Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MEMAKNAI PERAYAAN IMLEK


DALAM KONTEKS KEIMANAN KRISTEN

Mata Kuliah:
TEOLOGI KONTEKSTUAL
Dosen Pengampu:

Pdt. JAMES MANGARONDA, S.Th, M.Pd.K

Oleh :
YONKY CHRISNA FIDIAR SETIAWAN
NIM : ..........................

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN


LENTERA BANGSA MANADO

KELAS PROFESIONAL
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Perayaan Imlek merupakan tradisi orang-orang keturunan Tionghoa yang sudah


berkembang secara turun temurun sejak ribuan tahun yang lalu. Di Indonesia
sendiri, perayaan Imlek telah ditetapkan menjadi hari libur nasional. Seiring
perkembangannya dari tahun ke tahun, sebenarnya masih menuai sebuah
pertanyaan: “Siapakah yang merayakan Imlek?” dikalangan orang-orang keturunan
Tionghoa, khususnya bagi orang-orang Kristen yang keturunan Tionghoa, yang
mana perayaan Imlek ini disikapi dengan berbagai ragam oleh mereka.
Melalui makalah ini, penulis mencoba memberikan perspektif bagaimana
seharusnya sebagai seorang Kristen memaknai perayaan Imlek dalam konteks
keimanan kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Sehingga dilematik yang ada di
kalangan Kristen-Tionghoa dalam menyikapi tradisi perayaan imlek, bisa
mendapatkan pemahaman yang jelas sesuai dengan pengajaran firman Tuhan.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Makalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perayaan Imlek Pada Mulanya Hingga Berkembang
Di Indonesia........................................................................................... 3
B. Latar Belakang Tradisi Perayaan Imlek Di Masyarakat
Pada Umumnya...................................................................................... 5
C. Perspektif Iman Kristen Dalam Memaknai Tradisi
Perayaan Imlek Sesuai dengan Ajaran Firman Tuhan......................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi etnis Tionghoa atau orang-orang yang berketurunan Cina, tahun baru
imlek merupakan bagian penting dari perayaan tradisi mereka. Pada
penanggalan atau kalender Tionghoa, tahun baru imlek ini dirayakan setiap
tanggal 1 di tahun yang baru. Sedangkan akhir dari perayaan imlek tersebut ada
di pertengahan bulan pada saat bulan purnama yaitu tanggal 15 yang sering
disebut dengan perayaan Cap Go Meh. Perayaan Imlek sering dikaitkan dengan
kepercayaan tradisional dan agama bangsa Cina. Menurut Chris Hartono dalam
Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil1, semua orang Tionghoa sampai dengan
zaman pertengahan pertama abad XIX pada dasarnya menganut ajaran Sam
Kauw (Tiga Agama) yang merupakan perpaduan dari ajaran Khonghucu, Tao
dan Budha. Dengan demikian, perayaan Imlek dikaitan dengan perayaan
keagamaan dari agama Tao, Budha, dan Khonghucu. Jika demikian di luar
ketiga agama tersebut, apakah Imlek boleh dirayakan oleh umat Kristen?
Identitas ketionghoaan tidak mudah dirumuskan dalam konteks Indonesia.
Sebab identitas diri sebagai orang Tionghoa di Indonesia dibentuk oleh
konstruksi budaya, sosial dan politik sehingga sering muncul suatu gambar diri
yang tidak utuh dan terpecah-pecah, misalnya peraturan pemerintah Orde Baru
tentang pergantian nama orang Tionghoa yang harus “diindonesiakan”. Karena
itu tidaklah mengherankan jikalau Ariel Heryanto dalam Kompas 30 Januari 2005
halaman 16 menyatakan bahwa proses pencarian identitas diri masih belum
tuntas di kalangan masyarakat etnis Cina di Indonesia. Itu sebabnya tidak
mengherankan jikalau perayaan Imlek disikapi dengan berbagai ragam oleh
masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia termasuk sikap orang Kristen-Tionghoa.
Perayaan Imlek perlu disikapi secara kritis dan teologis agar selaku umat
percaya kita tidak ikut-ikutan merayakan Imlek hanya karena berlatarbelakang
keturunan Tionghoa. Kita perlu menemukan proses identitas diri melalui
perayaan Imlek dalam perspektif iman Kristen, sehingga terjalin suatu benang

1
Chris Hartono, Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1996, hal. 12

1
1
merah makna perayaan Imlek dengan esensi iman Kristen yang berpusat pada
Kristus2.

B. Rumusan Makalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka sudah tentu sebagai orang percaya
yang beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, perlu lebih lagi memiliki pemahaman
yang bijak serta mengembangkan sikap kritis dan teologis terhadap budaya dan
tradisi perayaan imlek yang terus berkembang dari tahun ke tahun, secara
khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana negara ini terdiri
atas banyak kebudayaan yang berkembang selain budaya dan tradisi imlek itu
sendiri sesuai dengan peradaban tiap-tiap suku yang ada.
Mengenai batasan dan rumusan pada makalah ini, penulis menekankan 3 point
pembahasan terkait dengan judul dari makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana sejarah perkembangan perayaan imlek pada mulanya hingga
berkembang di Indonesia
2. Apa saja yang menjadi tradisi dalam perayaan imlek yang terus berkembang
di masyarakat pada umumnya
3. Bagaimana perspektif iman Kristen memaknai tradisi-tradisi perayaan imlek
sesuai dengan konteks pengajaran firman Tuhan

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ditinjau dari batasan/rumusan makalah
diatas adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan perayaan imlek pada mulanya
hingga berkembang di Indonesia
b. Untuk mengetahui tradisi-tradisi dalam perayaan imlek yang terus
berkembang di masyarakat pada umumnya
c. Untuk mengetahui perspektif iman Kristen memaknai tradisi-tradisi perayaan
imlek sesuai dengan konteks pengajaran firman Tuhan

BAB II
2
http://yohanesbm.com/2015/11/21/imlek-memaknai-budaya-dan-keimanan/

2
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perayaan Imlek Pada Mulanya Hingga Berkembang Di Indonesia


1. Sejarah Perayaan Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek disebut juga sebagai Festival Musim Semi 3, di mana
musim dingin sudah berlalu dan saatnya memasuki musim semi. Orang-orang
mulai menanam dan juga menuai pada saat musim semi, sehingga Festival
Musim Semi dirayakan sebagai tanda untuk permulaan yang baru.Tanggal
untuk perayaan Tahun Baru Imlek tidak selalu sama setiap tahunnya, karena
orang-orang Tiongkok menggunakan bulan sebagai penanda kalender
mereka, sehingga kalender Tiongkok sering disebut juga sebagai “Lunar
Calendar” (Kalender Bulan), sementara kalender yang kita pergunakan di
Indonesia mengadopsi dari kalender internasional, yakni kalender Gregorian,
yang menggunakan matahari sebagai penanda sehingga kalender kita
disebut “Solar Calendar” (Kalender Tata Surya).

Perayaan Imlek telah dikenal 2000 tahun yang lalu, yaitu pada zaman dinasti
Xia (夏潮), sekitar 2205-1766 s.M. Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan
Imlek selalu berubah menurut kemauan dinasti yang berkuasa. Perkiraan
atau kemungkinan lain perayaan imlek ini dimulai pada bulan 1 pada dinasti
Xia, bulan ke 12 di dinasti Shang, sedangkan pada masa dinasti Zhou
perayaan imlek ini dimulai di bulan ke 11 4. Bulan kabisat yang biasa dipakai
untuk memperkirakan penanggalan kalender Tionghoa arahnya sama dengan
edaran mengelilingi matahari. Pada masa dinasti Shang penanggalan
tersebut ditambah setelah bulan ke 12, hal ini diketahui dari catatan ramalan.
Baru pada masa dinasti Han (206-220 s.M) penanggalan Imlek dari dinasti
Xia diresmikan sampai sekarang dan tahun kelahiran Khonghucu ditetapkan
sebagai tahun pertama5.

2. Perkembangan Perayaan Imlek Di Indonesia


Di Indonesia, perayaan Imlek memiliki sejarahnya tersendiri. Perayaan ini
masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya pendatang-pendatang

3
https://www.google.com/amp/s/yohnahuway.wordpress.com/2019/02/07/tahun-baru-imlek-menurut-iman-
kristen/amp/

3
dari Tiongkok pada zaman dahulu ketika mereka berdagang ke Indonesia.
Sejak saat itu, perayaan Tahun Baru Imlek terus dirayakan oleh orang-orang
Indonesia keturunan Tiongkok. Pada tahun 1946, satu tahun Republik
Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno telah mengeluarkan Penetapan
Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No. 2/OEM-1946. Surat
Penetapan Pemerintah No. 2/OEM-1946 pasal 4 menetapkan empat hari raya
orang Tionghoa, yaitu: Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu, Ceng
Beng dan hari lahirnya Khonghucu. Penetapan empat hari raya orang
Tionghoa tersebut juga mengindikasikan bahwa hari raya Imlek merupakan
salah satu perayaan agama Khonghucu. Ikhsan Tanggok 6 menggolongkan
hari raya Imlek sebagai hari keagamaan Khonghucu dengan menyebut hari
raya keagamaan Khonghucu terdiri dari:
 Hari kelahiran Khonghucu yang terdiri dari Thiam Hio, Prosesi Penaikan
Sajian Sembayang.
 Hari raya Tangcik
 Hari wafatnya Khonghucu
 Hari raya Imlek yang terdiri dari Dewa Dapur Naik ke Langit, Sembayang
Tahun Baru, Sembayang King Thi Kong, Cap Go Meh.
Namun pada tahun 1965 tidak lagi dirayakan karena timbulnya pergolakan
politik Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI). Pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto, dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14/1967
untuk melarang segala hal berbau budaya Tiongkok. Pada tahun 2000, saat
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Inpres Nomor 14/1967 dicabut
dan ia menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001, yang meresmikan Tahun
Baru Tiongkok (Imlek) sebagai hari libur fakultatif, yaitu libur yang hanya
berlaku bagi yang merayakannya. Kemudian pada tahun 2002, Presiden
Megawati Soekarnoputri meresmikan Imlek sebagai salah satu hari libur
nasional dan mulai dilaksanakan pada tahun 2003. Sejak saat itu hingga

4
https://jagad.id/sejarah-tahun-baru-cina-imlek/

5 4
http://yohanesbm.com/2015/11/21/imlek-memaknai-budaya-dan-keimanan/

6
Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan,
2005,hal. 192-200
sekarang, Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional yang dapat dinikmati
oleh seluruh bangsa Indonesia.

B. Latar Belakang Perkembangan Tradisi Perayaan Imlek Di Masyarakat Pada


Umumnya
Perayaan imlek pada umumnya oleh masyarakat etnis Tionghoa dirayakan
dengan berbagai macam tradisi yang sudah berkembang secara turun temurun.
Tradisi-tradisi yang berkembang ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh dua hal
yang menjadi sumbernya, yaitu:
1. Latar belakang Musim
Imlek atau yang disebut dengan Sin Cia berlatar-belakang pada kehidupan
pertanian di Cina. Karena itu Imlek dikenal juga dengan Nong Li ( 农 历 ,
dibaca: nung li), yang artinya “penanggalan petani.” Sebab pada hari Imlek,
para petani menyambut musim semi (Chun Lie) yang dimulai pada tanggal 30
bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama (Cap Go Meh). Nio
Joe Lan7 menyebut perayaan Imlek sebagai “Pesta Musim Semi”. Secara
etimologis, kata Imlek berasal dari kata Im = bulan, dan kata Lek = kalendar
atau penanggalan. Karena kalender Cina menggunakan sistem lunar, yaitu
berdasarkan sistem peredaran bulan. Berbeda dengan kalender Masehi yang
menggunakan sistem solar, yaitu berdasarkan sistem matahari (orang
Tionghoa menyebut kalender Masehi dengan sebut Janglek). Karena berasal
dari kehidupan pertanian, maka tidak mengherankan jikalau dalam perayaan
Imlek senantiasa disajikan berbagai jenis makanan. Makanan yang disajikan
minimal terdiri 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili
lambang-lambang shio dalam kalender Cina yang berjumlah 12 shio. Kedua
belas hidangan itu disusun di meja sembayang yang bagian depannya ditutup
dengan kain khusus berwarna merah dengan gambar Naga. Pemilik rumah
kemudian berdoa untuk memanggil arwah para leluhur agar menyantap
hidangan yang telah disuguhkan. Tujuannya upacara itu adalah untuk
mengucap syukur dan doa harapan agar di tahun mendatang seluruh
keluarga mendapat rezeki, menjamu arwah leluhur, dan menjalin
persaudaraan dengan kerabat dan tetangga (bai nian). Selain itu, penyajian

7
Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang Pandang, Djakarta: Penerbit Keng Po, 1961, hal. 139-142

5
itu juga merupakan kesempatan tersendiri bagi orang Tionghoa untuk
mengungkapkan pelbagai makna melalui makanan. Misalnya: beras sebagai
lambang kemakmuran, buah kurma sebagai lambang kelimpahan, kwaci
sebagai lambang kelahiran, semangka merah sebagai lambang
keberuntungan, ikan sebagai lambang berlebih, dan sebagainya8. Dalam
acara bai nian (拜年, baca: pai nien) tersebut dilakukan pemberian angpau
( 红 包 ) (amplop merah). Pemberian angpau dilakukan oleh orang yang lebih
tua kepada yang lebih muda atau belum menikah setelah mereka memberi
pai-pai (sikap pai-pai tersebut adalah sikap sederhana, menundukkan dan
introspeksi sesaat serta menghormat). Selain itu, setiap para anggota
keluarga akan bersilaturahmi dan saling membagikan kisah hidup mereka
yang terjadi selama 1 tahun terakhir. Maka makna perayaan imlek ini akan
semakin terasa saat setiap anggota keluarga saling menjalin kasih dan saling
mengayomi

2. Latar belakang Mitologi


Bagi mitologi orang Cina, tahun baru imlek ini dirayakan ketika mereka
berhasil melawan hewan/monster (Iblis) Nian. Nian adalah hewan/monster
yang ganas dengan wajah yang buruk. Nian turun dari gunung untuk
memburu ternak, sawah, dan orang-orang sebagai mangsanya. Pada suatu
hari ada seorang penduduk yang tidak sengaja melihat monster Nian ini
berlari ketakutan saat bertemu dengan seorang anak yang memakai kostum
berwarna merah. Sejak itulah warga tahu kekurangan hewan nian tersebut
yakni takut dengan segala hal atau benda yang berwarna merah. Warga pun
akhirnya memasang lentera berwarna merah di depan rumah setiap awal
tahun baru tiba. Bukan hanya lentera berwarna merah yang mereka pasang
tetapi juga tirai berwarna merah yang mereka pasang di pintu atau jendela.
Untuk menakut-nakuti Nian penduduk pun menyalakan mercon berwarna
merah, suaranya yang berisik dan menggelegar dipercaya akan membuat
Nian takut. Akhirnya Nian pun benar-benar takut dan tidak pernah menyerang
atau muncul kembali, kemudian Nian ditangkap oleh seorang pendeta Tao

8 6
http://gbicitra2-umum.blogspot.com/2010/03/perayaan-imlek-dan-iman-kristen.html?m=1
bernama Hongjun Lao Tse9. Hal ini lah yang mendasari mengapa perayaan
imlek identik dengan warna merah.
Karena itu menjelang Imlek, orang-orang Cina menutup pintu rumahnya
sebelum senja turun dan melakukan beberapa tradisi yang dipercaya sebagai
cara untuk menyelamatkan dirinya10. Pertama, mereka meletakkan sejumlah
makanan di depan pintu pada hari pertama tahun baru dengan keyakinan
jikalau Nian makan sajian tersebut maka dia tidak akan memangsa orang
yang tinggal di dalam rumah itu. Kedua, cara menghadapi monster Nian
adalah dengan memasang kain merah di depan pintu (Dui Lian) sebab Nian
sangat takut dengan warna merah. Ketiga, untuk mengusir monster Nian,
orang-orang harus membunyikan berbagai alat dan petasan agar Nian segera
pergi meninggalkan mereka.
Mitologi monster (Iblis) Nian mau menyampaikan pesan bahwa Nian
merepresentasikan semua hal yang buruk dan perubahan/pergantian waktu
yang dapat memangsa manusia. Hal-hal yang buruk itu dapat membinasakan
manusia dari waktu ke waktu, sehingga manusia harus waspada dengan
mengantisipasinya. Muatan filosofi perayaan Imlek adalah seseorang hanya
akan dapat meraih masa depan yang lebih baik, jikalau dia tidak hanya
bersikap pasif menanti rezeki, dan hanya berdoa saja. Masa depan yang
cerah dan rezeki berlimpah harus diupayakan dan diperjuangkan dalam
tindakan konkret dengan menyingkirkan dan melawan setiap manifestasi
“monster (Iblis) Nian.”

C. Perspektif Iman Kristen Dalam Memaknai Tradisi Perayaan Imlek Sesuai


Konteks Ajaran Firman Tuhan
1. Perayaan Imlek Dalam Perspektif Teologis
Merefleksikan perayaan Imlek mengingatkan kita akan latar-belakang dan
makna perayaan Paskah di Perjanjian Lama 11. Kita dapat melihat hubungan
teologis antara perayaan Imlek dengan perayaan Paskah, yaitu: Perayaan
Imlek sebagai pergantian musim dingin menjadi musim semi, yang mana
kehidupan (alam dan mahluk hidup) yang semula membeku berubah menjadi
9
http://www.google.com/amp/s/waringinputih.wordpress.com/2012/01/16/legenda-nian/amp/
10
http://yohanesbm.com/2015/11/21/imlek-memaknai-budaya-dan-keimanan/

11
http://yohanesbm.com/2015/11/21/imlek-memaknai-budaya-dan-keimanan/ 7
hidup kembali di musim semi. Umat yang dahulu hidup dalam kecemasan dan
ancaman bahaya kini berubah menjadi sukacita dan berpengharapan.
Perayaan Paskah menandai perubahan situasi kehidupan umat Israel. Umat
Israel yang semula terkungkung dalam perbudakan dan penindasan, namun
Allah bertindak dengan memberi harapan di era yang baru. Paskah adalah
era baru sebab Allah bertindak membebaskan dan menyelamatkan umat-Nya.
Karena itu di Keluaran 12:2 Allah berfirman: “Bulan inilah akan menjadi
permulaan segala bulan bagimu, itu akan menjadi bulan pertama bagimu tiap-
tiap tahun.” John Durham12 menyatakan: “The reference to the Passover
month as the ‘lead month’ the first of the year’s months is best understood as
a double entendre. On the one hand, the statement may be connected with
an annual calendar, but on the other hand, it is surely an affirmation of the
theological importance of Yahweh’s Passover”. Durham menyatakan bahwa
Paskah sebagai bulan yang utama dan pertama memiliki makna ganda, yaitu
sebagai kalender tahunan dan penegasan teologis tentang Paskah Yahweh.
Makna Paskah Yahweh adalah TUHAN bertindak menyelamatkan umat-Nya
dari kuasa perbudakan. Orang-orang Tionghoa menjelang malam Imlek takut
dengan kedatangan monster (Iblis) Nian yang akan membinasakan ternak
dan manusia sehingga mereka tidak berani keluar dan memasang kain merah
di depan pintu mereka (dui lian) sebab Nian takut dengan warna merah. Saat
melihat dui lian tersebut, Nian akan melewati rumah itu, sehingga mereka
akan selamat. Bukankah umat Israel menjelang malam Paskah juga tidak
berani keluar rumah? Umat Israel tinggal di dalam rumah dengan
menyembelih seekor anak domba/kambing jantan yang berumur setahun
(Kel. 12:5). Lalu darah hewan domba/kambing tersebut dibubuhkan pada
kedua tiang pintu dan ambang pintu atas (Kel. 12:7). Tujuannya agar saat
melaikat Tuhan melihat darah di kedua tiang dan ambang pintu, Dia melewati
rumah tersebut, karena itu disebut dengan “Paskah” yang artinya: melewati.
Bila malaikat Tuhan “melewati” rumah itu berarti seluruh anggota keluarga
dalam rumah itu akan selamat (Kel. 12:13). Sebaliknya mereka yang tidak
membubuhkan darah anak domba/kambing jantan Paskah akan “dimangsa”
oleh malaikat Tuhan sebagaimana terjadi di rumah-rumah orang Mesir.
Apakah ini berarti dui lian yang berwarna merah merupakan bayang-bayang 8
12
John Durham, Word Biblical Commentary Exodus, Waco, Texas: Word Books Publisher, 1987, hal.153
ingatan akan darah anak domba/kambing jantan yang dibubuhkan di kedua
tiang dan ambang pintu? Jika benar, maka dalam perayaan Imlek secara
samar-samar, orang-orang Tionghoa telah menerima wahyu (penyataan Allah)
tentang makna dui lian dengan kain berwarna merah sebagai darah
penebusan dari anak domba/kambing jantan untuk keselamatan mereka.
Dalam perspektif iman Kristen, darah domba atau kambing jantan sebagai
korban Paskah merupakan gambaran akan pengorbanan Kristus di atas kayu
salib. Yohanes 1:29 menyatakan: “Pada keesokan harinya Yohanes melihat
Yesus datang kepadanya dan ia berkata: Lihatlah Anak domba Allah, yang
menghapus dosa dunia.” Kristus adalah Sang Anak Domba Paskah yang
sesungguhnya. Melalui darah Kristus, Allah tidak menghukum kita. Allah
berkenan “melewati” kita dengan membenarkan kita melalui karya
pendamaian Anak-Nya (Rm. 5:1). Kata “melewati” di sini berarti:
menyelamatkan. Melalui darah Kristus, Allah telah menguduskan dan
mengampuni segenap dosa kita (Ef. 1:7-8).

2. Sikap Orang Kristen Dalam Memaknai Tradisi Perayaan Imlek


Sikap orang Kristen terhadap Imlek haruslah kritis, sehingga unsur-unsur
pengajaran yang “politeistis” tidak memengaruhi esensi iman kepada Allah di
dalam Kristus. Selaku umat percaya, kita menolak untuk bersujud di depan
meja sembayang, memberi makan dan mendoakan para arwah leluhur,
sembayang Sam Seng yaitu sembayang pengorbanan tiga hewan seperti
babi, ayam, dan ikan bandeng, – dan sembayang Ngo Seng, yaitu
sembayang tiga hewan tersebut ditambah dengan bebek dan kepiting. Kita
juga menolak sikap takhayul misalnya mitos tidak diperbolehkan menyapu
rumah selama tiga hari pada perayaan Imlek, mitos menyalakan petasan
untuk mengusir monster (Iblis) Nian, dan sebagainya. Dengan demikian orang
Tionghoa-Kristen dapat menerima perayaan Imlek sebagai peristiwa
perubahan musim, atau tahun baru dalam perspektif iman Kristen, tetapi
menolak kepercayaan yang terkandung dalam perayaan ritual Imlek.

Dari sudut perspektif iman Kristen, perayaan Imlek harus dipahami secara
teologis dalam kaitannya dengan perayaan Paskah yang berpuncak pada 9
karya penebusan Kristus. Dengan demikian dalam memaknai perayaan Imlek
secara iman Kristen, perayaan Imlek tersebut perlu ditafsir ulang agar dapat
dimaknai secara teologis. Tanpa muatan teologis yang alkitabiah, maka
keterlibatan kita dalam perayaan Imlek hanyalah suatu sikap yang dangkal
dan ikut-ikutan belaka. Dalam hal ini kita tidak boleh sekedar latah merayakan
Imlek setiap tahun sesuai kalender hanya karena kita keturunan Tionghoa.
Selaku umat percaya kita diperkenankan merayakan Imlek dalam perspektif
karya penebusan Kristus sebagai Anak Domba Allah. Dengan demikian, kita
merayakan Imlek bukan untuk mencegah monster (Iblis) Nian memangsa kita
(bdk. kisah Batara Kala dalam pewayangan), tetapi merayakan karya
penebusan Kristus yang mana Allah melalui kurban Kristus berkenan
“melewati” kita dari hukuman dan murka-Nya. Selain itu kita merayakan Imlek
dalam perspektif iman Kristen bukan dengan memasang dui lian (kain merah)
di tiang pintu rumah untuk menakut-nakuti monster Nian, tetapi menghayati
darah Kristus yang mahal dengan hidup benar sebagai anak-anak Allah. Surat
1 Petrus 1: 18-19 menyatakan: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus
dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu
bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti
darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”

Dalam tradisi bai nian juga dapat diberi muatan teologis alkitabiah, yaitu
makna memberi hormat kepada orang-tua bukan hanya pada hari raya
tertentu namun seharusnya pai-pai dilakukan anak-anak setiap hari sebagai
tanda sikap hormat dan taat kepada orang-tua. Pemahaman hukum Allah
yang kelima, yaitu “hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di
tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu” (Kel. 20:12) dimaknai
secara utuh, yaitu dengan cara mengasihi orang-tua khususnya di saat
mereka telah tua dan tidak berdaya. Karena itu seharusnya makna bai nian
dalam perspektif iman Kristen justru dilakukan oleh orang-orang muda kepada
orang-tua mereka. Anak-anak yang telah beranjak dewasa bertanggungjawab
penuh terhadap kehidupan orang-tua khususnya saat mereka lemah, sakit,
dan tidak berdaya. Tradisi bai nian tidak boleh dimanipulasi maknanya
sehingga anak-anak yang telah beranjak dewasa justru tergantung secara
10
ekonomis kepada orang-tua mereka. Tradisi bai nian juga dapat dimaknai
sebagai media umat untuk menyatakan bela-rasa kasih Allah kepada anggota
keluarga dan sesama. Dengan demikian melalui tradisi bai nian dapat
dikembangkan suatu spiritualitas keramahtamahan yang tulus kepada setiap
orang. Akhirnya keramahtamahan dalam tradisi bai nian menjadi media
kepedulian, cinta-kasih, dan kesediaan berkurban kepada sesama
sebagaimana Allah di dalam diri Kristus telah melawat umat manusia.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
11

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perayaan Imlek
bukanlah perayaan suatu agama tertentu misalnya agama Khonghucu.
Sebaliknya perayaan Imlek merupakan perayaan budaya dan adat-istiadat yang
lahir dari dunia pertanian dan mengandung suatu filosofi hidup yang sarat
makna. Karena itu perayaan Imlek terbuka untuk dirayakan dalam kehidupan
berbagai agama, termasuk dalam ibadah iman Kristen. Melalui perayaan Imlek,
kita juga dapat menarik hikmat yang dilandasi oleh nilai-nilai iman Kristen dalam
memaknai kehidupan ini. Tuhan Yesus berkata dalam Matius 10:16 "Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah
kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Sebagai orang percaya
kepada Yesus, kita menghormati dan menghargai saudara atau orangtua kita
yang merayakan Imlek. Yang perlu kita perhatikan adalah upacara kepercayaan
dan obyek penyembahan yang secara prinsip bertentangan dengan iman kita,
tidak kita ikuti13. Semua kehormatan dan kepujian serta ibadah kita hanya untuk
kemuliaan Tuhan Yesus Kristus saja. Efesus 2:9-11 ”Itulah sebabnya Allah
sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala
nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan
yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku:
"Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.

B. SARAN
Bertitik tolak dari penulisan makalah ini, maka penulis merasa perlu memberikan
beberapa saran secara khusus bagi umat Kristen-Tionghoa (dan umat Kristiani
pada umumnya) dalam memaknai perayaan Imlek yang sesuai konteks
keimanan Kristen, diantaranya sebagai berikut:
1. Umat Kristen-Tionghoa dapat merayakan Imlek dalam pengertian bahwa
Imlek perlu ditempatkan dalam perspektif iman Kristen yang berpusat pada
Kristus. Perayaan Imlek tidak boleh mengaburkan karya keselamatan dan
anugerah Allah dalam pengorbanan Kristus. Darah Kristus yang
menyelamatkan manusia dari kuasa Nian (malaikat maut), sehingga mereka
hidup dalam damai-sejahtera dengan Allah.
2. Konteks Imlek dapat dijadikan landasan teologis oleh umat untuk membangun 12
spiritualitas dan imannya yang kontekstual, sehingga iman umat mampu
13
http://gbicitra2-umum.blogspot.com/2010/03/perayaan-imlek-dan-iman-kristen.html?m=1
tumbuh dan berakar di atas “tanah” kehidupan budayanya. Budaya dan
istiadat tidak ditolak namun ditransformasikan dalam terang keselamatan
Kristus.
3. Melalui perayaan Imlek, umat dapat mengembangkan spiritualitas
keramahtamahan dan kepedulian yang dilandasi oleh bela-rasa Allah yang
telah berinkarnasi dalam Kristus. Umat dipanggil untuk mengasihi dan
menghormati orang-tuanya selama mereka hidup khususnya saat mereka
lemah, sakit, dan tidak berdaya (U-Hau). Selain itu umat mengasihi dan
menjalin persahabatan dengan kerabat (bai-nian) serta sesama tanpa
membedakan ras, suku, dan agama.
4. Masyarakat Tionghoa perlu menemukan identitas dirinya secara positif walau
telah mengalami trauma dalam berbagai peristiwa politis, diskriminasi sosial,
dan kerusuhan. Penemuan identitas diri orang-orang Tionghoa akan
bermakna apabila mereka mengalami kasih Allah yang membebaskan dan
menyelamatkan dalam karya penebusan Kristus. Sebab Kristuslah, Sang
Anak Domba Allah yang telah menghapus dan memulihkan setiap luka dan
penderitaan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono, Chris. 1996. Orang Tionghoa dan Pekabaran Injil. Yogyakarta: Taman 13

Pustaka Kristen.
2. Durham, John. 1987. Word Biblical Commentary Exodus. Waco, Texas: Word
Books Publisher.
3. Tanggok, Ikhsan. 2005. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Pelita Kebajikan.
4. Joe Lan, Nio. 1961. Peradaban Tionghoa Selajang Pandang. Djakarta: Penerbit
Keng Po.
Website:
5. https://www.google.com/amp/s/yohnahuway.wordpress.com/2019/02/07/tahun-
baru-imlek-menurut-iman-kristen/amp/

6. https://jagad.id/sejarah-tahun-baru-cina-imlek/

7. http://yohanesbm.com/2015/11/21/imlek-memaknai-budaya-dan-keimanan/

8. http://gbicitra2-umum.blogspot.com/2010/03/perayaan-imlek-dan-iman-
kristen.html?m=1

14

13

Anda mungkin juga menyukai