Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN

Cynthia Hotma Fatmawati

21010115120041

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2015

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta karunia yang
dilimpahkan kepada saya sehingga Laporan Praktikum Teknologi Bahan ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Teknologi
Bahan yang harus dilaksanakan oleh setiap mahasiswa untuk dapat mengikuti Ujian
Akhir Semester 1 mata kuliah Teknologi Bahan.

Dalam setiap proses penyelesaian laporan ini saya telah menerima bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sri Tudjono, MS selaku Ketua Laboratorium Bahan Bangunan.


2. Dr. Ir. Han Ay Lie, M. Eng., selaku asisten dosen praktikum Teknologi
Bahan.
3. Ir. Moga Narayudha, S.Pl, dan Ir. Frida Kristiani, MT selaku dosen mata
kuliah Teknologi Bahan.
4. Bapak Tio selaku laboran yang telah banyak membimbing kami dalam
pelaksanaan Teknologi Bahan ini.
5. Saudara Robertus Wahyu selaku asisten mahasiswa kelompok A-1.
6. Seluruh anggota kelompok A-1
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan praktikum
Teknologi Bahan Konstruksi.

Saya menyadari bahwa laporan yang saya buat masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat saya harapkan.
Sehingga untuk penyusunan laporan berikutnya dapat menjadi lebih baik.

Akhir kata, saya berharap agar laporan yang saya susun ini dapat bermanfaat
bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta kemajuan bagi
almamater kita tercinta.

Semarang, 15 Desember 2015

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................. ix
BAB I PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS
I. Dasar Teori .................................................................................. 1
II. Percobaan ..................................................................................... 1
1. Kandungan Lumpur (Sistem Pencucian dan Sistem
Kocokan) ......................................................................... 1
2. Kandungan Zat Organis ................................................... 4
3. Analisa Saringan .............................................................. 7
4. Kadar Air dan Berat Isi .................................................... 11
5. Berat Jenis ....................................................................... 15
BAB II PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR
I. Dasar Teori .................................................................................. 19
II. Percobaan ..................................................................................... 19
1. Keausan ........................................................................... 19
2. Kadar Air dan Berat Isi .................................................... 2
3. Berat Jenis ....................................................................... 26
4. Impact Test ...................................................................... 28
5. Kandungan Lumpur ......................................................... 31
6. Analisa Saringan .............................................................. 33
BAB III PEMERIKSAAN BAHAN BETON
I. Dasar Teori .................................................................................. 38
II. Percobaan ..................................................................................... 38
1. Kuat Tekan Mortar .......................................................... 38
2. FAS dan Nilai Slump ....................................................... 41

iv
3. Kuat Tekan Beton ............................................................ 44
4. Kuat Tekan Beton dengan Hammer Test ........................ 48
BAB IV PEMERIKSAAN BAJA
I. Dasar Teori .................................................................................. 54
II. Percobaan ..................................................................................... 54
LAMPIRAN ............................................................................................ 59
LEMBAR ASISTENSI ........................................................................... 76

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Mengetahui Kandungan Lumpur dengan Sistem Kocokan

Tabel 2. Mengetahui Kandungan Lumpur dengan Sistem Pencucian

Tabel 3. Mengetahui Kandungan Zat Organis dalam Agregat Halus

Tabel 4. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Tabel 5. Kesimpulan Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Tabel 6. Syarat Gradasi Agregat Halus menurut ASTM C33-86

Tabel 7. Syarat Gradasi Agregat Halus menurut ASTM C33-86

Tabel 8. Kadar Air Agregat Halus SSD

Tabel 9. Berat Isi Agregat Halus Asli

Tabel 10. Berat Isi Agregat Halus SSD

Tabel 11. Berat Jenis Agregat Halus Asli

Tabel 12. Berat Jenis Agregat Halus SSD

Tabel 13. Jumlah Benda Uji sesuai Gradasi Agregat

Tabel 14. Keausan Agregat Kasar

Tabel 15. Kadar Air Agregat Kasar Asli

Tabel 16. Kadar Air Agregat Kasar SSD

Tabel 17. Berat Isi Agregat Kasar Asli

Tabel 18. Berat Isi Agregat Kasar SSD

Tabel 19. Berat Jenis Agregat Kasar Asli

Tabel 20. Berat Jenis Agregat Kasar SSD

vi
Tabel 21. Ketahanan Agregat Kasar terhadap Impact Test

Tabel 22. Kandungan Lumpur Agregat Kasar

Tabel 23. Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Tabel 24. Kesimpulan Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Tabel 25. Kuat Tekan Mortar

Tabel 26. Syarat Kuat Tekan Minimum Berbanding Hari

Tabel 27. Penurunan Nilai Slump

Tabel 28. Nilai Slump untuk Berbagai Pekerjaan Beton

Tabel 29. Kuat Tekan Beton

Tabel 30. Konversi Satuan Kuat Tekan Beton

Tabel 31. Perbandingan Kuat Tekan Beton Berdasarkan Bentuk Menurut PBI 1971

Tabel 32. Konversi Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Beton Menurut PBI
1971

Tabel 33. Syarat Kuat Tekan Minimum Berbanding Hari Menurut SNI 15-7064-
2004

Tabel 34. Hasil Percobaan Hammer Test (-900)

Tabel 35. Tabel Hasil Percobaan Hammer Test (00)

Tabel 36. Uji Tarik Baja

Tabel 37. Jenis dan Kelas Baja Sesuai SII-0136-80

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Percobaan 1 dan 2 Kandungan Lumpur dengan Sistem Pencucian

Gambar 2. Tintometer

Gambar 3. Menghitung berat saringan dengan timbangan

Gambar 4. Penyaringan agregat dengan mesin

Gambar 5. Menghitung jumlah berat saringan dan agregat setelah disaring

Gambar 6. Agregat Halus dimasukkan ke dalam Silinder Berlubang

Gambar 7. Pengeringan Agregat Halus dengan Oven

Gambar 8. Pengeringan Agregat Halus dalam Oven hingga Berat Tetap

Gambar 9. Agregat Halus SSD (tengah)

Gambar 10. Memasukkan Agregat Halus ke dalam Kerucut Terpancung

Gambar 11. Bola Baja Berjumlah 12

Gambar 12. Bola Baja Dimasukkan ke dalam Mesin Los Angeles

Gambar 13. Agregat Kasar setelah Dikeluarkan dari Mesin Los Angeles

Gambar 14. Pembuatan Agregat Kasar SSD

Gambar 15. Perendaman Agregat Kasar SSD

Gambar 16. Menimbang agregat kasar

Gambar 17. Pengambilan Agregat Kasar untuk Impact Test

Gambar 18. Agregat Kasar diuji Impact Test

Gambar 19. Pencucian Agregat Kasar

Gambar 20. Penggoncangan Saringan Agregat Kasar

viii
Gambar 21. Agregat Kasar dalam Saringan

Gambar 22. Pengujian Kuat Tekan Mortar

Gambar 23. Mortar yang dikeringkan

Gambar 24. Mortar yang hancur setelah diuji

Gambar 25. Pengukuran Penurunan Nilai Slump Beton

Gambar 26. Pengujian Kuat Tekan Beton

Gambar 27. Penandaan Titik pada Beton Uji

Gambar 28. Penggunaan Alat Hammer Test (-900)

Gambar 29. Alat Hammer Test

Gambar 30. Baja sebelum dan sesudah Ditarik

Gambar 31. Alat Uji Tarik Baja

ix
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Grafik 2. Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Grafik 3. Hubungan Koefisien Kuat Tekan Beton dengan Umur Beton

Grafik 4. Hubungan Beban (P) dengan Pertambahan Panjang (∆L) Baja

Grafik 5. Hubungan Tegangan (σ) dengan Regangan (ε)

x
BAB I

PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS

I. Dasar Teori
Agregat halus adalah suatu bahan material yang berupa butir-butir halus,
yaitu berupa pasir atau batu alam yang terdesintegrasi yang memiliki ukuran <
4,75 mm. Butir-butirnya tajam dan keras dengan indeks kekerasan ≤ 2,2 dan
modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8 %. Agregat halus ini tidak pecah
hancur walaupun terkena sinar matahari dan hujan. Dalam penyaringan agregat
menggunakan saringan, agregat halus adalah agregat yang lolos saringan
berdiameter > 4,75 mm atau saringan no. 4 dan tertahan do saringan
berdiameter 0,075 mm atau saringan no. 200. Menurut SK SNI S-04-1989-F,
agregat halus dibagi ke dalam 4 zona, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar,
dan kasar.
Agregat halus berperan besar dalam pembuatan beton, yaitu untuk
memperkecil pori-pori beton karena fungsinya, yaitu sebagai pengisi di antara
agregat kasar. Semakin kecil pori-pori beton, maka kuat tekan beton makin
tinggi. Agregat halus yang dipakai adalah agregat yang kandungan lumpurnya
< 5% agar mudah berikatan dengan semen. Apabila kandungan lumpur > 5%,
agregat harus dicuci terlebih dahulu.

II. Percobaan
1. Kandungan Lumpur (Sistem Pencucian dan Sistem Kocokan)
A. Dasar Teori
Untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan yang tinggi (maksimal),
maka diperlukan bahan-bahan penyusun yang baik. Agregat halus, salah satu
bahan penyusun beton, dalam penggunaanya dalam campuran beton harus
memiliki kandungan lumpur < 5% (PBI 1971). Lumpur adalah agregat halus
yang lolos saringan berdiameter 0,063 mm. Keberadaan lumpur dalam
pembuatan beton adalah variabel penggangu pada proses pengikatan agregat
dengan pasta semen, karena lumpur yang menempel pada agregat tidak dapat

1
bersatu dengan semen dan mengakibatkan kuat tekan beton semakin kecil.
Untuk itu, agregat halus perlu diteliti terlebih dahulu kandungan lumpurnya
agar dapat memperbesar kuat tekan beton yang dapat dilakukan dengan sistem
cucian maupun kocokan agregat halus.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak
kandungan lumpur di dalam agregat halus. Agregat yang digunakan adalah
pasir kering (pasir yang sudah dioven selama 24 jam hingga kering).
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah timbangan dengan ketelitian 1
gram, 2 gelas ukur berkapasitas 250 cc, bejana gelas diameter 10 cm setinggi
20 cm, pengaduk dari kayu, cawan, dan air.
Untuk sistem kocokan, pasir kering oven dimasukkan ke dalam gelas
ukur sebanyak 130 cc, kemudian masukkan air sebanyak 200 cc. Keadaan pasir
harus jenuh tanpa gelembung. Mulut gelas ukur kemudian ditutup dengan
plastik dan diikat dengan karet gelang dan pastikan bahwa ditutup dengan rapat.
Gelas ukur yang berisi pasir dan air dikocok selama kurang lebih 30 menit dan
tidak boleh ada pasir yang keluar. Lalu diamkan di tempat yang
memungkinkan sekitar 2 jam sehingga akan terlihat di gelas ukur ada lumpur
mengendap di atas pasir.
Untuk sistem cucian, sebanyak 100 gram pasir dimasukkan ke dalam
bejana gelas. Lalu dimasukkan air setinggi 12 cm di atas permukaan pasir.
Aduk pasir dan air sampai keruh dan diamkan sekitar 1 menit. Setengah dari air
cucian dibuang dan pastikan tidak ada pasir yang terbuang. Masukkan air, aduk,
dan buang air cuciannya terus-menerus sampai air di dalam bejana gelas jernih.
Setelah jernih, buang airnya dan sisakan pasir. Pasir kemudian dioven selama
24 jam. Kemudian dikeluarkan dari oven, didinginkan dan hitung berat pasir
akhir. Selisih berat pasir awal dan setelah dicuci adalah berat lumpur.

B. Pengolahan Data
Tabel 1. Mengetahui Kandungan Lumpur dengan Sistem Kocokan
Tinggi Pasir + Tinggi Tinggi Lumpur
Lumpur (cc) Pasir (cc) (cc)
Percobaan 139 130 9

2
Tinggi lumpur diketahui dari :
( )

Tabel 2. Mengetahui Kandungan Lumpur dengan Sistem Pencucian


Berat Berat
Berat Persentase Berat
Pasir Sesudah
Lumpur Lumpur Rata-Rata
Mula- Dicuci
(gr) (%) Lumpur
Mula (gr) (gr)
Percobaan 1 100 92 8 8
7,5%
Percobaan 2 100 93 7 7

Berat lumpur diketahui dari :


( )

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut PBI 1971, agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih
dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur
adalah bagian – bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar
lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan penyesuaian dengan syarat PBI 1971,
dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan ini belum memenuhi syarat, karena
kandungan lumpurnya melebihi 5%, yaitu 7,5%.

E. Saran
1. Melakukan pemilihan agregat halus yang lebih baik dengan kandungan
lumpur yang lebih sedikit agar agregat halus dapat digunakan sebagai
bahan campuran atau adukan beton.
2. Dalam proses pencucian, perlu diperhatikan bahwa pencucian
dilakukan kepada kandungan lumpurnya saja agar tidak menghilangkan
agregat halusnya.

3
F. Lampiran

Gambar 1. Hasil Percobaan 1 dan 2 Kandungan Lumpur dengan Sistem Pencucian

2. Kandungan Zat Organis


A. Dasar Teori
Zat organis yang terkandung dalam agregat halus umumnya berasal dari
penghancuran zat-zat tumbuhan, terutama yang berbentuk humus dan lumpur
organis. Zat-zat tersebut dapat menghambat pengikatan semen dan
pengembangan kuat beton. Oleh sebab itu, diperlukan pengujian agregat untuk
menentukan bisa tidaknya agregat digunakan dalam bahan campuran beton.
Dalam percobaan ini, zat organis dinetralkan dengan larutan NaOH 3%, dan
warna yang terjadi dibandingkan setelah kurang lebih 2 jam. Sesuai tabel
warna standar, 1 – 2 adalah untuk kadar lumpur rendah, 3 untuk kadar lumpur
normal, dan 4 – 5 untuk kadar lumpur tinggi. Semakin besar nomor warnanya,

4
maka semakin tua warnanya yang berarti kandungan zat organisnya semakin
banyak pula.
Alat dan bahan yang digunakan hampir sama dengan percobaan
kandungan lumpur tapi ditambah dengan larutan NaOH 3%. Pertama, pasir
dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 cc sampai setinggi 130 cc. Larutan NaOH
3% dituangkan ke dalam gelas ukur setinggi 200 cc dan pastikan pasir di
dalamnya jenuh tanpa gelembung. Tutup mulut gelas ukur dengan plastik dan
ikat dengan karet gelang hingga rapat, lalu gelas ukur dikocok sekitar 30 menit,
dan pastikan tidak ada pasir yang keluar. Diamkan selama kurang lebih 2 jam,
maka akan ada perubahan warna larutan NaOH.

B. Pengolahan Data

Tabel 3. Mengetahui Kandungan Zat Organis dalam Agregat Halus


Tinggi Pasir + Tinggi Tinggi Lumpur
Lumpur (cc) Pasir (cc) (cc)
Percobaan 140 121 19

Tinggi lumpur diketahui dari :


( )

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut PBI 1971, agregat halus tidak boleh mengandung bahan –
bahan organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna
dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak
memenuhi percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan agregat
tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan
agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci
hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.
Menurut ASTM C40-04, standar warna untuk kandungan zat organis
nomor 3, sedangkan di gardner colour nomor 5.

5
D. Kesimpulan
Tinggi lumpur yang didapatkan dari hasil percobaan menunjukkan
bahwa agregat halus tersebut memiliki kandungan lumpur yang banyak. Untuk
warna pada tintometer menunjukkan nomor 5 sehingga tidak memenuhi syarat
ASTM (nomor 3).

E. Saran
Kandungan lumpur yang banyak sangat mempengaruhi kuat beton dan
campuran adukan beton, maka perlu diperhatikan kandungan lumpur agregat
sebelum dijadikan bahan konstruksi.

F. Lampiran

Gambar 2. Tintometer

3. Analisa Saringan
A. Dasar Teori

6
Agregat yang baik dalam pembuatan beton harus memiliki gradasi yang
baik. Gradasi ialah pembagian ukuran besar dan kecilnya suatu partikel agregat.
Penentuan gradasi agregat dapat dilakukan dengan menganalisa saringan
agregat yang kemudian kita dapatkan hasil grafik pembagian butir agregat.
Benda uji yang digunakan ialah agregat halus dengan berat 1000 gram
dengan alat satu set saringan agregat halus (standar ASTM), yaitu saringan
berdiameter 9,52 – 0,00 mm, mesin pengguncang saringan, cawan, timbangan
berketelitian 1 gram, dan stopwatch.
Saringan yang telah ditimbang beratnya disusun dari diameter terbesar ke
yang terkecil dengan susunan yang besar yang berada di atas. Masukkan
agregat halus ke saringan dan getarkan saringan dengan alat penggetar selama
± 10 menit lalu diamkan 5 menit agar debu – debu dapat mengendap. Agregat
yang tertahan di saringan dicatat berat agregatnya dalam tabel. Hasil
penimbangan dikurangi dengan berat saringan keadaan kosong. Percobaan ini
akan menghasilkan persentase jumlah agregat yang lolos saringan tertentu dan
modulus kehalusan butir (FM).

B. Pengolahan Data

Tabel 4. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Diameter Sisa di Atas Saringan Jumlah Jumlah


Saringan Saringan Saringan Rata – Rata Sisa Yang
(mm) I (gram) II Gram % Kumulatif Lolos
(gram) (%) (%)
9,52 0 0 0 0 0 100
4,76 33 38,5 35,75 3,59 3,59 96,41
2,36 72 97,5 84,75 8,50 12,09 87,91
1,18 182 212 197 19,79 31,88 68,12
0,6 209 190 199,5 20,05 51,93 48,07
0,25 284 245 264,5 26,56 78,49 21,51
0,15 102 95 98,5 9,98 88,47 11,53
0,074 66 66 66 6,63 95,1 4,9
0,00 49 49 49 4,90 100,0 0,0
Jumlah 997 993 995 100,0
Persentase kehilangan berat =

7
Tabel 5. Kesimpulan Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Hasil
Sisa di Atas Saringan Syarat PBI 1971 Kesimpulan
Percobaan
4 mm Min 2% berat 3,59 % Memenuhi
1 mm Min 10 % berat 31,8 % Memenuhi
Antara 80 – 90% Tidak
0,25 mm 78,49 %
berat Memenuhi
Modulus Kehalusan Butir (FM)

Grafik Hasil Analisa Saringan Agregat


Halus
120

100
Persentase Lolos

80

60 Batas Atas
Batas Bawah
40
Analisa Saringan
20

0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19.2 38.4 76.8
Diameter Saringan

Grafik 1. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

C. Syarat dan Ketentuan

8
Menurut PBI 1971, agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka
ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan
dalam pasar 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat;
b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat;
c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% dan 95% berat.

Selain itu, menurut PBI 1971, kehilangan berat agregat halus maksimal
1%. Dan berdasarkan SK SNI S–04–1989–F, susunan butir aggregat halus
harus memiliki modulus kehalusan antara 1,5-3,8.
Sedangkan menurut ASTM C33-86, mengenai susunan besar butir
(gradasi), agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam batas –
batas sebagai berikut :

Tabel 6. Syarat Gradasi Agregat Halus menurut ASTM C33-86

Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)


9,5 100
4,75 95 – 100
2,36 80 – 100
1,18 50 – 85
0,60 25 – 60
0,30 10 – 30
0,15 2 – 10

D. Kesimpulan
Berdasarkan syarat gradasi agregat halus menurut ASTM C33-86, hasil
analisa saringan tersebut sudah sesuai. Apabila grafik agregat hasil analisa
berada di atas batas atas gradasi, maka agregat tersebut semakin halus,
sebaliknya apabila agregat hasil analisa berada di bawah gradasi, maka agregat
tersebut semakin kasar.

9
Sesuai dengan PBI 1971, hasil analisa saringan tersebut sudah tepat
untuk sisa di atas ayakan dengan melihat tabel 5. Begitu pun dengan modulus
kehalusan butir, yaitu 2,6445 sudah sesuai dengan interval yang ditentukan.
Rata-rata kehilangan berat agregat adalah hanya 0,5% sesuai dengan
standar yang ditentukan PBI 1971, yaitu maksimal kehilangan berat 1%.
Kehilangan berat bisa disebabkan karena saat agregat ditimbang setelah
disaring, debu agregat terbang ke udara bebas. Dapat disebabkan juga karena
penggunaan timbangan manual sehingga hasil perhitungan dan penimbangan
bisa jadi kurang akurat. Penggunaan alat pembersih saringan seperti kuas atau
kain menyebabkan menempelnya agregat pada alat-alat tersebut dan bisa juga
menyebabkan kurang bersihnya saringan yang dapat menyebabkan berat
agregat berkurang atau bertambah terutama dari penggunaan saringan untuk
percobaan pertama ke percobaan ke dua.

E. Saran
1. Pastikan bahwa setelah proses penyaringan, debu agregat tidak terbang
ke udara begitu banyak agar meminimalisir kehilangan agregat.
2. Membersihkan saringan dengan benar terutama dari penggunaan
saringan percobaan sebelumnya.

F. Lampiran

Gambar 3. Menghitung berat saringan dengan timbangan

10
Gambar 4. Penyaringan agregat dengan mesin

Gambar 5. Menghitung jumlah berat saringan dan agregat setelah disaring

4. Kadar Air dan Berat Isi


A. Dasar Teori
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering. Jumlah air yang
terkandung dalam agregat perlu diketahui, karena akan mempengaruhi jumlah
air yang diperlukan dalam campuran beton. Agregat yang basah (banyak
mengandung air), maka membuat campuran juga lebih basah dan sebaliknya.
Sedangkan berat isi agregat adalah rasion antara berat agregat dan isi atau

11
volume. Berat isi agregat diperlukan dalam perhitungan bahan campuran beton,
apabila jumlah bahan diukur dengan ukuran volume.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian
1 gram kapasitas 20 kg, oven pengering, silinder berlubang, batang besi
diameter 16 cm dan panjang 60 cm, dan cawan.
Dalam pengujian kadar air agregat halus, diperlukan agregat halus kering
dan SSD masing-masing sebanyak 500 gram. Percobaan dilakukan dua kali
untuk didapatkan data yang akurat serta kedua data dirata-rata kadar air yang
terkandung dalam agregat halus tersebut. Mula-mula, berat cawan ditimbang.
Agregat halus tersebut kemudian dikeringkan dengan oven sampai berat tetap
(± 24 jam pengovenan). Setelah dikeluarkan dari oven, agregat halus langsung
ditimbang kembali agar agregat tidak sempat menyerap air atau uap air yang
ada di udara, sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai
berat benda uji dalam oven dan kadar airnya yang dinyatakan dalam persen.
Untuk percobaan berat isi agregat, agregat halus yang diperlukan yaitu
agregat halus asli (kering) dan agregat halus SSD. Percobaan berat isi agregat
halus ini dilakukan dua kali dengan dua perlakuan yang berbeda, yang pertama
adalah agregat ditumbuk 25 kali (berat isi padat) dan hanya diketukkan ke
tanah 25 kali (berat isi gembur). Pada berat isi padat, ke dalam silinder
berlubang agregat diisi hingga penuh, tetapi dibuat 3 lapisan, dengan masing-
masing lapisn ditumbuk sebanya 25 kali, lalu agregat halus diratakan
permukaannya dan ditimbang berat pasirnya. Pada berat isi gembur, cara untuk
memperoleh berat isinya hampir mirip dengan berat isi padat, hanya dalam
berat isi gembur tidak ditumbuk dengan tongkat baja, melainkan hanya
diketukkan ke tanah sebanyak 25 kali.

B. Pengolahan Data
Tabel 7. Kadar Air Agregat Halus Asli
Berat Berat Kering Berat Kering Berat Air Kadar Air
Contoh (gr) (gr) Rata-Rata (gr) (gr) Asli
Percobaan 1 500 492
487 13 2,6%
Percobaan 2 500 482

12
Tabel 8. Kadar Air Agregat Halus SSD
Berat Berat Berat Kering
Berat Kadar Air
Contoh Kering Rata-Rata
Air (gr) SSD
(gr) (gr) (gr)
Percobaan 1 500 494
494 6 1,2%
Percobaan 2 500 494

Berat Air diketahui dari :


( )

Kadar Air diketahui dari :

Tabel 9. Berat Isi Agregat Halus Asli


Volume Silinder Berat Isi
Berat (kg)
(cm3) (kg/dm3)
Gembur 4,35 2941,67 1,479
Padat 4,83 2941,67 1,641

Tabel 10. Berat Isi Agregat Halus SSD


Volume Silinder
Berat (kg) 3
Berat Isi (kg/dm3)
(cm )
Gembur 4,66 2941,67 1,584
Padat 5,05 2941,67 1,716

Berat Isi diketahui dari :

13
C. Syarat dan Ketentuan

Menurut PBI 1971, kadar air pada pasir asli dan pasir SSD adalah
maksimal 6%. Untuk berat isi pasir asli maupun SSD adalah minimal 1,3
kg/dm3.

D. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat dikatakan bahwa agregat halus tersebut
memiliki pori-pori kecil karena kadar air yang tidak melebihi batas yang
ditentukan PBI 1971.
Begitu pun dengan berat isi asli maupun SSD memenuhi syarat karena
melebihi batas minimal yang ditentukan, yaitu 1,584 kg/dm3 dan 1,716 kg/dm3.

E. Saran
Percobaan dilakukan 2 kali untuk memberikan hasil yang lebih akurat tentang
kadar air dan berat isi.

F. Lampiran

Gambar 6. Agregat Halus dimasukkan ke dalam Silinder Berlubang

14
Gambar 7. Pengeringan Agregat Halus dengan Oven

5. Berat Jenis
A. Dasar Teori
Berat jenis adalah perbandingan antara berat dari satuan volume dari
suatu benda, dalam hal ini adalah agregat halus, terhadap berat air dengan
volume yang sama pada suhu yang ditentukan. Berat jenis tidak memiliki
satuan atau dimensi. Pengujian berat jenis agregat halus bertujuan untuk
mengetahui besar kecilnya berat jenis agregat halus. Jika berat jenisnya kecil,
maka volume benda makin besar sehingga dalam pembuatan beton diperlukan
agregat halus yang banyak pula.
Alat dan bahan yang diperlukan dalam percobaan ini, antara lain
timbangan, kerucut terpancung, picnometer glass, penumbuk, saringan no. 4,
thermometer, cawan, dan air bersih. Agregat dalam keadaan SSD sebesar 50
gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam picnometer atau gelas ukur.
Air bersih juga dimasukkan sampai 90% isi picnometer sambil digoncang agar
tidak terlihat gelembung udara. Picnometer diisi kembali dengan air bersih
sampai tanda batas picnometer (500 ml) kemudian ditimbang beratnya. Air
kemudian dibuang, sedangkan agregat halus dimasukkan ke dalam cawan dan

15
dikeringkan dalam oven selama ± 24 jam sampai beratnya tetap. Segera
setelah cawan dikeluarkan dari oven, agregat ditimbang beratnya. Picnometer
diisi lagi dengan air sampai tanda batas (500 ml) dan ditimbang beratnya.
Percobaan ini dilakukan masing-masing 2 kali untuk agregat halus kering oven
dan SSD, lalu dicari rata-ratanya dan kemudian berat jenisnya.

B. Pengolahan Data
Tabel 11. Berat Jenis Agregat Halus Asli
Berat
Berat Air / B Berat dalam
Contoh / Berat Jenis Asli
(gr) Air / C (gr)
A (gr)
Percobaan 1 500 469 765
Percobaan 2 500 469 749 2,358
Rata-Rata 500 469 757

Tabel 12. Berat Jenis Agregat Halus SSD


Berat Berat
Berat Air / Berat Jenis
Contoh / A dalam Air /
B (gr) Asli
(gr) C (gr)
Percobaan 1 500 469 737
Percobaan 2 500 469 755 2,242
Rata-Rata 500 469 746

Berat Jenis diketahu dari :

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut Revisi SNI 03-1737-1989 pasal 5.1.1 A ayat 6, berat jenis
agregat kasar dan agregat halus minimu adalah 2,5 dan perbedaannya tidak
melebihi 0,2.

16
D. Kesimpulan
Sesuai dengan syarat yang ditentukan Revisi SNI, agregat halus yang
diuji dalam percobaan ini telah memenuhi batas minimum yang ditetapkan
sehingga dapat digunakan dalam pembuatan bahan beton.

E. Saran
1. Menguji agregat dalam 2 kali percobaan atau lebih untuk memberikan
hasil yang lebih akurat
2. Dalam pembuatan agregat halus SSD, pencampuran dengan air
dilakukan sebelum memasukkan agregat ke dalam kerucut terpancung,
bukan saat dimasukkan.

F. Lampiran

Gambar 8. Pengeringan Agregat Halus dalam Oven hingga Berat Tetap

17
Gambar 9. Agregat Halus SSD (tengah)

Gambar 10. Memasukkan Agregat Halus ke dalam Kerucut Terpancung

18
BAB II
PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR

I. Dasar Teori
Agregat adalah bahan utama penyusun beton, dengan prosentasi 60- 75%
dari total volume beton. Agregat yang dipakai dalam pembuatan beton
berdampak pada besar kecilnya kuat tekan beton. Kuat tekan beton dapat
menjadi tinggi apabila gradasi agregat merata. Selain itu, penggunaan agregat
dapat mengurangi penggunaan PC dan mengurangi penyusutan beton. Menurut
PBI 1971, agregat kasar adalah berupa kerikil yang berasal dari batuan yang
terdesintegrasi dan batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Kerikil
adalah agregat yang memiliki besar diameter antara 4,8 mm sampai 40 mm.
Dalam penyaringan agregat menggunakan saringan, agregat kasar adalah
agregat tertahan di saringan berdiameter 4,75 mm atau saringan no. 4. Agregat
kasar bersifat keras dan tidak berpori-pori, dan tidak pecah hancur walaupun
terkena sinar matahari dan hujan.

II. Percobaan
1. Keausan
A. Dasar Teori
Agregat kasar sebagai pembuat beton memiliki pengaruh besar. Oleh
karena itu, agregat kasar yang dipakai haruslah kuat, keras, dan tidak mudah
pecah menjadi butiran yang lebih kecil. Keausan adalah rusaknya permukaan
padatan karena gesekan antar permukaan. Nilai keausan agregat kasar didapat
dari perbandingan antara agregat yang lolos saringan no. 12 terhadap berat
semula. Percobaan ini dilakukan dengan mesin Los Angeles.
Berdasarkan analisa saringan, mayoritas agregat tertahan pada saringan
ukuran 25,4 mm dan 19,1 mm. Sehingga benda uji yang diperlukan adalah
agregat kasar yang melewati saringan ukuran 38,1 mm dan tertahan disaringan
19,05 mm sebanyak 10000 gram. Pengujian menggunakan cara G
menggunakan bola baja sebanyak 12 buah. Pada percobaan kali ini benda uji
dicampurkan sehingga berat benda uji awal ialah 10.000 gram. Agregat yang

19
sudah dipersiapkan dimasukkan ke dalam mesin beserta bola baja dan diatur
untuk berputar sebanyak 500 kali, setelah itu agregat disaring menggunakan
saringan no. 12. Kemudian dihitung persentase keausannya. Semakin kecil
keausan agregat maka akan semakin kuat dan keras agregat tersebut.Sesudah
itu, dihitung persentase keausannya.

B. Pengolahan Data
Tabel 13. Jumlah Benda Uji sesuai Gradasi Agregat

Ukuran Berat dengan Gradasi Benda Uji (gram)


Lewat Tertahan
A B C D E F G
(mm) (mm)
76,2 63,5 2500
63,5 50,8 2500
50,8 38,1 2500 5000
38,1 25,4 1250 5000 5000
25,1 19,05 1250 5000
19,05 12,7 1250 2500
12,7 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat Bola (gram) 5000 4584 3350 2500 5000 5000 5000
Jumlah Putaran 500 500 500 500 1000 1000 1000

Tabel 14. Keausan Agregat Kasar


Berat sebelum Diuji / a (gr) Berat Tertahan Saringan No. 12 / b (gr) Keausan
10.000 8460 15,4%

Keausan diketahui dari :


( )

20
C. Syarat dan Ketentuan
Menurut PBI 1971, keausan agregat dengan mesin pengaus Los Angeles tidak
boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

D. Kesimpulan
Agregat kasar yang diuji bagus dalam menahan gesekan mesin Los
Angeles, terbuktir dari keausan yang hanya 15,4% sesuai dengan syarat PBI
1971.

E. Saran
Memperhatikan pemilihan agregat kasar yang baik yaitu kuat, keras,
tahan terhadap gesekan.

F. Lampiran

Gambar 11. Bola Baja Berjumlah 12

21
Gambar 12. Bola Baja Dimasukkan ke dalam Mesin Los Angeles

Gambar 13. Agregat Kasar setelah Dikeluarkan dari Mesin Los Angeles

22
2. Kadar Air dan Berat Isi
A. Dasar Teori
Kadar air yang dikandung agregat kasar dapat mempengaruhi kuat tekan
beton atau FAS. Dalam rancangan campuran beton, kondisi agregat dianggap
dalam SSD. Oleh karena itu, kadar air agregat harus diperiksa sebelum
digunakan. Jika agregatnya tidak jenuh air, maka agregat akan menyerap air
campuran beton yang menyebabkan kurangnya air untuk proses pengerasan.
Dengan mengetahui kadar air dari agregat maka dapat diperhitungkan
untuk penambahan maupun pengurangan air dalam suatu campuran beton.
Sedangkan, berat isi ialah perbandingan antara berat agregat dengan
volumenya. Berat isi berbanding lurus dengan berat agregat itu sendiri dan
berbanding terbalik dengan volumenya.
Alat dan bahan yang digunakan adalah timbangan dengan ketelitian 0,01
gram, oven, cawan, agregat kasar, silinder berlubang, dan batang besi.
Timbang dahulu berat silinder berlubang, kemudian masukkan agregat kasar
asli ke dalam silinder berlubang. Ada 3 lapisan, setiap lapisan dimasukkan
agregat kasar kemudian silinder dihentakkan sebanyak 25 kali. Untuk lapisan
ke 3, harus diratakan dengan batang besi. Lalu ditimbang berat agregat kasar
asli di dalam silinder berlubang. Langkah-langkah tersebut juga berlaku pada
agregat kasar SSD.

B. Pengolahan Data

Tabel 15. Kadar Air Agregat Kasar Asli


Berat Berat Kering Berat Kering Berat Kadar Air
Contoh (gr) (gr) Rata-Rata (gr) Air (gr) Asli
Percobaan
500 498
1
498 2 0,4%
Percobaan
500 498
2

23
Tabel 16. Kadar Air Agregat Kasar SSD
Berat Contoh Berat Berat Kering Berat Kadar Air
(gr) Kering (gr) Rata-Rata (gr) Air (gr) SSD
Percobaan 1 500 496
495,5 4,5 0,9%
Percobaan 2 500 495

Berat Air diketahui dari :

Kadar Air diketahui dari :

Tabel 17. Berat Isi Agregat Kasar Asli

Berat (gr) Volume Silinder (cm3) Berat Isi (kg/dm3)


Gembur 3,87 2941,67 1,316
Padat 3,97 2941,67 1,359

Tabel 18. Berat Isi Agregat Kasar SSD

Berat (gr) Volume Silinder (cm3) Berat Isi (kg/dm3)


Gembur 3,91 2941,67 1,329
Padat 4,25 2941,67 1,444

Berat Isi diketahui dari :

24
C. Syarat dan Ketentuan
Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I.-2, syarat
dan ketentuan dalam agregat kasar adalah berkadar air kurang dari 1%.
Menurut Data Primer Penelitian 2005, agregat kasar yang harus
digunakan sebagai campuran beton, berat isinya tidak boleh kurang dari 1,3
kg/dm3.

D. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa kadar air dan berat isi agregat kasar
sudah memenuhi syarat yang ditentukan berdasarkan PBI 1971 dan Data
Primer Penelitian 2005.

E. Saran
1. Setelah dimasukkan ke dalam oven, seharusnya agregat kasar segera
ditimbang karena apabila terlalu lama dibiarkan di udara bebas, kadar air
agregat semakin besar dan menghasilkan data yang tidak akurat sehingga
harus melakukan beberapa kali lagi percobaan.
2. Kadar air agregat kasar SSD seharusnya lebih kecil dari pada agregat
kasar asli karena pengambilan agregat kasar SSD berasal dari
laboratorium sedangkan agregat kasar asli berasal dari luar laboratorium
yang kemungkinan terkena hujan.

F. Lampiran

Gambar 14. Pembuatan Agregat Kasar SSD

25
Gambar 15. Perendaman Agregat Kasar SSD

3. Berat Jenis
A. Dasar Teori
Berat jenis adalah perbandingan antara berat agregat kering dan air yang
isinya sama pada suhu tertentu. Percobaan berat jenis agregat kasar
menggunakan alat-alat seperti timbangan, gelas bejana, kain penyerap, oven,
dan cawan. Agregat kasar yang dipakai untuk pengujian berat jenis adalah
agregat kasar kering dan agregat kasar SSD (Saturated Surface Dry), masing-
masing sebanyak ± 500 gram. Agregat kasar kering adalah agregat kasar yang
diambil langsung dari tanah dalam keadaan kering, sedangkan agregat kasar
SSD adalah agregat kasar yang kering permukaan yang dapat dilakukan dengan
mengelap agregat satu persatu hingga kering permukaan. Agregat kasar yang
kering dan kering permukaan jenuh ditimbang. Kemudian benda uji
dimasukkan dalam bejana dan ditambahkan air hingga benda uji terendam pada
permukaan tanda batas bejana. Berat bejana yang berisi benda uji dan air
ditimbang. Lalu timbang juga berat airnya (sampai tanda batas).

B. Pengolahan Data

Tabel 19. Berat Jenis Agregat Kasar Asli

26
Berat Berat dalam Isi Contoh Berat Jenis
Contoh (gr) Air (gr) (gr) Asli
Percobaan 1 500 310,5
Percobaan 2 500 313 188,25 2,656
Rata-Rata 500 311,75

Tabel 20. Berat Jenis Agregat Kasar SSD


Berat Berat dalam Isi Contoh Berat Jenis
Contoh (gr) Air (gr) (gr) SSD
Percobaan 1 500 318
Percobaan 2 500 304 189 2,645
Rata-Rata 500 311

Isi Contoh diketahui dari :

Berat Jenis diketahui dari :

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut Revisi SNI 03-1737-1989 pasal 5.1.1.a.6 berat jenis agregat
minimum adalah 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.
Selain itu, menurut ACI EI-07 Chapter 3.1.1 Tabel 2, batas berat jenis
normal agregat yang digunakan untuk beton adalah 2,3-2,9.

D. Kesimpulan
Berdasarkan syarat Revisi SNI 03-1737-1989 pasal 5.1.1.a.6 dan ACI EI-
07 Chapter 3.1.1 Tabel 2, berat jenis agregat kasar asli maupun SSD telah

27
memenuhi dan baik untuk dijadikan bahan campuran beton untuk pekerjaan
konstruksi.

E. Saran
Dalam pembuatan agregat kasar SSD, sebaiknya permukaan agregat
dikeringkan dengan cara mengelap permukaan agregat kasar menggunakan
kain, bukan pengeringan alami melalui cahaya matahari karena panas matahari
dapat menyebabkan keringnya agregat kasar seluruhnya.

F. Lampiran

Gambar 16. Menimbang agregat kasar

4. Impact Test
A. Dasar Teori
Alat – alat yang dibutuhkan dalam pengujian impact ini adalah satu set
alat impact test yang dilengkapi dengan penumbuk seberat 15 lbs (15 x 0,45 kg

28
= 6,75 kg) dengan tinggi jatuh 12 inch (12 x 2,54 = 30,48 ≈ 30 cm) , saringan
No. 12 , Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
Mula-mula ambil agregat kasar sebanyak 50 x berat jenisnya. Buat 2
benda uji karena akan didapat hasil rata-rata. Lalu masukkan benda uji ke
dalam alat impact test. Jatuhkan alat penumbuk setinggi 30 cm sebanyak 10
kali. Saring agregat kasar yang telah ditumbuk dengan saringan No. 12 dan
ditimbang beratnya yang lolos saringan tersebut. Kekuatan agregat sama
dengan selisih berat dibagi berat semula (B1) kali 100%.

B. Pengolahan Data

Tabel 21. Ketahanan Agregat Kasar terhadap Impact Test


Berat Contoh Berat Tertahan Berat Lolos Rata-Rata Berat Nilai
(gr) Saringan (gr) Saringan (gr) Lolos (gr) Impact
Percobaan 1 132,8 114,8 18
18,4 13,855%
Percobaan 2 132,8 114 18,8

Ukuran diameter contoh = 2/3 inchi


Berat contoh awal = 132,8 gram
Berat jenis contoh awal = 2,656 kg/dm3

Berat Lolos Saringan diketahui dari :

Nilai Impact diketahui dari :

C. Syarat dan Ketentuan


Berdasarkan SNI 03 – 1737 – 1989, nilai Impact maksimal sebesar 30%.

29
D. Kesimpulan
Dari 2 kali percobaan, dapat disimpulkan bahwa agregat kasar uji
tersebut memiliki nilai impact yang telah memenuhi syarat SNI.

E. Saran
Memperhatikan pemilihan agregat kasar yang keras dan tidak memiliki
banyak pori sehingga tidak rusak ketika ada tumbukan atau hentakan.

F. Lampiran

Gambar 17. Pengambilan Agregat Kasar untuk Impact Test

Gambar 18. Agregat Kasar diuji Impact Test

30
5. Kandungan Lumpur
A. Dasar Teori
Untuk agregat kasar, kandungan lumpurnya tidak boleh > 1%
(ditentukan dalam berat kering). Apabila kandungan lumpur melebihi 1%,
maka agregat kasar harus dicuci hingga bersih agar agregat kasar dapat
memaksimalkan proses pengikatan agregat kasar dengan semen dan air
sehingga kuat beton meningkat.
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah cawan, agregat kasar, timbangan,
air, dan oven pengering. 3 sampel agregat kasar sebanyak masing-masing 100
gram diambil kemudian dicuci hingga bersih dan diletakkan di cawan.
Keringkan dengan oven, maka berat akan berubah. Selisih berat agregat kasar
adalah persentase kandungan lumpur.

B. Pengolahan Data

Tabel 22. Kandungan Lumpur Agregat Kasar

Berat Benda Uji Berat sesudah Presentase


Berat
sebelum Dicuci Dicuci dan Lumpur
Cawan (gr)
(gr) Dioven (gr)
Percobaan 1 143 2%
100 45
Percobaan 2 143 2%
Percobaan 3 144 1%
Rata-Rata 1,61%

Presentase Lumpur diketahui dari :


( )

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut PBI 1971, agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih
dari 1% (ditentukkan terhadap berat kering) yang diartikan dengan lumpur

31
adalah bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm, apabila kadar lumpur
melampaui 1% maka agregat harus dicuci.

D. Kesimpulan
Melihat hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa agregat kasar di
laboratorium harus dicuci kembali jika ingin digunakan karena diketahui
melalui percobaan kandungan lumpur pada agregat melebihi 1%, yaitu 1,61%.

E. Saran
Agregat kasar yang memiliki kandungan lumpur lebih dari 1% tetap
dapat digunakan sebagai bahan konstruksi dengan cara mencucinya (disemprot
dengan air) supaya kandungan lumpurnya dapat ditekan seminimal mungkin
sehingga memenuhi persyaratan.

F. Lampiran

Gambar 19. Pencucian Agregat Kasar

32
6. Analisa Saringan
A. Dasar Teori
Untuk mendapatkan gradasi agregat kasar yang baik dalam pembuatan
beton, perlu dilakukan penyaringan agregat kasar menggunakan saringan.
Benda uji yang diteliti adalah agregat kasar sebanyak 5000 gram. Percobaan
dilakukan sebanyak dua kali. Alat yang diperlukan dalam percobaan ini adalah
satu set saringan agregat, diameter 63,5 mm sampai 0,00 mm, yang telah
ditimbang dan dicatat beratnya dalam keadaan kosong, cawan, dan timbangan
dengan ketelitian 1 gram.
Setelah saringan diurutkan dengan diameter terbesar di atas, agregat
dituang. Penyaringan dilakukan dengan menggoyangkan saringan selama 30
menit secara manual. Masing-masing saringan ditimbang menggunakan
timbangan dengan ketelitian 1 gram dan dicatat berat agregat pada yang
tertahan pada saringan tersebut. Dari data berat agregat yang tertahan pada tiap
saringan, maka dapat diperoleh persentase rata-rata agregat tertahan, persentase
jumlah sisa komulatif, persentase jumlah yang lolos, dan modulus kehalusan
butir (FM).

33
B. Pengolahan Data

Tabel 23. Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Sisa di Atas Saringan


Jumlah Sisa
Diameter Saringan Rata-Rata Jumlah yang
Saringan Komulatif
Saringan (mm) II Lolos (%)
I (gram) Gram % (%)
(gram)
38,1 0 0 0 0 0 100
25,4 1130 1610 1370 27.618 27.618 72.382
19,1 3250 2862 3056 61.607 89.225 10.775
12,7 440 365 402.5 8.114 97.339 2.661
9,5 70 30 50 1.008 98.347 1.653
4,75 10 2 6 0.121 98.468 1.532
2,36 10 6 8 0.161 98.629 1.371
1,18 17 7 12 0.242 98.871 1.129
0,6 8 16 12 0.242 99.113 0.887
0,25 8 13 10.5 0.212 99.325 0.675
0,15 12 5 8.5 0.171 99.496 0.504
0,075 15 2 8.5 0.171 99.667 0.333
0,00 20 13 16.5 0.333 100 0
Jumlah 4990 4931 4960.5 100
( )
Persentase kehilangan berat = 0,79%

Tabel 24. Kesimpulan Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Syarat PBI
Sisa di atas saringan Hasil Percobaan Kesimpulan
1971
4 Min 2% berat 98,468 Memenuhi
1 Min 10% berat 98,871 Memenuhi
0,25 Antara 80 – 90% 99,325 Tidak Memenuhi

34
Modulus Kehalusan Butir (FM) =

100

80
Persentase Lolos

60

Batas Atas

40 Batas Bawah
Analisa Saringan

20

0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19.2 38.4 76.8
Diameter Saringan

Grafik 2. Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

C. Syarat dan Ketentuan


Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, agregat kasar
harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak
dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat (1), harus
memenuhi syarat-syarat berikut :
- Sisa di atas ayakan 31,5 mm, harus 0% berat;
- Sisa di atas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% dan 98% berat
- Selisih antara sisa-sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan
adalah maksimum 60% dan minimum 10% berat.
Menurut SK SNI S-04-1989-F, bahwa agregat kasar harus terdiri dari
butir-butir yang beraneka ragam besarnya, dan apabila diayak dengan susunan
yang ditentukan, susunan butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0-7,1.

35
D. Kesimpulan
Modulus kehalusan butir agregat kasar tersebut adalah 8,78 yang artinya
terlalu kasar karena melebihi batas syarat SK SNI. Sedangkan sisa di atas
ayakan 31,5 mm memenuhi syarat PBI 1971, yaitu 0% dan sisa di atas ayakan
4 mm tidak memenuhi syarat PBI 1971 karena melewati batas 90% - 98%,
yaitu 98,468%. Sisa di atas saringan 0,25 mm juga tidak memenuhi syarat
karena melewati batas 80% - 90%, yaitu 99,325%.

E. Saran
Penggoncangan saringan dan penimbangan agregat pada masing-masing
saringan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar debu atau pasir halus dari
udara bebas tidak menempel pada agregat kasar, karena sangat berpengaruh
terhadap perhitungan.

F. Lampiran

Gambar 20. Penggoncangan Saringan Agregat Kasar

36
Gambar 21. Agregat Kasar dalam Saringan

37
BAB III

PEMERIKSAAN BAHAN BETON

I. Dasar Teori
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum
digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain-lain. Beton
merupakan satu kesatuan yang homogen dengan mencampur agregat halus
(pasir), agregat kasar (kerikil), air, dan semen yang kadang dengan bahan
tambahan (additif) yang bersifat kimiawai maupun fisikal dengan perbandingan
tertentu hingga homogen.
Beton memiliki kelebihan, yaitu tahan terhadap cuaca, kuat tekan tinggi,
dan biaya yang relatif rendah. Selain kelebihan, beton tentu memiliki beberapa
kekurangan yaitu daktilitas rendah, lemah tarik, dan penyusutan cukup besar.
Kekurangan beton dapat diminimalisir dengan pemilihan bahan penyusunnya
yang baik, penggunaan tulangan beton, dan FAS yang tepat.

II. Percobaan
1. Kuat Tekan Mortar
A. Dasar Teori
Mortar adalah campuran dari agregat halus (pasir) dengan semen yang
bereaksi dengan air dengan proporsi tertentu. Perbedaan mortar dengan beton
adalah tidak adanya agregat kasar sebagai penyusun mortar, sehingga dapat
dikatakan bahwa mortar ialah bagian dari beton. Dikarenakan tidak adanya
agregat kasar sebagai penyusun mortar, maka kuat tekan mortar akan lebih
rendah daripada kuat tekan beton.
Bahan yang digunakan dalam percobaan membuat mortar ini adalah
matriks beton atau campuran untuk membuat beton yang sudah disaring
agregat kasarnya sehingga yang digunakan hanya campuran PC dan agregat
halus. Alat yang digunakan yaitu alat penumbuk, alat uji tekan dan cetakan
mortar berukuran 5x5x5 cm.

38
Mula-mula buat campuran antara semen, pasir dan air yang sudah
dihitung proporsinya. Matriks beton dimasukkan ke dalam cetakan berukuran
5x5x5 cm sebanyak 3 buah yang diberi olesan oli dengan 3 lapisan (masing-
masing 1/3 volume) lalu ditumbuk 8 kali dan diratakan permukaannya. Mortar
dibiarkan mengeras selama 1 hari dan 1 hari berikutnya direndam dalam air.
Dikeringkan pula dalam 1 hari. Setelah dikeringkan, mortar ditimbang beratnya
dan kemudian diuji dengan menggunakan alat hingga hancur.

B. Pengolahan Data

Tabel 25. Kuat Tekan Mortar

Rata-
Luas Berat Kuat Kokoh
Perbandingan Tanggal Tanggal rata
No. Penampang Mortar Tekan Tekan
Spesi Pembuatan Pengujian Kokoh
(cm²) (gram) (Ton) (kg/cm²)
Tekan
1 263 3,653 146,12
2 1:2 25 274 21-Sep-15 25-Sep-15 2,69 107,60 126,86
3 266 -

Kokoh Tekan diketahui dari :

C. Syarat dan Ketentuan


Berdasarkan SKSNI M-111-1990-03, kekuatan tekan mortar semen
Portland adalah gaya maksimum persatuan luas yang bekerja pada benda uji
mortar semen Portland berbentuk kubus dengan ukuran tertentu serta berumur
tertentu. Gaya maksimum adalah gaya yang bekerja pada saat benda uji kubus
pecah.
Berdasarkan SNI 15-7064-2004, yaitu :

39
Tabel 26. Syarat Kuat Tekan Minimum Berbanding Hari

Kuat Tekan Persyaratan


Umur 3 hari Min. 125 kg/cm²
Umur 7 hari Min. 200 kg/cm²
Umur 28 hari Min. 250 kg/cm²

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji kokoh tekan mortar, sudah sesuai dengan syarat
yang ditentukan SNI.

E. Saran
Matriks beton yang menjadi bahan mortar, adukan campurannya harus
homogen agar kuat tekan mortar tinggi. Saat dimasukkan ke dalam cetakan
juga harus ditumbuk merata sehingga tidak menimbulkan pori-pori dalam
cetakan.

F. Lampiran

Gambar 22. Pengujian Kuat Tekan Mortar

40
Gambar 23. Mortar yang dikeringkan

Gambar 24. Mortar yang hancur setelah diuji

2. FAS dan Nilai Slump


A. Dasar Teori

41
FAS adalah perbandingan antara berat air dengan berat semen. Biasanya,
dalam membuat beton FAS yang digunakan berkisar antara 0,4 – 0,6. Semakin
tinggi FAS, maka semakin rendah kuat tekan beton (karena makin banyak air
yang dipakai).
Slump adalah ukuran dari kekentalan adukan beton. Uji slup
menggunakan beton segar dan alat berupa kerucut Abrams dan penggaris.
Campuran beton dimasukkan ke dalam kerucut Abrams sebanyak 3 lapisan
dengan ketinggian sama. Setiap lapisan ditumbuk 25 kali dengan menggunakan
tongkat baja. Bagian atas lapisan diratakan dan sisa kotoran di bagian luar
kerucut dibersihkan, kemudian dibiarkan selama 30 detik. Kerucut kemudian
diangkat perlahan secara vertikal. Penurunan tinggi puncak campuran beton
diukur di tiga tempat berbeda dan dirata-ratakan.

B. Pengolahan Data

FAS : 0,5
Semen : 6358,5 gram
Air : FAS x Semen =

Tabel 27. Penurunan Nilai Slump


Penurunan Nilai Slump (cm)
Slump 10 8 6
Total 24
Rata-Rata 8

C. Syarat dan Ketentuan


Menurut PBI 1971, kekentalan adukan beton bergantung pada
berbagai hal, antara lain jumlah dan jenis semen, nilai FAS, jenis dan
susunan butir dari agregat serta penggunaan bahan-bahan pembantu;
Kekentalan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump
dengan menggunakan kerucut Abrams

42
Tabel 28. Nilai Slump untuk Berbagai Pekerjaan Beton
Nilai Slump (cm)
No. Uraian
Minimum Maksimum
1 Dinding, plat fondasi, fondasi telapak bertulang 5,0 12,5
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison, konstruksi di
2 2,5 9,0
bawah tanah
3 Pelat, balok, kolom, dan dinding 7,5 15,0
4 Pengerasan jalan 5,0 7,5
5 Pembetonan massal 2,5 7,5

D. Kesimpulan
FAS mempengaruhi kualitas beton karena besar FAS langsung
berhubungan dengan banyaknya air yang dikandung. Semakin besar nilai
FAS maka kekuatan beton semakin rendah. Nilai Slump berbanding
lurus dengan FAS dalm artian semakin besar nilai Slump maka FAS
yang dihasilkan juga semakin bear (FAS dan Slump saling berkaitan).

E. Saran
Sebaiknya untuk uji slump dilakukan beberapa kali untuk
mendapatkan data yang akurat. Penentuan nilai FAS juga perlu
diperhatikan karena nilai FAS berpengaruh terhadap kuat tekan beton
yang dibuat.

F. Lampiran

Gambar 25. Pengukuran Penurunan Nilai Slump Beton

43
3. Kuat Tekan Beton
A. Dasar Teori
Dalam percobaan uji kuat tekan beton, digunakan alat uji yaitu
Compression Aparatus dengan bahan uji yaitu beton silinder berukuran
15x30cm sebanyak tiga buah. Agregat dan semen yang telah ditentukan
volumenya (menggunakan perbandingan PC:PS:K = 1:2:3) mula-mula
dituang dalam bak pencampur atau loyang dan dicampur, kemudian
ditambah air sedikit demi sedikit (sudah dihitung sesuai FAS) sambil
diaduk secara manual dengan sekop sehingga menghasilkan campuran
beton yang homogen. Campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan
silinder 15x30 cm yang sudah dilapisi oli dengan pengisian dilakukan
dalam tiga lapis dengan ukuran yang sama (masing-masing 1/3 volume
silinder) dan ditusuk sebanyak 25 kali. Beton dibiarkan selama 24 jam
dan kemudian cetakannya dibuka dan beton direndam ke dalam air untuk
pematangan (curing) sampai waktu pengujian. Sebelum pengujian, yaitu
3 hari setelah pengecoran, beton dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian
ditimbang beratnya dan diberi lapisan di bagian atas permukaan beton
dengan belerang yang dilelehkan. Beton kemudian dimasukkan ke dalam
alat uji dan diberi gaya tekan sampai hancur. Gaya tekan yang
menyebabkan beton hancur dapat dihasilkan kokoh tekan beton setelah
dibagi luas alas beton tersebut.

B. Pengolahan Data

Tabel 29. Kuat Tekan Beton


Ukuran Luas Tanggal Gaya Kokoh
Perbandingan Penurunan
No. Contoh Penampang Tekan Tekan
Campuran Slump Cor Uji
(cm) (cm²) (Ton) (MPa)
1 6 21- 25- 23,7 13,4
PC:PS:K
2 8 15 x 30 176,625 Sep- Sep- 26 14,7
1:2:3
3 10 15 15 24,5 13,9

44
Catatan : PC (Holcim) : 3179,25 gram
Pasir (Muntilan) : 4168,82 gram
Kerikil (2/3) : 7036,74 gram
Air (FAS : 0,5) : 1589,63 gram

Diketahui : Vsilinder = 3,14 x 7,5 x 7,5 x 30 = 5298,75


:

: pc = 3,60
: ps = 2,36
: k = 2,66
: FAS = 0,5

 Vpc = x Vsilinder

= x 5298,75

= 883,125 cm³
Wpc = pc x Vpc
= 3,6 x 883,125
= 3179,25 gram
 Vps = x Vsilinder

= x 5298,75

= 1766,25 cm³
Wps = ps x Vps
= 2,36 x 1766,25
= 4168,82 gram
 Vk = x Vsilinder

= x 5298,75

= 2649,375 cm³
Wk = k x Vk
= 2,66 x 2649,375
= 7047,34 gram

45
 Wair = FAS x Wsemen
= 0,5 x 3179,25
= 1589,63 gram

Tabel 30. Konversi Satuan Kuat Tekan Beton


Umur
4 Hari 28 Hari
Beton
Satuan kg/cm² MPa kg/cm² MPa
Beton 1 134 13.4 291 29.1
Beton 2 147 14.7 320 32.0
Beton 3 139 13.9 302 30.2

Hubungan Koefisien Kuat Tekan Beton


dengan Umur Beton
1.2

0.8
Koefisien

0.6

0.4 Series1

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30
Umur Beton (Hari)

Grafik 3. Hubungan Koefisien Kuat Tekan Beton dengan Umur Beton

C. Syarat dan Ketentuan


Tabel 31. Perbandingan Kuat Tekan Beton Berdasarkan Bentuk Menurut PBI
1971

46
Benda Uji Perbandingan Kuat Tekan
Kubus 15x15x15cm 1
Kubus 20x20x20cm 0.95
Silinder 15x30cm 0.83

Tabel 32. Konversi Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Beton


Menurut PBI 1971
Umur Beton (Hari) 3 7 14 21 28 90 365
PC Biasa 0.4 0.65 0.88 0.95 1 1.2 1.33
PC Kekuatan Awal
0.55 0.75 0.9 0.95 1 1.15 1.2
Tinggi

Tabel 33. Syarat Kuat Tekan Minimum Berbanding Hari Menurut SNI
15-7064-2004

Kuat Tekan Persyaratan


Umur 3 hari Min. 125 kg/cm²
Umur 7 hari Min. 200 kg/cm²
Umur 28 hari Min. 250 kg/cm²

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari 3 benda uji didapati bahwa benda uji tersebut
sudah memenuhi syarat SNI yaitu memiliki kuat tekan minimal 125 kg/cm2
saat umur 3 hari.

E. Saran
1. Menggunakan FAS yang tepat agar mudah dalam mengaduk dan
mendapatkan beton yang baik

47
2. Dalam proses pencampuran adukan beton, dilakukan dengan merata
sehingga beton memiliki campuran yang homogen dan menghasilkan
kuat tekan yang lebih baik.

F. Lampiran

Gambar 26. Pengujian Kuat Tekan Beton

4. Kuat Tekan Beton dengan Hammer Test


A. Dasar Teori
Dalam percobaan praktikum yang telah dilakukan, hammer beton yang
digunakan adalah Hammer Beton tipe N. Beton yang dipakai adalah beton
yang sudah jadi, dan dipilih permukaan beton yang halus, kering, dan tidak
dilapisi plesteran atau bahan pelapis lainnya. Beton kemudian dibagi bidangnya
berukuran 15 x 15 cm dengan 9 titik. Lalu, hammer beton ditembakkan ke 9
titik tersebut sekali tembakan tiap titik secara vertikal dan horizontal, dengan
nilai rebound R yang dapat dilihat di jarum pada hammer setelah pengujian.
Data nilai rebound R tersebut dikonversi untuk mengetahui kuat tekan beton.

48
B. Pengolahan Data
Tabel 34. Hasil Percobaan Hammer Test (-900)

Evaluasi Nilai Rebound


Nilai Rata- Keterangan
Nilai Faktor f’c (MPa)
No Rebound Rata f’c Posisi
Rebound Koreksi Rata-Rata 1
Terkoreksi Aktual (MPa) Hammer
Titik
47 2,350 49,350 57,965
42 2,600 44,600 48,980
47 2,350 49,350 57,965
43 2,550 45,350 50,745
1 48 2,300 50,300 49,770 52,285
51 2,150 53,150 65,300
42 2,600 44,600 48,980
40 2,700 42,700 45,430
40 2,700 42,700 45,430
40 2,700 42,700 45,430
44 2,500 46,500 52,500
39 2,740 41,740 43,658
46 2,400 48,400 56,160 48,89
2 43 2,550 45,550 50,745 49,865 (-900)
45 2,450 47,450 54,355
45 2,450 47,450 54,355
45 2,450 47,450 54,355
41 2,650 43,650 37,235
40 2,700 42,700 45,430
43 2,550 45,550 50,745
41 2,650 43,650 37,235
39 2,740 41,740 43,658
3 40 2,700 42,700 45,430 44,53
37 2,820 39,820 40,178
37 2,820 39,820 40,178
44 2,500 46,500 52,500
40 2,700 42,700 45,430

49
Tabel 35. Tabel Hasil Percobaan Hammer Test (00)

Ekivalensi Nilai
Rebound f’c Rata-
Nilai Keterangan
Nilai Faktor (MPa) Rata
No Rebound Posisi
Rebound Koreksi Rata- f’c
Terkoreksi Hammer
Aktual Rata 1 (MPa)
Titik
46 0 46,000 51,60
49 0 49,000 57,30
47 0 47,000 53,50
45 0 45,000 49,70
1 48 0 48,000 55,40 54,55
48 0 48,000 55,40
48 0 48,000 55,40
48 0 48,000 55,40
49 0 49,000 57,30
49 0 49,000 57,30
48 0 48,000 55,40
49 0 49,000 57,30
50 0 50,000 59,20 58,23
2 51 0 51,000 61,10 58,35 0
51 0 51,000 61,10
50 0 50,000 59,20
49 0 49,000 57,30
49 0 49,000 57,30
51 0 51,000 61,10
51 0 51,000 61,10
48 0 48,000 55,40
54 0 54,000 67,00
3 52 0 52,000 63,10 61,80
53 0 53,000 65,00
49 0 49,000 57,30
52 0 52,000 63,10
52 0 52,000 63,10

50
C. Syarat dan Ketentuan
Metode uji kuat beton pada elemen konstruksi menggunakan hammer
beton diatur dalam SNI 03-4269-1998 : bahwa dalam pengetesan beton di
lapangan membutuhkan hammer test ini karena tidak mungkin membawa
sampel beton di lapangan untuk kemudian dibawa ke laboratorium.

D. Kesimpulan
Pengujian kuat tekan beton dengan hammer beton lebih mudah dan cepat.
Namun, kuat tekan beton yang diuji adalah kuat tekan beton bagian permukaan
beton tersebut saja.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh tabel hasil
pembacaan Hammer Test dengan hasil pada pembacaan vertikal sebesar 48,89
MPa dan pembacaan horizontal sebesar 58,23 Mpa
Hal yang mempengaruhi hasil data yang berbeda-beda adalah :
1. Nilai FAS dan slump yang berbeda-beda.
2. Pemakaian bahan (semen, agregat, air) yang berbeda-beda.
3. Umur beton.
4. Proses pembuatan (pencampuran, pengangkutan, penuangan, pemadatan,
perawatan).

E. Saran
Dalam melakukan pengujian kuat tekan beton dengan hammer beton,
area yang diuji harus halus dan tidak keropos agar hasil pengujian lebih akurat,
sehingga dalam proses pencetakan beton harus benar-benar diperhatikan.
Untuk mempermudah penggunaan alat hammer test, maka beton yang diuji
disarankan untuk ditandai terlebih dahulu.

F. Lampiran

51
Gambar 27. Penandaan Titik pada Beton Uji

Gambar 28. Penggunaan Alat Hammer Test (-900)

52
Gambar 29. Alat Hammer Test

53
BAB IV

PEMERIKSAAN BAJA

I. Dasar Teori
Dalam pengujian tarik baja ini, alat yang digunakan adalah mesin
uji tarik yang harus dapat menarik batang baja dengan kecepatan merata
dan dapat diatur dengan kecepatan naiknya tegangan tidak melebihi
1kg/mm2 per detik, kertas grafik dan pena, dan penggaris. Baja yang
diuji adalah baja ulir 10 (D10) yang berdiameter 10 mm. Baja dijepit
pada mesin uji tarik dan diukur Lo nya. Bagian dari mesin uji tarik yang
mencatat kuat tarik dan ∆Lu baja diset dan dimulai dari 0. Kemudian
kertas grafik dipasang beserta pena agar grafik pengujian dapat diperoleh.
Catat Fmax dan catat pula menambahan panjang baja setelah baja ditarik
sampai putus.

II. Percobaan
A. Pengolahan Data

Tabel 36. Uji Tarik Baja

Kode
Diameter Pengujian Lo ∆Lu Fmax σmax
No. Benda ε (%)
(mm) (kN) (N/mm2)
Uji (mm) (mm)
1 D.10 6.05 29.68 9 30.323 22.5 783.073

Keterangan : 1 N/mm2 = 1 Mpa = 10 kg/cm2


Lo = panjang mula-mula; Lu = panjang akhir pengujian;
∆Lu = Pertambahan panjang
Fmax = gaya ultimate
σmax = tegangan ultimate

Regangan diketahui dari :

54
σmax diketahui dari :
2
A= = = 28,733 mm2

Gambar 30. Baja sebelum dan sesudah Ditarik

Grafik 4. Hubungan Beban (P) dengan Pertambahan Panjang (∆L) Baja

55
Keterangan

Fmax : Beban maksimum

Frupture : Beban rupture (saat baja putus)

∆Lmax : Pertambahan panjang saat beban maksimum

∆Lrupture : Pertambahan panjang saat beban rupture

Grafik 5. Hubungan Tegangan (σ) dengan Regangan (ε) Baja

Keterangan

σmax : Tegangan maksimum

σmax : Tegangan rupture

εmax : Regangan maksimum

εrupture : Regangan rupture

B. Syarat dan Ketentuan


Tabel 37. Jenis dan Kelas Baja Sesuai SII-0136-80

56
Batas Ulur Kuat Tarik
Jenis Kelas Simbol Minimum Minimum
(N/mm²) (N/mm²)
BJTP
Polos 1 235 382
24
BJTP
2 294 480
30
BJTP
Deform 1 235 382
24
BJTP
2 294 480
30
BJTP
3 343 490
35
BJTP
4 392 559
40
BJTP
5 490 618
50

C. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan didapatkan baja dengan σmax= 783,1 N/mm² dan
berdasarkan tabel SII,maka baja tersebut dikategorikan BJTD 50.

D. Saran
Percobaan seharusnya dilakukan 2 kali agar mendapatkan data yang
akurat, karena dalam pembacaan nilai kuat tarik baja dan pertambahan panjang
baja belum tentu akurat.

E. Lampiran

57
Gambar 31. Alat Uji Tarik Baja

58
LAMPIRAN

59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai