Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu : Siti Muawanatul Hasanah, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Mifta Arifa’aini
2. Rabi’ah Al Adawiyah
3. Uais Abi Baihaqi
Makalah ini merupakan hasil observasi penulis dan merupakan salah satu
persyaratan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Psikologi Belajar “
dengan judul “ Sikap, Minat dan Motivasi dalam Belajar ” di Universitas Islam
Raden Rahmat Malang.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi
pembaca sekalian terutama untuk mahasiswa dengan program studi PAI.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Minat 3
B. Pengertian Motivasi dan Jenis – jenisnya 4
C. Hubungan Motivasi dengan Kebutuhan Manusia 7
D. Motivasi dalam Belajar 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sikap dan minat?
2. Apa pengertian motivasi?
3. Apa hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia?
4. Bagaimana proses motivasi dalam belajar?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sikap dan minat.
2. Untuk mengetahui pengertian motivasi.
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia.
4. Untuk mengetahui proses motivasi dalam belajar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berminat kepada bahan/mata pelajaran juga kepada gurunya, maka siswa tidak
akan mau belajar. Oleh karena itu apabila siswa tidak berminat sebaiknya siswa di
bangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya,
agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.
Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti
”menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang.
Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang
1
Ismaini, maya. 2011. Psikologi Pendidikan .
(Online) (http://mayaismaini.blogspot.com/2011/09/psikologi-pendidikan-peranan-
sikap.html). Diakses pada 20 November 2018
4
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan (persistence pada tingkah laku tersebut.
Ames dan Ames (1984) didefinisikan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkunganya. Sebagai contoh, seorang
siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep
diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemaunnya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu”(Cropley, 1985 ). Dalam konsep ini, siswa akan berusaha
mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang
akan diperoleh. Motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah
patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang berbagai kesulitan. Motivasi
juga ditunjukan melalui intensitas untuk kerja dalam melakukan suatu tugas.
2
Dimiyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2002),
hlm 80
3
Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung : Pioner Jaya, 1987),
hlm 290
4
M. Noor, Himpunan Istilah Psikologi (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), hlm
123
5
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Perannya yang khas adalah dalam hal penambahan gairah, merasa senang dan
semangat dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, akan memiliki
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.5
5
Sardiman, AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000) hlm 73
6
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hal 137
7
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 137.
6
perubahan dengan sendirinya melalui sejumlah pengalaman. Maka, seorang
guru sebaiknya tidak terlalu terpaku merencanakan motivasi eksternal yang
terlalu berlebihan, agar tidak membuat siswa hanya membeo tingkah laku atau
kemampuan yang dimilikinya.
Oemar Hamalik memperjelas: “motivasi intrinsik sebagai sound
motivation yang artinya adalah motivasi yang riil, yang memiliki nilai-nilai
yang sesungguhnya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar
situasi belajar-mengajar”.8
8
Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2001), hlm. 163
7
terpuaskannya kebutuhan yang paling tinggi. Jika suatu kebutuhan telah
terpenuhi atau terpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tersebut tidak
akan muncul lagi untuk selama-lamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk
sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak
terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan
kebutuhan tersebut (Maslow, 1945).
8
kebutuhan menjadi tahu, mengerti dan kesenangan untuk memuaskan aspek-
aspek kognitif yang paling dasar.
2. Kebutuhan Fisik
Maslow yakin bahwa kalau kebutuhan fisik tidak atau belum terpuaskan,
manusia tidak akan ada perhatiannya terhadap hal yang lain-lainnya.
Kesenangan fisik siswa dalam belajar menyokong perhatian yang baik dalam
belajar. Tempat duduk yang menyenangkan (tidak keras dan kaku), warna
meja dan perabotan lalinnya dalam kelas yang menarik bgai anak perlu
diadakan. Kursi dan meja hendaklah mudah dgeser-geser sesuai dengan
kebutuhan belajar dengan warna yang semarak.
Kesejahteraan fisik termasuk memenuhi kebutuhan untuk merasa aman
harus dirasakan anak disekolah. Anak-anak perlu perasaan terlindung, merasa
aman dari berbagai bahaya dan merasa terjamin keselamatan pribadi mereka.
Jika hal ini terjadi, maka sukar bagi siswa-siswa untuk memusatkan perhatian
dengan penuh dalam belajar.
3. Kebutuhan Emosional
a. Kebutuhan Memiliki Kecakapan Atau Kemampuan
Kebutuhan untuk memiliki kecakapan atau kemampuan adalah kebutuhan
organisme untuk mampu berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya. Kecakapan ini diperoleh secara berangsur-angsur melalui
belajar dalam jangka yang panjang. (Robert W. White, 1959).
Menurut kaum Humanis dorongan untuk memiliki kecakapan atau
kemampuan merupakan dorongan yang bersifat alamiah untuk belajar.
Menurut mereka dorongan ini bebas dari pengaruh lingkungan. Dorongan
ini timbulnya tidak tergantung kepada adanya hadiah, hukuman atau
keharusan-keharusan dari lingkungan. Purkey (1970) berpendapat bahwa
setiap siswa akan termotivasi secara instrinsik, kalau ada kepuasan di
dalam dirinya dalam menghadapi berbagai permasalahan di lingkungan.
Siswa ini terdorong untuk berprestasi selanjutnya dan berusaha untuk
mengontrol atau mengarahkan tingkah lakunya ke arah produktif.
9
b. Kebutuhan untuk Berprestasi
Setiap siswa berbeda kebutuhan berprestasinya. Ada siswa yang
memliliki motivasi berprestasi tinggi, ada pula yang rendah. Siswa
memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-
benar berasal dari dalam diri sendiri. Siwa ini tetap bekerja keras baik
dalam situasi bersang dengan orang lain, maupun dalam bekerja sendiri.
Siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung takut gagal
dan kurang mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi yang lebh
tinggi. David Mc. Cleland dan John W. Atknson (1965) telah
mengembangkan teori tentang motivasi yang berdasarkan kebutuhan
berprestasi. Mereka mengemukakan bahwa siswa-siswa yang memiliki
motivasi motivasi berprestasi tinggi tidak tertantang untuk memilih tugas-
tugas yang terlalu mudah atau terlalu sukar. Sisiwa-siswa seperti ini
memiliki kepercayaan diri dan mampu membuat perencanaan atau
perhitungan yang pantas dalam memilih tugas. Namun jika siswa
mengalami kegagalan terus-menerus maka mereka akan kehilangan
dorongan untuk berprestasi.
Kebutuhan untuk berprestasi dapat menjad suatu faktor yang memotivasi
dalam belajar. Jika aktifitas belajar disediakan dalam tahap-tahap atau
urutan yan tepat, maka hal itu semua akan memberikan kemungkinan
bagi siswa untuk merasa sukses. Demikian juga adanya pengukuran dan
kontrol terhadap aktifitas-aktifitas siswa tersebut. Dengan melihat hasil
pengukuran ini maka siswa terdorong untuk meningkatkan usaha
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c. Kebutuhan untuk Memiliki Harga Diri
Gambaran siswa tentang dirinya sendiri, terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang
dewasa lainnya dan ini mempengaruhi prestasinya di sekolah. Gambaran
siswa tentang dirinya mempengaruhi penampilsn atau prestasi siswa di
sekolah, dan pada gilirannya penampilan atau prestasi siswa di sekolah
mempengaruhi gambaran siswa tersebut tentang diri mereka sendiri
(Alvord & Glass, 1974). Siswa yang berprestasi belajarnya rendah akan
10
memiliki gambara yang negatif tentang dirinya (Black,1974). Sebaliknya
menurut Leveton (1975), siswa yang berprestasi tnggi, memiliki penilaian
yang positif tentang dirinya dan akibatnya ia cenderung menampilkan
prestasi yang baik secara terus-menerus. Akan dapat terjadi pula, menurut
Leveton, bahwa siswa yang berprestasi tinggi mempunyai penilaian diri
terlalu tinggi, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar untuk
mencapai prestas yang lebih tnggi pada masa-masa selanjutnya.
4. Kebutuhan Kognitif
a. Penghargaan untuk Berprestasi
Para ahli Humanistik menyatakan bahwa kebutuhan kognitif yang
menyangkut penghargaan untuk berprestasi ini terbentuk karena tingkah
laku individu mengakibatkan timbulnya kepuasan atau menyebabkan
timbulnya ketegangan. Secara jelas dapat dikatakan bahwa tingkah laku
dipengaruhi oleh akibat dari tingkah laku itu sendiri. Tidak heran jika
orang merobah tingkah lakunya dengan sangat cepat jika ia diberi tahu
bahwa tingkah lakunya itu akan mendapat penghargaan atau hadiah dan
ttingkah laku yang lain dapat dihukum dan orang itu harus menemukan
sendiri dari pengalaman pribadinya akibat dari tingkah laku tersebut
(Bandura, 1974).
b. Kebutuhan untuk “Resolve Conceptal Conlict”
Kebutuhan intelektual yang lain adalah kebutuhan untuk memcahkan
pertentangan yang bersifat konseptual atau suatu konsep yang tidak cocok
sehingga menjadi jelas dan dimengerti atau lebih berguna, atau
menjadikan konsep-konsep tersebut lebih sesuai dengan kerangka berfikir
logis (berlyne, 1965). Kebutuhan kognitif seperti ini dikaitkan oleh Piaget
dengan teori “equilibration”, yaitu suatu jenis belajar yang dimotivasi
oleh karena siswa melihat adanya pertentangan atau ketidakcocokan
antara dua atau lebih konsep. Kepuasan yang ingin dicapai adalah
terselesaikannya pertentangan tadi (Berlyne, 1965)
c. Kebutuhan Mendapatkan Rangsangan
Menyajikan rangsangan atau materi-materi pelajaran yang sepenuhnya
telah diketahui oleh siswa menyebabkan mereka merasa bosan dan
11
enggan untuk giat belajar (Murray, 1964). Guru dapat menyediakan
rangsangan-rangsangan untuk membangkitkan kebutuhan kognitif siswa
tanpa memerlukan perlengkapan khusus. Guru dapat merangsang siswa
dengan memberi kesempatan kepadanya mengadakan penjajakan mandiri
yang menyangkut materi pelajaran yang sedang dipelajari, misalnya
dengan mengadakan percobaan, tinajaun ke lapangan atau perpustakaan. 9
Motivasi belajar ada di dalam diri siswa. Dalam kerangka pendidikan formal,
motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa pedagogis guru. Dengan
tindakan pembuatan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar, maka
guru menguatkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi
kemandirian siswa, motivasi belajar semakin meningkat pada tercapainya hasil
belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami
perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan
psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah
misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indera untuk mengucap kata.
Keberhasilan mengucap kata dari symbol pada huruf-huruf mendorong keinginan
menyelesaikan tugas membaca. (Monks, 1989; Singgih Gunarsa, 1990).
9
Prayitno, elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
12
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan
belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dan lain
sebagainya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan
kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan.
Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan,
bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh
perkembangan kepribadian.
b. Kemampuan siswa
c. Kondisi Siswa
13
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.Sebagai anggota
masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana
alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian
antarsiswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Oleh sebab itu, kondisi
lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu
dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan
indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.
Guru adalah seorang pendidik yang professional dan juga seorang pendidik
yang berkembang. Tugas profesionalnyha mengharuskan dia belajar sepanjang
hayat. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilah yang baik.
Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan
upaya membelajarkan siswa. Partisipasi dan teladan perilaku yang baik
merupakan salah satu upaya membelajarkan siswa. Upaya guru
membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya
pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut:
14
4. Membina belajar tertib lingkungan sekolah.
Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar sekolah.
Pusat pendidikan luar sekolah yang penting adalah keluarga, lembaga agama,
pramuka, dan pusat pendidikan pemuda lainnya. Guru professional dituntut
menjalin kerja sama pendagogis dengan pusat-pusat pendidikan tersebut.
Upaya mendidikkan belajar “tertib hidup” merupakan kerjasama sekolah dan
luar sekolah.
Menurut Sudirman A.M, ada beberapa bentuk dan cara yang menumbuhkan
motivasi yaitu:
1. Memberi angka
2. Hadiah
3. Saingan/Kompetisi
4. Harga diri
5. Menilai ulangan
6. Mengetahui hasil
7. Pujian
8. Hukuman
9. Hasrat untuk belajar
10. Minat
11. Tujuan yang diakui.”10
10
Sardiman, AM. Integrasi dan motivasi belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,
2003), hal. 95
15
a. Memberi Angka
Angka dalam hal ini merupakan simbol dari nilai kegiatan belajar. Angka-
angka yang baik bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat
kuat. Namun sebagai guru haruslah mengetahui bahwa pemaparan angka-
angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang
bermakna, langkah yang dilakukan adalah guru memberi angka. Angka dapat
dikaitkan dengan value yang terkandung dalam setiap pengetahuan yang
diajarkan kepada siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja, tetapi
keterampilan dan afektifnya.
b. Hadiah
Hadiah dapat sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian, karena hadiah
untuk sebuah pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berkat untuk pekerjaan tersebut.
c. Saingan/ Kompetisi
Saingan/kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong
belajar siswa. Persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Harga Diri
Membutuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan kepentingan tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertahankan harga dirinya adalah salah satu bentuk motivasinya yang
cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
memacu prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e. Menilai Ulangan
Para siswa akan menjaga giat belajarnya kalau mengetahui akan adanya
ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan itu juga merupakan sarana
motivasi, tetapi guru juga terlalu sering memberi ulangan karena bisa
membosankan siswa. Maka sebelum ulangan guru sebaiknya terlebih dahulu
memberitahukan akan adanya ulangan.
f. Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pelajaran apalagi kalau terjadi kemajuan akan
mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui grafik hasil
16
belajar meningkat, maka akan ada motivasi pada diri siswa untuk belajar terus
menerus dengan harapan-harapan hasilnya terus meningkat.
g. Pujian
Apabila ada siswa yang sukses atau berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang
positif sekaligus merupakan motivasi. Pemberiannya harus tepat, dengan
pujian yang tepat akan nampak suasana yang menyenangkan dan
mempertimbangkan gairah belajar.
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara
tepat, dan bijak akan menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
i. Hasrat Untuk Belajar
Hasrat untuk belajar adalah unsur kesengajaan, ada maksud untuk, hal ini
lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
Hasrat berarti ada pada diri seseorang.
j. Minat
Motivasi erat hubungan dengan minat, motivasi muncul karena adanya
kebutuhan. Begitu juga dengan minat, sehingga tepatlah bahwa minat
merupakan alat motivasi yang pokok dalam proses belajar.
k. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui akan terima baik oleh siswa dan akan merupakan
alat motivasi yang sangat penting sekali dengan memahami tujuan yang harus
dicapai karena disana sangat berguna dan menguntungkan maka akan timbul
gairah untuk terus belajar. Guru mengembangkan dan mengarahkan hingga
dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.
Motivasi yang diberikan oleh guru kepada anak didik supaya anak didik
dapat terdorong untuk belajar di sekolah adalah dengan memberi angka
kepada siswa sebagai simbol atau nilai kegiatan di dalam belajar. Hadiah yang
diberikan sebagai penghargaan atau supaya pekerjaan belajarnya yang
membuat siswa termotivasi, saingan/kompetisi di dalam proses belajar
17
mengajar mengarahkan anak didik untuk lebih meningkatkan prestasi, ego
involmen (harga diri) yang dimiliki siswa hendaknya dapat digunakan guru
untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang akan dicapai dengan memberi
ulangan sebagai evaluasi di dalam mencapai hasil belajar yang dilakukan oleh
guru dapat mendorong anak didik untuk termotivasi dan bisa menjawab
ulangan yang diberikan mengetahui hasil belajar seseorang anak. Apabila
mengetahui hasil belajar dari evaluasi yang diberikan akan semangat
meningkatkan belajarnya serta adanya peran serta orang tua. Dengan lambang
tanda tangan orang tua untuk setiap hasil ulangan, pujian seorang guru
diberikan kepada anak didik merupakan reinforcement yang positif sekaligus
motivasi yang baik, hukuman merupakan reinforcement yang negatif tetapi
guru harus memberikan secara tepat dan bijak. Hasrat belajar yang dimiliki
anak didik dapat menghasilkan motivasi untuk hasil belajar siswa, minat guru
dapat memotivasi siswa dengan melihat minat yang dimiliki anak didik. Guru
dapat mengajar untuk memberikan pengetahuan untuk mencapai tujuan
belajar, guru haruslah dapat mengarahkan siswa yang rajin menjadi belajar
lebih bermakna sehingga hasilnyapun akan bermakna bagi kehidupan.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
motivasi primer dan motivasi sekunder. Adapun sifat motivasi dibedakan menjadi
motivasi internal dan eksternal. Disamping itu ada juga ahli yang membedakan
adanya motivasi instrinsik dan ekstrinsik.
19
DAFTAR PUSTAKA
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.
137.
Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2001), hlm. 163
Sardiman, AM. Integrasi dan Motivasi Belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 2003), hal. 89
Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm :
137
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996) hlm
64
Prayitno, elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Ismaini, maya. 2011. Psikologi Pendidikan .
(Online) (http://mayaismaini.blogspot.com/2011/09/psikologi-pendidikan-
peranan-sikap.html). Diakses pada 20 November 2018
Tirman. Motivasi dalam Pembelajaran.
(Online). (http://tirman.wordpress.com/motivasi-dalam-pembelajaran/).
Diakses pada 20 November 2018
(Online) (http://yahyanurkan.blogspot.com/2015/04/motivasi-belajar.html)
Diakses pada 20 November 2018
20