Anda di halaman 1dari 2

Tema “Membangun Rasa Optimistis”

Yang saya hormati Bapak Kepala Sekolah, Bapak dan Ibu Guru, serta Karyawan SMP Regina Pacis Tanjungpandan. Dan Juga Siswa-siswiku yang saya cintai. Selamat
pagi. Saya ulangi sekali lagi. Selamat pagi. Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat TYME karena dengan berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga pada pagi ini
kita dapat melaksanakan upacara bendera dengan penuh khidmat. Pertama, saya akan mengevaluasi jalannya upacara bendera hari ini terutama pada petugas dan
peserta upacaranya. Pada petugas pengibar bendera masih terdapat kekurangan, yaitu…. Kemudian……

Siswa-siswi yang saya cintai, tema upacara bendera pada hari ini ialah “Membangun Rasa Optimistis”. Di dalam diri kita, terkadang muncul rasa pesimistis kemudian
tumbuh rasa optimistis. Kadang hal itu datang silih berganti. "Sudahlah! Jangan ngoyo, kita tidak akan berhasil!" Kata-kata seperti ini mungkin terpatri dalam benak
kita dan pernah kita dengar pada saat orang atau kelompok menyusun rencana dan target belajar. Ada dua kemungkinan mengapa kata-kata ini keluar dari mulut
seseorang. Pertama, rencana yang dibuat memang tidak realistis. Kedua, ada orang yang selalu memandang berat setiap masalah. Alasan kedua inilah yang biasa
disebut sebagai sikap pesimistis. Sikap pesimistis merupakan halangan utama bagi seseorang untuk menerima tantangan. Orang yang telah terjangkit virus pesimistis
selalu merasa hidupnya penuh dengan kesulitan. Ia selalu berada pada ketidakberdayaan dalam menghadapi masa depan.

Siswa-siswi yang saya banggakan. Pesimistis ternyata tidak ada manfaat atau faedahnya bagi kita. Dengan kata lain, kita perlu menjadikan diri kita agar selalu
optimistis. Ada beberapa hal yang mungkin dilakukan untuk membangun kembali rasa optimistis kita. Pertama, temukanlah hal-hal positif dari pengalaman masa lalu,
sepahit apapun pengalaman itu. Dalam kegagalan, sekalipun masih ada keberhasilan-keberhasilan kecil yang terselip. Cobalah temukan keberhasilan itu dan
syukurilah keberadaannya. Upaya ini paling tidak akan mengobati sebagian dari perasaan hancur yang kita derita. Ada istilah mengatakan, “Tapi bagaimana pun saya
telah gagal”. Buanglah jauh-jauh pikiran tersebut karena pikiran tersebut akan membelenggu dan tidak akan membantu kita dalam meraih keberhasilan belajar, baik
dalam sekolah maupun dalam hidup (learning to school and learning to live). Tuhan hanya akan menambahkan nikmat-Nya pada orang yang mau mensyukuri
pemberian-Nya, meskipun nikmat itu sedikit.

Kedua, tata kembali target yang ingin kita capai. Jangan terbiasa membuat target belajar yang berlebihan atau muluk-muluk. Kita memang harus bersikap optimistis,
tetapi perlu juga mengukur kemampuan diri sendiri. Kita juga perlu menelaah lebih jeli cara apa yang mungkin dilakukan untuk mencapai target belajar itu. Ketiga,
pecahkan target besar menjadi target-target kecil yang dapat segera dilihat keberhasilannya. Seringkali, ada manfaatnya untuk melihat keberhasilan-keberhasilan
jangka pendek dari sebuah target jangka panjang. Misalnya, kalian memiliki target belajar dan hasil pencapaian pada mata pelajaran tertentu. Kemudian, pada
tataran mata pelajaran secara keseluruhan. Hal ini akan semakin menumbuhkembangkan semangat dan optimistis dalam diri kita. Tentunya, kita harus terus
mensyukuri apa yang diperoleh dari capaian target-target kecil tersebut. Jangan pernah terbetik dalam hati, “Ah, baru segini, target kita masih jauh.” Sikap ini sama
sekali tidaklah membangun rasa optimistis.
Siswa-siswi yang saya banggakan. Yang keempat, selalu bertawakal kepada TYME. Menyadari adanya satu kekuatan yang dapat menolong di saat kita menghadapi
rintangan. Hal ini tentunya merupakan modal dasar yang cukup ampuh dalam membangun optimistis itu. Dengan bertawakal, tentu harus dilakukan secara
bersamaan agar dapat memperbaiki target dan strategi pencapaiannya. Dan kelima, kita perlu mengubah pandangan atau perspektif terhadap diri sendiri dan
kegagalan. Kita perlu lebih sayang dan menghargai diri sendiri. Jangan terus-menerus mengejek diri sendiri. “Aku ini orang bodoh, tidak bisa apa apa.” Hal ini
bukanlah sikap merendah, tetapi merupakan sikap ingkar terhadap kelebihan yang telah Tuhan karunikan kepada kita.

Demikianlah amanat saya yang tak sempurna ini. Tidak ada gading yang tidak retak. Semoga, amanat ini dapat memberikan pencerahan bagi kita terutama
membangun rasa optimistis dalam kehidupan agar mampu mencapai target-target yang diinginkan. Saya minta maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang elok dan
kurang berkenan di hati kalian dalam penyampaian amanat ini. Terima kasih dan upacara dapat dilanjutkan kembali.

Anda mungkin juga menyukai