LEUKOPLAKIA
DISUSUN OLEH:
KURNIAWAN ADE NOVRIANTO
G 99181039
Periode : 12 November – 26 November 2018
PEMBIMBING :
drg. VITA NIRMALA ARDANARI, Sp. Pros., Sp. KG.
0
HALAMAN PENGESAHAN
Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:
Leukoplakia
Oleh:
Kurniawan Ade Novrianto G 99181039
1
DAFTAR ISI
Hal
PENDAHULUAN .......................................................................................... 3
A. Definisi ........................................................................................... 5
C. Epidemiologi .................................................................................. 8
D. Etiologi …………………………………………………………… 9
E. Patofisiologi ……………………………………………………….. 11
G. Klasifikasi …………………………………………………………. 13
H. Diagnosis ………………………………………………………….. 18
I. Penatalaksanaan …………………………………………………… 21
SIMPULAN .................................................................................................... 24
SARAN ………………………………………………………………………. 25
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), Leukoplakia merupakan lesi
putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat
diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun
histologis berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta tidak dapat
dihubungkan dengan sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau
(Neville dan Day, 2002; Saukos, 2008).
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga
mulut berupa penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan sering
berpotensi menjadi suatu keganasan (Kayalvizhi, 2016). WHO mendefinisikan
leukoplakia sebagai sebuah plak putih dengan risiko peningkatan kanker mulut
dipertanyakan setelah menyingkirkan penyakit atau kelainan yang tidak
meningkatkan risiko. (Brouns et al, 2013)
B. Epidemiologi
Estimasi prevalensi global leukoplakia berkisar antara 0,5% - 3,46% dan
perubahan keganasan dari leukoplakia sekitar 0,7% - 2,9% (Feller, 2012).
Leukoplakia banyak ditemukan di India dimana masyarakat banyak merokok
(Petti, 2003). Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensi
meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut perkiraan, leukoplakia lebih
banyak dijumpai pada laki-laki berusia di atas 40 tahun (Napier, 2008).
C. Etiologi
Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut
beberapa ahli klinik, predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang
5
multipel yiatu: faktor lokal, faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin (Budiasuri,
2002).
1. Faktor Lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
1) Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
2) Iritasi dari gigi yang malposisi
3) Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
4) Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah
b. Bahan kimia atau termal
1) Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya
disebabkan oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu
merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat
di dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang
berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda yang
berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada
palatum yang disebut "Stomatitis Nicotine". Pada lesi ini, dijumpai
adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum.
Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi
penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya
"multinodular" dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli.
Kelenjar saliva yang membengkak dan terjadi perubahan di daerah
sekitarnya. Banyak penelitian yang kemudian berpendapat bahwa
lesi ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
2) Alkohol
6
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu
faktor yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena
pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
c. Bakteri
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit
periodontal yang disertai kebersihan mulut yang kurang baik.
2. Faktor Sistemik
Selain dari faktor yang terjadi secara lokal di atas, kondisi dari
membran mukosa mulut yang dipengaruhi oleh penyakit lokal maupun
sistemik berperan penting dalam meningkatkan efektifitas yang bekerja
secara lokal (Burket, 1994).
a. Penyakit sistemik, penyakit sistemik yang behubungan dengan
leukoplakia antara lain adalah sifilis tertier, anemia sidrofenik,
dan xeroftalmia yang disebabkan pleh penyakit kelenjar saliva.
b. Bahan-bahan yang diberikan secara sistemik seperti alkohol,
obat-obat antimetabollit, dan serum antilimfosit spesifik (Burket,
1994).
3. Faktor Malnutrisi Vitamin
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia
dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel
mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di
uvula merupakan manifestasi dari pemasukkan vitamin A yang tidak
cukup. Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip dengan
leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang
tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan
menimbulkan perubahan hiperkeratotik (Budiasuri, 2002).
D. Patofisiologi
7
Pasien dengan leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi berkembang
menjadi kanker. Penelitian oleh Downer, pada sejumlah pasien leukoplakia, 4%-
17% lesi berubah menjadi tumor maligna dalam waktu 20 tahun.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah
diferensiasi abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas
keratinisasi pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis yang
mukosa yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan perubahan
ketebalan dari jaringan epitelial (Reibel J, 2003).
Dasar molekuler pada perubahan tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa data penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi
onkogen/TSG, ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres
oksidatif dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada
leukoplakia (Kawanishi S & Murata M, 2006).
8
Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular
leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi
eritroplakia. Leukoplakia memiliki penampilan yang beragam, ada gejala yang
ditunjukkan pada bagian langit-langit mulut, mukosa pipi, bahkan lidah.
Leukoplakia ini sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Warna
Leukoplakia biasanya berupa perbedaan warna pada daerah yang terkena.
Perubahan warna tersebut berupa adanya sebidang wilayah kecil yang
berwarna putih atau keabuan. Tanda ini biasanya tidak dapat hilang
walaupun digosok atau dibersihkan. Terkadang, Leukoplakia dapat
menunjukkan warna merah atau warna gelap yang mengarah pada
erithroplakia, di mana kondisi ini menunjukkan gejala pada precancer
(kanker)
b. Tekstur
Tekstur dari leukoplakia pada wilayah yang terkena biasanya tidak
beraturan dan rata.Tidak ada pembengkakan atau jorokan ke dalam di
wilayah Leukoplakia.
c. Struktur
Pada leukoplakia ini, biasanya area leukoplakia akan mengalami penebalan
dan pengerasan. Contohnya, adanya leukoplakia pada dinding pipi bagian
dalam, akan terasa lebih keras dan tebal.
d. Rasa Sakit
Leukoplakia ditandai dengan bidang putih atau keabuan yang dominan.
Biasanya tanda ini disertai dengan adanya rasa sakit pada daerah lesi. Rasa
sakit ini biasanya berlangsung sampai dengan 2 minggu tanpa adanya
penyembuhan sendiri. Bila hal ini terjadi, penderita akan lebih baik
mengunjungi dokter gigi.
9
e. Jaringan
Secara mikroskopis, akan ada perubahan menetap dari jaringan yang
terkena leukoplakia. Sebagai contoh, perubahan struktur epitel pada
leukoplakia.
Leukoplakia dengan klasifikasi yang disebut Hairy Leukoplakia dapat terjadi
pada orang-orang yang sistem imunya lemah atau mereka yang sedang dalam
pengobatan. Leukoplakia ini perlu diketahui ciri-cirinya karena sering di anggap
sariawan oleh orang awam.
F. Klasifikasi
Berdasarkan ukuran lesi, klinis dan tingkatan patologis, WHO merumuskan
klasifikasi leukoplakia sebagai berikut (Warnakulasuriya, 2007):
10
Ukuran lesi Klinis Patologis
Lx- ukuran tidak spesifik C1- Homogen Px- Tidak spesifik
L1- kurang dari 2 cm, C2- Nonhomogen P0- Tidak ada displasia
single/multiple epitel
L2- 2-4 cm, single/multiple P1- Displasia epitel jelas
L3- lebih dari 4 cm,
single/multiple
Staging Klinis Patologis
Stage 1 L1P0 L1C1
Stage 2 L2P0 L2C1
Stage 3 L3P0 L3C1
Stage 4 L3P1 L3C2
11
akan mengalami perdarahan walau dengan trauma yang ringan.
Leukoplakia jenis ini jarang menjadi ganas.
3. Intermediate leukoplakia
Dapat dikatakan juga sebagai leukoplakia sub akut. Kemungkinan
merupakan bentuk awal dari leukoplakia kronik dan berada antara tipe
akut dan kronik.
Selain itu, leukoplakia juga dibedakan berdasarkan dua tipe klinis leukoplakia
yaitu homogen dan non homogen. Pada tipe homogen berupa lesi putih yang datar
dan tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan
yang halus atau berkerut. Teksturnya konsisten dan biasanya asimptomatik.
12
Gambar 8. Proliferative verrucous leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)
2. Oral erythroleukoplakia (OEL): lesi non-homogen dengan warna
campuran putih dan merah. Ini didefinisikan sebagai tambalan merah yang
berapi-api yang tidak bisa dicirikan seara klinis atau patologis sebagai
penyakit definitif lainnya. OEL menunjukkan potensi transformasi ganas
yang lebih tinggi daripada leukoplakia homogen (Warnakulasuriya, 2007)
13
Gambar 10. Sublingual keratosis (Scully dan Felix, 2005)
4. Candidal leukoplakia (CL): leukoplakia dengan gambaran lesi yang luas,
putih pekat, keras dan kasar pada permukannya (Scully et al., 1994)
14
Gambar 12. Oral hairy leukoplakia (Cade, 2017)
G. Diagnosis
Penegakan diagnosis leukoplakia masih sering mengalami kendala. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta
perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai
hiperkeratosis ringan namun dapat menjadi karsinoma sel skuamosa dengan
angka kematian yang tinggi. Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi
putih di area mukosa oral pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya
etiologi seperti riwayat merokok, infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti biopsi sangat
direkomendasikan untuk melihat perubahan histologis yang terjadi. Biopsi
dilakukan pada area yang paling tampak perubahannya. Pada pasien dengan
leukoplakia multifokal, biopsi dapat dilakukan pada beberapa tempat (field
mapping). Pemeriksaan histopatologis ini masih merupakan baku emas dalam
penegakan diagnosis leukoplakia (Thomson PJ & Hamadah O, 2007; Torres-
Rendon A et al., 2009).
Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka
batasan leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai
hanya sebagai deskripsi klinis (Neville dan Day, 2002). Jadi definisinya adalah
suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat
15
digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik
lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis, white
sponge naevus) (Neville dan Day, 2002).
Leukoplakia di diagnosis banding dengan lesi putih lain seperti likhen planus,
jamur, sifilis, leukoplakia berambut, atau karsinoma. Untuk menyingkirkan
diagnosis banding, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Pemeriksaan
yang teliti pada seluruh rongga mulut dan nodus limfa pada leher diperlukan
untuk membuat diagnose yang akurat dari leukoplakia mulut. Tes serological
deperlukan untuk mengeksklusi sifilis sebagai factor etiologi. Jika lesi
mengandung nodul keras, atau terdapat ulserasi atau papillomatous, atau terfixasi
dengan jaringan dasarnya, maka diperlukan biopsy untuk mengeksklusi bahwa
lesi tersebut disebabkan oleh kanker. Terdapat juga lesi lain dengan etiologi yang
tidak diketahui yang mungkin akan menyulitkan penegakan diagnosis. Psoriasis
merupakan salah satunya, lesi ini memiliki gambaran seperti renda (lacelike),
mengkilat dan lebih superficial dibandingkan dengan leukoplakia. Yang kedua
adalah lichen planus, biasanya tampak sebagai spot putih kecil hingga besar dapat
juga berbentuk gelang (annular) atau papular.
Terdapat beberapa rekomendasi mengenai alur penegakan diagnosis
leukoplakia, di antaranya dengan menggunakan diagram skematis yang dapat
membantu pengenali leukoplakia dengan cara mengeliminasi penyakit-penyakit
mukosa lain (Warnakulasuriya, 2007).
16
Plak putih
Diagnosis klinis
sementara leukoplakia
Biopsi:
Konfirmasi penyakit lain yang
Menyingkirkan penyakit
telah diketahui
lain yang telah diketahui
Leukoplakia tanpa
displasia
Gambar 13. Skema diagnosis leukoplakia.
17
Gambar 14. Algoritma diagnosis lesi putih pada mulut (Kai dan Ajith, 2009).
H. Penatalaksanaan
Leukoplakia berpotensi untuk menjadi keganasan, ketika menghadapi dua
atau tiga lesi, pilihan terapi adalah pembedahan. Pada leukoplakia multipel atau
berukuran besar, pembedahan menjadi tidak praktis karena akan mengakibatkan
deformitas yang tidak dapat diterima atau disabilitas fungsional. Terapi dapat
berupa pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan laser (laser surgery) atau
menggunakan bloemycin topikal. Akan tetapi, pada 30% kasus yang ditangani,
leukoplakia dapat terjadi kembali dan terapi tidak dapat menghentikan beberapa
leukoplakia berubah menjadi squamous cell carcinoma. Leukoplakia idiopatik,
leukoplakia non-homogen, leukoplakia pada daerah risiko tinggi mulut dan
leukoplakia yang menunjukkan displasia epitelial tingkat moderat atau berat, serta
leukoplakia yang mempunyai faktor risiko berubah menjadi keganasan harus
diterapi secara agresif. Perubahan warna, tekstur atau ukuran dan penampakan
18
leukoplakia harus diperhatikan sebagai kemungkinan perubahan keganasan (Lodi
dan Porter, 2008).
Menurut Longshore dan Camisa, berikut tatalaksana leukoplakia:
1. Hilangkan semua faktor penyebabnya
2. Tidak ada displasia atau ada displasia ringan bedah eksisi / operasi
laser pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit lunak
dan orofaring. Observasi dan tindak lanjut untuk semua lokasi anatomi
lainnya
3. Adanya displasia sedang atau berat bedah eksisi atau terapi laser adalah
perawatan pilihan
4. Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia) bedah adalah yang
terbaik
5. Proliferative verrucous leukoplakia bedah lengkap eksisi / operasi laser
jika memungkinkan
6. Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi (Longshore dan Camisa, 2002).
19
Termasuk dari komplikasi leukoplakia ialah kanker mulut. Dimana beberapa
dari leukoplakia akan berujung ke kanker. Leukoplakia merupakan gejala awal
dimana gejala awal dari suatu kanker mulut. Sedangkan dampak dari penyakit ini
berupa rasa tidak nyaman dimulut terutama ketika sedang memakan makanan yang
asam.
20
BAB III
SIMPULAN
Leukoplakia merupakan lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada
mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dan berbeda dengan penyakit lain di dalam
mulut. Predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yiatu:
faktor lokal, faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin. Perubahan patologis primer
yang terdapat pada leukoplakia adalah diferensiasi abnormal dari epitel mukosa.
Leukoplakia dapat di klasifikasikan berdasarkan onset kedalam 3 kelompok, yaitu:
acute leukoplakia, chronic leukoplakia, dan intermediate leukoplakia. Selain itu
leukoplakia juga dapat dibedakan berdasarkan dua tipe klinis leukoplakia yaitu
homogen dan non homogen.
Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di area mukosa oral
pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi seperti riwayat merokok,
infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang seperti biopsi sangat direkomendasikan untuk melihat perubahan
histologis yang terjadi karena leukoplakia memiliki kemungkinan untuk menjadi
ganas dalam beberapa tahun. Penatalaksanaan leukoplakia dilakukan dengan
menghilangkan semua faktor penyebabnya, dapat berupa pembedahan cryo
(cryosurgery), pembedahan laser (laser surgery) atau menggunakan bloemycin
topical. Prognosis leukoplakia sangat bagus bila ditemukan pada tingkat awal.
21
BAB IV
SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Kai HL, Ajith DP (2009). Oral white lesions: pitfalls of diagnosis. MJA volume 190.
No. 5. 190: p. 276
Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine, Radiology,
Pathology & Surgery 2(2):18-22
Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence
and critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69
Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral
leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235
Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia – an
Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93
Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health Organ 47:13-
9
Soames JV, Southam JC (1999) Oral Pathology. Oxford: Oxford University of Press.
p: 139-140
Soukos N (2008). Oral Leukoplakia, Idiopathic. In Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/853864-overview#showall - diakses 13
Desember 2017
Van der Waal, I (2009) Potentially malignant disorders of the oral and oropharyngeal
mucosa; terminology, classification and present concepts of management.
Oral Oncol 45: 317-323
Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007). Nomenclature and
classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of
Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580
World Health Organization Collaborating Centre for Oral Precancerous
lesions. Definition of leukoplakia and related lesions: an aid to studies on oral
precancer. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1978; 46: 518–39.
24