Anda di halaman 1dari 148

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-
kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan
menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium biologi, laboratorium
fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer,
dan laboratorium bahasa.

Dalam percobaan ini akan dilakukan beberapa percobaan yang berkaitan


erat dengan keterampilan dasar dalam bekerja di laboratorium kimia.
Laboratorium bagaikan sebuah dapur yang dilengkapi berbagai alat dan
bahan yang banyak menghiasi laboratorium, dan di dalam laboratorium
terdapat alat dan bahan yang tidak boleh dipakai sembarangan, karena
apabila salah pemakaian dan penggunaan akan berakibat buruk.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam bekerja adalah terlebih dahulu harus
mengenal beberapa alat yang diperlukan untuk membuat percobaan kimia.
Diantaranya adalah gelas kimia, labu erlenmeyer, neraca analitik, pipet
tetes, pipet ukur, gelas ukur, corong kaca, mortar dan alu, dan juga hot plate.

Alat adalah suatu benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Hal yang
harus diperhatikan adalah kebersihan dari alat yang digunakan. Kebersihan
dari alat dapat menunjang hasil pratikum. Apabila alat yang digunakan
tersebut tidak bersih, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Contohnya jika pada alat-alat tersebut masih tersisa zat-zat kimia, maka zat
tersebut dapat saja bereaksi dengan zat yang kita gunakan sesudahnya dan
dapat mengakibatkan kegagalan dalam pratikum.

1
Kesalahan dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang
didapat tidak akurat. Karena itu, pemahaman fungsi dan cara kerja peralatan
serta bahan harus mutlak dikuasai oleh praktikan sebelum melakukan
praktikum di laboratorium.

Namun sebelum menggunakan alat dan bahan tersebut, sebaiknya


mengetahui apa saja fungsi dan bagaimana cara penggunaan dari alat
maupun bahan tersebut yang diperlukan agar tidak terjadi kesalahan pada
saat percobaan.

Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diketahui dalam percobaan yaitu terlebih
dahulu harus mengenal dan mengetahui alat-alat maupun bahan yang
diperlukan dalam percobaan.

2
1.2 Tujuan Percobaan
a. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam praktikum
b. Mengetahui fungsi alat-alat yang digunakan dalam praktikum
c. Mengetahui kegunaan alat-alat yang digunakan selama praktikum

3
BAB II
PEMBAHASAN

No Gambar Alat Fungsi Cara Kerja


Kaca Arloji Sebagai wadah untuk - Letakkan kaca arloji di
menimbang bahan keadaan seimbang
kimia - Kemudian, letakkan
1.
padatan kimia yang
akan ditimbang pada
kaca arloji diatas
neraca
Spatula Untuk mengambil - Aduk bahan kimia
bahan kimia yang berbentuk padatan
berbentuk padatan secara perlahan dan
2.
juga diambil bahan
kimia berbentuk
padatan ke gelas kimia
Neraca Analitik Untuk menimbang - Letakkan bahan kimia
padatan kimia padatan di atas neraca
3. analitik menggunakan
kaca arloji diukur
sesuai percobaan
Pipet Tetes Mengambil cairan - Ambil cairan secara
dalam skala tetesan perlahan dengan
kecil menekan ujung pipet,
4.
keluarkan cairan secara
perlahan dengan skala
kecil

4
Pipet Ukur Untuk mengukur dan - Ukur cairan
memindahkan larutan menggunakan pipet
dengan volume tertentu pengukur dan bisa
5.
secara tepat dipindahkan larutan
bervolume tertentu
secara tepat
Gelas Ukur Untuk mengukur - Ukur cairan yang
volume larutan yang dipercobakan, contoh
tidak memerlukan asam sulfat secara
6.
tingkat ketelitian yang perlahan pada volume
tinggi dalam jumlah larutan dengan jumlah
tertentu tertentu
Labu Takar Untuk menyimpan - Pindahkan larutan
larutan dan menggunakan pipet
menampung filtrat hasil tetes ke labu takar, labu
7.
penyaringan takar sebagai wadah
penyimpanan filtrat dan
larutan
Corong Kaca Untuk menyaring - Saring campuran kimia
campuran kimia dengan dengan menggunakan
8. gravitasi corong kaca, sehingga
mendapatkan campuran
sesuai percobaan
Gelas Kimia Untuk mengukur - Masukkan campuran
volume larutan yang zat ke gelas kimia
tidak memerlukan untuk diukur serta
9.
ketelitian tinggi dan sebagai media
sebagai media
pemanasan cairan

5
Batang Pengaduk Untuk mengaduk cairan - Aduk cairan hingga
di dalam gelas kimia merata menggunakan
10.
batang pengaduk

Labu Erlenmeyer - Menampung filtrat - Letakkan labu


hasil penyaringan. erlenmeyer dibawah
- Menampung titran buret, buka kran buret
(larutan yang perlahan sambil
dititrasi) pada proses memegang labu
11.
titrasi. erlenmeyer dan
- Sebagai tempat untuk dihomogenkan
mereaksikan bahan
kimia dalam skala
besar
Bulb Digunakan untuk - Ditekan maka cairan

12. membantu proses dari ujung pipet akan


pengambilan cairan tersedot ke atas

Botol Semprot Digunakan untuk - Cara menggunakannya


menyimpan akuades dengan menekan badan
13.
dan membersihkan botol sampai airnya
antara cairan dan keluar
padatan

Buret Untuk mengeluarkan - Keluarkan larutan dari


larutan dengan volume dalam buret dengan
14. terentu, biasanya cara membuka kran
digunakan untuk titrasi yang terdapat diburet

6
Hot Plate Sebagai pemanas atau - Dihubungkan kabel hot
menaikkan suhu suatu plate ke terminal listrik
larutan - Diletakkan diatasnya
15.
suatu larutan yang
ingin dinaikkan
suhunya
Masker Untuk menghindari - Kenakan pada bagian
aroma suatu zat secara wajah di area hidung
16.
langsung dan mulut

Sarung Tangan Untuk melindungi - Masukkan sarung


tangan dari zat kimia tangan pada jari-jari
17.
berbahaya tangan

Toolbox Untuk menaruh alat- - Buka tutup toolbox lalu


alat praktikum masukkan alat-alat
18.
praktikum kedalamnya.

Spons Untuk menghasilkan - Masukkan spons


busa sabun atau kedalam cairan sabun
19. mencuci alat praktikum - Lalu diusapkan pada
alat praktikum

Termometer Untuk mengukur suhu - Dimasukkan atau


suatu zat diposisikan termometer
pada zat yang ingin
20. diukur suhunya
- Diamati suhu yang
terukur pada dinding
termometer

7
Rak Tabung Reaksi Untuk menempatkan - Letakkan pada
tabung reaksi permukaan bidang
yang datar
21.
- Letakkan tabung reaksi
pada tiap-tiap
tempatnya
Penjepit Tabung Menjepit tabung reaksi - Pegang penjepit tabung
Reaksi reaksi
- Tekan pegangan tabung
reaksi hingga ujungnya
terbuka
22.
- Lalu posisikan tabung
reaksi pada ujung
penjepit, kemudian
lemahkan pegangan
penjepit
Lampu Spiritus Untuk membakar - Nyalakan sumbu lampu
zat/memanaskan spiritus dengan korek
larutan api
- Posisikan tabung reaksi
23. yang berisi larutan
didaerah sekitar nyala
api tanpa mengenai
langsung permukaan
tabung reaksi
Korek Api Untuk menyalakan api - Tekan daerah gesek api
atau sumbu pada lampu lalu arahkan pada
24.
spiritus sumbu api

8
Gunting Untuk memotong - Pegang gagang gunting
kertas atau suatu zat lalu digerakkan terbuka
mulut gunting
25.
kemudian letakkan
benda pada ujung
gunting
Statif Dan Klem - Untuk menegakkan - Diletakkan didekat alat
buret, corong, yang akan disangga
corong pisah dan - Ditekan klemnya, lalu
peralatan gelas masukkan buret
lainnya pada saat
26.
digunakan
- Untuk memegang
peralatan gelas yang
dipakai pada proses
destilasi
Pipet Gondok Untuk memindahkan - Didekatkan pipet
zat cair dengan volume dengan cairan dan
atau kapasitas tertentu masukkan ujungnya
kedalam larutan
27.
- Ditekan bulb lalu
angkat setelah volume
terukur

Labu Alas Bulat - Untuk tempat - Diletakkan diatas hot


pemisahan zat plate atau heat mantle
- Dan juga untuk pada saat proses
29
tempat reaksi pemanasan
tertentu. - Dimasukkan larutan
kedalam labu alas bulat

9
Kondensor Untuk mengembunkan - Di letakkan di atas
kembali pelarut yang corong kaca pada saat
30 menguap proses destilasi

Selang Untuk penghubung atau - Di hubungkan selang


penyambung labu dari ember ke
destilasi dengan kondensor
31 pendingin yang
biasanya digunakan
untuk destilasi
penghilang pelarut
Ember Untuk menampung es - Dimasukkan es batu
batu yang akan kedalam hingga
32 dihubungkan dengan mencair menjadi air
pada kondensor dingin

Pompa Air Untuk memompa air - Air yang terdapat pada


dingin pada ember ember akan digerakkan
dengan sebuah motor
33
Air akan terus didorong
keluar menuju pipa
penyaluran
Adaptor Untuk menyambung - Disambungkan Ujung
pipa pendingin adaptor yang besar
(condenser) pada dengan ujung pipa
34 seperangkat peralatan pendingin sedangkan
desilasi ujung kesil dimasukkan
kedalam gelas/wadah
penampung destilat

10
Heat Mantle Untuk memanaskan - Dihubungkan kabel
larutan dan untuk heat mantle ke terminal
mencegah gradien suhu listrik. Lalu Diletakkan
35
yang tinggi sehinnga didalamnya suatu
mengurangi risiko dari larutan yang ingin
gelas pecah dinaikkan suhunya
Soxhlet Untuk memisahkan - Pelarut-pelarut organik
senyawa dari suatu dengan kepolaran yang
sampel semakin menigkat lalu
36.
ekstraksi dilakukan
dengan secara
berurutan
Alu Dan Mortar Untuk menghancurkan - Dimasukkan bahan
dan mencampurkan kimia berupa padatan
bahan yang bersifat ke dalam lumpang
37. padatan (mortar) dan gerus
hingga halus
menggunakan alu
(pastle)
Sifon Berfungsi sebagai - Bila pada sifon
perhitungan siklus pada larutannya penuh akan
proses ekstraksi jatuh ke labu alas bulat
maka hal ini
dinamakan 1 siklus.
38. Posisi sifon harus lebih
tinggi dari pada
sampelnya (agar
sampel yang berada
diposisi atas tidak
terendam oleh pelarut)

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
a. Praktikan telah mengetahui nama-nama alat laboratorium yang digunakan
pada praktikum.
b. Praktikan mengetahui sebagian cara kerja alat yang baik dan benar.
c. Praktikan mengetahui fungsi-fungsi alat yang akan digunakan pada
praktikum-praktikum selanjutnya.

3.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya dapat digunakan alat distiling flask
yang berguna untuk memisahkan dari larutan padatan maupun larutan cair
dalam proses destilasi.

12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Analisa kimia adalah peneyelidikan yang bertujuan untuk mencari susunan
penyesesuain atau campuran persenyawaan di dalam sampel. Analisa kimia
terdiridari analisa kualitatif yaitu penyelidikan mengenai kadar unsur atau ion
yang terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran. Suatu senyawa dapat
diuraikan menjadi anion dan kation. Analisa kuantitaf merupakan salah satu
cara paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya
dalam larutan. Dalam metode analisa,analisis kualitatif dapat digunakan
beberapa peraksi diantaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik, kedua
pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau kation dari suatu
larutan.

Analisa kualitatif terdapat dua aspek penting yaitu pemisahan dan identifikasi
dimana kedua aspek ini di sadari oleh kelarutan, sifat penguapan dan
ekskraksi. Analisa campuran kation-kation memerlukan pemisahan kation
secara sistematik dan golongan dan selanjunya diikuti masing-masing
golongan kedalam sub golongan dan komponen- komponennya.

Analisa kualitatif kation dan anion secara sistematis telah berkembang cukup
lama. Berkat kajian yang dilakukkan oleh Kari Remegius Fresenius sejak
tahun 1840. Analisa kualitatif untuk kalian dan anioin untuk kalion dan anion
dikasih secara terpisah.

Analisa kualitatif anion lebih sederhana dibanding dengan analisa kation,


tetapi analisa anion memrlukan ketelitian dalam melakukan observasi dari
gejala-gejala yang timbul.

13
Dalam metode analisis kualitatif, dapat di gunakan beberapa pereaksi
spesifik, kedua pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau
kation suatu larutan. Pada analisa kualitatif ada tiga reaksi yang dilakukan
untuk mengidentifikasi suatu sampel yaitu reaksi selektif, spesifik, sensitif

Oleh karena itu, pada praktikum kali ini akan dilakukan oercobaan dengan
menganalisa beberapa cuplikan dimana penguji dilakukan dengan
mereaksikan larutan cuplikan dengan pereaksi selektif, spesifik, dan sensitif
agar dapat diketahui logam apa yang terdapat pada larutan cuplikan.

14
1.2 Tujuan Percobaan
a. Untuk menegtahui faktor-faktor yang mempengerahui kelarutan.
b. Untuk mengetahui tentan reaksi spesifik,sensitif,dan selektif.
c. Untuk mengetahui perealsi sensitif yang digunakan pada golongan I.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam metode analisis kualitatif kita menggunakan pereaksi spesifik, kedua


pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis kation dan anion pada suatu larutan
Regensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum
adalah asam klorida, amonium sulfida, dan amonium karbonat. Klasifikasi ini
didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia. Reagensia ini
dengan membentuk endapan atau tidak. Sedangkan metode yang digunakan dalan
anion tidak sistematik kation (Keenan, 1999)

Analisis campuran kation-kation memerlukan pemisahan kation secara sistematik


dalam golongan dan selanjutnya diikuti pemisahan masing-masing golongan ke
dalam sub golongan dan komponen-komponennya. Pemisahan dalam golongan
didasarkan perbedaan sifat kimianya dengan cara menambahkan pereaksi yang
akan mengendapkan ion tertentu dan memisahkan dari ion-ion lainnya. Sebagai
suatu gambaran, penambahan HCl dalam larutan yang mengandung semua ion
hanya akan mengendapkan klorida dari ion-ion timbal (Pb2+), perak (Ag+) dan
raksa (Hg2+). Setelah ion-ion golongan ini diendapkan dan dipisahkan, ion-ion
lain yang ada dalam larutan tersebut dapat diendapkan dan penambahan H2S
dalam suasana asam. Setelah endapan dipisahkan perlakuan selanjutnya dengan
pereaksi tertentu memungkinkan terpisahnya golongan lain. Jadi dalam analisis
kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam 5 golongan, berdasarkan
sifat-sifat kation terhadap beberapa pereaksi antara lain adalah asam klorida,
hidrogen sulfida, amonium sulfida dan amonium karbonat. Umumnya klasifikasi
kation didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida dan karbonat dari
kation-kation (Vogel, 1985).

Didalam kation ada beberapa golongan yang memiliki ciri khas tertentu
diantaranya:

16
1. Golongan I: Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer. Ion golongan ini adalah Pb, Ag, Hg. Dalam suasana asam, klorida dan
kation dari golongan lain larut. Penggunaan asam klorida berlebih untuk
pengendapkan kation golongan I memiliki dua keuntungan yaitu memperoleh
endapan klorida semaksimal mungkin dan menghindari terbenuknya endapan
BIOCI dan SbOCI. Kelebihan asam klorida yang terlalu banyak dapat
menyebabkan AgCl dan PbCl2 larut kembali dalam bentuk kompleks
sedangkan klorida raksa (I), Hg, Cl2 , tetap stabil.
2. Golongan II: Kation golongan ini bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral
encer. Ion golongan ini adalah Hg, Bi, Cu, cd, As, Sb, Sn. Kation golongan II
dibagi dalam dua sub-golongan yaitu sub golongan tembaga dan sub golongan
arsenik. Dasar dari pembagian ini adalah kelarutan endapan sulfida dalam
ammonium polisulfida. Sementara sulfida dari sub golongan tembaga tidak
larut dalam regensia ini, sulfida dari sub grup arsenik melarut dengan
membentuk garam tio. Golongtan II sering disebut juga sebagai asam
hidrogen sulfida atau glongan tembaga timah. Klorida, nitrat, dan sulfat sangat
mudah larut dalam air. Sedangkan sulfida, hidroksida dan karbonatnya tak
larut.
3. Golongan III: Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida encer,
ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer (buffer
ammonium-amonium klorida). Namun kation ini membentuk endapan dengan
ammonium sulfida dalam suasana netral. Kation golongan ini Co, Fe, Al, Cr,
Co, Mn, Zn. Logam-logam diendapkan sebagai sulfida, kecuali aluminium
dan kromium, yang diendapkan sebagai hidroksida, karena hidrolisis yang
sempurna dari sulfida dalam larutan air.besi, almunium, dan mangan (sering
disertai sedikit mangan) atau golongan IIIA juga diendapkan sebagai
hidroksida oleh larutan amonia dengan adanya amonium klorida. Endapan
hidroksida pada golongan ini bermacam-macam. Kation golongan IIIB
diendapkan sebagai garam sulfidnya dengan mengalirkan gas H2S dalam

17
larutan analit yang suasananya basa (dengan larutan buffer NH4Cl dan
NH4OH).
4. Golongan IV: Kation golongan ini bereaksi dengan golongan I, II, III. Kation
ini membentuk endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya
ammonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit asam. Ion golongan ini
adalah Ba, Ca, Sr.
5. Golongan V: Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan regensia-
regensia golongan sebelumnya, merupakan golongan kation yang terakhir.
Kation golongan ini meliputi: Mg, K, NH4+. Untuk menentukan adanya kation
NH4+harus diambil dari larutan analit mula-mula. Untuk kotion-kation Ca2+,
Ba2+, Sr2+, Na+, dan K+. Identifikasi dapat dilakukan dengan uji nyala
(Harjadi, 1990).

Banyak reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan berperan penting dalam analisa


kualitatif. Endapan tersebut dapat berbentuk kristal atau koloid dan dengan warna
yang berbeda-beda. Pemisahan endapan dapat dilakukan dengan penyaringan atau
pun sentrifus. Endapan tersebut jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan suatu endapan adalah sama dengan konsentrasi molar
dari larutan jenuhya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti tekanan,
suhu, konsentrasi bahan lain dan jenis pelarut. Perubahan kelarutan dengan
perubahan tekanan tidak mempunyai arti penting dalam analisa kualitatif, karena
semua pekerjaan dilakukan dalam wadah terbuka pada tekanan atmosfer.
Kenaikan suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan endapan kecuali pada
pada beberapa endapan, seperti kalsium sulfat, berlaku sebaliknya. Perbedaan
kelarutan karena suhu ini dapat digunaan sebagai dasar pemisahan kation.
Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi bahan lain yang ada dalam
campuran larutan itu. Kelarutan endapan akan jika konsentrasi pereaksi yang
berlebih. Tetapi penambahan ini pada beberapa senyawa memberikan efek berupa
melarutkan endapan (Underwood, 1992).

18
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Bulb
e. Bunsen
f. Korek
g. Penjepit tabung

3.1.2 Bahan-bahan
a. Larutan Ag NO3
b. Larutan HCI
c. Larutan NH4OH
d. Larutan HNO3
e. Larutan HgCI2
f. Larutan KI
g. Larutan Pb (NO3)2
h. Larutan K2CR2O4
i. Larutan Bi (NO3)2
j. LarutanCuSO4
k. Larutan K4FE (CN)6
l. Larutan NaOH
m. Larutan NaCl
n. Larutan Cd (CH3CO2)2
o. Larutan FeCl3
p. Larutan FeDO4
q. Larutan KCNS

19
r. Larutan K3Fe (CN)6
s. Larutan NiSO4
t. Larutan CaCI2
u. Larutan SrCI2
v. Larutan MgCI2
w. Larutan NH4CO3
x. Larutan NH4CI
y. Larutan Na2CO2
a. Larutan NH3
b. Larutan COCI2
c. Spirtus
d. Akuades
e. Kertas label
f. Tisu

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Logam-logam golongan I
3.2.1.1 Argentum (Ag+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan asam klorida encer. Panaskan
menggunakan bunsen. Amati perubahan apa yang terjadi sebelum dan
sesudah larutan menjadi dingin.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tamahkan laritan kalium kromat.
Tambahkan asam nitral encer.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. amati yang terjadi.
d. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium iodide sedikit
demi sedikit hingga berlebih .amati yang terjadi.

20
3.2.1.2 Plumbun (Pb2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan asam klorida encer. Panaskan
menggunakan bunsen. Amati perubahan apa yang terjadi sebelum dan
sesudah larutan menjadi dingin.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tamahkan laritan kalium kromat.
Tambahkan asam nitral encer.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. amati yang terjadi.
d. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium iodide sedikit
demi sedikit hingga berlebih .amati yang terjadi.

3.2.2 Logam-logam golongan II


3.2.3.1 Merkuri (Hg2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium kromat.
Tambahkan asam nitrat encer. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium iodida sedikit
demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
d. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium klorida sedikit
demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.

3.2.3.2 Bismut (Bi3+)


a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium kromat.
Tambahkan asam nitrat encer. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium iodide sedikit
demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
d. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.

21
3.2.3.3 Cupri (Cu2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium kromat.
Tambahkan asam nitrat encer. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium iodide sedikit
demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
d. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.

3.2.3 Logam- logam III


3.2.3.1 Ferro (Fe2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium karbonat.
Amati yang terjadi
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium ferrisianida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.

3.2.3.2 Ferri (Fe3+)


a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
c. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium tiosianat. Amati
yang terjadi.

22
3.2.3.3 Nikel (Ni2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida.
Amati yang terjadi.

3.2.3.4 Cobalt (Co2+)


a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
sedikit demi sedikit hingga berlebih. Amati yang terjadi.
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium hidroksida.
Amati yang terjadi.

3.2.4 Logam- logam golongan IV


3.2.4.1 Kalsium (Ca2+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan ammonium karbonat.
Panaskan menggunakan Bunsen. Amati yang terjadi
b. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium karbonat. Amati
yang terjadi.

3.2.4.2 Magnesium (Mg2+)


a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan kalium karbonat. Amati
yang terjadi.

3.2.5 Logam- logam golongan V


3.2.5.1 Ammonium (NH4+)
a. Dimasukkan larutan cuplikan, tambahkan larutan natrium hidroksida
pekat. Amati yang terjadi. Apabila diperlukan lakukan pemanasan. Amati
yang terjadi.

23
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Hasil Pengamatan Uji Logam Golongan I, II, III, IV, Dan V
No. Perlakuan Pengamatan
1 Logam gol.I
a. Ag+ (argentum)
AgNO3 + HCl + Endapan putih dengan larutan putih agak
dipanaskan. bening.
AgNO3 + K2CrO4 + Endapan coklat dengan larutan kuning
HNO3. kecoklatan agak pekat.
AgNO3 + KI. Larutan putih agak kehijauan.
AgNO3 + KOH. Larutan abu-abu dan endapan coklat.
b Pb2+ (plumbum)
Pb(NO3)2 + HCl + Larutan bening.
dipanaskan.
Pb(NO3)2 + K2CrO4 + Larutan kuning bening.
HNO3.
Pb(NO3)2 + KOH. Larutan putih susu & larutan bening
Pb(NO3)2 + KI. Larutan bening
2 Logam gol.II
a. Hg2+ (merkuri)
HgCl2 + K2CrO4 + Larutan hijau lalu menjadi bening ketika
HNO3. ditambahkan HNO3.
HgCl2 + KOH. Larutan biru.
HgCl2 + KI. Larutan coklat.
HgCl2 + NaCl Larutan biru
b. Bi3+ (bismuth)
c. Bi(NO3)3 + K2CrO4 + Larutan kuning keruh

24
HNO3.
Bi(NO3)3 + KOH. Larutan bening.
Bi(NO3)3 + KI. Larutan hijau.
Bi(NO3)3 + NaOH. Larutan bening dan endapan putih.
d. Cu2+ (Cupri)
CuSO4 + K2CrO4 + Larutan bening.
HNO3.
CuSO4 + KOH. Endapan orange dan larutan bening.
CuSO4 + NaOH. Larutan bening dan endapan kuning.
CuSO4 + KI. Endapan merah & larutan merah jingga.
CuSO4+K4Fe(CN)6. Larutan hijau lumut & endapan coklat.
3 Logam gol.II
a. Fe2+ (ferro)
FeSO4 + Na2CO3. Endapan biru kehijauan dan larutan abu-abu.
FeSO4 + KOH. Endapan biru dan larutan abu-abu.
FeSO4 + K3Fe(CN)6. Larutan biru tua pekat.
Fe3+ (ferri)
b. FeCl3 + KSCN. Larutan merah darah.
FeCl3 + KOH. Larutan coklat orange dan endapan coklat
keorange.
FeCl3 + NaOH. Larutan coklat orange dan endapan coklat
keorange.
Ni2+ (nikel)
c. NiSO4 + DMG. Larutan merah muda bening.
NiSO4 + NaOH. Larutan hijau muda bening.
NiSO4 + KOH. Larutan hijau muda bening.
Co2+ (kobal)
d. CoCl2 + NaOH. Endapan abu-abu dan larutan abu-abu.
CoCl2 + KOH. Endapan abu-abu dan larutan bening.
4 Logam gol.IV

25
a. Ca2+ (kalsium)
CaCl2 + (NH4)2CO3. Larutan & endapan berwarna putih susu.
CaCl2 + K2CrO4. Larutan kuning bening.
b. Mg2+ (magnesium)
MgCl2 + K2CrO4. Larutan kuning bening.
5 Logam gol.V
NH4+ (ammonium)
NH4Cl + NaOH. Larutan bening.

4.2 Reaksi
4.2.1 Logam Golongan I
a. Ag+
AgNO3 (aq) + HCl (aq)  AgCl (s) putih + KNO3 (aq)
2AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq)  Ag2CrO4 (s) coklat + 2KNO3 (aq)
2Ag2CrO4 (s) + 4HNO3 (aq) ↔ 4AgNO3 (aq) + H2Cr2O7 (aq) + H2O (aq)
AgNO3 (aq) + KI (aq)  AgI (s) putih + KNO3 (aq)
AgNO3 (aq) + KOH (aq)  AgOH (s) coklat + KNO3 (aq)
b. Pb2+
Pb(NO3)2 (aq) + 2HCl (aq)  PbCl2 (s) putih + 2HNO3 (aq)
Pb(NO3)2 (aq) + K2CrO4 (aq)  PbCrO4 (s) kuning + 2KNO3 (aq)
2PbCrO4 (s) + 4HNO3 (aq) ↔ 4Pb(NO3)2 (aq) + H2Cr2O7 (aq) + H2O (aq)
Pb(NO3)2 (aq) + 2KI (aq)  PbI2 (aq) + 2KNO3 (aq)
PbI2 (aq) + 2KI (aq) ↔ K2[PbI4] (aq)

4.2.2 Logam Golongan II


a. Hg2+
HgCl2 (aq) + K2CrO4 (aq)  HgCrO4 (aq) + 2KNO3 (aq)
HgCrO4 (s) + 2HNO3 (aq) ↔ Hg(NO3)2 (aq) + H2CrO4 (aq)
HgCl2 (aq) + 2KOH (aq)  Hg(OH)2 (s) kuning + 2KCl (aq)
HgCl2 (aq) + 2KI (aq)  HgI2 (s) coklat + 2KCl (aq)
HgI2 (s) + 2KI (aq)  K2(HgI4) (aq)

26
HgCl2 (aq) + NaCl (aq)
b. Bi3+
2Bi(NO3)3 (aq) + 3K2CrO4 (aq)  Bi2(CrO4)3 (aq) + 6KNO3 (aq)
Bi2(CrO4)3 (s) + 3HNO3 (aq) ↔ Bi(NO3)3 (aq) + H2CrO4 (aq)
Bi(NO3)3 (aq) + 3KOH (aq)  Bi(OH)3 (s) + 3KNO3 (aq)
Bi(NO3)3 (aq) + 3NaOH (aq)  Bi(OH)3 (s) + 3NaNO3 (aq)
Bi(NO3)3 (aq) + 3KI (aq)  BiI3 (s) coklat tua + 3KNO3 (aq)
BiI3 (s) + KI (aq)  K(BiI4) (aq)
c. Cu2+
CuSO4 (aq) + K2CrO4 (aq)  CuCrO4 (aq) + K2SO4 (aq)
CuCrO4 (s) + 2HNO3 (aq) ↔ Cu(NO3)2 (aq) + H2CrO4 (aq)
CuSO4 (aq) + 2KOH (aq)  Cu(OH)2 (s) biru + K2SO4 (aq)
CuSO4 (aq) + 2KI (aq)  CuI2 (s) putih + K2SO4 (aq)
CuSO4 (aq) +2NaOH (aq)  Cu(OH)2 (s) biru + Na2SO4 (aq)
2CuSO4 (aq) + K4Fe(CN)6 (aq)  Cu2[Fe(CN)6] (aq) + 4K (aq)

4.2.3 Logam Golongan III


a. Fe2+
FeSO4 (aq) + Na2CO3 (aq)  FeCO3 (s) biru kehijauan + Na2SO4 (aq)
FeSO4 (aq) + 2KOH (aq)  Fe(OH)2 (s) hijau + K2SO4 (aq)
FeSO4 (aq) + K3Fe(CN)6 (aq)  Fe2(SO4)3 (aq) + K4Fe(CN)6 (aq)
b. Fe3+
FeCl3 (aq) + 3KCNS (aq)  Fe(CNS)3 (aq) +3KCl (aq)
FeCl3 (aq) + 3KOH (aq)  Fe(OH)3 (s) coklat + 3KCl (aq)
FeCl3 (aq) + 3NaOH (aq)  Fe(OH)3 (s) coklat + 3NaCl (aq)
c. Ni2+
NiSO4 (aq) + 2C4H8O2N2 (aq)  Ni(C4H7O2N2) (s) merah + H2SO4 (aq)
NiSO4 (aq) + 2NaOH (aq)  Ni(OH)2 (s) hijau + Na2SO4 (aq)
NiSO4 (aq) + 2KOH (aq)  Ni(OH)2 (s) hijau + K2SO4 (aq)

27
d. Co2+
CoCl2 (aq) + 2KOH (aq)  Co(OH)2 (s) biru + 2KCl (aq)
CoCl2 (aq) + 2NaOH (aq)  Co(OH)2 (s) biru + 2NaCl (aq)

4.2.4 Logam Golongan IV


a. Ca2+
CaCl2 (aq) + (NH4)2CO3 (aq) CaCO3 (s) putih + 2NH4Cl (aq)
CaCl2 (aq) + K2CrO4 (aq)  CaCrO4 (aq) + 2KCl (aq)
b. Mg2+
MgCl2 (aq) + K2CrO4 (aq)  MgCrO4 (aq) + 2KCl (aq)

4.2.5 Logam Golongan V


NH4+
NH4Cl (aq) + NaOH (aq)  NH4OH (aq) + NaCl (aq)

4.3 Pembahasan
Pada uji logam golongan I diperoleh hasil pada AgNO3 dengan HCl lalu
dipanasakan yaitu terbentuknya endapan putih dengan larutan putih agak
bening. AgNO3 dengan K2CrO4 dan HNO3 membentuk endapan coklat
dengan larutan kuning kecoklatan agak pekat. AgNO3 dengan KI membentuk
larutan putih agak kehijauan. AgNO3 dengan KOH membentuk endapan
coklat dengan larutan abu-abu. Pada uji logam golongan I diperoleh hasil
pada Pb(NO3)2 dengan HCl lalu dipanasakan yaitu terbentuknya larutan
bening. Pb(NO3)2 dengan K2CrO4 membentuk larutan kuning bening.
Pb(NO3)2 dengan KI membentuk larutan bening. Pb(NO3)2 dengan KOH
membentuk endapan putih susu dengan larutan bening.

Pada uji logam golongan II diperoleh hasil pada HgCl2 dengan K2CrO4 dan
HNO3 membentuk larutan hijau lalu menjadi bening. HgC;2 dengan KI
membentuk larutan coklat. HgCl2 dengan KOH membentuk larutan biru. Dan
HgCl2 dengan NaCl membentuk larutan biru. Pada uji logam golongan II

28
diperoleh hasil pada Bi(NO3)3 dengan K2CrO4 dan HNO3 membentuk larutan
kuning keruh. Bi(NO3)3 dengan NaOH membentuk larutanbening dengan
endapan putih. Bi(NO3)3 dengan KOH membentuk larutan bening. Dan
Bi(NO3)3 dengan KI membentuk larutan hijau. Pada uji logam golongan II
diperoleh hasil pada CuSO4 dengan K2CrO4 dan HNO3 membentuk larutan
bening. CuSO4 dengan KI membentuk larutan merah jingga dengan endapan
merah. CuSO4 dengan KOH membentuk endapan orange dengan larutan
bening. CuSO4 dengan NaOH membentuk endapan kuning dengan larutan
bening. Dan CuSO4 dengan K4Fe(CN)6 membentuk endapan coklat dan
larutan hijau lumut.

Pada uji logam golongan III diperoleh hasil pada FeSO4 dengan Na2CO3
membentuk larutan abu-abu dan endapan biru kehijauan. FeSO4 dengan KOH
membentuk endapan biru tua dengan larutan abu-abu. FeSO4 dengan
K3Fe(CN)6 membentuk larutan biru tua pekat. Hasil pada FeCl3 dengan
KSCN membentuk larutan merah darah. FeCl3dengan KOH membentuk
endapan dan larutan coklat orange. FeCl3dengan NaOH membentuk larutan
dan endapan coklat orange. Hasil pada NiSO4 dengan DMG membentuk
larutan merah muda bening. NiSO4 dengan KOH membentuk larutan hijau
muda bening. NiSO4 dengan NaOH membentuk larutan hijau muda bening.
Hasil yang diperoleh pada CoCl2 dengan NaOH membentuk endapan dan
larutan abu-abu. Dan CoCl2 dengan KOH membentuk endapan abu abu dan
larutan bening.

Pada uji logam golongan IV diperoleh hasil pada CaCl2 dengan (NH4)2CO3
membentuk larutan dan endapan putih susu. CaCl2 dengan K2CrO4
membentuk larutan kuning bening. Pada uji logam golongan V diperoleh
hasil pada NH4Cl dengan NaOH membentuk larutan bening.

Fungsi perlakuan: pada uji logam golongan I, digunakan HCl pada AgNO3
dan Pb(NO3)2 yang berfungsi sebagai reagenesia selektif yang membaentuk

29
endapan putih, dan pemanasan larutan bertujuan untuk memprcepat reaksi
pembentukan endapan. Digunakan K2CrO4 pada AgNO3 akan membentuk
endapan coklat dan pada Pb(NO3)2 akan membentuk endapan kuning, dimana
K2CrO4 bertujuan sebagai reagnesia spesifik. Digunakan KI pada AgNO3
akan membentuk endapan putih dan pada Pb(NO3)2 akan membentuk larutan
bening, dimana KI bertujuan sebagai reagnesia spesifik. Digunakan KOH
pada AgNO3 akan membentuk endapan coklat dan pada Pb(NO3)2 akan
membentuk endapan putih, dimana KOH bertujuan sebagai reagnesia
spesifik.

Fungsi perlakuan: pada uji logam golongan II, digunakan K2CrO4 pada HgCl2
akan membentuk larutan hijau lalu bening, pada Bi(NO3)3 memmbentuk
larutan kuning keruh dan pada CuSO4 akan membentuk larutan bening,
dimana K2CrO4 bertujuan sebagai reagnesia spesifik dan digunakan HNO3
sebagai pemberi suasana asam. Digunakan KOH pada HgCl2 akan
membentuk endapan kuning, pada Bi(NO3)3 akan membentuk endapan putih
dan pada CuSO4 akan membentuk endapan biru, dimana KOH bertujuan
sebagai reagnesia spesifik. Digunakan KI pada HgCl2 akan membentuk
endapan coklat, pada Bi(NO3)3 akan membentuk endapan coklat dan pada
CuSO4 akan membentuk endapan putih, dimana KI bertujuan sebagai
reagnesia spesifik. Digunakan NaOH pada Bi(NO3)3 akan membentuk
endapan putih dan pada CuSO4 akan membentuk endapan biru, dimana
NaOH bertujuan sebagai reagnesia spesifik.

Factor kesalahan yaitu sulitnya menentukan warna larutan maupun endapan


yang terbentuk dengan teliti sehingga data yang diperoleh kurang akurat.

30
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:
a. Factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah Temperatur,
pelarut, pengaruh afinitas, pengaruh pH, efek Kompleks, dan tekanan
volume.
b. Reaksi spesifik adalah suatu reaksi dengan penambahan reagen akan
memberikan suatu peruabahan dengan cirri yang khas. Reaksi sensitive
adalah suatu reaksi dengan penambahan sedikit reagen saja, sudah
memberikan perubahan warna yang sangat khas. Reaksi selektif adalah
hasil-hasil reaksi yang dapat dikelompokkan suatu kation pada suatu
golongan tertentu.
c. Pereaksi sensitif pada golongan I adalah KI.

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan alkohol agar
dapat mempercepat pengendap. Dan dapat menggunakan kation-kation
yang lain seperti Natrium dan lain-lain. Agar hasil yang didapat beragam
dan dapat dibandingkan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Day RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia kuantitatif Edisi Kelima,
Erlangga. Jakarta

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Jakarta

Keenan,W. Kleinfelter. 1999. Kimia Untuk Universitas, Erlangga. Jakarta

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Pt Kalman


Media pustaka. Jakarta

32
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis volumetri ialah salah satu metode analisis kimia kuantitatif (jumlah
zat) yang didasakan pada pengukuran volume larutan yang telah diketahui
konsentrasinya terhadap larutan contoh/sampel yang belum diketahui
konsentrainya. Analisis volumetri memiliki beberapa jenis yaitu asam-basa,
pengendapan, kompleksometri, dan redoks. Titrasi redoks adalah reaksi atau
titrasi yang dimana dalam prosesnya melibatkan penggunaan electron dari tiap
reaktan.

Reaksi kimia yang dapat melibatkan reaksi reduksi-oksidasi dipergunakan


secara luas dalam analisis titrimetri. 0Ion-ion dari berbagai unsur atau
senyawa dapat hadir dalam kondisi reduksi atau oksidasi yang berbeda-beda.
Yang menghasilkan kemungkinan terjadinya banyak proses reduksi-oksidasi.
Banyak reaksi ini yang dapat memenuhi syarat untuk dipergunakan analisis
data volumetri dan penerapannya cukup luas.

Salah satu penerapan reaksi redoks dalam bidang industri yaitu senyawa yang
memiliki gugus alkohol primer R-OH atau aldehyde R-COH dapat dioksidasi
menjadi suatu senyawa yang bergugug asam karbosilat R-COOH. Contoh lain
seperti glukosa yang dioksidasi akan menghasilkan asam glikorunat. Sehingga
penggunaan reaksi redoks sangatlah penting untuk dipelajari, khususnya
dalam proses produksi di bidang industri. Salah satu penerapan reaksi redors
dalam proses analisis kimia di bidang industri yaitu menentukan kadar besi
dalam bijih besi dalam proses industri baja.

Olek karena itu, mempelajari reaksi redoks sangatlah diperlukan dalam


kehidupan sehari-hari dalam aplikasinya dengan menggunakan proses reaksi

33
redoks. Dimana reaksi redoks dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi/kadar dari suatu zat/sampel dengan menggunakan titrasi redoks.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui konsentrasi H2C2O4 secara praktek.
b. Untuk mengetahui konsentrasi KMnO4 yang dititrasi dengan H2C2O4.
c. Untuk mengetahui konsentrasi Fe2+ dalam air cuplikan dengan titrasi
permanganometri.

34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada reaksi redoks mengandung reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah
zat yang dalam reaksi asam oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat yang lain
dan zat yang dapat memberikan elektron kepada zat lain saat oksidator adalah zat
yang dalam reaksinya merupakan bilangan oksidasi, zat yang menyembuhkan
elektron dari zat lain (Keenan, 1986).

Reaksi kimia dapat digolongkan ke dalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah
dari redoks dengan memutar reduksi itu telah menghasilkan perkembangan pada
tahap reaksi reduksi dan oksidasi dengan pelepasan dan pengikatan oksigen,
oksidasi sebagai pengikut oksigen sementara reduksi beban dengan pelepasan
oksigen. Pada perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dengan
penangkapan dan pelepasan elektron dan elektron, yang disesuaikan dengan
bilangan oksidasinya (Underwood,1998)

Dikenal sebagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatometri,


serimetri, iodo-iodometri, dan bromatometri. Permangmometri adalah tritrasi
redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator Kuat) sebagai titran. Dalam
permanganometri tidak diperlukan indikator, karena titan bertindak sebagai
indikator (auto indikator). Kalium permanganat bukan merupakan bahan baku,
maka metode KMnO4 harus distandarisasi, antara lain arsen (III), Oksida (As2O3),
dan Natrium Oksalat (N2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk
menentukan kadar besi, kalsium, hidrogen peroksida. Pada nilai besi pada biji besi
mula-mula dilarutkan asam klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+,
baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-
mula kalsium diendapkan, dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat
(Khopkar, 1990).

35
Permanganometri merupakan suatu penetapan kadar atau reduktor dengan jalan
dioksidasi dengan larutan baku kalium permangat (KmnO4) dalam lingkungan
asam sulfat encer. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion
permangat. Oksidasi ini berlangsung dalam suasana asam, netral, dan alkalis
dimana kalium permangat merupakan oksidar yang kuat sebagi titran. Titran ini
didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permangat inilah
yang telah digunakan meluas lebih dari 100 tahun. Pada teknik titrasi ini biasa
digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sempel. Kalium
permangat merupakan peran oksidator yang baik untuk menentukan kadar besi
yang terdapat dalam sempel dalam suasana asam dengan menggunakan larutan
asam sulfat (H2SO4). Permanganometri bisa digunakan untuk menentukan kadar
belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya (Shevla, 1995).

Sedikit permangat dapat terpakai dalam pembentukkan klor. Reaksi ini terutama
kemungkinan akan terjadi pada garam-garam besi, kecuali jika tindakkan-
tindakkan pencegahan yang khusus diambil dengan asam bebas yang sedikit
berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah dan titrasi yang
lambat sambil terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai
minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan
karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Padapercobaan ini untuk
membakukan kalium permanganat dapat digunakan natrium oksalat yang
merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam
(Basset, 1994).

Materi yang digunakan saat titran dibuat dari zat yang kemurniaannya tidak pasti,
perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut bahan baku disebut baku.
Larutan standar primer adalah solusi dimana kadarnya dapat secara langsung dari
hasil penimbangan. Contohnya K2Cr2O4 seperti H2O3 dan sebagainya. Adapun
syarat-syarat dasar untuk larutan baku standar adalah: Mudah diperoleh dalam

36
bentuk murni, mempunyai kemurnian tinggi, mempunyai rumus molekul yang
pasti, mempunyai berat ekivalen yang tinggi jadi kesalahan dalam penimbangan
dapat diabaikan. Larutan strandar sekunder adalah adalah solusi dimana
konsentrasinya ditentukan dengan cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl,
AgNO3, KMnO4, dan lain-lain. Kebanyakan titrasi dapat dilakukan dalam keadaan
asam, disamping itu ada beberapa jenis yang sangat membantu dalam bahan-
bahan organik. Daya oksidasi MnO4 lebih kecil. Untuk menarik keseimbangan
kearah hasil titrasi diatasi Ba2+, yang dapat mengendapkan ion MnO42- sehingga
menjadi BaMnO4. Selain menggeser kesetimbangan ke kanan pengendapan ini
juga mencegah terjadinya reduksi MnO42- ini lebih lanjut (Harjadi, 1993).

Penetapan besi dalam bentuk biji besi merupakan salah satu fungsi penting dari
titrasi permanganat. Biji besi yang utama adalah oksida atau oksigen yang
terhidrasi: hermit (Fe2O3), mangnetit (Fe2O4), geoit, dan limotit (2Fe2O3.3H2O)
asam terbaik untuk melarutkan biji-biji besi adalah asam klorida. Oksidasi
terhidrasi mudah larut, sementara hematit dan magnetit melarutkan menjadi
lambat. Sebelum titrasi dengan permanganat besi (III) harus direduksi menjadi
besi (II). Reduksi ini dilakukan oleh timah (II) klorida. Aplikasi dalam industri
berupa pembuatan asam oksalat dengan menggunakan permanganometri serta
masih banyak aplikasi dalam kehidupan manusia (Underwood, 1998).

37
BAB III
METODOLOGI PERCORBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Batang pengaduk
b. Botol semprot
c. Bulp
d. Buret 50 mL
e. Corong
f. Erlenmeyer 250 mL
g. Gelas kimia 100 & 30 mL
h. Gelas ukur 25 mL
i. Hot plate
j. Kaca arloji
k. klem & statif
l. Labu ukur 100 mL
m. Neraca analitik
n. Pipet tetes
o. Pipet volume 10 mL
p. Spatula
q. Termometer

3.1.2 Bahan
a. Air cuplikan
b. Akuades
c. Larutan H2SO4
d. Larutan KMnO4
e. Padatan H2C2O4

38
3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Pembuatan Larutan Baku H2C2O4 0,1 N
a. Ditimbang 0,63 gram Padatan H2C2O4.
b. Dilarutkan dengan 25 mL akuades di dalam gelas kimia 100mL.
c. Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan akuades hingga tanda tera.
d. Lalu dihormorgenkan.

3.2.2 Pembakuan Larutan Kmno4 Dengan H2C2O4


a. Dipipet 10 mL H2C2O4 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 mL.
b. Ditambahkan 10 mL H2SO4 4 N dan dipanaskan hingga60-70 °C.
c. Dititrasi dengan KMnO4 0,1N hingga larutan berwarna merah lembayung.
d. Dan dihitung konsentrasi KMnO4 serta dilakukan secara duplo.

3.2.3 Penentuan Kadar Fe(II) Dengan Metode Permanganometri


a. Dipipet 10 mL air sumur 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 2 mL H2SO4 4 N dan dipanaskan hingga60-70 °C.
b. Dititrasi dengan KMnO4 0,1N hingga larutan berwarna merah lembayung.
c. Dan dihitung kadar Fe2+ serta dilakukan secara duplo.

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel pengamatan pembuatan larutan H2C2O2
Perlakuan pengamatan
Ditimbang padatan H2C2O4, di Massa H2C2O4 di peroleh sebanyak
larutan menggunakan aqudest 0,6302 gram. Komsentrasi yang di
hingga bervolum 100 mL dapatkan sebesar 0,10003 N

4.4.2 Tabel pengamatan pengenceran asam sulfat 10 N


Perlakuan pengamatan
Diambil larutan H2SO4 10 N Larutan berwarna bening atau tidak
sebanyak 40 mL berwarna
Di masukkan ke labu takar Larutan tidak berwarna
Ditambahkan aquadest hingga Di dapat larutan H2SO4 dengan volum
tanda batas 100 mL dan konsentrasi 4 N

4.4.3 Tabel pengamatan pembakuan larutan KMnO4


Perlakuan Pengamatan
Di pipet 10 mL H2C2O4 0,1 N Larutan tidak berwarna
masukkan ke dalam erlenmayer
Di tambahkan 10 mL H2SO4 4N Larutan tidak berwarna
Di panaskan Suhu larutan saat di panaskan sebesar
68 ℃
Di titrasi larutan mengguanakan Di peroleh volum titrasi yang pertama
KMnO4 sebanyak 2 mL dengan warna merah
lembayung
Di lakuakan duplo Di dapat volum totrasi 2 mL dengan

40
warna larutan merah lembayung

4.4.4 Tabel pengamatan penentuan kadar besi dengan metode


permanganometri
Perlakuan pengamatan
Di pipet 10 mL larutan sampel Larutan agak sedikit keruh
(air sumur) masukkan kedalam
erlenmayer
Di tambahkan larutan asam Larutan tidak berwarna
sulfat 4 N
Di panaskan hingga 40 ℃ Larutan menguap dan diding
erlenmayer terdapat uap larutan
Di titrasi larutan menggunakan Larutan berubah warna menjadi merah
KMnO4 hingga berubah warna llembayung dengan volum titrasi 0,1
merah lembayung mL dan 0,4 mL

4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Setengah Redoks pada Larutan KMnO4 dengan Larutan
H2C2O4
Oksidasi : C2O42- → 2CO2 + 2e- ×5
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ 4H2O ×2
5C2O42- → 10CO2 + 10e-
2MnO4- + 16H+ + 10e- → 2Mn2+ 8H2O 1
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

4.2.2 Reaksi Setengah Redoks pada Larutan KMnO4 dengan Larutan Fe2+
Oksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e- ×5
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ 4H2O ×1
5Fe2+ → 5Fe3+ + 5e-
MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ 4H2O 1

41
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ → 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

4.3 Perhitungan
4.3.1 Menentukan massa H2C2O4 0,1 N
m 1000
N = BE × V
N × BE × V
M=
1000
0,1 N × 63 × 100
= 1000

= 0,63 gram

4.3.2 Pembuatan larutan H2SO4 4 N dari H2SO4 10N dengan cara


pengenceran
N1 × V1 = N2 × V2
4 × 100 = 10 × V2
4 N × 100
V2 =
10

= 40 mL

4.3.3 Menentukan konsentrasi


V1 + V2
Vrata-rata = 2
2+2
= 2

= 2 mL
(N.V) KMnO4 = (N.V) H2C2O4
N KMnO4 × 2 = 0,10003 × 10 mL
0,10003 N × 10 mL
= 2 mL

= 0,50015 N

42
4.3.4 Menentukan kadar Fe dalam air sampel
V1 + V2
Vrata-rata =
2
0,1 + 0,4
=
2
= 0,25 mL

(N.V) Fe2+ = (N.V) KMnO4


(N.V) KMnO4
=
V FE2+
0,50015 N × 0,25 mL
=
10
= 0,0125 N

4.4 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan dua percobaan yaitu pembakuan larutan
KMnO4 dengan larutan asam oksalat 0,1 N dan penentuan kadar besi
dengan metode permanganometri. Namun, sebelumnya dibuat larutan asam
oksalat 0,1 N terlebih dahulu yang kemudian digunakan pada percobaan
selanjutnya.

Pada percobaan pertama, larutan asam oksalat di panaskan dan segera


dititrasi dengan KMnO4 dengan suhu 60-700C agar KMnO4 dapat
mengoksidasi asam sulfat. Karena apabila suhu larutan dibawah 60-700C
maka reaksi akan berjalan lambat dan dapat mengubah yang seharusnya
MnO4- diubah menjadi MnO2 yang berupa endapan coklat. Sedangkan
apabila suhu kelarutan diatas 700C maka akan merusak larutan asam oksalat
dan terurai menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir akan lebih kecil.
Selain itu, penambahan larutan H2SO4 4 N berfungsi untuk mengasamkan
larutan, karena potensial elektroda KMnO4 sangat bergantung pada pH.
Penambahan asam sulfat penting supaya reaksi berada dalam keadaan asam
dan MnO4- dapat tereaksi menjadi Mn2+ yang berwarna merah lembayung.

43
Pada percobaan kedua, yaitu penentuan kadar besi secara permanganometri
dalam percobaan ini di gunakan air sumur yang sebagai laurtan cuplikan.
Larutan cuplikan yang di pakai 10 mL yagn di tambahkan dengan 2 ml
H2SO4 laludi panaskan hingga suhu mencapai 40 ℃, setelah itu larutan di
titrasi menggunakan larutan berubah menjadi merah lambayung. Titrasi di
lakukan scara duplo dan volun titrasi yang pertama 0,1 mL dan 0,4 mL,
sehingga dapat di tentukan kadar larutan cuplikan dan kadarnya sebesar
0,0125 N.

Fungsi perlakuan dalam percobaan ini adalah ditimbang asam oksalat


dihidrat agar diperoleh massa sesuai kebutuhan, dilarutkan dalam akuades
agar larutan dapat diencerkan dengan lebih mudah, dihomogenkan agar
larutan dapat tercampur sempurna, dipipit larutan agar diperoleh volume
sesuai dengan kebutuhan, dipanaskan larutan agar dapat diamati suhu
larutan, ditambahkan H2SO4 agar reaksi lebih cepat dan dititrasi agar dapat
diketahui konsentrasi KMnO4 dan kadar larutan cuplikan.

Faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah tidak tepatnya membaca


volum KMnO4 dalam buret, sehingga data yang di peroleh tidak akurat, dan
kesalahan selanjutnya yaitu dalam membaca termometer yang kurang tepat.

44
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
yaitu:
a. Konsentrasi H2C2O4 secara praktek yaitu sebesar 0,10003 N dengan massa
H2C2O4 sebanyak 0,65302 gram dalam 100 mL akuades.
b. Konsentrasi KMnO4 yang dititrasi dengan H2C2O4 0,10003N sebesar
0,50015N.
c. Konsentrasi Fe2+ dalam air cuplikan (air sumur) dengan titrasi
permanganometri sebesar 0,0125 N.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya dilakukan titrasi redorks dengan menggunakan
larutan I2 sebagai peniter dengan menggunakan HCOH sebagai analit
sehingga dapat memaham tentang titrasi redoks secara mendalam.

45
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. R. C. Denny, G. H. Jeffrey. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia


Analisa Kuantitatif Anorganik, EGC. Jakarta.

Day, RA dan Underwood, Al. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif Erlangga. Jakarta

Harjadi, W. Charles. 1986. Ilmu kimia Analisis Dasar. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Khopkar, SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta

Shelva, G. 1995. Vogel Buku Teks analis Anorganik Kuantitatif. Kalman media
pustaka. Jakarta.

46
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Titrasi merupakan suatu proses analisis kimia secara kuantitatif. Prosedur
yang digunakan berupa menetapkan kadar suatu larutan dengan mereaksikan
sejumlah larutan tersebut yang volumenya terukur dengan suatu larutan
lainnya yang telah diketahui kadarnya (larutan standar) secara bertahap.

Jenis-jenis titrasi ada beberapa, salah satunya adalah titrasi kompleksasi.


Titrasi ini merupakan titrasi yang terjadi akibat pembentukkan ion kompleks.
Biasanya digunakan untuk menganalisa kadar logam pada larutan sempel
yang dapat membentuk komplek dengan larutan standar yang dapat
membentuk komplek dengan larutan standar yang berupa ligan. Indikator
yang digunakan ada beberapa. Namun yang sering digunakan adalah EBT.

Titrasi kompleksometri juga terdapat berbagai jenis, yaitu : titrasi langsung,


titrasi kembali, dan titrasi subsitusi, titrasi cara lain, serta titrasi tak langsung.
Titrasi langsung dapat dilakukan jika ion logam dapat saling berikatan dengan
indikator ion logam. Titrasi kembali dapat dilakukan jika ion logam tidak
dapat berikatan dengan indikator.titrasi subtitusi, titrasi ini dapat dilakukan
jika ion logam tidak dapat berikatan dengan indikator tetapi kompleksnya
dengan EDTA. Titrasi cara lain, titrasi ini memanfaatkan perbedaan
kestabilan kompleks. Yang terakhir adalah titrasi tak langsung. Titrasi tak
langsung dilakukan karena untuk ion/ senyawa yang tidak bereaksi dengan
EDTA.

Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara pembakuan
EDTA serta mengetahui kadar logam pada air sempel. Namun selain itu kita

47
juga dapat mengetahui tentang EDTA serta indikator-indikator yang dapat
digunakan untuk titrasi kompleksometri selain penggunaan indikator EBT.

48
1.2. Tujuan percobaan
a. Untuk mengetahui fungsi EDTA dalam kompleksometri.
b. Untuk mengetahui warna setelah ditambahkan amoniak pekat.
c. Untuk mengetahui fungsi EBT dalam praktikum.

49
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Analisis titrimetri atau analisa volumetri adalah analisa kuantitatif dengan


mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan standar (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan
larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif (Rosdiani, 2013).
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut titrasi/peniteran yaitu larutan peniter
diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan contoh/sampel hingga tercapainya
titik akhir titrasi (Tim Pengajar Kimia Analis, 2015). Analisa titrimetri merupakan
satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan hubungan
stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia.Reaksinya secara umum yaitu:
aA + tT  produk
Dimana: A adalah analit dan T adalah peniter

Dalam melakukan analisis kimia volumetri, ada beberapa jenis analisis volumetri
yaitu:
a. Titrasi asam-basa yang didasarkan pada reaksi netralisasi yang dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
H+ + OH- H2O
Titrasi asam-basa terbagi atas 2 jenis, yaitu asidimetri (titrasi antara
larutan asam yang telah diketahui konsentrasinya terhadap larutan basa
yang belum diketahui konsentrasinya) dan alkalimetri (titrasi antara
larutan basa yang telah diketahui konsentrasinya terhadap larutan asam
yang belum diketahui konsentrasinya).
b. Titrasi pengendapan yang didasarkan reaksi yang menghasilkan suatu
endapan yang sukar larut tyang dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut:
aAn+(aq) + bBm-(aq) AmBn(s)

50
c. Titrari kompleksometri yang didasarkan reaksi yang menghasilkan
suatupersenyawaan kompleks yang mantap dan larut dalam air yang dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
Ion logam + ligan  senyawa kompleks
d. Titrasi redoks yaitu titrasi yang didasarkan penangkapan atau pelepasan
electron dalam proses titrasi.
(Tim Pengajar Kimia Analis, 2015)

Titrasi kompleksometri ialah suatu titrasi berdasarkan reaksi pembentukan


senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks. Atau titrasi
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran (larutan pentitrasi) dan titrat (larutan yang dititrasi)
saling mengkompleks, membentuk hasil berupa senyawa kompleks
(Rosdiani,2013).

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa


kompleks antara kation(ion logam) dengan zat pembentuk kompleks (ligan). Salah
satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (Na2EDTA)
yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

Gambar 2.1 struktur bangun Na2EDTA

EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA merupakan
asam lemah dengan empat proton. Bentuk asam dari EDTA dituliskan sebagai
H4Y dan reaksi netralisasinya adalah sebagai berikut :

51
H4Y  H3Y- + H+
H3Y-  H2Y2- + H+
H2Y2-  Y3- + H+
HY3-  Y4- + H+
Sebagai penitrasi/pengomplek logam, biasanya yang digunakan yaitu garam
Na2EDTA (Na2H2Y), karena EDTA dalam bentuk H4Y dan NaH3Y tidak larut
dalam air. EDTA dapat mengomplekkan hampir semua ion logam dengan
perbandingan mol 1:1 berapapun bilangan oksidasi logam tersebut
(Wiryarwan,2008).

Jenis Ligan yang menjadi zat pengompleks, yaitu:


a. Unidentat
Ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron bebas. Contoh :
NH3, CN.
b. Bidentate
Ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron bebas. Contoh :
Etilendiamin.
c. Polidentat
Ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron bebas.
Contoh : asam etilendiamintetraasetat (EDTA).
(Rosdiani,2013).

Macam-macam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA adalah:


a. Titrasi langsung
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak mengendap pada pH titrasi, reaksi
pembentukan kompleks berjalan cepat, dan ada indikator yang cocok.
Prinsip: Ion logam dititrasi langsung oleh EDTA dengan menggunakan
indikator yang sesuai.
b. Titrasi kembali

52
Dilakukan untuk ion-ion logam yang mengendap pada pH titrasi, reaksi
pembentukan kompleks berjalan lambat dan tidak ada indikator yang cocok
dan dilakukan jika penentuan TA secara titrasi langsung tidak mungkin.
c. Titrasi substitusi
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi (atau tidak bereaksi
sempurna) dengan indicator logam atau untuk ion-ion logam yang
membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion
logam lain.
d. Titrasi tidak langsung
Dilakukan dengan berbagai cara yaitu; titrasi kelebihan kation pengendap
(misalnya penetapan ion sulfat), titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa
kompleks (misalnya penetapan ion sianida).
(Rosdiani,2013).

Titik akhir titrasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a. Cara visual
Indikator yang digunakan pada tittrasi kompleksometri ialah pereaksi organik
yang akan membentuk senyawaan berwarna khas dengan kation/ion logam
yang sedang diuji/dianalisa. Warna ini berbeda sekali dariwarna indikator itu
sendiri. Sebagai indikator digunakan jenis indicator logam seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Indikator secara visual
No. Indikator Range pH Digunakan untuk analisa
1 Calmagite 9-11 Ba, Ca, Mg, Zn
2 Eriochrome Black T 8-10 Ba, Ca, Mg, Zn
3 Eriochrome Blue 8-12 Cu, Ca, Mg, Zn
Black T
4 Murexide 6-13 Ca, Ni, Cu
5 Pan 2-11 Cd,Cu, Zn
6 Salicylic Asid 2-3 Fe

53
b. Cara instrument
Untuk menentukan TAT digunakan sebuah instrument
fotometer/potensiometer.
(Rosdiani, 2013).

Sifat fisik dari akuades yaitu cairan tak berwarna dan tak berbau, berat molekul
sebesar 18 g/mol, memiliki titik didih 100 °C. Sifat kimia dari akuades yaitu tidak
dapat terbakar, memiliki pH 7, tidak beracun, dan dapat terionisasi (Tim Pengajar
Kimia Analis, 2015).

Sifat fisik EDTA yaitu padatan serbuk putih, berat molekul sebesar 372,3 g/mol.
Sifat kimia EDTA yaitu dapat menyebabkan iritasi pada kulit, dapat melepaskan 1
hingga 4 proton, dan dapat bereaksi dengan berbagai ion logam (Tim Pengajar
Kimia Analis, 2015).

Sifat fisik amoniak yaitu cairan bening, berbau menyengat, memiliki berat
molekul sebesar 17 g/mol, memiliki densinitas sebesar 0,682 g/ml, tekanan uap
sebesar 400 mmHg pada suhu 45,5 °C. Sifat kimia amoniak yaitu dapat menerima
proton, bersifat korosif, bersifat basa lemah (Tim Pengajar Kimia Analis, 2015).

Sifat fisik MgSO4.7H2O yaitu padatan serbuk putih ,memiliki berat molekul
sebesar 246,3 g/mol. Sifat kimia MgSO4.7H2O yaitu dapat menyebabkan iritasi
kulit, 1 mol MgSO4 mengandung 7 mol H2O, dapat terionisasi, stabil di udara, dan
dapat melepaskan 7 molekul H2O ketika dipanaskan (Tim Pengajar Kimia Analis,
2015).

Sifat fisik EBT yaitu padatan serbuk merah kehitaman. Sifat kimia EBT yaitu
dapat menyebabkan iritasi kulit, memiliki range pH antara 8-10, memiliki
perubahan warna dari merah anggur ke biru (Tim Pengajar Kimia Analis, 2015).

54
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Neraca analitik
b. Kaca arloji
c. Beaker glass 100 mL
d. Batang pengaduk
e. Labu ukur 50 mL
f. Corong
g. Pipet tetes
h. Pipet ukur 10 mL
i. Pipet volume 10 mL
j. Bulp
k. Erlenmeyer 250 mL
l. Buret 50 mL
m. Statif
n. Klem
o. Botol semprot

3.1.2 Bahan
a. Larutan EDTA 0,05 M
b. Padatan MgSO4.7H2O
c. Indicator EBT
d. Larutan amoniak pekat/25%
e. Akuades
f. Air sumur

55
3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Pembakuan Larutan EDTA
a. Ditimbang deangan teliti padatan MgSO4.7H2O dengan neraca analitik.
b. Dibuat larutan MgSO4.7H2O dengan konsentrasi 0,05 M sebanyak 50 mL.
c. Dipipet 10 mL larutan MgSO4.7H2O ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
d. Ditambahkan 30 mL akuades dan 2 mL larutan amoniak pekat/25%.
e. Ditambahkan sedikit indicator EBT, lalu dihomogenkan.
f. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna.
g. Diamati perubahan yang terjadi dan dititrasi secara duplo.
h. Dicacat volume EDTA yang digunakan dan dihitung konsentrasi EDTA.

3.2.2 Penentuan Kadar Kalsium Dalam Sampel


a. Dipipet 10 mL larutan air sumur ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
b. Ditambahkan 30 mL akuades dan 2 mL larutan amoniak pekat/25%.
c. Ditambahkan sedikit indicator EBT, lalu dihomogenkan.
d. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna.
e. Dilakukan secara duplo dan dicacat volume EDTA yang digunakan .
f. Dan dihitung konsentrasi EDTA.

56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Pengamatan Pembakuan Larutan EDTA
No. Perlakuan Pengamatan
1. MgSO4 ditambah 30 mL Saat MgSO4 di tambahakan larutan
akuades tidak mengalami perubahan atau
tetap bening
2. Ditambahkan 10 mL larutan Saat ditambahkan larutan NH3
NH3 (amoniak) (amoniak) larutan terjadi
perubahan taitu menadi keruh
3. Ditambahkan sedikit indikator Larutan mengalami perubahan
EBT kemudian dihomogenkan warna yaitu berubah menjadi
warna merah lembayung
4. Dititrasi menggunakan EDTA Larutan mengalami perubahan
yaitu berubah menjadi warna biru

4.1.2 Data Pengamatan Penentuan Kadar Kalsium Dalam Sampel


No. Perlakuan Pengamatan
1. Di pipet larutan sampel 10 mL Saat larutan di tambahakan
dan di tambahkan aquadest 30 aquadest tidak mengalami
mL perubahan atau tetap bening
2. Ditambahkan 10 mL larutan Saat di tambahkam larutan NH3
NH3 (amoniak) (amoniak) terjadi perubahan yaitu
larutan menjadi agak keruh
3. Ditambahkan sedikit indikator Larutan mengalami perubahan
EBT kemudian dihomogenkan warna yaitu berubah menjadi
warna merah lembayung
4. Dititrasi menggunakan EDTA Larutan mengalami perubahan

57
warna yaitu berubah menjadi
warna biru.

4.2 Data Hasil Perhitungan


4.2.1 Hasil Titrasi Pembakuan EDTA

Volume EDTA Terpakai Volume MgSO4.7H2O


Percobaan
(mL) (mL)
Titrasi 1 3,8 10
Titrasi 2 3,8 10
Rata-rata 3,8 10

4.2.2 Hasil Titrasi Penentuan Kadar Kalsium dalam Cuplikan

Volume EDTA Terpakai


Percobaan Volume Cuplikan (mL)
(mL)
Titrasi 1 1 10
Titrasi 2 0,6 10
Rata-rata 1,8 10

4.3 Reaksi

4.3.1 Reaksi MgSO4+ EBT

Na+ N = N
SO3-
MgSO4 +

Mg

O O

Na+ SO3- N N + 2H+ +SO42-

58
(Warna larutan merah lembayung)

4.3.2 Reaksi (MgSO4 + EBT) + EDTA

Mg

O O

Na+ SO3- N N

COOH CH2 CH2COOH

+ N−CH2−CH2−N

COOH CH2 CH2COOH

OH

Na+ SO3- N N

59
Mg

-
OOH CH2 CH2COO-
+
N−CH2−CH2−N

-
OOH CH2 CH2COO-

4.3.3 Reaksi Ca2+ + EBT

OH OH

Na+ SO3- N N
+ Ca2+

NO2

Ca2+

O O

Na+ SO3- N N

+ 2H+

60
NO2
(Warna larutan merah lembayung)

4.3.4 Reaksi (Ca2++EBT) + EDTA

Ca2+

O O

Na+ N N
SO3-
+

COOH CH2 CH2 COOH

N−CH2−CH2−N

COOH CH2 CH2COOH

OH

Na+ SO3- N N

61
Ca2+

-
OOH CH2 CH2COO-

N−CH2−CH2−N

-
OOH CH2

CH2COO-

4.4 Perhitungan

4.4.1 Penentuan Massa MgSO4 7H2O 0,05 M Dalam 50 mL


Diketahui :
M MgSO4 = 0,05 M
V MgSO4 = 50 mL
Mr MgSO4 = 246,3 g/mol
Ditanya : g MgSO4 7H2O
g 1000
Jawab : M = ×
mr ml
g 1000
0,05 M = ×
246,3 g/mol 50 mL

0,05 M × 246,3 g/mol × 50 ml


g= = 0,6157 gram
1000

4.4.2 Penentuan Konsentrasi MgSO4 7H2O


Diketahui : g MgSO4 = 0,6161 gram
V MgSO4 = 50 mL
Mr MgSO4 = 246,3 g/mol

62
Ditanya : M MgSO4
g 1000
Jawab M = mr × mL

0,6161 g 1000
= 246,3 g/mol × mL

= 0,05002 M

4.4.3 Penentuan Kadar Mg dalam MgSO4

Diketahui:
Fp = 50/10
M EDTA = 3,8 mL
Mr Mg = 24,3
g MgSO4 = 0,6161 g

Ditanyakan: kadar Mg % ?
Fp × V × M × 24,3
Jawab : % = × 100 %
6161,1 Mg
50/10 × 3,8 mL × 0,1310 M × 24,3
=
616,1 Mg

=0,098 %

4.4.4 Penentuan Konsentrasi EDTA

Diketahui :
V MgSO4 = 10 mL
V1 EDTA = 3,8 mL
V2 EDTA = 3,8 mL
V3 Rata-rata = 3,8 mL

63
Ditanya : M EDTA ?
Jawab
(M.V) EDTA = (M.V) MgSO4
3,8 mL × M EDTA = 0,05002 M × 10 mL
0,05002 M × 10 mL
M EDTA =
3,8 mL

= 0,1316 M

4.4.5 Penentuan Kadar Kalsium

Diketahui :
V1 EDTA = 1 mL
V2 EDTA = 0,6 mL
Rata-rata V EDTA = 0,8 mL
M EDTA = 0,1316 M
Ar Ca = 40 g/mol
Ditanya : Kadar Ca
Jawab : % Ca2+ = V × M × Ar Ca
= 0,8 mL × 0,1316 M × 40 g/mol
= 4,208 g/mL

4.3 Pembahasan
Pada percobaan pertama di lakuakan pembakuan larutan EDTA dengan
menggunakan MgSO4, pertama-tama di lakukan pembuatan larutan MgSO4
0,005 M sebanyak 50 mL kemudian di ambil 10 mL larutan MgSO4
menggunakan pipet volum lalu di masukkan ke dalam labu erlenmayer 100
mL, setelah itu di tambahkan aquadest sebanyak 30 mL. MgSO4 tidak
berwarna saat di tambahkan aquadest. Kemudian di tambahakankarutan
NH3 (amoniak), terjadi perubahan yaitu larutan menjadi agak keruh .
penambahan larutan NH3 menggunakan pipet ukur 10 mL, di lakukan agar
pH larutan tetap pada pH sekitar 10 . pada saat reaksi kimia pembentukan
kompleks , karena pada reaksi ini akan di bebaskan ion H+ yang

64
menyebabkan penurunan pH maka untuk mencegah penurunan pH di
tambahkan larutan NH3 untuk mempertahankan pH nya. Hal ini juga unutk
mengkondisikan larutan pada keadaan basa, karena ion-ion dari Mg, Ca
dapat mudah terdeteksi. Pada kondisi basa , setelah itu di tambahkan sedikit
indikator EBT, larutan yang semula tidak berwarna berubah menjadi warna
merah lembayung.

Pada percobaan kedua di lakukan penentuan kadar kalsiu dalam air sampel.
Pertama di pipet 10 mL larutan sampel menggunakan pipet ukur 10 mL,
kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 30 mL lalu di masukkan kedalam
labu erlenmayer 10 mL, larutan tidak mengalami perubahan. Kemudian di
tambahkan larutan NH3 sebanyak 10 mL dan terjadi perubahan yaitu larutan
menjadi agak keruh, setelah itu di tambahkan sedikit indikator EBT larutan
mengalami perubahann warna yaitu menjadi merah lembayung kemudian
larutan dititrasi menggunnakan larutan EDTA baku hingga terjadi
perubahan warna yaitu menjadi biru. Hal ini menandakan bahwa titik akhir
titrasi telah tercapai, di lakukan duplo titrasi pertama di peroleh volum
sebanyak 1 mL dan yang kedua adalah 0,6 mL. Berdasarkan percobaan di
dapat kadar Ca2+ sebesar 4,208 g/mL.

Fungsi perlakuan dalam percobaan ini antara lain, ditimbang agar diketahui
dan diperoleh massa yang sesuai dan diinginkan. Dalam pembuatan larutan,
ditambahkan sedikit larutan buffer agar larutan dapat mempertahankan
pHnya dan tidak berpengaruh secara permanen saat dititrasi agar dapat
diamati. Kemudian ditambahkan indikator EBT, agar dapat dilihat
perubahan warna yang menentukan titik ekuivalen saat titrasi, agar dapat
diketahui konsentrasi larutan yang dititrasi. Setelah itu dihomogenkan agar
larutan dapat tercampur secara homogen serta dilakukan secara duplo agar
dapat memperkuat hasil pengamatan.

65
Fungsi di aduk larutan pada proses pembuatan larutan adalah agar larutan
menjadi homogen, di bilas kaca arloji dengan menggunakan akuades sesaat
setelah selesai di gunakan adalah bertujuan agar tidak terdapat sisa-sisa
bahan yang di gunakan saat di pindahkan ke dalam gelas kimia.

Faktor kesalahan dalam percobaan ini antara lain, kesulitan dalam membaca
sekala pada buret yang di karenakan posisi mata yang kurang sejajar dengan
sekala yang terbaca sehingga mengakibatkan perhitungan konsentrasi yang
kurang tepat dan juga saat penambahan aquadest terlalu banyak labu ukur
sehingga harus mengulang dan juga kesulitan dalam menentukan kapan titik
titrasi harus di hentikan yang menyebabkan konsentrasi EDTA lebih tinggi
dari sebelumnya.

66
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan diambil kesimpulan bahwa:
a. Sebagai peniter dari larutan MgSO4 dan kalsium pada air sumur.
b. Warna setelah ditambahkan larutan amoniak pekat akan berupa
larutan tampak keruh
c. Fungsi EBT digunakan sebagai indikator pada percobaan titrasi
kompleksometri. Awalnya EBT pada pH 7-11 berwarna biru, namun
saat dititrasi menjadi warna merah lembayung. Hal ini dipengaruhi
adanya ion logam pada larutan yang dititrasi.

5.2. Saran
Menggunakan metode kompleksometri dengan cara titrasi kembali, titrasi
cara lain dan titrasi tidak langsung agar lebih banyak lagi hasilnya untuk
dijadikan perbandingan.

67
DAFTAR PUSTAKA

Rosdiani, Teni,dkk. 2013. Buku Teks Ajar Siswa Peket Keahlihan: Kimia Analis
Analisis Titrimetri dan Gravimetri K13. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan: Jakarta.

Tim Pengajar Kimia Analis. 2011. Penuntun Praktikum Analisis Volumetri.


SMKN1: Bontang.

Wiryawan, Adam, dkk. 2008. Kimia Analitik Untuk SMK. Direktorat Pembinaan
SMK Kementerian Pendidikan: Jakarta.

68
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Karbohidrat merupakan senyawa yang sangat penting. Karena senyawa
karbohidrat merupakan senyawa yang dapat menghasilkan energi.
Karbohidrat sendiri mudah untuk didapatkan. Contohnya makanan sehari-
hari yang kita makan mulai dari nasi, tepung, singkong, jagung, ubi, dan
masih banyak lagi.

Karbohidrat memiliki rumus senyawa umum Cn(H2O)n, karbohidrat


terdiri dari unsur C, H, dan O. Karbohidrat merupakan jenis
polihidroksildehida atau keton polihiroksil atau turunnya.

Karbohidrat juga merupakan peran penting bagi semua kehidupan mulai


dari makhluk tingkat tinggi seperti manusia dan hewan, karbohidrat juga
memiliki fungsi peranan penting untuk hewan tingkat rendah, misalnya
saja ragi. Ragi membutuhkan karbohidrat untuk mengubah karbohidrat
menjadi alkohol dan karbondioksida serta menjadikan energi.

Karbohidrat di dalam tubuh manusia tidak semua langsung diproses


menjadi energi, namun sebagian tersimpan di dalam tubuh. Misalnya
karbohidrat berupa glikogen. Glikogen sendiri merupakan karbohidrat
yang telah disintesis dalam organ hati dan digunakan oelh sel-sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi. Selain itu karbohidrat yang terdapat
di dalam darah, merupakan karbohidrat yang telah mengalami
metabolisme sehingga menjadi glukosa yang digunakan sebagai energi.

Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat


golongan karbohidrat berdasarkan uji fehling, uji benedict, uji tollens.

69
1.2 Tujuan percobaan
a. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada glukosa yang direaksikan
dengan perak beramoniak.
b. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada amilum yang direaksikan
dengan yodium.
c. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada hidrolisis amilum.

70
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat itu sendiri merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang
terdapat di alam. Senyawa ini pernah disangka “hidrat dari karbon”, sehingga
disebutlah karbohidrat. Pada tahun 1880 dinyatakan bahwa gagasan “hidrat dari
karbon” merupakan gagasan yang salah dan sebenarnya karbohidrat adalah
polihidroksi aldehida dan keton atau turunan keduanya (Fessenden 1986).

Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang terdapat


dalam alam. Banyak karbohidrat mempunyai rumus empiris CH2O. Karbohidrat
sebenarnya adalah polisakarida aldehida dan keton atau turunan mereka. Salah
satu perbedaan utama antara berbagai tipe-tipe karbohidrat ialah ukurannya dari
berbagai jenis/tipe karbohidrat (Poedjiadi, 2006).

Karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan merupakan cadangan makanan yang


disimpan dalam akar, batang, dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam
tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan
sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Karbohidrat ditemukan pada setiap sel makhluk hidup yang berperan antara lain
sebagai alat komunikasi sel (Winarno 2008).

Karbohidrat klasifikasi menjadi 4 jenis yaitu monosakarida, disakarida,


oligasakarida, dan polisakarida. Monosakarida terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini
tidak dapat lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yang
lebih sederhana. macam-macam monosakarida, yaitu:
a. Triosa (C3): gliserosol, gliseraldehid, dihidroksi aseton.
b. Tetrosa (C4): threosa, eritrosa, selulosa.
c. Pentosa (C5): lyxosa, xilosa, arabinosa, ribosa, ribulose.
d. Hexosa (C6): galaktosa, glukosa, mannosa, fruktosa.
(Rosdiani, 2013).

71
Monosakarida merupakan sakarida sederhana yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi satuan terkecil walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun.
Monosakarida yang paling banyak ditemukan dalam tubuh organisme adalah
monosakarida yang dibangun dengan 6 (enam) atom C yang dikenal sebagai
glukosa. Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, adalah monosakarida yang
mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan polihidroksi aldehida
(memiliki gugus CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk siklik yang
disebut "cincin piranosa", bentuk siklik ini paling stabil untuk aldosa beratom
karbon enam (Rosdiani, 2013).

Disakarida: senyawanya terbentuk dari 2 molekul monosakarida yang sejenis atau


tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai
menjadi 2 molekul monosakarida.
Sukrosa: glukosa + fruktosa (C1-2)
Maltose: 2 glukosa (C1-4)
Trehalosa: 2 glukosa (C1-1)
Laktosa: glukosa + galaktosa (C1-4)
Sukrosa (gula pasir) terbentuk dari satu molekul a –D-glukosa dan ß-D-fruktosa.
Sukrosa biasa diperoleh di alam sebagai gula tebu dan gula bit. Khususnya pada
pada ekstrak gula dari bit, sukrosa tidak murni melainkan bercampur dengan
oligosakarida yang lain seperti rafinosa dan stakiosa (Rosdiani, 2013).

Oligosakarida: Senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul


monosakarida yang banyak gabungan dari 3 – 8 monosakarida misalnya
maltotriosa dan dektrin (Rosdiani, 2013).

Polisakarida: Senyawa yang terdiri dari gabungan molekul- molekul


monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi
banyak molekul monosakarida. Polisakarida merupakan jenis karbohidrat yang
terdiri dari lebih 6 monosakarida dengan rantai lurus/cabang. Macam-macam

72
polisakarida yaitu amilum/pati, glikogen, inulin, dekstrin dari hidrolisis patati,
selulosa (serat tumbuhan), khitin, glikoprotein, dan glikosaminogli (Rosdiani,
2013).

Karbohidrat memiliki berbagai macam fungsi bagi tubuh sebagai berikut:


a. Sumber energi.
b. Pemberi rasa manis pada makanan. Karbohidrat memberi rasa manis pada
makanan, khususnya mono dan disakarida.
c. Penghemat protein.
d. Pengatur metabolisme lemak.
e. Membantu pengeluaran feses.
(Almatsier, 2009).

Adanya karbohidrat dalam makanan dapat diidentifikasi secara kualitatif maupun


kuantitatif. Uji kualitatif karbohidrat yang mendasarkan pada pembentukan warna
dapat dilakukan dengan cara:
a. Uji benedict
Uji positif untuk gula pereduksi yang bereaksi dengan larutan benedict
yang akan membentuk endapan Cu2O dalam suasana basa.
b. Uji fehling
Untuk uji fehling sama dengan proses uji benedict yang akan membentuk
endapan Cu2O dalam suasana basa.
c. Uji iodium
Polisakarida akan memberikan senyawa compels absorpsi berwarna yang
spesifik yang bereaksi dengan iodium.
d. Uji hidrolisis amilum
Polisakarida akan terhidrolisis oleh larutan asam sehingga akan memecah
membentuk gula sederhana/glukosa dan glukosa yang terpecah akan
dianalisa dengan larutan lainnya.
e. Uji trommer

73
Polisakarida akan terhidrolisis oleh larutan basa yang menghasilkan
monosakarida yang dimana akan bereaksi dengan CuSO4 membentuk
endapan Cu2O.
f. Uji AgNO3-KOH
Dimana monosakarida akan berreaksi dengan senyawa kompleks AgKO
dalam suasana basa akan membentuk endapan Ag di dinding tabung
reaksi.
(Bintang, 2010).

Kelebihan karbohidrat dapat menyebabkan berat badan meningkat dan terjadi


obesitas dan disbetes mellitus. Sedangkan kekurangan karbohidrat dapat
menyebabkan mudah lelah, kehilangan energy, pemecahan protein yang berlebih
(Bintang, 2010).

74
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Rak tabung reaksi
b. Tabung reaksi
c. Gelas kimia 100 mL
d. Pipet volume 10 mL
e. Pipet tetes
f. Bulb
g. Penjepit tabung reaksi
h. Kompor elektrik
i. Gelas ukur 25 mL

3.1.2 Bahan
a. Larutan KOH
b. Larutan Glukosa
c. Larutan Fehling A
d. Larutan Fehling B
e. Larutan NaOH 10%
f. Larutan Amilum 2%
g. Larutan Sukrosa
h. Larutan CuSO4 0,1 M
i. Larutan I2 0,1 M
j. Larutan AgNO3 0,1 M
k. Larutan HCl pekat
l. Akuades
m. Larutan Benedict

75
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Monosakarida
3.2.1.1 Reaksi Glukosa Dengan Larutan Perak Beramoniak
a. Di isi sebuah tabung reaksi dengan 2 ml larutan AgNO3 0,1 M
b. Ditambahkan KOH sampai endapan yang terbentuk tepat melarut lagi
c. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 ml larutan glukosa 10%
d. Dikocok dan dimasukkan tabung reaksi ini ke dalam gelas kimia yang
berisi air panas selama beberapa menit diamati perubahan yang terjadi
e. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

3.2.1.2 Reaksi glukosa dengan larutan fehling


a. Diisi tabung reaksi dengan 1 ml larutan fehling A dan 1 ml larutan
fehling B dihomogenkan
b. Ditambahkan 1 ml larutan glukosa 10%
c. Dimasukkan tabung reaksi ini ke dalam gelas kimia yang berisi air panas
selama 1 menit
d. Diamati perubahan yang terjadi
e. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

3.2.1.3 Uji Benedict


a. Desi tabung reaksi dengan 2 ml larutan Benedict
b. Ditambahkan 1 ml larutan glukosa 10%
c. Dimasukkan tabung reaksi ini ke dalam gelas kimia yang berisi air panas
selama 5 menit
d. Didinginkan dan diamati perubahan yang terjadi
e. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

3.2.2 Disakarida
3.2.2.1 Reaksi sukrosa dengan larutan perak beramoniak
a. Diisi tabung reaksi dengan 2 ml larutan AgNO3 0,1 M

76
b. Ditambahkan KOH tetes per tetes sambil dikocok sampai endapan yang
terbentuk tepat melarut lagi
c. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 ml larutan sukrosa 10%
d. Dihomogenkan dan dimasukkan tabung reaksi ini ke dalam gelas kimia
yang berisi air panas selama beberapa menit
e. Diamati perubahan yang terjadi
f. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

3.2.2.2 Uji Benedict


a. Diisi sebuah tabung reaksi dengan 2 ml larutan Benedict
b. Ditambahkan 1 ml larutan sukrosa 10%
c. Dimasukkan tabung reaksi ini ke dalam gelas kimia yang berisi air
mendidih selama 5 menit
d. Didinginkan dan diamati perubahan yang terjadi
e. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

3.2.3 Polisakarida
3.2.3.1 Reaksi amilum dengan iodium
a. Diisi tabung reaksi dengan 5 ml larutan amilum 2%
b. Ditambahkan 5 tetes larutan iodium 0,1 M
c. Diamati perubahan yang terjadi
d. Dipanaskan tabung reaksi selama beberapa menit
e. Didinginkan dan diamati perubahan yang terjadi
f. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat

3.2.3.2 Hidrolisis amilum


a. Diisi sebuah tabung reaksi dengan 5 ml larutan amilum 2%
b. Ditambahkan 10 tetes HCl pekat
c. Dipanaskan tabung reaksi sampai larutan mendidih selama beberapa
menit

77
d. Ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 10%, sampai larutan bersifat
basa
e. Diambil 3 ml larutan ini dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain
Dan tambahkan 2 ml larutan Benedict Panaskan di atas air mendidih
selama 5 menit
f. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat

3.2.3.3 Uji Trommer


a. Diisi tabung reaksi dengan 3 ml larutan amilum 2%
b. Ditambahkan 10 tetes larutan NaOH 10%
c. Ditambahkan tetes per tetes larutan CuSO4 0,1 M sambil dikocok sampai
endapan yang terjadi dapat melarut kembali
d. Dipanaskan tabung reaksi sampai perlahan-lahan dan diamati perubahan
yang terjadi
e. Diamati perubahan yang terjadi lalu catat.

78
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1Tabel Hasil Pengamatan Uji Identifikasi Monosakarida
No. Uji Perlakuan Pengamatan
1 AgNO3-KOH a. 2 mL AgNO3 a. Terbentuk endapan
ditambahkan KOH coklat.
sedikit-demi
sedikit.
b. Ditambahkan KOH b. Endapan melarut.
hingga endapan
melarut kembali.
c. Ditambahkan c. Larutan menjadi
glukosa dan hitam keabuan dan
dipanaskan. terbentuk endapan
Ag.
2 Fehling a. Dicampurkan a. Larutan berwarna
masing-masing 1 biru.
mL fehling A dan B.
b. Ditambahkan 1 mL b. Larutan berubah
glukosa. menjadi hijau.
c. Dipanaskan c. Larutan berubah
beberapa menit menjadi orange.
3 Benedict a. Dimasukkan 2 mL a. Larutan berwarna
larutan benedict. biru.
b. Ditambahkan 1 mL b. Larutan tetap
glukosa. berwarna biru.
c. Dipanaskan selama c. Larutan menjadi
5 menit dan coklat kehitaman dan

79
didinginkan. terdapat endapan
orange.

4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Uji Identifikasi Disakarida


No. Uji Perlakuan Pengamatan
1 AgNO3-KOH a. 2 mL AgNO3 a. Terbentuk endapan
ditambahkan KOH coklat.
sedikit-demi sedikit.
b. Ditambahkan KOH
hingga endapan b. Endapan melarut.
melarut kembali.
c. Ditambahkan c. Larutan menjadi
glukosa dan coklat kehitam.
dipanaskan.
2 Benedict a. 2 mL larutan a. Larutan berwarna
benedict biru.
ditambahkan 1 mL
sukrosa.
b. Dipanaskan selama b. Terdapat 2 warna
5 menit dan larutan yaitu biru dan
didinginkan. hijau

4.1.3 Tabel Hasil Pengamatan Uji Identifikasi Polisakarida


No. Uji Perlakuan Pengamatan
1 Iodium a. 3 mL amilum a. Larutan berubah
ditambahkan 5 tetes warna dari bening
I2. menjadi kehitaman.
b. Larutan dipanaskan. b. Larutan berubah
menjadi kuning.
c. Larutan didinginkan c. Larutan kembali

80
kembali. berwarna kehitaman.
2 Hidrolisis a. 5 mL amilum a. Larutan berwarna
amilum ditambahkan 10 HCl bening.
pekat.
b. Ditambahkan NaOH b. Larutan berubah
dan benedict, lalu menjadi berwarna
dipanaskan. biru kehitaman.
3 Trommer a. 3 mL amilum a. Larutan berwarna
ditambahkan 10 bening.
tetes NaOH.
b. Ditambahkan sedikit b. Larutan berwarna
CuSO4. biru.
c. Ditambahkan c. Endapan biru melarut
CuSO4 hingga kembali.
endapan melarut
kembali.
d. Dipanaskan secara d. Endapan biru kembali
perlahan terbentuk.

4.2 Reaksi
4.2.1 Monosakarida
a. Reaksi Glukosa Dengan AgNO3-KOH
AgNO3 (aq) + KOH (aq)  AgOH (s) + KNO3 (aq)
2AgOH (s) + 2KOH (aq)  Ag2O (aq) + H2O (aq) + K2O (aq)
Ag2O (aq) + 2KOH (aq)  2AgKO (aq) + H2O (aq)

81
b. Reaksi Glukosa Dengan Fehling

c. Reaksi Glukosa Dengan Benedict

4.2.2 Disakarida
a. Reaksi Sukrosa Dengan AgNO3-KOH

Tak bereaksi

b. Reaksi Sukrosa Dengan Benedict

+ Cu2O Tak bereaksi

4.2.3 Polisakarida
a. Reaksi Amilum Dengan Iodium

n + n I2 
n

82
Dipanaskan

n + 2I- (kehitaman)

b. Reaksi Hidrolisis Amilum


3I2 (aq) + 6NaOH (aq)  5NaI (aq) + NaIO3 (aq) + 3H2O (aq)
5NaI (aq) + NaIO3 (aq) + 6HCl (aq)  3I2 (aq) + 6NaCl (aq) + 3H2O (aq)
C2H12O6 (aq)+4CuO (aq)  C6H12O6 (aq) +2Cu2O (s) (biru kehitaman)

+2H2O (aq)

c. Reaksi Trommer

+ CuSO4 + 2NaOH Na2SO4 + CuO (s) merah bata +

4.3 Pembahasan
Pada uji glukosa dengan larutan AgNO3-KOH, glukosa bereaksi dengan
AgKO membentuk endapan perak pada dinding tabung reaksi. Pada uji
benedict dengan glukosa, terbentuk endapan orange dan larutan berwarna
coklat kehitaman setelah dipanaskan. Pada uji fehling dengan glukosa,
sebelum dipanaskan larutan menjadi hijau dari biru dan setelah dipanaskan
larutan menjadi orange.

83
Pada uji sukrosa dengan AgNO3-KOH, larutan menjadi coklat kehitaman
setelah dipanaskan. Pada uji benedict , sukrosa dengan benedict membantuk
2 warna larutan setelah dipanaskan yaitu biru dan hijau.

Pada hidrolisis amilum, larutan amilum menjadi berwarna biru kehitaman


setelah dipanaskan. Pada uji iodium dengan amilum berwarna kehitaman
sebelum dipanaskan dan setalah dipanaskan menjadi berwarna kuning. Pada
uji trommer, terdapat endapan biru setelah dipanaskan yang sebelumnya
telah larut dalam kelebihan CuSO4.

Prinsip dasar dari uji benedict yaitu uji positif adanya gula pereduksi yang
bereaksi dengan larutan benedict yang akan membentuk endapan Cu2O
dalam suasana basa/alkali. Prinsip dasar dari uji fehling yaitu sama dengan
uji benedict. Prinsip dasar uji iodium yaitu terbentuknya senyawa kompleks
yang berwarna spesifik antara iodium dengan polisakarida. Prinsip dasar
hidrolisis amilum yaitu polisakarida akan dihidrolisis oleh larutan asam
sehingga akan memecah membentuk gula sederhana/glukosa. Kelebihan
asam akan dinetralkan, glukosa yang terbentuk adan direaksikan dengan
pereaksi lainnnya. Prinsip dasar dari uji trommer yaitu polisakarida akan
dihidrolisis oleh larutan basa yang akan menghasilkan monosakarida yang
dimana akan bereaksi dengan CuSO4 yang membentuk endapan Cu2O.
prinsip dasar dari uji AgNO3-KOH yaitu dimana monosakarida akan bereaksi
dengan senyawa kompleks AgKO dalam suasana basa yang membentuk
endapan Ag (perak) pada dindung tabung reaksi.

Pada identifikasi monosakarida, uji AgNO3-KOH dilakukan 2 mL AgNO3


ditambahkan KOh berlebih sehingga sengapan yang terbentuk akanmelarut
kembali yang berfungsi untuk membentuk senyawa kompleks AgKO dalam
suasana basa. Lalu ditambahkan 1 mL glukosa dan dipanaskan yang
berfungsi untuk mempercepat reaksi pembentukkan endapan Ag yang telah
di reduksi oleh glukosa. Pada uji fehling, glukosa direaksikan dengan fehling

84
yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suasana basa
yang akan membentuk endapan Cu2O. Lalu dipanaskan agar mempercepat
pengendapan Cu2O yang sempurna. Pada uji benedict, glukosa direaksikan
dengan benedict yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi
dalam suasana basa yang akan membentuk endapan Cu2O. Lalu dipanaskan
agar mempercepat pengendapan Cu2O yang sempurna.

Pada identifikasi disakarida, uji AgNO3-KOH dilakukan 2 mL AgNO3


ditambahkan KOh berlebih sehingga sengapan yang terbentuk akanmelarut
kembali yang berfungsi untuk membentuk senyawa kompleks AgKO dalam
suasana basa. Lalu ditambahkan 1 mL glukosa dan dipanaskan yang
berfungsi untuk mempercepat reaksi pembentukkan endapan Ag yang telah
di reduksi oleh glukosa. Pada uji sukrosa tidak membentuk endapan Ag yang
dikarenakan gugus glukosa pada sukrosa tidak terhidrolisis/tidak terpecah
menjadi glukosa dan fruktosa (C1-2). Pada uji benedict, sukrosa direaksikan
dengan benedict yang berfungsi untuk mengetahui adanya gula pereduksi
dalam suasana basa yang ditandai terbentuknya endapan Cu2O. Pada uji ini
sukrosa memberikan 2 warna pada larutan yang disebabkan benedict tidak
dapat bereaksi dengan sukrosa yang masih mengandung glukosa dan fruktosa
yang masih berikatan.

Pada uji identifikasi polisakarida, uji iodium dilakukan dengan cara amilum
ditambahkan I2 yang akan memberikanpewrnaan kompleks kehitaman yang
akan mengidentifikasi adanya amilum pada sampel karbohidrat. Pada uji
hidrolisis amilum, amilum ditambahkan beberapa tetes HCl pekat yang
bertujuan untuk memutuskan ikatan polisakarida menjadi monosakarida
dalam suasana asam. Lalu ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk
menetralkan kelebihan asam. Lalu ditambahkan benedict yang akan
memberikan terbentuknya endapan Cu2O dalam suasana basa terhadap
adanya glukosa. Pada uji trommer, amilum ditambahkan NaOH yang
bertujuan untuk menghidrolisis polisakarida/amilum menjadi monosakarida

85
dalam suasana basa. Lalu ditambahkan CuSO4 yang bertujuan untuk
membentuk endapan Cu2O dalam suasana basa yang akan membuktikan
adanya monosakarida dapam sampel karbohidrat.

Faktor kesalahan selama praktikum yaitu kesulitan dalam menentukan


pewarnaan reagen yang terbentuk sehingga kesulitan dalam memberikan
identifikasi jenis karbohidrat dalam sampel.

86
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:
a. Reaksi yang di dapatkan berupa

Dengan menghasilkan endapan berupa Ag

b. Reaksi yang di dapatkan berupa

+ nI2 →

Dipanaskan

+2I

endapan yang terjadi berwarna hitam yang disebabkan adanya senyawa 2I

87
c. Reaksi yang di dapatkan berupa

+CuSO4+2NaOH→ Na2SO4 + CuO (s)


merah bata +

Larutan berwarna hitam dipengaruhi oleh Cu2O dan larutan berwarna biru
disebabkan karena tidak adanya karbohidrat di dalam larutan.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya dilakukan uji kuantitatif metode luff school
terhadap banyaknya kadar karbohidrat dalam suatu sampel sehingga dapat
memperdalam keterlampilan tentang analisis karbohidrat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.

88
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2009, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka; Jakarta.

Bintang, Maria, 2010, Biokimia-teknik Penelitian, Erlangga; Jakarta.

Feseenden dan Fessenden, 1986, Dasar-Dasar Kimia Organik, Binarupa Aksara;


Jakarta.

Poedjadi, Anna, 2006, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press; Jakarta.

Rosdiani, Teni, dkk, Buku Teks Ajar Siswa Paket Keahlihan Kimia Analis Kimia
Organik K13, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan; Jakarta.

Winarno, F.G, 2008, Kimia Pangan Dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka; Jakarta.

89
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Aldehid dan keton merupakan 2 dari sekian banyak kelompok senyawa
organik yang mengandung gugus karbonil. Gugus karbonil adalah gugus
yang sangat menentukan sifat kimia dari aldehid dan keton sehingga sifat-
sifat dari senyawa ini mirip. Aldehid dan keton merupakan 2 contoh
senyawa yang sangat penting dan lazim terdapat dalam sistem pada
makhluk hidup. Gula ribosa dan progesteron merupakan contoh dari
aldehid dan keton yang terdapat pada makhluk hidup. Aldehid dan keton
mempunyai bau khas yang membedakan. Umumnya aldehid berbau
merasang dan keton berbau harum.

Aldehid memiliki paling sedikit satu atom H yang melekat pada gugus
karbonil. Gugus lainnya dapat berupa gugus hidrogen, alkil/aril.
Sedangkan keton mengandung 2 gugus alkil atau aril yang terikat pada
atom karbon karbonil.

Aldehid dan keton menyumbang maanfaat yang cukup besar dalam


kehidupan. Salah satu contohnnya dari senyawa aldehid yaitu metanal.
Metanal lebih dikenal dengan nama formaldehid/formalin. Larutan
formaldehid/formalin. Larutan formaldehid 90% digunakan sebagai
antiseptik atau dikenal sebagai formalin. Sedangkan pada keton yang
paling banyak dikenal yaitu aseton yang digunakan sebagai pelarut dan
pembersih kaca selain itu juga dapat dipakai sebagai densinfektan dan zat
pengawet.

Oleh karena itu, percobaan ini dapat dilakukan agar para praktikan dapat
mempelajari identifikasi aldehid dan keton sehingga dapat membedakan

90
serta mengetahui fungsi aldehid dan keton pada kehidupan manusia serta
peranan dari aldehid dan keton pada indutri sesuai pemanfaatannya.

91
1.2 Tujuan percobaan
a. Untuk mengetahui kelarutan aldehid dan keton dalam air.
b. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada aldehid dengan reaksi
KMnO4, tollens, dan fehling.
c. Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada keton dengan reaksi
KMnO4, tollens, dan fehling.

92
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN

Aldehid dan keton merupakan dua dari sekian banyak kelompok senyawa organik
yang mengandung gugus karbonal. Suatu keton menghasilkan dua gugus alkil
yang terkait pada karbon. Gugus lain dalam suatu aldehil dapat berupa alkil atau
H. Aldehid dan keton yang lazim terdapat dalam sistem makhluk hidup. Banyak
aldehid dan keton yang mempunyai bau yang khas, yang membedakaannya
umumnya aldehid berbau merangsang dan keton berbau harum (Fessenden, 1997).

Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus –CO namanya


diturunkan dari asam yang terbantuk bila senyawa oksidasi lebih lanjut. Aldehid
diperoleh dari pengoksidian sebagai alcohol primer. Misalnya etil alkhohol bila
diosidasi lagi akan menjadi asam asefat sedangkan keton senyawa dengan gugus
karbiksil terikat pada dua radikal hidrikarbon: keton yang paling sederhana adalah
aseton. Aseton (dimetilketon) CH3COOH3 merupakan zat cair tanpa warna yang
mudah terbakar mempunyai bau dan rasa yang khas, digunakan sebagai pelarut
dalam industri dan dalam labolatorium (Petrucci, 1999).

Aldehid dan keton mengandung gugus karbonil C=O. jika dua gugus ini
menempel pada gugus karbonil adalah gugus karbon, maka senyawa itu
dinamakan keton. Jika salah satu dari kedua gugus tersebut adalah hidrogen, maka
senyawa tersebut adalah golongan aldehid. Oksida parsial dari alkohol
mengkhasilkan aldehid. Oksidasi alkohol sekunder menghasilkan keton. Oksidasi
bertahap dari etanol menjadi asetaldehida kemudian menjadi asam asefat yang
diintustrasikan dengan model molekul (Petrucci, 1999).

Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan reaksi reduksi.
Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton. Aldehid mudah sekali
dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator. Aldehida dapat dioksidasi

93
dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan reaksi reduksi terbagi menjadi
tiga bagian yaitu reduksi menjadi alksloreduksi menjadi hidrokarbon dan
reduksipiankol (Wilbraham, 1992).

Sifat-sifat fisik aldehid dan keton, karena aldehid dan keton tidak mengandung
hidrogen yang terkait pada oksigen, maka tidak dapat terjadi ikatan hydrogen
seperti pada alkohol. Sebaliknya aldehid dan keton dalah polar dan dapat
membetuk gaya tarik menarik elektrostatik yang relatif kuat antara molekulnya,
bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negative dari yang
lain (Fessenden, 1997).

Keton tak mudah dioksidasi, tetapi aldehid sangat mudah teroksidasi menjadi
asam karboksilat. Hampir setiap rigensia yang mengoksidasi suatu aldehida.
Garam permanganat atau dikromat merupakan zat pengoksidasi yang terpopuler,
tetapi bukanlah satu-satunya raginsia yang dapat digunakan (Fessenden, 1997).

Aseton adalah keton yang paling penting. Ia merupakan cairan volatile (titik didih
56oC) dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk macam-macam
senyawa organik, banyak digunakan bentuk vernis, lak dan plastik. Tidak seperti
kebanyakan pelarut organic lain, asent Ru bercampur dengan totalitasnya,
membuat aseton sering digunakan sebagai penyaring alat-alat laboratorium. Alat-
alat gelas laboratorium yang masih basah dibilas dengan aseton, dan lapisan
aseton yang menempel kemudian dengan mudah menguap. salah satu metode
pembuatan aseton ialah melalui dehidrogenasi isopropyl alkohol dengan bantuan
kawat lembaga (Tim dosen, 2004).

Nama IUPAC aldehida diturunkan dari nama partai hidrolik alkana dengan
menggantikan akhiran-a dengan –al. jika rantai karbon aldehida mengikat
substituen, penomoran rantai utama dimulai dari atom karbon karbonil (Tim
dosen, 2004).

94
Dalam sistem IUPAC, keton diberiakhiran –on (dari suku terakhir kata keton).
Penomoran dilakukan sehingga gugus karbonil mendapat nomor terkecil.
Biasanya keton diberi nama dengan menambahkan kata keton setelah nama- nama
gugus alkil atau ail yang melekat pada gugus karbonil. Samahalnya dengan
aldehida, nama umum sering digunakan (Hart, 1988).

Air adalah mukleoofil oksigen, dan dapat bereaksi pada aldehida dan keton
melalui reaksi bolak-balik misalnya, formaldehida dalam air berada dalam bentuk
hidratnya. Tetapi untuk kebanyakan aldehida atau keton, hidratnya tidak dapat
diisolasi karena wadah nya unsur lain atau terlepas dan membentuk senyawa
karbonil kembali (Hart, 1998).

Aldehid dan keton bereaksi dengan berbagai senyawa, tetapi pada umumnya
aldehid lebih reaktif dibanding keton. Kimianya memananfaatkan kemudahan
oksidasi aldehid dengan menggembangkan beberapa uji untuk mendeteksi gugus
ini (Willbraham, 1992).

Uji tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana
yang termasuk senyawa aldehid dan mana yang termasuk senyawa keton. Selain
dengan menggunakan uji tollens untuk membedakan senyawa aldehid dan keton
dapat juga menggunakan uji fehling dan uji benedict. Aldehid lebih mudah
dioksidasi dibanding keton. Oksidasi aldehid menghasilkan asam dengan jumlah
atom karbon yang sama (Hart, 1998).

Peraksi tollens, pengoksidasi ringan, adalah lautan basa dan perak nitrat.
Larutannya jernih dan tidak berwarna untuk mencegah pengendapan ion perak
sebagai oksidasi pada suhu tertinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan
amonia. Ammonia membentuk rotapleks larut air dengan ion perak (Willbraham,
1992).

95
Pereaksi fehling terdiri atas fehling A dan fehling B berupa larutan yang berwarna
biru tua. Dalam reaksi fehling ini, terdapat ion Cu2+ sebagai ion kompleks.
Sebagai contoh, formadehid dalam peraksi fehling akan mereduksi tembaga,
sehingga berntuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata (Larasati, 2010).

96
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Beaker glass 250 mL
e. Hot plate
f. Botol semprot
g. Penjepit tabung reaksi

3.2.1 Bahan
a. Formalin
b. Aseton
c. Akuades
d. Larutan fehling A
e. Larutan fehling B
f. Larutan AgNO3 0,1 N
g. Larutan KOH O,5 N
h. Larutan KMnO4 0,1 N
i. Kertas label

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Kelarutan aldehid dan keton dalam air
a. Disiapkan 2 tabung
b. Diisi tabung dengan 0,5 mL formalin dan tabung kedua dengan 0,5 mL
aseton
c. Diperhatikan warna dan perubahannya

97
d. Ditambahkan setetes demi setetes aquadest dan dikocok
e. Diperhatikan perubahan yang terjadi dan dicatat

3.2.2 Reaksi antara aldehid dan keton dengan KMnO4


a. Diambil larutan A diatas
b. Ditambahkan 1-2 tetes KMnO4 0,1 N pada tiap tabung
c. Diperhatikan warna kMnO4 tersebut
d. Diperhatikan perubahan yang terjadi dan dicatat

3.2.3 Reaksi antara aldehid dan keton dengan pereaksi Tolleis


a. Disiapkan 2 buah tabung reaksi
b. Diisi masing-masing tabung reaksi dengan 1 mL AgNO3 0,1 N
c. Ditambahkan setetes demi setetes KOH 0,5 N hingga endapan terbentuk
larutan kembali
d. Ditambahkan 0,5 mL formalin pada tabung 1 dan 0,5 mL pada tabung 2
e. Dipanaskan beberapa menit diatas penagas air
f. Diperhatikan perubahan yang terjadi dan dicatat

3.2.4 Reaksi antara aldehid dan keton dengan pereaksi fehling


a. Disiapkan 2 tabung reaksi
b. Diisi masing-masing 1 mL fehling A dan fehling B
c. Ditambahkan 0,5 mL formalin pada tabung 1 dan pada tabung 2 dengan 0,5
mL aseton, lalu dikocok
d. Dipanaskan beberapa menit diatas penagas air
e. Diperhatikan perubahan yang terjadi dan dicatat

98
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Kelarutan Aldehid Dan Keton Dalam Air
Zat Warna Bau Kelarutan dalam air
Formalin Bening Tak berbau Larut
Aseton Bening Berbau balon Larut

4.1.2 Tabel Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan KMnO4


Zat Perubahan warna
Formalin Berwarna ungu dari bening
Aseton Berwarna ungu dari bening

4.1.3 Tabel Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan Pereaksi Tollens
Zat Pereaksi tollens
Formalin Adanya endapan perak pada dinding tabung reaksi
Aseton Tidak adanya endapan perak pada dinding tabung reaksi

4.1.4 Tabel Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan Pereaksi Fehling
Zat Pereaksi Tollens
Formalin Adanya endapan Cu2O berwarna merah bata
Aseton Tidak adanya endapan

4.2 Reaksi
4.2.1 Kelarutan Aldehid Dan Keton Dalam Air
a. Formalin
HCOH (aq) + H2O (l)  HCOOH (aq) + H2 (g)
b. Aseton
CH3COCH3 (aq) +H2O (l)  CH3COOCH3 (aq) berbau balon + H2 (g)

99
4.2.2 Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan KMnO4
a. Formalin
HCOH (aq) + KMnO4 (aq)  HCOOH (aq) + MnO2 (s) coklat + KOH (aq)
b. Aseton
CH3COCH3 (aq) +
4.2.3 Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan Pereaksi Tollens
Reaksi pembentukan reagen Tollens:
AgNO3 (aq) + KOH (aq)  AgOH (s) + KNO3 (aq)
2 AgOH (s) + 2KOH (aq)  Ag2O (aq) + K2O (aq) + H2O (aq)
2Ag2O (aq) + 4KOH (aq)  4AgK2OH (aq) + O2 (g)
a. Formalin
HCOH (aq) + 2 AgK2OH (aq)  2Ag (s) + HCOOK (aq) + H2O (aq)
b. Aseton
CH3COCH3 (aq) + AgK2OH (aq)
4.2.4 Reaksi Antara Aldehid Dan Keton Dengan Pereaksi Fehling
a. Formalin
HCOH (aq) + CuO (aq)  HCOOH (aq) + Cu2O (s)
b. Aseton
CH3COCH3 (aq) + CuO (aq)

4.3 Pembahasan
Pada uji identifikasi aldehid, uji kelarutan dalam air memberikan data yaitu
larut dalam air, berwarna bening dan tak berbau. Pada uji fehlinh terbentuk
endapan Cu2O berwarna merah bata. Pada uji tollens, terbentuk endapan Ag
pada dinding tabung reaksi. pada uji KMnO4, aldehid bereaksi dengan
KMnO4 yang memberikan pewarnaaan ungu pada larutan yang sebelumnya
bening.

Pada uji identifikasi keton, uji kelarutan dalam air memberikan data yaitu
larut dalam air, berwarna bening dan berbau balon. Pada uji fehling tidak

100
terbentuknya endapan. Pada uji tollens, tidak terbentuknya endapan. pada uji
KMnO4, keton bereaksi dengan KMnO4 yang memberikan pewarnaaan ungu
pada larutan yang sebelumnya bening. Uji positif adanya aldehid ialah
terbentuknya endapan Cu2O (merah bata) dengan pereaksi fehling, pada
Tollens terbentuknya endapan Ag, pada uji KMnO4 terbentuknya endapan
MnO2 (coklat), dan pada uji kelarutan dalam air terciumnya bau cuka.

Pada uji kelarutan, aldehid dioksidasi oleh air sehingga membentuk asam
karbosilat dan aldehid mudah larut dalam air dikarenakan aldehid dan air
memiliki sifat yang sama yaitu bersifat polar. Dimana senyawa polar hanya
dapat larut dalam senyawa polar. Sedangkan keton dioksidasi oleh air
sehingga membentuk ester dan keton mudah larut dalam air dikarenakan
aldehid dan air memiliki sifat yang sama yaitu bersifat polar.

Pada uji Tollens, AgNO3 ditambahkan KOH untuk membentuk senyawa


AgK2OH. Lalu ditambahkan larutan aldehid sehingga terbentuk endapan Ag
yang dikarenakan aldehid mengoksidasi larutan AgK2OH dimana aldehid
mudah dioksidasi. Sedangkan keton tidak terdapaet endapan Ag dikarenakan
keton lebih sukar dioksidasi oleh larutan AgK2OH. Lalu dipanaskan untuk
mempercepat terjadinya endapan Ag. Apabila Tollens membentuk endapan
Ag maka didalam sampel tersebut mengandung gugus aldehid.

Pada uji fehling, aldehid ditambahkan fehling Adan B untuk membentuk


endapan Cu2O yang berwarna merah bata yang dikarenakan fehling
dioksidasi oleh aldehid. Sedangkan keton sukar dioksidasi oleh fehling. Lalu
dipanaskan diatas penangas air yang bertujuan untuk mempercepat
pembentukn endapan Cu2O yang berwarna merah bata. Apabila fehling
membentuk endapan Cu2O (merah bata) maka didalam sampel tersebut
mengandung gugus aldehid.

101
Pada uji reaksi KMnO4, larutan aldehid ditambahkan KMnO4 untuk
membentuk endapan MnO2 yang dikarenakan larutan aldehid mengoksidasi
KMnO4. Sedangkan keton tidak mudah dioksidasi oleh KMnO4 dan warna
larutan pada aldehid dan keton berwarna ungu. Apabila KMnO4 membentuk
endapan MnO2 (coklat) maka didalam sampel tersebut mengandung gugus
aldehid.

Factor kesalahan salama praktikum yaitu dimana warna KMnO4 lebih kuat
sehingga endapan MnO2 tak terlihat dengan jelas sehingga pada data
pengamatan hanya memiliki pewarnaan yang sama yaitu ungu.

102
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
a. Pada uji kelarutan dalam air, aldehid larut dalam air, tak berbau dan
berwarna bening. Sedangkan keton larut dalam air, berbau, berwarna
bening. Hal ini disebabkan kation dan aldehid bersifat polar sehingga
mudah larut dalam air.
b. Pada aldehid dengan uji KMnO4 berwarna ungu, terbentuk endapan
dengan Ag pada uji tollens dan terbentuk endapan Cu2O yang berwarna
merah bata pada uji fehling
c. Pada keton dalam uji KMnO4 memiliki warna ungu, tak berbentuk
endapan Cu2O pada uji fehling

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya dilakukan uji kuantitatif adanya
aldehid atau formalin di dalam makanan basah untuk memperdalam uji
kualitatif maupun kuantitatif senyawa organik

103
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, 1997, Dasar-dasar Kimia Organik, Bina aksana; Jakarta.

Hart, Harold, 1998, Kimia Organik, Erlangga; Jakarta.

Larasati, Dian, 2010, Reaksi-reaksi Aldehid dan Keton, Universitas Lampung;


Lampung.

Pettruci, R.H, 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Jakarta:Erlangga.

Tim Dosen, 2004, Kimia Dasar II, Universitas Hassanuddin; Makakssar.

Willbraham, 1992, Kimia Organik.dan Hayati, ITB; Bandung.

104
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemisahan dan pemurnian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
memisahkan atau memurnikan suatu senyawa atau sekelompok senyawa yang
mempunyai susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala
laboratorium maupun skala industri. Pada prinsipnya pemisahan dilakukan
umtuk memisahkan dua zat atau lebih yang saling bercampur, sedangkan
pemurnian dilakukan untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah
tercemar oleh zat lain.

Zat atau materi yang dapat dipisahkan dari campurannya karena campuran
tersebut memiliki perbedaan sifat, yang mendasari pemisahan dari campuran
zat tersebut. Dalam kenyataannya pemisahan dan pemurnian ini dilakukan
secara atau dalam kata lain pemisahan dan pemurnian tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.

Salah satu metode pemisahan atau pemurnian adalah destilasi. Destilasi adalah
suatu metode pemisahan yang didasrkan pada perbedaan titik didih tiap
komponen unsur/senyawa dalam suatu campuran.

Penerapan metode ini adalah pemisahan alcohol dari hasil fermentasi glukosa
oleh bakteri sehingga alkohol yang didapatkan dapat diproses kembali sebagai
antiseptic, bir maupun larutan pembersih alat kedokteran/laboratorium.

Oleh karena itu, mempelajari metode pemisahan dan pemurnian dengan


destilasi sangatlah diperlukan untuk memahami proses destilasi dalam skala
laboratorium dimana metode ini dapat ditemui/digunakan dalam proses
industri maupun dalam kehidupan sehari-hari.

105
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui massa jenis dan volume destilat pada hasil pertama dan
kedua.
b. Untuk mengetahui suhu pada air pendingin, proses pemanasan campuran
dan hasil destilat untuk hasil destilat pertama dan kedua.
c. Untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan terhadap hasil destilat yang
diperoleh.

106
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses Destilasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam
larutan yang berbentuk cair atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik
didih komponen yang ada di dalamnya. Dasar dari pemisahan dengan distilasi
adalah jika suatu campuran komponen diuapkan maka komposisi pada fase uap
akan berbeda dengan fase cairnya. Untuk komponen yang memiliki titik didih
lebih rendah maka akan didapatkan komposisi yang cenderung lebih besar pada
fase uapnya, uap ini diembunkan dan dididihkan kembali secara bertingkat–
tingkat maka akan diperoleh komposisi yang semakin murni pada salah satu
komponen. Pada beberapa campuran komponen, untuk komposisi, suhu dan
tekanan tertentu tidak memenuhi kecenderungan tersebut, artinya jika campuran
tersebut dididihkan maka komposisi fase uapnya akan memiliki komposisi yang
sama dengan fase cairnya, keadaan ini disebut kondisi azeotrop, sehingga
campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi biasa
(Abassato, 2007).

Destilasi adalah suatu metode pemisahan Hukum Raoult berdasarkan perbedaan


titik didih. Untuk membahas destilasi perlu dipelajari proses kesetimbangan fasa
uap-cair; kesetimbangan ini tergantung pada tekanan uap larutan. Hukum Raoult
digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada proses pemisahan yang
menggunakan metode destilasi, menjelaskan bahwa tekanan uap suatu komponen
yang menguap dalam larutan sama dengan tekanan uap komponen murni
dikalikan fraksimol komponen yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama
(Armid, 2009).

Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut
pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya
sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat.

107
Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan
cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya yang
mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada destilasi biasa, tekanan uap
di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk senyawa murni,
suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat terjadinya
proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Sahidin, 2008).

Untuk memisahakan alkohol dari campuran dan meningkatkan kadar alkohol,


perlu didistilasi. Maksud dan proses destilasi adalah untuk memisahkan campuran
etanol air dengan etanol. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen
yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah
dioprasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal efesien.
Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada suhu 100oC dan etanol mendidh pada
suhu skitar 77oC. Perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinnkan
pemisahan campuran etanol air. Prinsip kerja dari destilasi etanol adalah jika
larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol
menguap dari pada air. Jika uap-uap ini didinginkan (dikondensasi), maka
konsentrasi etanol dalam cairan yang dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari
pada dalam larutan aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian
dikondensasikan, maka konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa
diulangi terus, sampai sebagian besar dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu
fasa. Namun hal ini ada batasnya. Pada larutan 96% etanol, didapatkan suatu
campuran dengan titik didih yang sama (azeotrop). Pada keadaan ini, jika larutan
96% alkohol ini dipanaskan, maka rasio molekul air dan etanol dalam kondensat
akan teap konstan sama. Jika dengan cara distilasi ini, alcohol tidak bias lebih
pekat dari 96% (Harahap, 2003).

Pemisahan dan pemurnian senyawa organik dari suatu campuran senyawa


dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan karakter sample. Destilasi
sederhana, pemisahan ini dilakukan bedasarkan perbedan titik didih yang besar
atau untuk memisahkan zat cair dari campurannya yang yang berwujud padat.

108
Destilasi bertingkat, pemisahan ini dilakukan berdasarkan perbedaan titik didih
yang berdekatan.. Destilasi uap, dilakukan untuk memisahkan suatu zat yang
sukar bercampur dengan air dan memiliki tekanan uapnyang relative tunggi atau
memiliki Mr yang tinggi. Destilasi merupakan penguapan suatu cairan dengan
cara memanaskannya dan kemudian mengembunkan uapnya kembali menjadi
cairan. Destilasi sebagai proses pemisahan dikembangkan dari konsep-konsep
dasar: tekanan uap, kemenguapan, dan sebagainya. Destilasi digunakan untuk
pemisahan cairan-cairan dengan tekanan uap yang cukup tinggi. Dengan kolom
yang dirancang secara baik, dapat memisahkan cairan-cairan dengan perbedaan
tekanan uap yang kecil (tapi tidak campuran azeotrop). Destilasi merupakan
metode isolasi atau pemurnian (Bahti, 1998).

Proses pemurnian minyak atsiri bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa


metode, yaitu secara fisika dan kimia. Proses pemurnian secara fisika bisa
dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation)
dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Dalam proses secara fisika,
yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang minyak atsiri dengan
menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5 dalam labu
destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan terlihat
lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak nilam dengan metode
redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4 %
menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm.
Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Komponen kimia yang terpisah sesuai
dengan golongannya (Hernani, 2006).

109
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Adaptor
b. Botol semprot
c. Ember
d. Erlenmeyer 250 mL
e. Gelas kima 100 mL
f. Gelas ukur 250 mL
g. Hot Plate
h. Kepala destilasi
i. Kondensor spiral
j. Labu alas bulat 500 mL
k. Neraca analitik
l. Piknometer 25 mL
m. Pompa
n. Selang
o. Statif dan klem
p. Stopwatch
q. Termometer
3.1.2 Bahan
a. Akuades
b. Aluminium foil
c. Es batu
d. Etanol 96 %
e. Tisu

110
3.2 Gambar Rangkaian Alat Destilasi Sederhana

f
d
1

c2

e h
g
i
b k

j l
a

Keterangan
a. Hot plate
b. Labu alas bulat
c. Kepala destilasi
d. Termometer
e. Kondensor spiral
f. Selang air masuk dan keluar
g. Statif dan klem
h. Adaptor
i. Aluminium foil
j. Labu erlenmeyer
k. Ember
l. Pompa air

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Proses Destilasi Uap
a. Dirangkai alat-alat destilasi sederhana.
b. Diperiksa instalasi dan semua sambungan alat-alat destilasi dengan benar
dan dipastikan tidak ada yang kendor dan salah pasang.

111
c. Disiapkan air untuk kondensor yaitu air dingin lalu diukur dan dijaga
suhunya.
d. Dinyalakan pemanas untuk memulai proses destilasi.
e. Dilakukan operasi destilasi menggunakan stopwatch pada saat tetesan
pertama dengan waktu 30 menit.
f. Didapatkan hasil pada erlenmeyer lalu diukur volume destilat dan suhu
destilatnya.
g. Disimpan hasilnya pada labu erlenmeyer dan dipisahkan di tempat yang
aman.
h. Disimpan hasilnya pada labu erlenmeyer dan dipisahkan di tempat yang
aman.

3.2.2 Menghitung Densitas Alkohol Hasil Destilasi


a. Ditimbang piknometer dalam keadaan kosong dan dicatat hasilnya.
b. Ditimbang piknometer yang berisi destilat dan dicatat hasilnya.
c. Dihitung massa alkohol dengan mencari selisih antara berat piknometer
yang telah berisi dengan massa piknometer kosong.

112
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.3 Tabel Hasil Pengamatan
Volume Suhu (⁰C) Massa Volume
Waktu
destilat jenis residu
(menit) pendingin campuran Destilat
(mL) (gr/mL) (mL)
30 12,5 18 78 27 0,822
236
30 42 20 78 29 0,8176

4.5 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Massa Destilat 1
Diketahui:
Massa piknometer kosong = 16,103 gr
Massa piknometer berisi destilat = 24,323 gr
Volume destilat = 12,5 mL
Volum residu = 236 mL
Ditanya:
Massa jenis destilat = ...?
Penyelesaiian:
Massa destilasi = Massa piknometer berisi destilat – Massa piknometer
kosong
= 24,323 gr – 16,103 gr
= 8,220 gr
M
Massa jenis destilat = V
8,220 gr
= 10 mL

= 0,822 gr/mL

113
4.2.2 Perhitungan Massa Destilat 2
Diketahui:
Massa piknometer kosong = 16,103 gr
Massa piknometer berisi destilat = 24,279 gr
Volume destilat = 42 mL
Volum residu = 236 mL
Ditanya:
Massa jenis destilat = ...?
Penyelesaiian:
Massa destilat = Massa piknometer berisi destilat – Massa piknometer
kosong
= 24,279 gr – 16,103 gr
= 8,176 gr
M
Massa jenis destilat = V
8,176 gr
= 10 mL

= 0,8176 gr/mL
4.4.3 Persen Rendemen
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑠𝑡𝑖𝑙𝑎𝑡
% Rendemen = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 × 100 %
12,5 + 42
= 300 𝑚𝐿

= 18,166 %

4.6 Pembahasan
Pada percobaan pertama, terlebih dahulu dirangkai alat destilasi lalu diukur
masing-masing 150 mL etanol dan akuades. lalu masukkan etanol dan
akuades dengan perbandingan 1 : 1 kedalam labu alas bulat, kemudian
dihomogenkan, lalu dinyalakan hot plate hingga titik didih etanol, lalu
dinyalakan stopwath, kemudian setelah 39 menit didapat volume destilat
pertama sebanyak 12,5 mL dengan suhu 27 ⁰C, setelah itu dimasukkan hasil

114
destilat kedalam piknometer lalu ditimbang dan didapat massa destilat 8,220
gram dengan massa jenis 0,822 gr/mL.

Pada percobaan kedua yaitu pergantian erlenmeyer pertama dengan


erlenmeyer kedua secara cepat,. Stopwath dinyalakan kembali selama 30
menit. Setelah 30 menit didapat volume destilat kedua sebanyak 42 mL dan
suhu destilat 29⁰C. Kemudian destilat dimasukkan kedalam piknometer lalu
ditimbang, didapatkan massa destilat 8,176 gram dengan massa jenis 0,8176
gr/mL. Pada percobaan hasil yang didapatkan etanol yang memiliki titik
didih rendah yaitu 78⁰C akan menguap terlebih dahulu dibandingkan
akuades yang memiliki titik didih 100⁰C. Sehingga yang menjadi destilat
yaitu etanol dan yang menjadi residu dalam labu alas bulat adalah akuades.

Pada percobaan ini, suhu sangat berpengaruh terhadap volume destilat yang
dihasilkan dan massa jenis yang didapat. Semakin tinggi suhu atau titik
didihnya maka semakin besar pula mass jenis yang didapat. Pada percobaan
pertama suhu yang didapat pada labu alas bulat 24⁰C dan volume 60 mL.
Pada percobaan kedua suhu yang didapat pada labu alas bulat 24⁰C dan
volume 42 mL.

Fungsi alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi uap


dingunakan untuk proses destilasi uap dalam. Percobaan hot plate
digunakan untuk memanaskan larutan, campuran yang ada dalam labu alas
bulat. Termometer digunakan untuk mengukur suhu pendingin, suhu
pemanas dan suhu destilat, labu erlenmeyar sebagai tempat destilat, kepala
destilat sebagai penghubung labu alas bulat dengan kondensor. Kondensor
sebagai tempat saluran destilat menuju adaptor dan erlenmeyer. Kondensor
memiliki 2 lubang diatas yaitu untuk aliran masuk dan aliran keluar air
pendingin. Statif dan klem sebagai Penyelesaiianangga agar tidak jatuh,
ember sebagai wadah air pendingin, dan pompa untuk mengalirkan air
pendingin. Fungsi bahan akuades adalah larutan yang dicampurkan dengan

115
etanol dan etanol sebagai destilat apabila setelah proses destilasi
berlangsung.

Prinsip percobaan pada destilasi sederhana adalah pemisahann yang di


dasarkan karena adanya perbedaan titik didih antara komponen – komponen
yang akan di pisahkan, di mana prinsif percobaan ini analit yang memiliki
titik didih yang rendah akan menguap lebih awal seperti pada etanol dan
aqudest . etanol menguap karenamemiliki titik didih 78 ℃ sedangkan
aqudest belum menguap di karenakan memilki titik didih 100 ℃.

Faktor kesalahan pada percobaan kali ini adalah kurang tepatnya pembacaan
termometer sehingga yang menyebabkan data yang di peroleh kurang
akurat.

116
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan,
yaitu:
a. Massa jenis dan volume destilat yang pertama sebesar 0,822 g/mL dan
12,5 mL. Massa jenis dan volume destilat yang kedua sebesar 0,8176 g/mL
dan 42 mL.
b. Pada hasil destilat yang pertama, suhu pada air pendingin, proses
pemanasan campuran dan hasil destilat secara berturut-turut sebesar 18 °C,
78 °C dan 27 °C. Pada hasil destilat yang kedua, suhu pada air pendingin,
proses pemanasan campuran dan hasil destilat secara berturut-turut sebesar
20 °C, 78 °C dan 29 °C.
c. Pengaruh suhu terhadap hasil destilat yang diperoleh yaitu semakin tinggi
suhu pemanasan maka hasil destilat yang diperoleh akan semakin banyak
serta waktu yang diperlukan semakin cepat dan sebaliknya.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya proses destilasi sederhana dengan menggunakan
campuran butanol dan methanol untuk memperdalam proses destilasi
sederhana skala laboratorium.

117
DAFTAR PUSTAKA

Abbssato, Tony Irwanto dan Eko Aris Budiarto, 2007, Efisiensi Kolom Sieve Tray
pada Destilasi yang Mengandung Tiga Komponen (Aceton-Alkohol-Air);
Jurnal Nasional.

Armid, 2009, Penentuan Praktikum Metode Pemisahan Kimia, Unhalu; kendari.

Bahti, 1998, Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika, Universitas Padjajaran;


Bandung.

Harahap, 2003, Karya Ilmiah Produksi Alkohol:6

Hernani, 2003, Peningkatan Mutu Minyak Atsiri melalui Proses Permurnian: 2.3

Sahadin, 2008, Penuntun praktikum Kimia Organik 1, Unhulu; Kendari.

118
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap macam pelarut yang tidak saling
bercampur. Ekstraksi terdapa dua jenis yaitu ekstraksi padat ke cair dan
ekstraksi cair ke cair.

Ekstraksi padat ke cair memungkinkan minyak diambil dari padatan. Minyak


yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai minyak atsiri. Dimana minyak atsiri
ini sering disebut juga sebagai minyak essential. Minyak atsiri merupakan
minyak nabati yang di ambil dari daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang,
atau akar. Minyak atsiri sendiri memiliki ciri khas berupa mudah menguap
dan beraroma khas.

Pada kehidupan manusia minyak atsiri yang sering kita jumpai bahkan sudah
masuk kedalam proses industri adalah minyak kayu putih. Yang mana kita
tahu bahwa minyak kayu putih merupakan hasil ekstraksi dari daun dan kayu
dari pohon kayu putih. Hasil ekstraksi yang di jual dalam bentuk kemasan
memudahkan kita untuk menggunakan dalam berbagai keperluan dalam
kehidupan sehari-hari. Dimana minyak kayu putih berguna untuk minyak
pengobatan yang umumnya dibalurkan pada tubuh.

Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk membuktikan teori ekstraksi
minyak atsiri dengan menggunakan sempel berupa daun kemangi dan alat
yang digunakan berupa soxlet sehingga praktikum dapat mengatahui proses
terjadinya ekstraksi.

119
1.2. Tujuan percobaan
a. Untuk mengetahui berat minyak yang dihasilkan.
b. Untuk mengetahui penyebab sempel bisa naik ke atas tabung soxlet saat
terjadinya ekstraksi.
c. Untuk mengetahui volume akhir dari ekstraksi kemangi.

120
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pemisahan campuran adalah proses memisahkan dua jenis zat atau lebih agar zat
tersebut terpisah dan menjadi zat tunggal dengan melakukan tindakan-tindakan
secara fisika maupun kimia. Suatu campuran disusun oleh materi-materi yang
memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda. Berdasarkan sifat-sifat amteri yang
menyusunnya, maka suatu campuran dapat dipisahakan dengan cara tertentu.
Beberapa hal yang menjadi dasar metode pemisahan campuran, yaitu partikel,
titik didih , kelarutan, dan adsorbs. Pemisahan campuran yang meliputi campuran
macam-macam pemisahan, metode, dan teknik pemisahan campuran (Petrucci,
1996).

Pemurnian adalah suatu proses memurnikan suatu campuran untuk mendapatkan


zat-zat murni dalam proses pemurnian dengan menggunakan berbagai proses
pemurnian agar didapatkan uatu zat murni. Dalam proses pemurnian ini bertujuan
untuk memisahkan campuran zat agar mendapatkan kembali zat yang
menggunakan berbagai macam prinip (Petrucci, 1996).

Campuran merupakan suatu bahan yang berlainan yang bergabung menjadi suatu
yang masih mempunyai sifat zat asalnya. Campuran homogen adalah
penggabungan dua zat tunggal atau lebih yang semua partikelnya membentuk satu
fasa. Yang disebut satu fasa adalah zat yang sifatnya komposisinya sama antara
satu bagian yang lain didekatnya, sendangkan campuran heterogen adalah
penggubungan yang tidak merata antara dua zat tunggal atau lebih sehingga
perbandingan komponen yang satu dengan yang lainnya tidak sama diberbagai
bagian bejana. Dengan kata lain, campuran heterogen masih ada bidang batas
antara kedua komponen atau mengandung lebih dari satu fase (Syukri, 1999).

121
Metode pemisaha dan pemurnian dapat digunakan, yaitu:
a. Dekantasi adalah suatu cara pemisahan anatara larutan dan padatan yang
paling sederhana, yaitu dengan menuangkan cairan perlahan-lahan dengan
menggunakan proses pemurnian/pemurnian dimana endapan tertinggal di
dasar bejana jika endapan mempunyai ukuran partikel yang besar dan massa
jenisnya pun besar.
b. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan atau septum.
c. Kristalisasi adalah proses pembentukan bahan padat dari pengendapan
larutan. Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia antara bahan
padat-cair, dimana terjadi perpindahan massa dari suatu zat terlarut dari
cairan larutan ke fase kirstal padat.
d. Sublimasi adalah proses wujud atau perubahan wujud dari padat ke gas tanap
mencair terlebih dahulu. Sublimasi juga dapat diartikan sebagai metode
pemisahan campuran yang didasarkan pada campuran zat yang memiliki
suatu zat yang dapat menyublim, sedangkan zat lain tidak dapat menyublim.
e. Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut. Pelarut hanya boleh
melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari
bahan ekstraksi.
(Syukri, 1999).

Minyak atsiri adalah salah satu jenis minyak nabati. Minyak atsiri sering juga
disebut sebagai essential oil. Minyak atsiri mengandung bermacam-macam
seyawa, tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi 4 senyawa dominan yaitu
terpene, komponen hidrokarbon berantai lurus, senyawa turunan benzena, dan
senyawa lain yang spesifik untuk masing –masing tanaman. Minyak atsiri
memiliki sifat mudah larut dalam pelarut organik (Guenther, 1987).

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak. Atau ekstraksi merupakan suatu

122
proses mengambil atau menarik senyawa yang terdapat dalam suatu bahan dengan
pelarut yang sesuai (Ketaren, 1986). Ekstraksi adalah sutu proses pemisahan suatu
zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut
(Syukri, 1999).

Ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya, yaitu:
a. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
b. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.
(Muhiedin, 2008)

Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan
perkolasi. Jika senyawa yang ingin dipisahkan rentan terhadap pemanasan maka
digunakan metode, yaitu:
a. Maserasi adalah cara ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia
menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan.
b. Perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari melalui
bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.
Jika senyawa yang ingin dipisahkan tahan terhadap pemanasan maka metode,
yaitu:
a. Refluktasi adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Atau Refluks adalah teknik yang melibatkan
kondensasi uap dan kembali kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal.
b. Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat
dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut
yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel
terisolasi dengan sempurna.
(Soebagio, 2005).

123
Ekstraksi cair-cair dapat digunakan untuk mengambil zat terlarut dalam air
dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan yang
paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan
baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada
distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya
adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase
pelarut (Khopkar, 2010).

Sifat fisika kloroform yaitu cairan bening, mudah menguap, berbau menyengat,
memiliki densinitas 1,489 g/mL, memiliki titik didih pada 61.5 °C. Sifat kimia
kloroform yaitu dapat larut dalam benzene, aseton, dapat bercampur dengan dietil
eter, alkohol, dan CCl4 (Ketaren, 1986).

Sifat fisika minyak atsiri yaitu berwujud cair, mudah menguap, memiliki
densinitas 0,8-1,18 g/mL, memiliki indeks bias 1,5515-1,5641. Sifat kimia
minyak atsiri yaitu dapat dioksidasi menjasi aldehid dan asam organik, dapat
dihidrolisis sehingga membantuk asam bebas dan alkohol (Ketaren, 1986).

124
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Bak
b. Gelas ukur 250 mL
c. Heat mantle
d. Kaca arloji
e. Klem & statif
f. Kondensor kolom
g. Labu leher 4
h. Mortar & alu
i. Neraca analitik
j. Pompa
k. Selang
l. Spatula
m. Tabung soxhlet
n. Terminal
o. Thermometer

3.1.2 Bahan
a. Kloroform 250 mL
b. Daun kemangi 30,0915 g
c. Air pendingin/es batu
d. Kertas saring
e. Aluminium foil

125
3.2 Rangkaian Alat

Kondensor
kolom

Selang air
masuk

Selang air Tabung


Klem
keluar soxhlet
& statif

termometer Labu
leher 4

Heat
mantle
pompa
bak

3.3 Prosedur Pelaksanaan


a. Disiapkan seperangkat alat soxhlet.
b. Dihaluskan bahan alam sebanyak 30 gram.
c. Dimasukkan sampel ke dalam kertas saring yang dibuat dalam bentuk
silinder.
d. Dimasukkan sampel ke dalam tabung soxhlet.
e. Dimasukkkan 250 mL kloroform ke dalam labu leher 4.
f. Dinyalakan heat mantle dengan suhu 60-70 °C, hingga pelarut kloroform
mendidih dan uapnya mengembung hingga menghasilkan tetesan.
g. Diukur suhu dan dihitung waktu tiap sirkulasi.

126
h. Setelah proses ekstraksi selesai, bungkusan sampel diambil dan
dikeringkan, lalu ditimbang berat sampel keringnya.

127
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


Perlakuan Pengamatan
Dirangkai alat ekstraksi Dimasukkan labu leher 4 kedalam heat
mantel lalu di pasang tabung soxlet di
labu leher 4, kemudian di pasang
kondensor di labu soxlet selanjutnya
pasang selang ke kondensor lalu
sambungkan ke pompa, di pakai statif
dan klim unyuk menahan labu soxlet
agar tetap tegak.
Dihaluskan bahan yang ingin Kemangi sedikit berair dan sedikit
di jadikan sampel (kemangi) halus.
Dimasukkan bahan ke dalam Kertas saring menjadi menyerap air
kertas saring lalu masukkan di dari kemangi
bagian timbal pada soxlet
Diambil pelarut berupa Larutan kloroform berwarna bening
kloroform sebanyak 250 mL atau tidak berwarna dan barbau
lalu di masukkan pada labu menyengat.
leher 4
Dinyalakan heater pada suhu Pelarutakan mendidih dan uapnya akan
hingga 70-80 ℃ hingga masuk pada pipa F, dan uap akan
pelarutnya mendidih didinginkan oleh air yang mengalir
melalui kondensor, lalu masuk ke
dalam timbal.
Ditunggu hingga tetesan pada Larutan yang berada di sipon akan
timbal jatuh kembali ke labu berwarna lebih keruh, hal ini di
leher 4, ini di hitung sebaai sebabkan adanya bahan sampel berupa

128
satu siklus kemangi yang masuk ke dalam timbal
Dilakukan sampai 3 siklus Larutan semakin sering mengalami
ekstraksi, maka larutan akan semakin
keruh.

4.2 Perhitungan
4.2.1 Berat Minyak
Berat minyak = (berat petridish + minyak) – (berat petridish kosong)
= 30,0925 – 21,3360
= 8,7565 gram

4.2.2 Persen Rendemen


Vakhir
% Rendemen = × 100 %
Vawal
206 𝑚𝐿
= 250 𝑚𝐿 × 100 %
= 82,4 %

4.3 Pembahasan
Pada percobaan ekstraksi minyak atsiri ini praktikan menggunakan bahan
alam yaitu kemangi. Pertama-tama pasang semua alat ekstraksi dengan
bener agar tidak ada yang longgar atau kendur lalu menghaluskan
kemangi, setelah kemangi halus ditimbang sebanyak 30 gram, lalu
kemangi dimasukkan ke dalam kertas saring dan dibentuk slinder, lalu
kemudian masukan kedalam tabung sokhlet, setelah itu tuang larutan
kloroform kedalam gelas ukur, kemudian ukur volumenya sebesar 250 ml,
setelah itu masukkan larutan etanol kedalam labu atas bulat menggunakan
corong dan dihidupkan heat mantel, kemudian melakukan proses ekstraksi
uap dari kloroform menguap ke pipa f kemudian masuk kedalam kondesor

129
terkondensasi uap tadi mengalir kebawah menetes perlahan dan ketika
tetesan pertama nyalakan stopwatch dan lihat suhu pada kloroform
kemudian larutan tadi mengalir ke pipa f kemudian sampai batas di ujung
pipa f, larutan akan turun lagi ke balu atas bulat.

Percobaan ini adalah cara pemisahan dengan menggunakan metode


dengan menggunakan ekstrkasi sokhlet dan menhitung minyak dalam
sampel. Menghitung minyak dalam sampel harus diekstraksi dahulu
setelah selesai diesktraksi dituang ke gelas ukur dan mengitung volume.
Pada percobaan ini menggunakan kemangi sebagai sampel padat dan
ektraksi menggunakan kloroform sebagai pelarut cair. Kemangi
dihaluskan menggunakan mortal dan alu kemudian ditimbang sebanyak 30
gram dalam hal ini sebagai bobot sampel, kemudian kemangi dimasukkan
kedalam kertas saring yang dibuat dalam slinder. Kemudian mengisi labu
alas bulat dengan kloroform sebanyak 250 ml yang berfungsi sebagai
pelarut cair yang mudah menguap untuk mengektraksi kemangi, karena
titik didih kloroform lebih rendah agar cepat menguap. Titik didih
kloroform adalah 16,2 ℃. Pada percobaan ini di dapat waktu lama
ekstraksi yaitu pada siklus pertama 19 menit 45 detik denga suhu 65 ℃,
siklus kedua 10 menit 48 detik dengan suhu 70 ℃, dan siklus ketiga 17
menit 37 detik dengan suhu 75 ℃, persen Rendemen yang di dapat yaitu
82,4 % dan berat minyak yang di dapat adalah 8,7565 gram. Dan di
dapatkan pula larutan setelah ekstraksi yaitu larutan minyak atsiri dari
kemangi.

Prinsif ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan


pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik
umumnya di gunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah
rusak oleh pemanas dengan uap dan air, seperti mengekstraksi minyak
atsiri dari bunga-bunga. Pada percobaan kali ini adalah ekstraksi miyak
atsiri dengan menggunakan metode soklet. Ekstraksi soklet merupakan

130
metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat
menggunakan pelarut kloroform.

Fungsi alat yang pertama, kondensor yaitu untuk mengubah fase uap
menjadi fase cair kembali, di pakai termometer agar dapat menjaga suhu
dengan melihat termometer, di aliri air pendingin menggunakan pompa
yaitu untuk memasukkan air kedalam kondensor, digunakan heat mantel
untuk memanaskan labu leher empat, di gunakan statif dan klim agar
tabung soxlet tetap berdiri tegak. Fungsi bahan kloroform yaitu sebagai
pelarut organik, garam yaitu untuk menjaga suhu air pendingin tetap
konstan, kertas saring yaitu untuk membungkus sampel yang di ekstraksi,
aluminium foil yaitu untuk menutupi sambungan dan lubang-lubang pada
alat ekstraksi.

Fungsi perlakuan yang pertama yaitu di panaskan pelarut organik agara


pelarut bisa menguap dan mengekstraksi sampel. Di jaga suhu pemanas
yaitu agar suhu tidak melebihi dari titik didih pelarut. Dihomogenkan
kloroform dengan aquadest yaitu agar larutan tercampur sempurna,
ditutupi semua sambungan dengan aluminium foil agar tidak bocornya
uap. Ditutup gelas kimia yang berisi larutan minyak hasil dari ekstraksi
menggunakan aluminium foil agar tidak menguap. Dijaga suhu sekitar 70-
80 ℃ agar kloroform bisa menguap tanpa merusak struktur/susunan kimia
kloroform. Dan di lakukan 3 siklus agar ekstraksi minyak atsiri berjalan
sempurna, di tambahkan garam dapur ke dalam air pendingin agar suhu air
pendingin tetap konstan. Di bungkug sampel menggunkan kertas saring
agar sampel tidak berhambur dan agar minyaknya saja yang keluar.

Faktor kesalahan pada praktikum kali ini yaitu pada saat di masukkan
sampel kedala kertas saring yang terlalu sedikit yang menyebabakan
sampel pada saat proses ekstraksi mengambang ke permukaan, kesalahan
yang kedua yaitu menghitung waktu ekstraksi menggunakan stopwatch

131
yagn di gunakan kurang bagus dan sering berhenti yang menyebabkan
waktu yang di dapat kurang akurat.

Fakot-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu yang pertama


ukuran bahan, semakin kecil ukuran bahan semakin luas pula permukaan
bahan sehingga semakin banyak oleoresin yang dapat di ekstrak. Tapi
ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan bayak minyak Volatile
yang menguap selama penghancuran. Faktor kedua adalah suhu ekstraksi
yaitu ekstraksi akan lebih cepat di lakukan pada suhu tinggi . faktor ketiga
adalah pelarut yaitu jenis pelarut ekstraksi ini di tentukan pada jenis
sampel yang akan di uji, apabila sampel yang akan di uji berasal dari alam
atau organik, pelarut yang di gunakan pun mesti pelarut organik.

132
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:
a. Berat minyak yang dihasilkan sebesar 8,7565 gram.
b. Penyebab sempel dapat naik hingga atas tabung soxlet disebabkan karena
massa untuk sempel kurang banyak sehingga sempel bisa naik.
c. Volume hasil akhir ekstraksi adalah volume klorofrom yang masih
terdapat pada tabung soklet. Volume sisa yang didapatkan sebesar 206 mL.

5.1. Saran
Dilakukan ekstraksi dari cair ke cair agar praktikan dapat mengetahui bentuk
serta prosedur dari hasil ekstraksi cair ke cair seperti larutan benzoat.

133
DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E, 1987, Minyak Atsiri, UI-Press; Jakarta.

Ketaren, S, 1986, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka; Jakarta.

Khopkar, SM, 2010, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press; Jakarta.

Muhiedin, Fuad, 2008, Efiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Dengan
Metode Ekstraksi Multi Tahap, Universitas Brawijaya; Malang.

Petrucchi, Ralph, 1987, Kimia Dasar I, Erlangga; Jakarta.

Soebagio, dkk, 2005, Kimia Analitik, Universitas Negeri Malang; Malang.

Syukri, S, 1999, Kimia Dasar I, ITB; Bandung.

134
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebersihan adalah salah satu dari bagian iman atau nilai suatu ibadah. Dimana
kebersihan suatu lingkungan dapat menjadi salah satu factor kesehatan suatu
lingkungan. Dan demi sebuah kebersihan diperlukan suatu tindakan/bahan/alat
yang dapat menujang kebersihan lingkungan maupun tubuh. Salah satu produk
yang dapat menujang kebersihan tubuh yaitu sabun.

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak
alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik
dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian. Sabun adalah
benda wajib yang kita pakai setiap hari. Tanpa sabun, mandi terasa tidak
bersih karena sabun berfungsi untuk mengangkat kotoran yang menempel di
tubuh kita. Atau peralatan masak yang kurang higenis/bersih tanpa sabun yang
dapat menyebabkan adanya kotoran yang tak hilang sehingga dapat
menimbulkan penyakit.

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam Na) dari asam lemak.
Sabun mengadung garam C16-18, namun dapat juga mengandung beberapa
karbosilat dengan bobot atom lebih rendah. Sabun dihasilkan dari/oleh proses
saponifikasi. Saponifikasi adalah hidrolisis lemak/minyak menjadi asam
lemak dan gliserol dalam suasana basa. Pembuat kondisi basa yang biasanya
digunakan yaitu NaOH dan KOH. Asam lemak yang berkaitan dengan Na atau
K inilah yang kemudian dinamakan sabun. Sabun yang dibuat dengan NaOH
lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan
menggunakan KOH.

135
Oleh karena itu, mempelajari proses saponifikasi sangatlah diperlukan untuk
memahami proses pembuatan/konsep serta pemanfaaatan sabun dalam
kehidupan sehari-hari maupun industri.

136
1.2 Tujuan
a. Untuk mengtahui prinsip dalam pembuatan sabun.
b. Untuk mengetahui sifat-sifat sabun.
c. Untuk mengetahui penyebab sabun dapat menimbulkan busa.

137
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali. Hasil penyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam lemak
yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisis oleh alkali. Campuran tersebut
berupa maassa yang kental, massa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan
cara pengaraman. Bila sabunnya adalah sabun natrium, proses penggaraman dapat
dilakukan larutan garam NaCl jenuh (Austin, 1984).

Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi
panjang rantai dan tiingkat kejenuhan. Pada umumnya panjang rantai yang kurang
dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat iritasi pada
kulit, sebaliknya anjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun
yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa (Austin, 1984).

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Masing-masing lemak mengandung sejumlah asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigleserida
diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larytan natrium
hidroksida membebaskan gliserol (Baysinger, 2004).

Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan gaaram. Garam monovalen dari asam
karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM. R adalah rantai lurus (alifatis)
panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-18 dan M adalah kation
dari kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984).

138
Sebuah molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian dari hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air
karena membentuk misel (micelles) yakni segerombol (50-150) molekul sabun
yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya
menghadap ke air (Austin, 1984).

Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran ber minyak sehingga


dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
umum. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non
polar seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun yang
tertarik pada air ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang
menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes-tetes
sabun,maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tapi tetap tersuspensi
(Austin, 1984).

Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut sufaktan yakni senyawa
yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul sufaktan apa saja
mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu
ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu sufaktan harus mengandung 12 atom
karbon atau lebih agaar efektif (Austin, 1984).

Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat yang
aktif sebagai pencuci hiingga sabun alkil natrium karboksilat disebut zat aktif
anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus R bersifat hidrofob (menolak
air) sedangkan gugus karboksilat –COO bersifat hidrofil (Harold, 1982).

Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi kasar
dan tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid

139
sabun menjadi keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun
menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik keruh disebut juaga titik pilin. Suhu
titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan indikasi dimana suatu
larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai detergen, larutan
sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold, 1982).

Secara teoritis semua minyak atau lemak dapaat digunakan untuk membuat sabun.
Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih
bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan
dalam pembuatan sabun antara lain minyak nabati atau minyak hewan dan NaOH
(Fessenden, 1992).

Minyak atau lemak adalah senyawa lipid yang dimiki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan
aadalh minyak nabati atau minyak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak
adalah wujud keduannya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair dalam
temmperatur ruang (±28 ⁰C) sedangkan lemak berwujud padat (Fessenden, 1992).
Jenis alkali yang digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH dan ethanolamines (sinonim: 2-amin noethanol,
monoethanolamine dengan rumus kimia NH2CH2CH2OH). NaOH atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan menyabunkan asam
lemak tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak
(Fessenden, 1992).

Teori Like Dissolve Like, yang berbunyi senyawa polar hanya akan larut dalam
senyawa polar, senyawa non polar akan larut dalam senyawa non polar sedangkan
senyawa polar tidak akan larut dalam senyawa non polar (Harold, 1982).

140
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Gelas kimia 100 mL
b. Hot plate
c. Stirrer
d. Bulb
e. Pipet ukur 10 mL
f. Spatula
g. Termometer
h. Tabung reaksi
i. Pinset
j. Statif dan klem

3.1.2 Bahan
a. Minyak
b. Larutan NaOH 3M
c. Larutan NaCl 1 M
d. Kerosin
e. Akuades

3.2 Prosedur percobaan


3.2.1 Pembuatan sabun
a. Dimasukkan 5 mL minyak kelapa lalu dipanaskan sampai suhu 60oC
b. Diaduk larutan tersebut dengan strirer hingga 70oC
c. Dimasukkan larutan NaOH sebanyak 5 mL sambil dipanaskan dan diaduk
hingga terjadinya proses saponifikasi
d. Ditambahkan 7 mL larutan NaCl sambil terus diaduk sampai larutan
homogen

141
e. Ditunggu sabun sampai mengeras

3.2.2 Uji sifat sabun


a. Dimasukkan campuran dan catat pengamatannya
b. Dikocok campuran dan catat pengamatannya
c. Dimasukkan sedikit sabun ke dalam tabung reaksi
d. Dikocok dan dicatat hasil pengamatannya
e. Ditambahkan sabun kembali dan di kocok
f. Dicatat hasil perubahannya

142
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Pembuatan Sabun
No. Perlakuan Pengamatan
1. Di masukkan 5 mL minyak ke Warna minyak goreng yaitu
dalam gelas kimia 100 mL lalu kuning keemasan dengan suhu
di aduk menggunakan stirrer pemanasan 65 ℃
serta di panaskan pada suhu
60-70 ℃.
2. Ditambahkan 5 mL NaCl 3 M Awalnya terbentuk 2 fase yaitu
serta di panaskan pada suhu minyak dan NaOh, dan lama ke
70-80 ℃ hingga terbentuk lamaan terbentuk sabun yang
sabun. kental
3. Ditambahkan NaCl 1 M 7 mL Sabun mengental dan terdapat 2
dan terus di aduk serta fase yaitu sabun dan NaCl. Lalu
panaskan timbul busa sabun serta 2 fase
sebelumnya menghilang dan
membentuk sabun yang mulai
mengeras dan berwarna putih
krim.

4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Uji Sabun


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dimasukkan 1 mL minyak Terbentuk 2 fase larutan yaitu
tanah dan 10 mL aquadest ke aquadest dan minyak tanah.
dalam tabung reaksi lalu
dikocok
2. Ditambahkan sedikit (seujung Larutan berwarna putih dan

143
spatula) sabun ke dalam terbentuk busa serta berbau
campuran lalu dikocok minyak tanah.
3 Ditambahkan lagi sedikit Warna larutanberubah lebih pekat
sabun dan terdapat busa.

4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Saponifikasi

4.3 Pembahasan
Pada percobaan pembuatan sabun digunakan 5 mL minyak goreng yang
dimasukkan kedalam geas kimia kemudian di stirring sambil dipanaskan
hingga suhu 70 oC ini agar reaksi saponifikasi berjalan secara optimum, jika
suhu kurang dari 70 ℃ maka reaksi saponifikasi berjalan lambat dan apa
bila suhu lebih dari 80 ℃ maka campuran akan cepat mengental dan tidak
terjadi reaksi saponifikasi. Setelah mencapai 70 oC ditambahkan 5 mL
NaOH dan terus di stirring dengan suhu dijaga antara 70 oC sampai 80 oC.
Setelah tercampur sampai 1 fase, kemudian ditambah lagi dengan larutan
NaCl 1 M 7 mL sambil terus distirring hingga campuran homogen,
penambahan NaCl bertujuan agar sabun yeng terbentuk dapat mengeras atau
menjadi padat, setelah campuran homogen, dimatikan hot plate dan
dibiarkan hasil tadi selama lebih dari 24 jam dan sabun kemudin mengeras.

144
Pada percobaan uji sabun yaitu pada saat kerosin dan akuades di campurkan
terbentuk 2 fase . hal ini di sebabkan karena kerosin dan akuades memiliki
kepolaran yang berbeda di mana kerosin berifat non polar sedangkan
akuades bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsif Like Disove Like
larutan polar akan larut dalam polar dan non polar akan larut dalam non
polar. Setelah itu di tambahkan sabun dan dikocok, setelah itu yang awalnya
kerosin dan air menjadi 2 fase, ketika di tambahkan sabun menjadi 1 fase,
dan berwarna putih pekat. Hal ini di sebabkan karena sabun bersifat
emulgator.

Prinsip dalam proses saponifikasi yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa
menghasilkan gliserol dan sabun. Proses pencampuran antara minyak dan
alkali kemudian akan membentuk enzim yang mengental, yang disebut
dengan trace. Pada campuran tersebut, kemudian ditambahkan NaCl
berguna untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga
sabun akan tergumpal sebagai sabun padat yang memisahkan gliserol.

Sifat-sifat sabun yaitu sabun adalah garam alkali dari asam lemak sehingga
akan di hidrolisis parsial oleh air, oleh karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa, selanjutnya sabun bersifat membersihkan sifat ini di sebabkan
proses kimia koloid, sabun dalam air teraduk maka akan menghasilakan
buih, ini terjadi setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap,
sabun bersifat basa, licin, berbau, dan larut dalam air. Selanjutnya bersifat
hidrofilik selain itu sabun juga sebagai emulgator.

Fungsi alat dan bahan, hot plate berfungsi untuk memanaskan larutan,
stirrer berfungsi untuk mengaduk larutan, termometer untuk mengatur suhu
larutan, gelas kimia berfungsi untuk menaruh larutan. Dan bahan yang
pertama, NaCl berfungsi mengeraskan sabun dan memisahkan sabun dengan
gliserol, NaOH berfungsi sebagai campuran pembuatan sabun dan minyak
goreng sebagai pereaksi, dan kerosin berfungsi sebagai bahan uji sabun

145
apakah sabun bisa menghasilkan busa, dan akuades sebagai bahan uji sifat-
sifat sabun

Faktor kesalahan pada praktikum kali ini yaitu, yang pertama ketika
pengadukkan menggunakan stirrer yang kurang cepat yang mengakibatkan
larutan lambat menjadi homogen, kesalah selanjutnya pada pembacaan
termometer kurang tepat yang mengakibatkan praktikan susah menjaga suhu
agar campuran tetap pada suhunya.

146
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan , diperoleh kesimpulan,
yaitu:
a. Prinsip dari pembuatan sabun adalah didasrkan reaksi saponifikasi antara
minyak.lemak dengan alkali dalam kondisi panas lalu sabun dipisahkan
dari gliserol.
b. Sifat-sifat sabun yaitu bersifat basa, bersifat surfaktan, dan bersifat
emulgator.
c. Sabun dapat menimbulkan busa yang dikarenakan sabun memiliki ujung-
ujung struktur sabun yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik.

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya degunakan kemak dengan alkali KOH
atau NH4OH untuk memperdalam proses pembuatan sabun dengan reaksi
saponifikasi.

147
DAFTAR PUSTAKA

Austin, 1994, Shereve’s Chemical Process Industries 5th ed, McGra-Hill Book
Co; Singapura.

Baysinger, 2004, CRC Handbook of Chemistry and Physics, Mc Gra-Hill Book


Co; Singapura.

Harold, 1982, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga.

148

Anda mungkin juga menyukai