Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KELUHAN BERKAITAN DENGAN KESEHATAN BAYI & ANAK

SKENARIO 3

BERCAK-BERCAK MERAH YANG MENGKHAWATIRKAN

OLEH : KELOMPOK 9

DOSEN TUTOR : dr. Alfi Yasmina M.Kes, Ph.D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

1. Rasyid Riddo
2. Awaliya Nur Ramadhana
3. Dhea M. Swengly
4. Noorsyifa Safitri Tahir
5. Rayhana Yamini
6. Alexandro Manurung
7. Anggrit Fatoni Febrian Marsin
8. Murti Fatiya Filayati
9. Nadya Dwi Kurnia
10. Yulia Erviana
11. Septian Hadi Setiawan
12. Firda Aurelia Ananda
13. Silvia Putri Ambarini

SKENARIO

Seorang anak perempuan berusia 15 bulan dibawa ibunya ke puskesmas dengan


keluhan demam dan bercak-bercak merah di badan dan leher sejak 1 hari sebelumnya. Bercak
tidak terasa gatal dan tidak meninggi. Si anak juga kehilangan nafsu makan. Anak
sebelumnya sehat, tidak pernah punya riwayat alergi, dengan riwayat kelahiran dan tumbuh
kembang yang normal, serta riwayat imunisasi dasarnya lengkap. Sekitar 10 hari yang lalu
anak mendapatkan imunisasi MMR di dokter spesialis anak. Ibunya kuatir anak tetap terkena
campak, walaupun sudah mendapatkan imunisasi campak dan MMR, dan juga kuatir
penyakit ini menular ke kakak-kakaknya yang belum pernah terkena campak. Dokter
puskemas melakukan pemeriksaan klinis dan pelacakan informasi lebih lanjut untuk
memastikan penyebab kelainan pada anak.

LANGKAH 1. IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH

1. Imunisasi : Suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. 1 Imunisasi adalah proses
menginduksi imunitas buatan baik dengan vaksinasi (aktif) maupun dengan pemberian
antiobodi (pasif). Vaksinasi menstimulasi sistem imun untuk membentuk antibodi dan respon
imun seluler yang melawan agen penginfeksi, sedangkan yang pasif menyediakan proteksi
sementara melalui pemberian antibodi yang diproduksi secara eksogen maupun transmisi
transplasenta dari ibu ke janin.2

2. Vaksin MMR : Kombinasi vaksin measles mumps rubela (vaksin MMR) ditujukan
untuk mengeliminasi rubela (dan sindrom rubela kongenital), campak, dan gondong. Tiap
anak harus mendapat 2 dosis vaksin MMR sejak saat memasuki sekolah dasar, kecuali bila
ada hal- hal pasti yang dikontraindikasikan atau ada penolakan dari orangtua. Vaksin MMR
harus diberikan tanpa menghiraukan infeksi measles, mumps, rubela sebelumnya. Dosis
pertama vaksin MMR diberikan pada anak usia 12-15 bulan. Dosis kedua (booster) diberikan
pada usia 3-5 tahun. 3

3. Alergi : Suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis yaitu
akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berkaitan dengan sel
mast.4

4. Campak : merupakan salah satu penyakit infeksi Morbilivirus dari famili


Paramyxoviridae bersifat menular yang memiliki fase inkubasi, fase prodormal dengan
manifestasi klinis berupa 3C (Cough, Conjungtivitis dan Coryza) serta Koplik spot, fase
eksantematosa dengan manifestasi klinis berupa 3C makin berat, demam makin tinggi (40-
45◦C), serta ruam makular dengan distribusi servikal ke kaudal, fase konvalesens
(penyembuhan) dimana ruam yang akan berubah warna menjadi kecoklatan lalu terjadi
deskuamasi.5

5. Demam : adalah suatu kondisi terjadi peningkatan suhu tubuh yang berada diatas suhu
normal 37 derajad selsius dimana terjadi perubahan set poin di hipotalamus. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang merasa kedinginan diakibatkan terjadinya vasokonstriksi kulit dan
terkadang bisa menyebabkan menggigil.6

LANGKAH 2. DAFTAR MASALAH


1. Penyebab demam, dan bercak merah pada anak?
2. Mengapa nafsu makan menurun?
3. DD untuk tidak gatal dan tidak meninggi?
4. Apakah ada hub riwayat imunisasi terhdap keluhan?
5. Macam-macam UKK?
6. Mengapa riwayat imunisasi dasar diitanyakan?
7. Apa saja imunisasi dasar yang sering dilakukan pada anak-anak?
8. Umur ideal imunisasi?
9. Kontraindikasi imunisasi MMR dan Campak?
10. Apa ada pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap KU?
11. Apakah keluhan utama dapat menular?
12. Apakah ada hubungan usia mendapatkan imunisasi dengan keefektivan pemberian
imunisasi?
13. Apakah mungkin seseorang terkena campak setelah imunisasi campak? Mekanisme?
14. Komplikasi dari imunisasi?
15. Px fisik dan penunjang?
16. Bagaimana tatalaksana awal dan lanjutan?
17. Kasus kegawatdaruratan?
18. Mekanisme kerja imunisasi dalam tubuh secara umum?
19. Pelacakan informasi seperti apa yg dilakukan dokter?
20. Mengapa riwayat alergi ditanyakan?

LANGKAH 3. ANALISIS MASALAH

1. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik.
Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan
normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 37C, setelah informasi
tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran
panas sesuai dengan perubahan set point. Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan
produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus posterior menerima
informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka pembentukan panas ditambah dengan
meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan
pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat
sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus anterior mengatur suhu tubuh
dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar
lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit
dan menambah produksi keringat. Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat
peningkatan set point. Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri
merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin 1, interleukin 6 atau
tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim
siklooksigenase membentuk protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point
hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan cryogens
(antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah
peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa.

Berikut ini adalah beberapa penyebab umum memiliki ruam kulit.

1. Iritasi kulit dianggap sebagai salah satu dari banyak alasan utama untuk memiliki
ruam kulit.

2. Kadang-kadang infeksi virus menyebabkan ruam pada kulit manusia. Infeksi bisa
sangat berbahaya bagi sistem manusia dan seluruh ruam yang terbentuk sebenarnya mungkin
memerlukan perawatan medis pada tahap berikutnya.

3. Paparan parasit dan serangga tertentu dapat menyebabkan alergi dan mungkin
timbul dalam mendapatkan ruam pada setiap orang juga.

4.Obat, bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik


maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin,sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan
urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik
langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.

5.Makanan, peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya
akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, keju, bawang, dan semangka.

6.Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).

7.Inhalan, berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).

8. Kontaktan, Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang,


serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya
insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.

9. Infeksi dan infestasi. Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria,


misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.

Kemungkinan penyakit yang berhubungan dengan skenario adalah : Campak, Exantema


Subitum, Demam Berdarah Dengue, Rubela, Virus Roseola, KIPI7

4. Untuk mengetahui apakah ada hubungannya dilihat dulu rentang pemberian vaksin MMR
nya karena kejadian ikutan pasca imunisasi terjadi paling lama 1 bulan setelah pemberian
vaksin. Penyebab dari kejadian ikutan pasca imunisasi adalah reaksi vaksin di dalam tubuh
penerima vaksin, kesalahan program atau kesalahan tekniknya, contoh : alat yang digunakan
tidak steril dan salah tempat penyuntikannya yang seharusnya IM disuntikkan secara IV dan
lain sebagainya. Kemudian reaksi di tempat suntikannya baik itu lokal ataupun sistemik.
Reaksi lokal berupa merah dan nyeri pada bekas suntikan, reaksi sistemik berupa demam,
malaise, dan bercak di tubuh. Vaksin MMR memang dapat menimbulkan efek samping,
meskipun jarang. Efek sampingnya berupa reaksi lokal, sistemik, dan serius. Demam pasca
pemberian vaksin MMR terjadi pada hari ke 5 dan 6 selama 5 hari dan bintik merah di tubuh
muncul pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari.8

Idealnya vaksin tidak akan menimpulkan efek samping, bila ada gejalanya sangat ringan.
Pemberian vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan dengan cara sistem kekebalan
penerima bereaksi terhadap antigen yang ada di dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik
dapat muncul setelah imunisasi sebagai proses dari reaksi kekebalan.9

Vaksin MMR bersifat live attenuated yang artinya derivat virus hidup yang dilemahkan.
Karena hal tersebut dapat terjadi gejala yang mirip dengan penyakit tetapi lebih ringan.10

6. Riwayat imunisasi penting ditanyakan untuk mengarahkan diagnosis, apakah memang


karena infeksi atau karena kejadian ikutan pasca imunisasi. Kejadian ikutan pasca imunisasi
merupakan gejala akibat setelah dilakukannya imunisasi dan terjadi dalam kurun waktu 1
bulan pasca imunisasi. KIPI bisa terjadi secara lokal maupun sistemik, dan biasanya tidak
dalam bentuk yang berat seperti demam, ruam kulit, nyeri dan bengkak. Gejala-gejala
tersebut akan hilang dalam jangka waktu yang dekat. Namun KIPI ini bisa menjadi suatu
kegawatdaruratan apabila sudah sampai mengalami gejala anafilaksis, atau bahkan sampai
jatuh syok anafilaktik. Pada imunisasi MMR sendiri, memang sudah diprediksi anak akan
mengalami demam 5-7 hari pasca imunisasi dan akan berakhir sekitar 5 hari setelahnya.
Penanganannya pun cukup diberikan antipiretik (paracetamol) 3-4x sehari. Ruam kulit juga
bisa muncul 7-12 hari pasca imunisasi dan akan menghilang 2-4 hari setelahnya.
Penanganannya cukup dengan diberi bedak dan dipakaikan pakaian yang tipis.11

8. Menurut Permenkes No.12 tahun 2017, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi


Program & Imunisasi Pilihan.

Imunisasi Program :
1) Imunisasi Rutin
a. Dasar Lengkap : bertujuan untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang
perlindungan. Diberi pada usia 0-12 bulan pertama kehidupan.
 Usia < 24 jam = Hepatitis B (HB-0)
 Usia 1 bulan = BCG, Polio 1
 Usia 2 bulan = DPT-HB-Hib 1, Polio 2
 Usia 3 bulan = DPT-HB-Hib 2, Polio 3
 Usia 4 bulan = DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV (Polio Injeksi)
 Usia 9 bulan = Campak
b. Lanjutan : mempertahankan dan memperpanjang masa perlindungan.
 Baduta (Bayi dibawah dua tahun) = DPT-HB-Hib, MMR
 1 SD = DT, MMR
 2 SD, 5 SD = TT
 Wanita Usia Subur = TT1, TT2 (4 minggu setelah TT1), T3 (6 minggu
setelah TT2), T4(1 tahun setelah T3), T5(1 tahun setelah T4).
2) Imunisasi tambahan : imunisasi tertentu di waktu tertentu kepada usia yang berisiko.
Ex :Vaksin polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
3) Imunisasi Khusus : kepada calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju
daerah endemis atau KLB penyakit tertentu.

Imunisasi Pilihan
Imunisasi penyakit tertentu : Varisella zoster, Herpes zoster, Hepatitis A, Kanker Serviks,
dll.12,13
9. Kontra indikasi pemberian vaksin hudup yaitu seseorang dengan imunosupresi berat
akibat imunodefisiensi kongenital, infeksi HIV berat, leukemia, limfoma, terapi kanker atau
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka waktu lama (>2mg/kg/hari selama >2
minggu), tetapi untuk pasien yang terinfeksi HIV dan tidak menunjukkan bukti adanya gejala
imunosupresi berat (total CD4 T limfosit yang rendah sesuai usia atau kadar CD4 T Limfosit
yang rendah dibandingkan limfosit total), vaksin MMR dapat diberikan pada usia 12 bulan
dan pemberian dosis kedua 1 bulan setelahnya.pada anak yang sedang dalam remisi serta
tidak menerima kemoterapi dalam waktu 3 bulan bisa mendapatkan vaksinasi MMR.14
Kontraindikasi Imunisasi MMR dan Campak ? Vaksin tidak boleh diberikan pada penderita :
• Sakit parah
• Penderita TBC tanpa pengobatan,
• Kurang gizi dalam derajat berat,
• Gangguan kekebalan,
• Penyakit keganasan.
• Dihindari pula pemberian pada ibu hamil15
18. Imunisasi adalah proses meningkatkan daya tahan tubuh melalui vaksinasi dengan
harapan tubuh akan merespon dengan pembentukan antibodi spesifik pada antigen khusus
tersebut. sedangkan vaksinasi adalah memasukkan suatu antigen ke dalam tubuh dengan
tujuan pembentukan antibodi sebagai respon masuknya antigen tersebut. secara garis besar,
vaksin terbagi menjadi 2, yaitu killed/inactivated vaccine dan live attenuated vaccine.
masing2 vaksin mempunyai kelebihan dan kekurangan. killed vaccine merupakan vaksin
dengan antigen yang sudah dimatikan dengan prosedur tertentu. killed vaccine mempunyai
kelebihan yaitu dapat digunakan pada orang dengan penurunan sistem imun seperti orang
yang mengalami terapi kanker, mengkonsumsi kortikosteroid, HIV/AIDS, dan ibu hamil.
namun vaksin jenis ini mempunyai kekurangan yaitu kurang kuatnya respon dari tubuh
terhadap antigen yang mati ini, sehingga perlu dilakukan booster imunisasi agar mendapatkan
efek yang optimal. sebaliknya, live attenuated vaccine merupakan antigen yang masih hidup,
namun dilemahkan agar tidak menimbulkan efek yang patologis ketika dimasukkan ke tubuh.
vaksin ini mempunyai kelebihan yaitu lebih kuatnya respon tubuh dalam membentuk
antibodi, sehingga booster imunisasi jarang dilakukan, namun vaksin ini berisiko diberikan
kepada orang-orang dengan immunocompromised. Vaksin juga dibagi berdasarkan
komposisinya, sehingga ada yang monovalent (hanya 1 antigen) contohnya vaksin hepatitis B
dan polivalent (lebih dari 1 antigen) contohnya MMR. Rute pemberian vaksin ada 4 cara,
yaitu melalui oral (polio), injeksi intracutan/intradermal (BCG), injeksi subcutan (MMR), dan
injeksi intramuscular (hepatitis B, DPT).16
20. Mengapa perlu ditanyakan riwayat alergi karena alergi telur merupakan alergi makanan
tersering setelah alergi susu. Alergen pada telur dapat menimbulkan reaksi yang diperantarai
oleh ig E dan reaksi lambat yang diperantarai sel T. Vaksin yang dilemahkan vaksin yellow
fever dan influenza diproduksi dalam jaringan telur ayam yang berembrio, sedangkan vaksin
campak dan gondok diproduksi melalui kultur jaringan fibroblast embrio ayam yang tidak
lagi mengandung protein telur dalam jumlah yang bermakna. Oleh sebab itu perlunya
ditanyakan riwayat alergi agar tidak terjadi reaksi alergi yang tidak diinginkan seperti dalam
beberapa menit dapat terjadi urtikaria dan angioedema, dan dalam beberapa jam sampai 2 jam
dapat terjadi gangguan gastrointestinal seperti oral pruritus, nausea, nyeri perut, muntah dan
diare. Gejala pada saluran pernapasan dapat terjadi juga seperti hidung tersumbat, gatal pada
hidung, bersin-besin,edema laring, sesak nafas dan wheezing.14,17
Urtikaria: Lesi berupa ruam atau patch eritema, berbatas tegas, disertai gatal, biasanya pasien
mempunyai riwayat alergi atau gigitan serangga.
Dermatitis atopi: Lesi eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta pada lipat siku, lipat
lutut, pergelangan tangan bagian dalam, kelopak mata, leher, dan kadang-kadang di wajah.
Penyakit ini juga disertai gatal yang hilang timbul dan biasanya mempunyai riwayat atopi di
keluarga.18
7. Vaksin campak pertama adalah pada usia 9 bulan dan vaksin campak kedua pada usia 18
bulan. Vaksin campak kedua ini tidak perlu diberikan jika sudah mendapatkan vaksin MMR.
Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR
diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum
mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaskin MMR/MR.19

SOAP

Subject : Perempuan, usia 15 bulan

Demam, bercak-bercak merah yang tidak gatal dan tidak meninggi

Riwayat imunisasi dasar lengkap, tumbuh kembang normal

Alergi (-)

Imunisasi MMR 10 hari yang lalu

Object : (-)

Assesment : KIPI, Rubella, Campak, Varisela, DHF

KIPI = DK

Plan : Parasetamol 10 mg/kg BB/kali pemberian, 3-4 kali/hari + Kompres hangat

TABEL DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis KIPI CAM- RU- DHF EKSAN- ERITEMA VARI-
PAK BELLA TEMA INFEK- CELLA
SUBITUM SIOSA ZOSTER
Variabel
Perempua + + + + + + +
n, 15
Bulan
KU:, + + - + + + +
Bercak- Wajah ke
bercak seluruh
merah di badan
badan dan
leher
Demam + + + + + - +
Onset : 1 + + + + + + +
hari Gak Gak
sebelumny barengan barengan
a
Sifat : + - - + - + -
tidak gatal papula Makula petekie Makula vesikel
dan tidak Papula papular
meninggi eritema
Penyerta : + + + + + + +
kehilangan
nafsu
makan
RPD : + -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+
10 hari
lalu
imunisasi
MMR di
dr Sp.A
Kelahiran + + + + + + +
dan
Tumbuh
kembang
normal
Alergi (-) -/+ -/+ -/+ -/+ - -/+ -/+
Tidak ada hasil pemeriksaan fisik dan penunjang
Diagnosis KIPI
Kerja

LANGKAH 4. POHON MASALAH

Anak Perempuan,
15 Bulan

Riwayat imunisasi dasar lengkap,


tumbuh kembang normal, tidak ada
alergi
Imunisasi MMR 10
hari yang lalu

Bercak Merah
Demam

Subfebris febris Makula Makula Vesikel Petekie


Papula

Rubella Varisela DHF


KIPI
Campak

Definisi Prognosis

Epidemiologi Pencegahan

Etiologi Komplikasi

Klasifikasi Manajemen Terapi :


 Pelacakan infromasi
Faktor Risiko  Terapi awal dan lanjutan

Patofisiologi Diagnosis :
 Anamnesis
Manifestasi Klinis  Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
 Cara membedakan campak dan
KIPI

LANGKAH 5. SASARAN BELAJAR

1. Menjawab Pertanyaan yang belum terselesaikan

2. Menjelaskan tentang isi pohon masalah

LANGKAH 6. BELAJAR MANDIRI


LANGKAH 7. SINTESIS HASIL BELAJAR

A. DEFINISI
Menurut World Health Organization, Adverse effect following immunization adalah setiap
kejadian medis yang tidak diharapkan dan terjadi sesudah imunisasi dan tidak selalu memiliki
hubungan kausal dengan penggunaan vaksin. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI,
Kejadian ikutan pasca imunisasi adalah kejadian medis yang terjadi setelah pemberian
imunisasi, dapat berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan prosedur ataupun
koinsidensi dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi.20,21

B. EPIDEMIOLOGI
KIPI yang disebabkan oleh kesalahan imunisasi kebanyakan disebabkan oleh vaksin BCG
yang tercatat (57%), diikuti oleh vaksin difteri, vaksin tetanus, vaksin pertusis, dan vaksin
tipe B Haemophilus influenzae (DTP / Hib) (7,3%), dan DTP / Vaksin Hepatitis B (HB) /
Haemophilus influenzae tipe B (DTP / HB / Hib) (6,6%). KIPI terbanyak terjadi pada anak-
anak usia kurang dari 1 tahun sedangkan untuk dewasa paling banyak berkisar 50-60 tahun.
Persentase tertinggi adalah vaksin BCG yang diberikan pada anak di bawah satu tahun
(72,1%), berusia satu tahun (37,5%) dan dua tahun (57,1%). Vaksin BCG juga mempengaruhi
orang dewasa dari 25 hingga 29 tahun (50%) dan dari 50 hingga 59 tahun (5,5%). Vaksin
influenza (IV) menyebabkan 69,2% efek samping pada anak berusia 3 tahun, yang juga
menyebabkan 44,4% efek samping pada anak berusia 4 tahun dan 43,8% pada anak berusia 5
hingga 10 tahun. DTP bertanggung jawab atas 44,4% KIPI pada anak usia 4 tahun, usia
ketika dosis tambahan diberikan.22
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi KIPI menurut WHO, Causality Assessment of an Adverse Event Following
Immunization 2018.23

Klasifikasi KIPI berdasarkan derajat keluhan :


1. Reaksi Ringan
- Biasanya terjadi beberapa jam setelah pemberian imunisasi
- Biasanya reaksi hilag dalam waktu singkat dan tidak berbahaya
- Reaksi lokal (nyeri, bengkak, atau kemerahan di lokasi suntikan)
- Reaksi sistemik (demam, nyeri otot seluruh tubuh, badan lemah, pusing, dan nafsu
makan turun)
2. Reaksi Berat
- Biasanya tidak menimbulkan masalah jangka panjang
- Dapat menimbulkan kecacatan
- Jarang mengancam jiwa
- Termasuk kejang dan reaksi alergi yang timbul sebagai akibat reaksi tubuh terhadap
komponen tertentu yang ada di dalam vaksin
3. Reaksi Serius
- Dapat menyebabkan kematian
- Memerlukan rawat di RS
- Dapat terjadi persisten atau disabilitas signifikan
- Mengancam jiwa.24

D. ETIOLOGI
1. Klasifikasi Lapangan
- Kesalahan Prosedur : Penyimpanan, Pengelolaan, Tata laksana pemberian vaksin
Misalnya, dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan, sterilisasi
syringe dan jarum suntik, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan antiseptik,
kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa
vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak memperhatikan petunjuk produsen
(petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain).
- Reaksi suntikan : Reaksi suntikan langsung, meliputi rasa sakit, bengkak, dan
kemerahan pada tempat suntikan. Reaksi tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing,
mual, sampai sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat
pada vaksin, yang sering terjadi pada vaksinasi massal.
- Reaksi vaksin
- Faktor kebetulan/ koinsiden
Ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama pada saat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakteristik serupa, tetapi tidak mendapat imunisasi.
- Penyebab tidak diketahui.25
2. Klasifikasi Kausalitas
- Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)
- Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely)
- Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible)
- Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable)
- Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain).25

E. FAKTOR RISIKO
Kejadian KIPI akan meningkat jika :
1. Penyuntikan tidak steril
2. Kesalahan waktu melarutkan vaksin
3. Suntikan pada lokasi yang salah
4. Transportasi dan penyimpanan vaksin yang tidak sesuai SOP
5. Mengabaikan kontraindikasi : 24
- Anak yang mendapatkan reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
- BBLR (Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi
hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung
HbsA).24,26
- Pasien Imunokompromais
- Pasien yang mendapatkan human immunoglobulin (Pada resipien yang mendapatkan
human immunoglobulin Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan
pengobatan untuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.24,26
- Respon terhadap imunisasi tidak optimal.24

F. PATOFISIOLOGI/PATOGENESIS
KIPI dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu
1) reaksi yang terkait dengan produk vaksin,
2) reaksi yang terkait dengan cacat mutu vaksin,
3) reaksi yang terkait kekeliruan prosedural vaksin,
4) reaksi kecemasan terhadapa imunisasi,
5) kejadian koinsidens.

Untuk yang terkait dengan produk vaksin, ini merupakan reaksi hipersensitivitas dari
tubuh, tepatnya yang tipe cepat atau tipe 1. Substansi yang ada di dalam vaksin direspon
berlebihan oleh tubuh yang kemudian akan menimbulkan kejadian medis yang tidak
diharapkan, bahkan sampai menjadi syok anafilaktik. Substasi akan menempel pada sel mast
dan akan merangsang sel mast utuk berdegranulasi mengeluarkan mediator-mediator
inflamasi seperti histamin dan prostaglandin, maka manifestasi yang muncul bisa seperti
alergi dan demam. Cacat mutu vaksin dan kesalahan prosedur juga tentu akan sangat
berpengaruh terhadap vaksin yang diberikan. Apabila terjadi penyimpangan disini, maka
tujuan yang diharapkan akan menjadi kejadian medis yang berkebalikan. Kecemasan juga
bisa terjadi, dan biasa terjadi pada anak-anak. Koinsidens merupakan bias yang terjadi secara
bersamaan dengan imunisasi, yang padahal bukan karena imunisasi kejadian medis tersebut
terjadi.20,27

G. MANIFESTASI KLINIS

Gejala KIPI yang paling banyak muncul pada penelitian ini adalah demam yaitu 82,9%,
kemudian disusul oleh gejala pembengkakan dilokasi penyuntikan sebanyak 75,6%,
Kemerahan dilokasi penyuntikan sebanyak 63,4%, nyeri dilokasi penyuntikan sebanyak
41,4%, lesu sebanyak 29,2%, menangis terus menerus sebanyak 17% dan muntah sebanyak
4,8%, sedangkan anak yang mengalami gejala yang membutuhkan perawatan dokter tidak
ada.28,29
H. DIAGNOSIS.30
1. Pemeriksaan sasaran : usia, vaksi yang telah diterima, vaksin yang akan diberikan,
keadaan bayi/anak, kontra indikasi.
2. Skrinning.

Pemantauan KIPI
Pemantauan KIPI merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari penemuan, pelacakan,
analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi. Tujuan utama pemantauan KIPI
adalah untuk mendeteksi dini, merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi
dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi.30

Kasus KIPI yang harus dilaporkan: 30


I. TATALAKSANA31
Tahap awal
dalam penatalaksanaan KIPI yaitu penemuan kasus. Dalam 24 jam kasus
ditemukan segera lakukan konfirmasi terhadap informasi yang diberikan,
jika memang informasi yang diberikan benar maka dilakukan pelacakan
dengan mencatat kasus, data vaksin, petugas kesehatan yang
memberikan vaksin, serta bagaimana sikap orangtua terhadap masalah
yang dihadapi dan juga kemungkinan kasus lain yang terjadi pada anak
lain (cluster). Setelah dilakukan pelacakan selanjutnya dianalisis untuk
menentukan penyebab dan klasifikasi (kasus rigan atau kasus berat)
untuk segera dilakukan pengobatan segera dan dievaluasi.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sangat ditakutkan adalah terganggunya fungsi organ dan disabilitas
hingga kematian.20

K. PENCEGAHAN
Inti dari perilaku pencegahan adalah menghindari faktor risiko. Perhatikan
kontraindikasi pasien terhadap vaksin. Apabila ada riwayat KIPI pada vaksin sebelumnya,
maka perlu pertimbangan untuk melakukan vaksin selanjutnya. Mutu dari produk vaksin dan
keterampilan dari petugas kesehatan pelaksana vaksin perlu ditingkatkan. Apabila pasien
berisiko, seperti BBLR atau immunocompromised, tunda vaksin sampai beberapa saat,
misalkan untuk BBLR tunggu sampai BB 2kg atau sampai usia 2 bulan, pengguna
kortikosteroid ditunggu sampai 1 bulan setelah terakhir kali mengkonsumsi dan untuk terapi
kanker serta yang diberi immunoglobulin tunggu sampai 3 bulan setelah pemberian terakhir.21

L. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan dari seberapa beratnya gejala yang muncul dan
seberapa cepat dan tepat pelayanan yang diberikan. Pada kasus di
skenario keluhan pasien hanya keluhan ringan yang dapat diatasi dengan
obat-obatan simptomatik dan apabila KIPI nya ditatalaksanai dengan
tepat maka prognosisnya Dubia ad Bonam.32

KESIMPULAN

KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi adalah kejadian medis yang tidak diharapkan
dan terjadi sesudah imunisasi dan tidak selalu memiliki hubungan kausal dengan penggunaan
vaksin yang bisa disebabkan oleh berbagai hal, karna adanya reaksi produk vaksin, cacat
mutu vaksin, kesalahan daam prosedur, reaksi kecemasan, dan koinsiden. Faktor risiko dari
KIPI adalah anak yang pernah mengalami kejadian KIPI sebelumnya, BBLR, prematuritas,
serta anak dengan gangguan system imun. KIPI dapat didiagnosis dengan penemuan kasus,
pelacakan,analisis kasus untuk dilakukan pengobatan segera, dan dilakukan evaluasi. KIPI
perlu ditatalaksanai segera untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi seperti
disabilitas hingga kematian.Prognosis tergantung seberapa beratnya gejala yang
muncul dan seberapa cepat dan tepat pelayanan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. Konsep Dasar Imunisasi. In :


Mulati E, Isfan R, Royati OF, Widyaningsih Y, editors. Buku Ajar Imunisasi. Cetakan
2. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI; 2015.
2. Permata YL. Kelengkapan imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang
berhubungan di Rumah Sakit Mary Cileungsi Hijau Bogor, Maret 2008 [Skripsi].
Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
3. Notoatmojo WH. Hubungan pajanan alergen terhadap kejadian alergi pada anak. Sari
Pediatri.2011;13(3):185-90.
4. BPOM RI. Vaksin MMR(Measles mumps rubella). Badan POM RI. Available from:
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-14-produk-imunologis-dan-vaksin/144-vaksin-dan-
antisera/vaksin-mmr-measles-mumps-rubela
5. Halim, RG. Campak pada Anak. CDKjournal. 2016;43(3):186-189
6. Ganong WF . Buku ajar fisiologi kedokteran. 24th ed. Jakarta: EGC; 2015. p. 266-7.
7. Ismoedijanto. Demam dan ruam di daerah tropik (Viral exanthemas in the tropic).
2011 Oct 23 [cited 2019 Apr 7]. Available from :
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2018/07/07.
8. Utama, DL. 2015. Imunisasi dan KIPI. Simposium Dosen. Bali : Universitas
Udayana.
9. World Health Organization. Vaccine safety basics learning manual. Geneva: World
Health Organization; 2013.
10. Hadianti DN, Mulyati E, Ratnaningsih E, Sofiati F, Saputro H, Sumastri H, Herawati
M, et al. Buku ajar imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan Kementerian Republik Indonesia; 2014.
11. Kemenkes RI. Kampanye imunisasi measles rubella (mr). Petunjuk Teknis Kampanye
Imunisasi Measles Rubella. 2016; p.59-67.
12. Yuningsih, R. Pro-Kontra Imunisasi Campak-Rubella. Puslit Majalah Info Singkat
Kesejahteraan Sosial. 2017; 9(16): 9-12.
13. Depkes. Imunisasi Rutin Lengkap. Jakarta : Kemenkes RI;2018.
14. Leman MM. Penyakit Infeksi. In : Chairulfatah A, editor. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Essensial. Edisi 6. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
15. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
tentang penyelenggaraan imuniasi. 2017 Feb 6. [cited 2019 Apr 7]. Available from:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraa
n_Imunisasi_.pdf
16. Wiley CC. Immunizations: Vaccinations in General. Pediatr Rev. 2015;36(6):249–59.
17. Munawwarah L, Evalina R, Irsya L, Lubis M. Imunisasi Pada Anak Alergi Telur.
Medan : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU; 2014.
18. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis: bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
19. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal imunisasi 2017. 2017 April 18 [cited 2019
April 7]. Available from: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-
imunisasi-2017

20. WHO. Causality assesment of an adverse event following immunization (AEFI).


Geneva: WHO, 2013.
21. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pemantauan dan penanggulangan kejadian
ikutan pasca imunisasi. Jakarta: Depkes RI, 2009
22. Bisetto LH, Ciosak SI. Analysis of adverse events following immunization caused by
immunization errors. Rev Bras Enferm. 2017; 70(1):87-95.
23. WHO. Causality assesment of an adverse event following immunization (AEFI). 2nd
ed. Geneva: WHO, 2018.
24. World Health Organization. Vaccine safety basics learning manual. Geneva: World
Health Organization; 2013
25. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. Konsep Dasar
Imunisasi. In : Mulati E, Isfan R, Royati OF, Widyaningsih Y, editors.
Buku Ajar Imunisasi. Cetakan 2. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI;
2015
26. Marmi, Rahardjo, K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
27. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Buku ajar alergi imunologi anak. Edisi kedua.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008.
28. Sari MP, Izzah AZ, Harme AP. Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Anak
yang Mendapatkan Imunisasi Difteri Pertusis dan Tetanus di Puskesmas Seberang
Padang Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(3):352-6.
29. Hadinegoro SRS. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri.
2000;2(1):1-9.
30. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. Konsep Dasar Imunisasi. In :
Mulati E, Isfan R, Royati OF, Widyaningsih Y, editors. Buku Ajar Imunisasi. Cetakan
2. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI; 2015.
31. Hadinegoro SRS. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri.
2000;2(1):1-9.
32. Utama DL. Imunisasi dan KIPI. Komda KIPI. 2010.

Anda mungkin juga menyukai