkan belajarnya serta adanya peran serta orang tua. Dengan lambang
tanda tangan orang tua untuk setiap hasil ulangan, pujian seorang guru
diberikan kepada anak didik merupakan reinforcement yang positif sekaligus
motivasi yang baik, hukuman merupakan reinforcement yang negatif tetapi
guru harus memberikan secara tepat dan bijak. Hasrat belajar yang dimiliki
anak didik dapat menghasilkan motivasi untuk hasil belajar siswa, minat guru
dapat memotivasi siswa dengan melihat minat yang dimiliki anak didik. Guru
dapat mengajar untuk memberikan pengetahuan untuk mencapai tujuan
belajar, guru haruslah dapat mengarahkan siswa yang rajin menjadi belajar
lebih bermakna sehingga hasilnyapun akan bermakna bagi kehidupan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perilaku belajar dilakukan oleh si pebelajar. Pada diri si pebelajar terdapat


kekuatan mental penggerak belajar. Kekuatan mental yang berupa keinginan,
perhatian, dan kemauan atau cita-cita itu disebut motivasi belajar. Komponen
utama motivasi tersebut adalah kebutuhan, dorongan, dan tujuan si pebelajar.
Motivasi belajar sangat penting dipahami oleh siswa maupun guru

Beberapa ahli menitik beratkan segi-segi tertentu dari motivasi. Maslow


membedakan lima tingkat kebutuhan. McCleland mengemukakan tiga jenis
kebutuhan dasar. Sedangkan Hull menunjukkan pentingnya kebutuhan organisme
dalam perkembangan motivasi.

Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
motivasi primer dan motivasi sekunder. Adapun sifat motivasi dibedakan menjadi
motivasi internal dan eksternal. Disamping itu ada juga ahli yang membedakan
adanya motivasi instrinsik dan ekstrinsik.

Adanya pandangan beberapa ahli yang menekankan segi-segi tertentu pada


motivasi tersebut justru mengisyaratkan guru bertindak taktis dan kreatif dalam
mengelola motivasi belajar siswa. Motivasi belajar dihayati, dialami dan
merupakan kekuatan mental pebelajar dalam belajar. Dari sisi siswa, motivasi
tersebut perlu dihidupkan terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan
dijadikan dampak pengiring, yang selanjutnya menimbulkan program belajar
sepanjang hayat. Dari sisi guru, motivasi belajar pada pebelajar berada pada
lingkup program dan tindak pembelajaran. Oleh karena itu, guru berpeluang untuk
meningkatkan, mengembangkan dan memelihara motivasi belajar dengan
optimalisasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono.1994.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Dikti.

Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.
137.
Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2001), hlm. 163
Sardiman, AM. Integrasi dan Motivasi Belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 2003), hal. 89
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm :
137
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996) hlm
64
Prayitno, elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Ismaini, maya. 2011. Psikologi Pendidikan .
(Online) (http://mayaismaini.blogspot.com/2011/09/psikologi-pendidikan-
peranan-sikap.html). Diakses pada 20 November 2018
Tirman. Motivasi dalam Pembelajaran.

(Online). (http://tirman.wordpress.com/motivasi-dalam-pembelajaran/).
Diakses pada 20 November 2018

Yahyanurkan.2015. Motivasi Belajar.

(Online) (http://yahyanurkan.blogspot.com/2015/04/motivasi-belajar.html)
Diakses pada 20 November 2018

20

Anda mungkin juga menyukai