Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR KEBUDAYAAN CHINA

MAKALAH

“QING MING JIE”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK TIGA

BERILLYA IMANDIKA 0402517003


DISA SRI DEWI RATNA 0402517005
MARIZKA HARUTI 0402517019
NEISYA AYU 0402517012
RIDA YUNITA 0402517015

UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA

2017

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kita
masih dalam keadaan sehat dan khususnya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Qing Ming Jie”.

Makalah ini kami susun berdasarkan dari beberapa sumber dengan tujuan agar menambah
wawasan kita tentang festival-festival yang ada di China khususnya festival bersih-bersih atau
dalam bahasa Hokkian disebut ‘Chengbeng’.

Bila ada kesalahan penulisan dan informasi dalam makalah ini kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….... 2

BAB I :PENDAHULUAN………..…………………………………………………….. 3

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………… 3
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………... 3
C. TUJUAN…………………………………………………………………… 3

BAB II :PEMBAHASAN……………………………………………………………... 4

A. PENGENALAN FESTIVAL QING MING JIE……………………………. 4


B. SEJARAH FESTIVAL QING MING JIE…………………………………. 5
C. PELAKSANAAN FESTIVAL QING MING JIE………………………….. 6
D. PERAYAAN QING MING JIE DI INDONESIA………………………….. 7
E. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM FESTIVAL QING MING JIE 8

BAB III :PENUTUP……………………………………………………………………. 9

A. KESIMPULAN…………………………………………………………… 9
B. SARAN…………………………………………………………………… 9

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cengbeng (Qing Ming Jie) merupakan hari membersihkan kuburan leluhur,yang jatuh pada
tanggal 5 April.Nama Qingming dimulai dari masa Dinasti Han karena cuaca selama bulan
ketiga imlek cerah dan bersih. Pada masa Dinasti Tang,Cengbeng mulai menjadi suatu
perayaan,hingga peryaan Qing Ming menjadi indentik perayaan membersihkan kuburan.
Cengbeng merupakan salah satu perayaan yang masih dilakukan oleh masyarakat Tinghoa
Indonesia sampai pada saat ini termasuk oleh para generasi muda.Cengbeng mengandung makna
untuk menghormati dan mengingat jasa keluarga yang sudah meninggal.Bukan hanya keluarga
yang terdiri orang-orang yang masih hidup,tetapi juga leluhur yang telah meninggal.
Ajaran Konfusius telah menetapkan bahwa rasa bakti terhadap leluhur diwujudkan dalam
bentuk pemujaan leluhur. Dalam kehidupan realigi Tiongkok,pemujaan leluhur menjadi peranan
penting dalam hubungan kekerabatan antara leuhur dan keturununannya.Seperti menyediakan
kebutuhan keluarga yang telah meninggal,seperti makanan,pakaian,dan sebagainya dengan
harapan akan mendapatkan balasan dari keluarga yang telah meninggal berupa
berkah,rezeki,perlindungan dan dijauhkan dari bahaya.Mereka percaya bahwa kematian hanya
merupakan bentuk lain dari kehidupan,dengan demikian orang meninggal pun membutuhkan
keperluan seperti kehidupan sebelumnya .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Qing Ming Jie?
2. Bagaimana sejarah awal ditemukannya festival Qing Ming Jie?
3. Seperti apa pelaksanaan festival Qing Ming Jie?
4. Bagaimana perayaan Qing Ming Jie di Indonesia?
5. Apa makna yang terkandung dalam festival Qing Ming Jie?

3
C. TUJUAN
Dengan adanya makalah ini, kami berharap pembaca dapat mengetahui dan memahami lebih
dalam tentang festival Qing Ming Jie. Dan dapat melestarikan budaya leluhur Tionghoa yang ada
di Indonesia serta melestrikan budaya Tionghoa.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGENALAN FESTIVAL QING MING JIE


Festival Qing Ming atau yang lebih dikenal dengan Cheng Beng (bahasa Hokkian) adalah
salah satu festival tradisional China yang penting dan dilaksanakan setiap tahunnya. Pada festival
inilah orang-orang mengingat anggota keluarganya yang telah meninggal. Ini juga merupakan
kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan kerinduannya kepada pembaharuan di musim
semi. Dan yang terpenting, festival ini dapat membantu mempererat ikatan keluarga.
Festival ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik matahari di musim dingin,
biasanya sekitar tanggal 5 April atau 4 April di kalender masehi. Secara astronomi, festival Qing
Ming dilaksanakan pada hari pertama dari 5 terminologi matahari, yaitu saat orang pergi keluar
untuk menikmati hijaunya musim semi dan juga ditujukan kepada orang-orang untuk berziarah
kubur. Hari Festival ini di Tiongkok dijadikan hari libur nasional, begitu jug adi Hongkong,
Taiwan, dan Macau.
Beberapa nama lain dari festival ini antara lain :
- The Tomb Sweeping Day (Hari Menyapu Kuburan)
- The Pure Brightness Festival (Festival Bersih Terang)
- The Spring Outing Festival (Hari Peringatan Musim Semi)
- The Cleverness Festival (Festival Kepintaran)
- The Ghost Festival (Hari Semua Arwah)

4
- The Willow Festival / The 3rd Month Festival
Dari sekian banyak nama tersebut, yang paling umum dalam menerjemahkan ‘Qingming’
adalah Hari Menyapu Kuburan dan Festival Bersih Terang,Karena arti dari 清 qing adalah bersih,
dan 明 ming adalah terang.
Bagi masyarakat Tionghoa, perayaan dilakukan guna mengingat dan menghormati arwah
nenek moyang. Orang-orang berdoa di depan pusara nenek moyang, membersihkan pusara, dan
melakukan sembahyang dengan memberikan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang, dan
berbagai aksesoris. Upacara ini sangat penting bagi masyarakat Tionghoa, terutama petani.
Perayaan ini biasanya dilaksanakan 10 hari sebelum atau sesudah hari Qingming. Juga pada
waktu Qingming, orang-orang melakukan tamasya bersama keluarga, membajak sawah pada
musim semi, juga bermain layang-layang yang berbentuk binatang, atau karakter Opera China.
Orang-orang Tionghoa yang di mancanegara juga melakukan kebiasaan ini, seperti yang di
Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

B. SEJARAH FESTIVAL QING MING JIE

Tradisi festival Qing Ming Jie berasal dari zaman Chun Qiu Zhanguo yang satu hari perayaan
tradisional suku Han atau suku mayoritas Tiongkok yang waktunya jatuh antara sebelum dan
sesudah 5 April masehi.Orang-orang selalu menggunakan kosa kata “Qing Ming”,yang di
Indonesia terkenal dengan kata “Ceng Beng” yang mengadakan acara nyekar dalam sekali
setahun. Yang menetapkan hari Ceng Beng sebagai hari yang baik. Hari Ceng Beng/Qing Ming
Jie dipilih hari yang baik karena banyak petani sudah selesai panen dan punya waktu senggang
untuk mengunjungi makam leluhur.Arti kata Ceng Beng/Qing Ming Jie adalah “cerah atau
terang”. Jadi hari Ceng Beng bukan hanya kegiatan orang kaya,tetapi kegiatan untuk semua
orang.

Sesudah hari Ceng Beng di Tiongkok,semakin banyak hujan,bumi akan dipenuhi oleh
kemercelangan musim semi. Yang pada saat itu semua makhluk hidup “melepaskan yang lama
dan memperoleh yang baru”. Yang diperoleh pada musim dingin untuk menyambut suasana
musim semi dan merealisasi perubahan dari “Yin” ( unsur negatif ) ke “Yang” ( unsur positif ).

Ada sebuah legenda yang menceritakan tentang seorang raja yang sudah bertahun-tahun
berpeda pada zaman perang china dulu,namun berakhir pada kekalahan di medan perang yang
5
menjadi tawanan perang yang tidak terhormat di negeri lawan.Lalu sang raja melakukan aksi
balas dendam dengan mengumpulkan sekutunya untuk berperang lagi. Lalu sang raja berhasil
melakukan balas dendam dan negaranya pun kembali ke tangan sang raja.

Sewaktu sang raja kembali kerumah ia tidak tahu bahwa orang tuanya sudah lama meninggal
karena dibunuh oleh negara lawan,dan sang raja pun tidak tahu orang tuanya dimakamkan
dimana.

Akhirnya sang raja pun punya akal untuk merencanakan hari kunjungan makam leluhur.Pada
hari yang sudah ditentukan,semua orang dinegaranya diwajibkan untuk nyekar ke makam
leluhur.Dalam logikanya sang raja,bahwa makam yang sepi dan tidak pernah dikunjungi adalah
makam orang tuanya.

Secara awam,masih banyak yang belum jelas mengapa Ceng Beng/Qing Ming Jie selalu
jatuh pada 5 April setiap tahunnya. Dalam tradisi Tionghoa,ada 2 penanggalan yang
menggunakan penanggalan masehi. Yakni Ceng Beng dan Tang Che/ Festival musim dingin.

Hari Ceng Beng / Qing Ming Jie dilaksanakan setelah 15 hari setalah pelaksanaan Chunhun
(tengah musim semi) atau hari dimana matahari berada di khatulistiwa yang jatuh pada tangga 21
Maret.

C. PELAKSANAAN FESTIVAL QING MING JIE


Pada saat perayaan Festival Qing Ming Jie, orang asing sering berpergian untuk menyapu
makam saudara mereka, menawarkan pengorbanan kepada nenek moyang mereka, berjalan-jalan
di pedesaan dan menanam pohon willow pada hari itu.
Orang cina memiliki rasa hormat terhadap para pendahulu mereka, terutama nenek moyang
mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, setiap saat ketika menghadiri Festival Qing
Ming Jie keluarga-keluarga akan berkunjung ke makam, menambahkan beberapa tanah baru
kepada mereka, membakar joss stick dan menaruh sejumlah makanan dan uang kertas di sana
untuk menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat yang tulus kepada mereka. ini disebut
"shangfen" atau "menyapu makam". Namun, karena kremasi secara bertahap menggantikan
penguburan tanah, lebih sulit melihat kuburan di ladang saat ini. Tapi tetap saja orang bisa
memperingati dengan pendahulu mereka dengan cara lain atau mereka bisa pergi ke taman

6
syuhada dan meratapi mereka dengan menebarkan bunga dan karangan bunga ke makam
mereka.
Pada saat Festival Qing Ming Jie , cuacanya menjadi lebih hangat dan semakin hangat;
pohon dan rumput mulai terangkat; jalan terbuka dibanjiri dengan kehijauan yang kuat - ini saat
yang tepat bagi orang-orang pergi ke luar dan bersantai sendiri. Mereka sering pergi ke pedesaan
bersama teman-temannya untuk menghirup udara segar dan memanjakan diri di langit biru,
pepohonan hijau, rumput viridescent dan bunga-bunga indah. Orang-orang kuno menyebut
kebiasaan berjalan di pedesaan "taqing", jadi Festival Qing Ming Jie juga dikenal sebagai
"festival taqing".

D. PERAYAAN QING MING JIE DI INDONESIA

Perayaan Qing Ming Jie atau di indonesia yang biasa kita kenal dengan sebutan festival Ceng
Beng. Di indonesia sendiri perayaan Qing Ming Jie masih sering dilakukan dikota-kota tertentu
seperti, dipulau Bangka Belitung. Bangka Belitung merupakan salah satu kota yang banyak
terdapat masyarakat keturunan Tionghoa. Sejarah panjang Pulau Bangka dan etnis Tionghoa
menjadikan sebagian warga keturunan Tionghoa mengganggap Pulau Bangka adalah tanah
leluhurnya bukan negeri Cina. Tradisi ritual Cheng Beng tidak hanya digunakan untuk ritual
membersihkan makam para leluhur sebagaimana arti dari perayaan Ceng Beng itu sendiri tetapi
perayaan ini juga dilakukan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang sudah lama tidak
bertemu.

Perayaan ini secara rutin dilakukan dan dijadikan wisata religi oleh masyarakat keturunan
Tionghoa yang ada di provinsi kepulauan Bangka Belitung. Dimana seluruh warga keturunan
Tionghoa yang tersebar di kota-kota yang ada di indonesia maupun yang merantau keluar negeri
seperti Hongkong, Taiwan, Amerika, dan lain sebagainya akan berkumpul atau mudik ke
kampung halaman. Selain berziarah, para perantau yang datang untuk melaksanakan tradisi Ceng
Beng biasanya langsung memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berwisata di sejumlah objek
wisata yang ada di Pulau Bangka.

Ritual ini dimulai dengan membersihkan kuburan atau biasanya masyarakat Bangka Belitung
menyebutnya dengan sebutan pendem biasanya dilakukan 10 hari sebelum melaksanakan Ceng

7
Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April, kegiatan yang dilaksanakan sejak
dini hari sekitar jam 3 pagi hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakan
sesajen berupa tiga macam buah-buahan (San Guo), tiga macam daging (San Sang), sayuran (Cai
Choi), arak, aneka kue, uang kertas (Kim Cin) dan membakar garu (hio). Suasana di pekuburan
khusunya di pekuburan Senatusa Pangkapinang pada saat itu sangat semarak dengan lampion,
musik tanjidor dan beraoma hio yang menyengat hidung. Saat tiba di kuburan, warga Tionghoa
mempersiapkan sejumlah sesajen, seperti hio dan lilin merah untuk dibakar, kemudian
membakar kertas yang digambari sebagai uang, menyiapkan jajanan, buah-buahan, kue, permen,
kacang, sayuran, serta air mineral. Makanan dan minuman yang disajikan biasanya yang
disenangi oleh leluhur saat masih hidup dan juga tergantung dengan kondisi ekonomi masing-
masing keluarga.

Dalam bahasa Mandarin Ceng Beng berarti terang dan cerah. Warga keturunan Tionghoa
percaya bahwa jika pada saat perayaan kita membakar hio maka para arwah akan turuh ke bumi
dan menikmati sesajen yang dihidangkan.

E. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM FESTIVAL QING MING JIE

Tujuan dari perayaan Qing Ming Jie atau Ceng Beng ini sendiri adalah supaya semua
kerabat dekat, saudara, anak-anak, bisa berkumpul bersama, agar hubungan semakin erat terjalin.
Meski sudah berbeda agama atau kepercayaan, bukan berarti sudah tidak perlu datang untuk
sekedar sungkem atau sekedar menengok ke makam orang tua. Ziarah ke kuburan orang tua
tidak ada hubungannya dengan ‘memuja setan’. Semua bisa menyesuaikan sesuai dengan
keyakinan masing-masing.

Ada yang berpendapat bahwa jika sudah masuk agama tertentu, sudah tidak perlu
sembahyang atau ziarah ke kubur orang tua, karena akan dianggap berhala dsb. Mestinya harus
diingat juga, bahwa tanpa orang tua, dan kita yang masih hidup tidak mungkin bisa ada di dunia.
Jadi, jangan lupakan orang tua kita. Luangkanlah waktu untuk ziarah ke makam orang tua,
mendoakannya dan membersihkan makamnya. Setidaknya manfaatkan waktunya karena Qing
Ming Jie atau Ceng Beng hanya setahun sekali.

8
Ada yang berpendapat juga jika pegang hio/dupa tidak diperbolehkan bagi yang menganut
agama tertentu. Hal ini tidak jadi masalah, bisa dilakukan dengan sungkem saja. Tapi menurut
saya, jika masih menganggap diri sebagai orang Tionghoa atau keturunan Tionghoa, tentunya
tidak masalah hanya untuk sekedar pegang hio/dupa. Bukankah di dunia ini tidak ada agama
yang mengajarkan umatnya untuk tidak menghormati orang tua masing-masing?

Jadi makna yang terkandung dalam festival Qing Min Jie atau Ceng Beng adalah jangan
melupakan orang tua atau leluhur yang sudah meninggal sekalipun sudah berbeda agama Selain
itu juga terdapat makna kekeluargaan, karena saat berziarah kemakam orang tua atau leluhur,
semua sanak saudara akan berkumpul dan hubungan akan semakin erat terjalin.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hari Qing Ming Jie atau Hari Ceng Beng yang diartikan sebagai hari “cerah atau terang “
adalah hari dimana orang Tionghoa merayakan dengan mengunjungi makam leluhur maupun
keluarganya yang dilaksanakan pada tanggal 5 April. Hari Qing Ming Jie atau Hari Ceng
Beng dilakukan dengan mendoakan kerabatnya dan membersihkan makamnya dengan cara
menyapu,memberikan dupa, makanan, teh, arak,kertas sembahyang untuk menghormati para
leluhur atau keluarga yang sudah meninggal dunia. Hari Ceng Beng ini juga sebagai salah
satu hari yang baik bagi petani karena banyak petani sudah selesai panen dan punya waktu
senggang untuk mengunjungi makam leluhur.Perayaan Qing Ming Jie atau Hari Ceng Beng
di Indonesia juga dijadikan hari penting bagi orang keturunan Tionghoa,terutama berada di
Bangka Belitung yang merupakan salah satu kota yang masyarakatnya banyak keturunan
orang Tionghoa,mereka melaksanakannya sekitar jam 3 pagi hingga terbit fajar dengan
melakukan sembahyang dan meletakan sesajen berupa tiga macam buah-buahan (San Guo),
tiga macam daging (San Sang), sayuran (Cai Choi), arak, aneka kue, uang kertas (Kim Cin)
dan membakar garu (hio). Tujuan dari perayaan Qing Ming Jie atau Ceng Beng ini sendiri
adalah supaya semua kerabat dekat, saudara, anak-anak, bisa berkumpul bersama, agar
hubungan semakin erat terjalin.

9
B. SARAN

Kita lebih menghormati dan menghargai perayaan hari CengBeng yang membersihkan kuburan
kerabat atau leluhur yang sudah meninggal.

C. SUMBER
- http://Asalusulbudayationghoa.blogspot.co.id./2010/04/ceng-beng.html?m=1
- http://perwakilan.babelprov.go.id/content/tradisi-ceng-beng-di-pulau-bangka-belitung
- http://www.tionghoa.info/hari-ceng-beng-festival-ching-
ming/&ei=ikATk_ML&lc=id-
ID&s=1&m=host=www.google.co.id&ts=1508126086&sig=ANTY_L1b3mHZZnyP
9qTYBwgOSt2inCHUkw
- Buku Chinese Fetivals Traditions,Cstoms and Rituals.Translator : Yue Liwen & Tao
Lang. Penulisn: Wei Liming
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming

10

Anda mungkin juga menyukai