Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2018
iii
iv
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala berkat, dan bimbingannya, dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.
Mataram, 2018
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Tugas akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari dukungan baik
moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus- tulusnya terutama
kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat rahmat dan berkah-Nya lah tugas
akhir ini dpat diselesaikan.
2. Bapak Akmaluddin, ST., MSc (Eng)., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mataram.
3. Bapak Jauhar Fajrin, ST., MSc (Eng)., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Universitas Mataram.
4. Bapak Dr. Ery Setiawan, ST., MT., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil
Universitas Mataram.
5. Ibu Ratna Yuniarti, ST., MSc (Eng)., selaku Dosen Pembimbing Utama.
6. Ibu Desi Widianty, ST., MT., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.
7. Ibu I A O Suwati Sideman, ST., MSc., selaku Dosen Penguji I.
8. Ibu Rohani, ST., MT., selaku Dosen Penguji II.
9. Bapak Hasyim, ST., MT., selaku Dosen Penguji III.
10. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tak henti
terucap untuk kesuksesan dan kebahagianku.
11. Rekan- rekan mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2013, anggota AGK , Desi,
Ilna, Ayik, Windi, Dena, Rizal, dua sejoli dan anak pesanggrahan agung 25
atas motivasi dan dukungannya serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan imbalan yang setimpal
atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………. i
2.2.1 Aspal…………………………………….………………… 6
viii
2.2.3 Jenis Aspal………………………………………………... 9
2.3 Agregat…………………………………………………………. 12
ix
2.9.6 Kadar Aspal Efektif............................................................. 24
2.9.11 Flow.................................................................................. 27
x
3.3.4 Pembuatan Benda Uji Sesuai dengan Kadar Aspal
36
Optimum (KAO)
5.1 Kesimpulan…………………………………………………….. 66
5.2 Saran………………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Peremaja Minyak Jelantah dan Ekstrak Buah 49
Mengkudu
xii
Tabel 4.14 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Berbagai Kadar Aspal 55
Tabel 4.16 Hasil Pemeriksaan VMA dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 58
Tabel 4.17 Hasil Pemeriksaan VIM dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 59
Tabel 4.18 Hasil Pemeriksaan VFB dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 60
Tabel 4.19 Hasil Pemeriksaan Stabilitas dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 61
Tabel 4.20 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 62
Tabel 4.21 Hasil Pemeriksaan MQ dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 63
Tabel 4.22 Hasil Pemeriksaan Stabilitas dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 65
untuk Marshall immersion
Tabel 4.23 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 67
untuk Marshall immersion
Tabel 4.24 Hasil Pemeriksaan MQ dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 68
untuk Marshall immersion
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
Gambar 4.17 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Stabilitas 61
Gambar 4.21 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Stabilitas pengujian 66
immersion
Gambar 4.22 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Flow pengujian 67
immersion
Gambar 4.25 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Indeks Kekuatan Sisa 70
xv
ABSTRAK
Kata kunci: Penuaan aspal, peremaja, AC-WC, marshall test, immersion test.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
perkerasan berkisar antara 4% - 10 % akan tetapi aspal memegang peranan
penting dalam meningkatkan ketahanan kinerja perkerasan jalan. Sebagian
besar konstruksi jalan raya di Indonesia menggunakan aspal minyak sebagai
bahan pengikat agregat, ketersediaan aspal jenis ini semakin berkurang
seiring dengan berkurangnya cadangan minyak bumi. Untuk itu cara yang
dapat digunakan adalah memanfaatkan kembali aspal yang sudah tidak
memenuhi spesifikasi dengan penambahan bahan peremaja.
Merujuk pada sejumlah pustaka, minyak nabati dapat digunakan
dalam meningkatkan kinerja aspal. Nigen-Chaidron and Porot (2008) dalam
klaim paten nomor WO 200808414 20080717 pada World Intellectual
Property Organization (WIPO) menyebutkan bahwa minyak kelapa sawit
merupakan bahan peremaja yang cocok dalam pengaspalan dengan teknik
daur ulang di tempat. Dalam klaim paten WO 20100034586 pada United
States Patent Application Publication oleh Bailey and Phillips (2010)
menyebutkan bahwa bahan peremaja yang cocok yaitu berasal dari minyak
nabati murni ataupun limbah minyak nabati. Kuang et al. (2011) menyebukan
waste cooking oil dapat digunakan sebagai bahan peremaja untuk melunakkan
aspal karena kesamaanya dengan aspal (malten) yang mengandung asam
lemak tak jenuh.
Minyak jelantah adalah jenis limbah minyak goreng yang berasal
dari minyak kelapa sawit. Minyak ini merupakan hasil dari minyak yang
mengalami pemanasan berulang pada suhu tinggi sehingga mengalami
perubahan seperti perubahan kimia dan perubahan fisika (kadar air, warna,
bau dan rasa). Minyak yang digunakan secara berulang kali sampai berwarna
coklat tua atau hitam dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Selain itu, pembuangan minyak jelantah pada perairan juga menimbulkan
dampak negatif, yaitu meningkatnya nilai Biochemical Oxygen Demand
(BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Akibat banyaknya efek buruk
dari minyak jelantah perlu dilakukan pemurnian dalam rangka penghematan
namun tidak membahayakan kesehatan, salah satu bahan pemurnian yaitu
dengan menggunakan buah mengkudu.
2
Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan salah satu sumber
antioksidan yang dapat menetralisir senyawa – senyawa radikal bebas
didalam minyak. Mengkudu memilik aktivitas antioksidan 2.8 kali lebih kuat
dibandingkan vitamin C (Wang et.al., 2002). Sehubungan dengan itu penulis
ingin melakukan penelitian dengan judul “Kinerja Campuran AC – WC
(Asphalt Concrete – Wearing Course) Menggunakan Aspal Tua dengan
Peremaja Minyak Jelantah dan Ekstrak Buah Mengkudu ”.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan mengenai penambahan peremaja minyak
jelantah dan ekstrak buah mengkudu dalam aspal tua pada campuran
asphalt concrete-wearing course sebagai bahan perkerasan jalan.
2. Menghasilkan produk campuran asphalt concrete- wearing course
menggunakan aspal tua dengan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu.
4
BAB II
DASAR TEORI
5
setelah pemanasan memenuhi persyaratan spesifikasi, kecuali pada pengujian titik
lembek. Karena masih ada persyaratan yang belum terpenuhi, untuk itu perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan memanfaatkan bahan lain agar seluruh
persyaratan spesifikasi aspal terpenuhi.
Laksmi (2016), dalam penelitian megenai pengaruh bahan peremaja
terhadap sifat penuaan aspal menyimpulkan bahwa dari penambahan tiga bahan
peremaja seperti minyak goreng, solar dan minyak tanah. Hasil keseluruhan
pengujian (titik lembek, penetrasi, berat jenis, daktilitas, kehilangan berat setelah
pemanasan, titik nyala & bakar) menunjukkan peningkatan kualitas yang
memenuhi spesifikasi Bina Marga 2010 Divisi 6 Revisi 3.
6
Gambar 2.1 Komposisi dari aspal (Sukirman, 2003)
Asphaltenes merupakan salah satu komponen penyusun aspal yang
berwarna coklaat tua, bersifat padat, keras dan mudah terurai apabila bediri
sendiri. Selain itu asphaltenes merupakan komponen yang paling rumit diantara
komponen penyusun aspal yang lainnya karena ikatan/hubungan antara atomnya
sangat kuat (Robert, 1991 dalam Meganada 2010).
Komponen penyusun aspal yang ke-2 adalah maltenes yang terbentuk dari
unsur resin dan minyak. Resin biasanya berwarna gelap dan berwujud cair sampai
setengah padat yang mengandung heptana dan pantana bersama dengan
oil/minyak berfungsi untuk mengikat atau melarutkan komponen asphaltenes
sehingga terbentuk bahan aspal yang bersifat elastik dan memiliki daktilitas yang
tinggi. Sedangkan oil/ minyak sendiri merupakan cairan putih yang memiliki
struktur naphthenic dan mengandung paraffin yang bersifat mudah teroksidasi
pada temperatur yang tinggi sama halnya dengan resin (Robert, 1991 dalam
Mastomi 2017).
7
telah mengalami penuaan. Pengujian yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui daya tahan aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,
kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dilakukan pada benda uji yang
telah mengalami Thin Film Oven Test (TFOT).
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan dari
aspal itu untuk dapat mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadi pengikatan, pengujian daktilitas aspal adalah uji yang dapat dilakukan
untuk mengetahui tingkat adhesi atau daktilitas aspal keras. Uji penyelimut
aspal terhadap agregat dapat digunakan untuk mengetahui daya lekat (kohesi)
aspal.
3. Kepekaan aspal terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis yaitu aspal akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair
temperatur bertambah.
4. Pengerasan dan penuaan
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durability
campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua factor utama, yaitu
penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (
penuaan jangka pendek/ short term aging), dan oksidasi yang progresif
(penuaan jangka panjang / long term aging). Kedua macam proses penuaan
ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal yang menyebabkan
campuran beraspal menjadi getas sehingga akan cepat retak dan akan
menurunkan ketahanan terhadap beban berulang.
Sifat lain dari aspal adalah viscoelastis, sifat inilah yang membuat aspal
dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses
produksi dan masa pelayanannya. Fungsi aspal dalam campuran perkerasan
adalah sebagai pengikat dan bersifat viscoelastis, sehingga akan melunak dan
mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Disamping itu juga
aspal berfungsi sebagai pengisi rongga antara butiran agregat dari pori-pori yang
8
ada dan agregat, sehingga untuk itu aspal harus mempunyai daya tahan (tidak
cepat rapuh terhadap cuaca). Aspal harus mempunyai sifat adhesi dan kohesi yang
baik dan memberikan sifat fleksibilitas pada campuran, selain itu juga membuat
permukaan menjadi kedap air.
9
berasal dari penyulingan minyak bumi, bahan perncair seperti minyak tanah,
bensi maupun solar.
3. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal menggunakan
air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampuran. Aspal
emulsi lebih cair dari aspal cair.
Fungsi aspal sebagai material perkerasan jalan adalah sebagai berikut :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri.
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal
harus memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan
mempunyai tingkat kekentalan tertentu.
Aspal penetrasi 60/70 terbuat dari suatu rantai hyrokarbon dan turunannya,
umumnya merupakan residu dari hasil penyulingan minyak mentah pada keadaan
hampa udara, yang pada temperatur normal bersifat padat sampai ke semi padat,
mempunyai sifat tidak menguap dan secara berangsur-angsur melunak bila
dipanaskan pada suhu tertentu dan kembali padat jika didinginkan. Persyaratan
aspal sebagai bahan perkerasan jalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Persyaratan aspal keras penetrasi 60/70
NO Jenis Pengujian Metode Uji Persyaratan
Pen 60/70
1 Penetrasi 25o C; 100 gr; 5 dtk; SNI 06 – 2456- 2011 60 - 79
0,1 mm
2 Titik lembek, o C SNI 06–2434-2011 48 - 58
3 Daktilitas 25 o C , cm SNI 06-2432-2011 Min. 100
4 Berat jenis SNI 06-2441-2011 Min. 1,0
5 Penurunan berat, % berat SNI 06-2440-2011 Max. 0,8
`Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010. Revisi III (2010)
10
Untuk mengetahui atau mengevaluasi kelayakan suatu aspal, maka perlu
dilakukan beberapa pengujian aspal minyak diantaranya:
1. Pengujian penetrasi
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan jarum penetrasi berdiameter 1
mm dan beban 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat (berat jarum
+ beban) selama 5 detik dan dilakukan pada suhu 25 o C dibaca pada arloji
pengukuran dalam satuan 0,1 mm.
2. Pengujian titik lembek
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai titik lembek aspal
yang berkisar antara 30 o C sampai 200 o C. Titik lembek adalah suhu pada
saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang
tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh
pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 25,4 mm, sebagai akibat
kecepatan pemanasan tertentu.
3. Pengujian daktilitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengukur atau mengetahui jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi aspal sebelum
putus pada kecepatan tertentu untuk mengetahui sifat kohesi atau plastisitas
aspal. Pengujian dilakukan dengan mencetak aspal dalam cetakan dan
meletakkan contoh aspal kedalam tempat pengujian. Tempat pengujian berisi
cairan dengan berat jenis mendekati berat jenis aspal. Nilai daktilitas aspal
adalah panjang contoh aspal ketika putus pada saat dilakukan penarikan
dengan kecepatan 5 cm/menit.
4. Pengujian berat jenis
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal dengan
menggunakan piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat
aspal dengan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Berat
jenis diperlukan untuk perhitungan dalam analisa campuran.
11
5. Pengujian kehilangan berat minyak dan aspal
Pengujian ini dimaksudkan untuk menetapkan penurunan berat minyak
dan aspal dengan cara pemanasan pada berat tertentu yang dinyatakan dalam
persen berat semula. Aspal dipanaskan sampai dengan suhu 163 oC dalam
kurun waktu 5 jam didalam oven yang dilengkapi dengan piring berdiameter
25 cm tergantung melalui poros vertical dan dapat berputar dengan kecepatan
5-6 putaran/menit.
2.3 Agregat
Agregat adalah formasi kulit bumi yang padat dan keras. ASTM
mendefinisikan agregat sebagi suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa
masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan
komponen utama dari suatu struktur perkerasan jalan yaitu sekitar 90 - 95 %
agregat berdasarkan persentase berat atau sekitar 75 – 85 % agregat berdasarkan
persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga
dari sifat agregat dan hasil capuran agregat dengan material lain.(Sukirman S,
2003).
Agregat merupakan suatu faktor yang menentukan dalam kekuatan
perkerasan aspal terhadap kemampuan memikul beban lalu lintas dan daya tahan
terhadap perubahan cuaca. Dalam The Asphalt Institut dan Depkimpraswil dalam
Spesifikasi Baru Campuran Panas, 2002 membagi agregat dalam :
1. Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan
No.8 (= 2,36 mm)
2. Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No. 8 (= 2,36 mm)
3. Bahan pengisi (filler), bagian dari agregat halus yang lolos saringan No. 30 (=
0.60 mm).
12
2.3.1 Gradasi Agregat
Sifat – sifat agregat sebagai material perkerasan jalan antara lain :
Gradasi
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya.ukuran butir agregat
dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi merupakan hal
yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan jalan. Gradasi agregat
dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung
berdasarkan berat agregat. Jenis gradasi agregat dibedakan atas :
a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran butir yang
hampir sama. Gradasi seragam ini disebut juga gradasi terbuka (open graded)
karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak
rongga/ ruang kosong antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan
menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas
kurang, berat volume kecil.
b. Gradasi rapat (dense graded) merupakan campuran agregat kasar dan halus
dalam porsi yang berimbang sehingga dinamakan sebagai agregat bergradasi
baik.
c. Gradasi buruk (poorly graded) merupakan campuran agregat yang tidak
memenuhi dua kategori di atas. Gradasi ini disebut juga gradasi senjang dan
akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua
jenis tersebut diatas . (Sukirman S, 1999).
13
2.3.3 Bentuk dan Tekstur Agregat
Adapun bentuk butiran agregat antara lain :
a. Agregat berbentuk kubus, merupakan hasil pemecahan batu masif, atau hasil
pemecahan mesin pemecah batu. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik
sebagai material perkerasan jalan.
b. Agregat berbentuk lonjong, agregat dinyatakan lonjong jika ukuran
terpanjangnya lebih besar dari 1.8 kali diameter rata-rata. Indeks kelonjongan
adalah persentase berat agregat lonjong terhadap berat total.
c. Agregat berbentuk bulat, bidang kontak antar agregat berbentuk bulat sangat
sempt, hanya berupa titik singgung, sehingga menghasilkan kondisi kepadatan
lapisan perkerasan yang kurang baik.
d. Agregat berbentuk pipih, merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu,
dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah dengan bentuk pipih.
Memiliki ketebalannya lebih tipis dari 0.6 kali diameter rata-rata.
e. Agregat berbentuk tak beraturan adalah bentuk agtregat yang tak mengikuti
salah satu bentuk diatas. (Sukirman S, 2003)
14
2.3.5 Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan diatas
saringan 4,75 mm (No.4), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk
keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus
disediakan dalam ukuran – ukuran normal. Agregt kasar ini menjadikan
perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahan terhadap slip) yang
tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang
mempunyai bentuk butiran yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi
rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit
dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas tinggi. Agregat kasar harus mempunyai
ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearingcourse, untuk
itu nilai Los Angles Abrasion Test harus terpenuhi serta memenuhi syarat sebagai
berikut (SNI , 1991) :
a. Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran dengan
12 biji bola baja maksimum 40 %.
b. Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95%.
c. Jumlah berat butiran terhadap saringan no.4 yang mempunyai paling sedikit
dua bidang pecah (visual) minimum 50% (khusus untuk kerikil pecah).
d. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan saringan no.3/8” atau 9,50 mm
(British Standard -812) maksimum 25%.
e. Penyerapan agregat terhadap air maksimum 3%.
f. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5.
15
2.3.7 Mineral Pengisi (filler)
Filler adalah material yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) dan
termasuk kapur hidrat,abu terbang, Porland semen dan abu batu. Filler dapat
berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperature serta mengurangi
jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus
dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler
maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akhirnya akan mudah
retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah
menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperature yang relative tinggi.
Jumlah filler ideal antara 0,6 sampai 1,2, yaitu perbandingan prosentase filler
dengan prosentase kadar aspal dalam campuran atau lebih dikenal dengan istilah
Dust Proportion. Filler berperan dalam campuran aspal dengan 2 macam cara ;
yaitu pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan
kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran partikel, hal
ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-rongga. Jenis dan
metode pengujian yang akan dilakukan dari bahan agregat kasar, halus dan filler
yang harus dipenuhi dalam penelitian ini diberikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Spesifikasi Material Agregat Kasar, Halus dan Filler
Persyaratan
No Jenis Pemeriksaan Spesifikasi Metode Pengujian
Min Max
AGREGAT KASAR
1 Penyerapan (%) 3 SNI-03-1969-2008
1. Berat Jenis Bulk
2 2. Berat Jenis SSD 2,5 SNI-03-1969-2008
3. Berat Jenis App
3 Keausan dengan Alat Impact (%) 40 SNI 2417:2008
Kelekatan Agregat terhadap Aspal
95 SNI -03-2439-1991
4 (%)
5 Angularitas (%) 95/90 SNI-03-6877-2002
Material Lolos Saringan No.
6 200(%) 1 SNI-03-4142-1996
AGREGAT HALUS
1 Penyerapan (%) 3 SNI-03-1970-2008
16
1. Berat Jenis Bulk
2 2. Berat Jenis SSD 2,5 SNI-03-1970-2008
3. Berat Jenis App
Material Lolos Saringan No.
8 SNI-03-4428-1997
3 200(%)
4 Angularitas (%) 45 SNI-03-6877-2002
FILLER
1 Berat Jenis SNI-03-1970-2008
Material Lolos Saringan No. SK SNI M-02-1994-
2 200(%) 75 03
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, Revisi III (2013)
2.4 Bahan Peremaja
Bahan peremaja (Rejuvenator) merupakan suatu aditif dengan viskositas
rendah yang dirancang untuk mengembalikan sifat-sifat aspal. Peremaja yang
ideal tidak hanya mengembalikan sifat fisik aspal tetapi harus dapat mengoreksi
komposisi kimia dari aspal. Bahan rejuvenator dari senyawa aromatik yang sangat
ringan dapat meningkatkan ketahanan terhadap retak pada temperatur rendah dan
deformasi permanen (Lehtimaki 2012 dalam Nono 2016).
17
Proses pemanasan yang lama ataupun berulang akan meningkatkan
kejenuhan asam lemak minyak yang digunakan, mempercepat terjadinya
dekomposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng yang pada batas
tertentu mengakibatkan minyak menjadi tidak layak digunakan, disebut minyak
jelantah (Rukmini, 2007; Lestari, 2010 dalam Irawan, Tharir, dan Kubro 2010).
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini
dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia
dan lingkungan. Salah satunya dengan menggunakan limbah mintak goreng
(minyak jelantah) tersebut sebagai bahan peremaja aspal yang telah mengalami
penuaan. Seperti yang telah digunakan dalam sejumlah percobaan diantaranya
Asli et. al (2012) yang melakukan penelitian terhadap limbah minyak goreng
sebagai bahan peremajaan campuran daur ulang aspal dan didapatkan bahwa
penggunaan limbah minyak goreng dapat merehabilitasi aspal tua sehingga
memiliki sifat yang sama dengan aspal baru ditinjau dari penetrasi dan titik
lembek.
18
Mengkudu adalah salah satu sumber antioksidan yang dapat menetralisir
senyawa – senyawa radikal bebas didalam minyak Mengkudu memilik aktivitas
antioksidan 2.8 kali lebih kuat dibandingkan vitamin C (Wang et.al., 2002).
Beberapa zat penting yang terkandung dalam mengkudu sehingga dapat
menjernihkan minyak jelantah dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok antioksidan yang terdiri dari xeronin, proxeronin dan asam askorbat,
serta kelompok pemerkaya kandungan yang terdiri dari asam linoleat, ß- karoten
dan caprylit acid (Mulyati, Meilina dan Hesti, 2016).
19
Perencanaan campuran lapis beton aspal yang digunakan adalah
berdasarkan metode Marshall, metode ini dapat menentukan jumlah pemakaian
aspal sehingga menghasilkan komposisi yang baik antara agregat dan aspal agar
sesuai dengan persyaratan teknik perkerasan jalan yang ditentukan. Selanjutnya
dilakukan pemilihan gradasi agregat campuran. Jenis campuran yang akan
digunakan untuk pembuatan benda uji adalah campuran aspal panas AC untuk
lapisan wearing course dengan spesifikasi gradasi menurut Departemen Pekerjaan
Umum 2007, seperti tabel 2.3
Tabel 2.3 Persyaratan gradasi agregat campuran panas AC-WC
Ukuran Ayakan % berat yang lolos Nilai Tengah
ASTM (mm) Laston AC-WC
1 1/2 " 37,5 -
1" 25 -
3/4 " 19 100 100
1/2 " 12,5 90-100 95
3/8 " 9,5 77-90 84
No. 4 4,75 53-69 61
No. 8 2,36 33-53 43
No. 16 1,18 21-40 31
No. 30 0,600 14-30 22
No. 50 0.3 9-22 16
No.100 0.15 6-15 11
No. 200 0,075 4-10 7
Sumber : SNI 8198-2015
20
Dalam hal ini benda uji atau briket beton aspal dibentuk dari gradasi
agregat campuran tertentu, sesuai spesifikasi campuran. Metode marshall
dikembangkan untuk rancangan campuran beton aspal bergradasi baik.
Kadar aspal tengah atau ideal dapat pula ditentukan dengan
mempergunakan rumus seperti dibawah ini, yaitu :
dengan :
Gsbtot agregat : Berat jenis kering agregat campuran
21
Gsb1, Gsb2, ..Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing fraksi agregat
P1,P2,P3,...Pn : Prosentase berat dari masing-masing agregat (%)
2. Berat jenis semu (apparent specific gravity) dari total agregat
P1+P2+P3+⋯..+ Pn
Gsatot agregat = P1 P2 P3 Pn ( 2-2 )
+ + + …..+
Gsa1 Gsa2 Gsa3 Gsan
dengan :
Gsatot agregat : Berat jenis kering agregat campuran
Gsa1, Gsa2, ..Gsan : Berat jenis kering dari masing-masing fraksi agregat
P1,P2,P3,...Pn : Prosentase berat dari masing-masing agregat (%)
dengan :
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan
Pmm : Persen berat total campuran (=100)
Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terghadap berat total campuran (%)
Gb : Berat jenis aspal
Berat jenis efektif total agregat juga ditentukan dengan menggunakan
persamaan dibawah ini :
Gsb+Gsa
Gse = (2-4)
2
dengan :
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity
22
Gsb : Berat jenis kering agergat / bulk specific gravity
Gsa : Berat jenis semu agregat / apparent specific gravity
dengan :
Gmm : Berat jenis maksimum campuran
Pmm : Persen berat total campuran (=100 )
Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terghadap berat total campuran (%)
Gb : Berat jenis aspal
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity
23
2.9.5 Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total,
tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah
sebagai berikut :
Gse−Gsb
Pba = 100 Gb (2-7)
Gse x Gsb
dengan :
Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%).
Gsb : Berat jenis bulk agregat.
Gse : Berat jenis efektif agregat.
Gb : Nerat jenis aspal.
24
campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap
campuran adalah dengan rumus sebagai berikut :
1. Terhadap berat campuran total
Gmb x Ps
2. VMA = 100 - [ Gsb ] (2-9)
dengan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan
Gsb : Berat jenis bulk agregat
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
3. Terhadap berat agregat total
Gmb 100
VMA = 100 - [ Gsb x (100+Pb) x 100] (2-10)
dengan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan
Gsb : Berat jenis bulk agregat
Pb : Kadar aspal, persen total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
25
2.9.9 Rongga Udara yang Terisi Aspal (VFA)
Banyaknya pori-pori antara butir agregat (=VMA) di dalam beton aspal
padat, yang terisi oleh aspal, dinyatakan sebagai VMA. Persentase pori antara
butir agregat yang terisi aspal dinamakan VFA. Jadi, VFA adalah bagian dari
VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk di dalamnya aspal yang teradsobsi
oleh masing-masing butir agregat. Dengan begitu aspal yang mengisi VFA adalah
aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam beton aspal
padat, atau dengan kata lain VFA inilah yang merupakan porsentase volume beton
aspal padat yang menjadi selimut beton. (Sukirman S, 2003)
(VMA−VIM)
VFA = 100 𝑥 (2-12)
VMA
dengan:
VFA : Rongga yang terisi aspal, porsentase dari VMA (%)
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume
total(%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)
26
dengan :
S : Nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q : Pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k : Faktor kalibrasi alat
C : angka koreksi ketebalan
0,454 : konversi beban dari lb ke kg
2.9.11 Flow
Cara untuk memperoleh nilai flow sama dengan memperoleh nilai
stabilitas yaitu berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial.
Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan milimeter
(mm), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut. Flowmeter digunakan
untuk mengukur besarnya deformasi yang terjadi akibat pembebanan.
Tabel 2.4 Ketentuan sifat - sifat campuran AC-WC
AC-WC
Sifat-Sifat Campuran
Satuan Min. Max.
VIM % 3 5
VMA % 15 -
VFB % 65 -
Stabilitas Kg 800 -
Flow mm 2 4
MQ Kg/mm 250 -
Stabilitas Marshall sisa setelah
% 90 -
perendaman 24 jam, 60oC
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga,2010.
27
dalam penelitian ini dianggap dalam keadaan standar. Bahan-bahan untuk
penelitian ini, seperti agregat dan aspal dianggap memiliki kualitas yang homogen
seperti pada hasil pengujian.
Setelah Pengujian Marshall dilakukan, maka akan didapatkan nilai
Marshall Qountient yang merupakan hasil pembagian dari nilai stabilitas dengan
kelelehan (flow). Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
MQ = (2-14)
𝑓𝑙𝑜𝑤
dengan :
MQ : Marshall Quotient (kg/mm)
Stabilitas : Marshall Stability (kg)
Flow : Flow Marshall (mm)
28
𝑆2
IKS = 𝑆1 𝑥 100% (2-15)
Dimana :
S1 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama 30 menit (kg)
S2 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama 24 jam (kg)
IKS = indeks kekuatan sisa (%)
29
0,2 < r < 0,4 (lemah)
0,4 < r < 0,7 (sedang)
0,7 < r < 0,9 (kuat)
0,9 < r < 1 (sangat kuat)
Beberapa jenis persamaan regresi yaitu:
1. Persamaan linier
Y = a + bx
2. Persamaan parabola kuadratik (polynominal tingkat dua)
Y = ax2 + bx + c
3. Persamaan parabola kubik (polynominal tingkat tiga)
4. Y = ax3 + bx3 + cx + d
Dengan :
Y : Nilai variabel terikat
X : Nilai variabel bebas
a,b,c,d : koefisien
Persamaan garis regresi diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian
disusun menjadi pencar (scater), dari diagram tersebut dengan bantuan dari
program komputer dapat dibuat garis regresi liniernya. Dari garis regresi tersebut
diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien korelasinya.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
31
diaduk. Setelah 10 menit sampel diambil, didinginkan dan dilakukan
penyaringan.
d. Pembuatan Aspal + minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
Dalam tahap ini aspal yang sudah di oven selama ± 5 hari pada suhu
85oC dicampur dengan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu yang
sudah dibuat sebelumnya dengan berbagai proporsi atau prosentase
diantaranya 0% (tanpa bahan peremaja), 1.5%, 2%, dan 2.5% terhadap berat
total aspal.
e. Material agregat kasar, halus, dan filler.
f. Campuran yang dibuat adalah Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC).
32
r. Penyaring atau saringan.
s. Gelas ukur.
t. Baskom atau wadah.
u. Sendok pengaduk.
v. Panci untuk mencampur dan memanaskan minyak jelantah dan sari
mengkudu.
2) Agregat Halus
Pengujian gradasi, dilakukan dengan uji saringan untuk mendapatkan
fraksi agregat yang sesuai dengan syarat dan spesifikasi Bina Marga.
Pengujian berat jenis dan penyerapan air, dilakukan untuk memperoleh
angka berat jenis, berat jenis permukaan jenuh, dan berat jenis semu serta
angka penyerapan. (SNI 03-1970-1990)
33
b. Pengujian peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
Adapun jenis pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian berat
jenis, viskositas dan pengujian titik nyala (Cleveland Open Cup).
34
FA = Nilai porsentase agregat halus
FF = Nilai porsentase filler
K = konstanta
= 0.5 – 1.0 untuk laston
= 2.0 – 3,0 untuk lataston
Setelah semua bahan yang diperlukan lulus uji, tahap selanjutnya
adalah kadar aspal rencana dibuat dalam lima variasi berdasarkan rumus empiris,
dan masing-masing variasi dibuat tiga buah benda uji dengan tujuan untuk
membandingkan nilai kadar aspal yang didapatkan. Untuk penentuan jumlah
benda uji dari masing-masing campuran dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Penentuan Jumlah Benda Uji
Pencampuran agregat dan aspal
Kadar Aspal (%) Jumlah Benda Uji (Buah)
Pb - 1% 3
Pb - 0,5% 3
Pb 3
Pb + 0,5% 3
Pb + 1% 3
Jumlah 15
3.3.4 Pembuatan Benda Uji Sesuai dengan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Langkah dalam pembuatan benda uji pada tahap ini sama dengan
langkah pembuatan benda uji sebelumnya. Perbedaannya, pada tahap ini benda uji
yang dibuat menggunkan kadar aspal optimum (KAO) yang telah didapatkan pada
35
proses sebelumnya. Jenis aspal yang digunakan dalam pembuatan benda uji ini
adalah 5 jenis aspal seperti aspal baru, aspal tua (rusak) dengan penambahan
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu sebanyak 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%.
36
4. Menyalakan alat compressor, unit computer dan alat utama gyratory.
5. Aspal kemudian dipanaskan pada suhu ± 150oC. Agregat dimasukkan ke
dalam penggorengan kemudian dicampur dan diaduk hingga merata.
6. Setelah campuran tersebut merata, campuran dimasukkan ke dalam
cetakan (mould) yang telah diolesi oli dan bagian bawah cetakan diberi
sepotong kertas yang telah dipotong sesuai dengan diameter cetakan,
sambil ditusuk-tusuk dengan spatula sebanyak 15 kali di bagian tepi dan
10 kali di bagian tengah.
7. Benda uji yang telah berada dalam cetakan (mould cylinder) ditempatkan
ke dalam unit alat utama gyratory dan kemudian pengunci diturunkan.
8. Katup udara pada bagian kanan unit alat gyratory di buka.
9. Ketik beberapa parameter yang diminta pada layar PC untuk menentukan
tekanan, kemiringan, putaraan yang diinginkan dalam proses pemadatan.
10. Klik tombol start pada jendela monitor atau F8 pada keyboard, kemudian
putar tombol start yang terdapat pada bagian depan unit alat gyratory.
11. Setelah proses pemadatan, benda uji dikeluarkan dengan ejector dan diberi
kode.
12. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya di udara.
13. Benda uji direndam dalam air selama 10-24 jam pada suhu ruangan agar
jenuh.
14. Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air.
15. Benda uji dikeluarkan dari bak dan dikeringkan dengan kain pada
permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry,
SSD) kemudian ditimbang.
16. Benda uji direndam dalam bak perendam pada suhu 60 ± 1o C selama 30
hiingga 40 menit. Untuk uji perendaman mendapatkan stabilitas sisa pada
suhu 60+1o C selama 24 jam.
17. Bagian dalam permukaan kepala pendekan dibersihkan dan dilumasi agar
benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.
37
18. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, kemudian diletakkan tepat di
tengah bagian bawah kepala penekan kemudian bagian atas kepala
diletakkan dengan memasukkan lewat batang peruntun. Setelah
pemasangan sudah lengkap maka diletakkan tepat di tengah alat
pembebanan. Kemudian arloji lelehan (flow meter) dipasang pada dudukan
di atas salah satu batang penuntun.
19. Kepala pendekan dinaikkan hingga menyentuh atas cincin penguji.
Kemudian diatur kedudukan jarum arloji pembacaan stabilitas dan arloji
lelehan pada angka nol.
20. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm (2 inci) per menit,
hingga kegagalan benda uji terjadi yaitu pada saat arloji pembebanan
berhenti dan mulai kembali berputar menurun, pada saat itu pula dibuka
arloji lelehan. Titik pembacaan pada saat benda uji mengalami kegagalan
adalah merupakan nilai stabilitas marshall.
21. Setelah pengujian selesai kepala penekan diambil, bagian atas dibuka dan
benda uji dikeluarkan. Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda
uji dari dari rendaman air sampai tercapainya beban maksimum tidak
boleh melebihi 60 detik.
Langkah-langkah pembuatan briket pada Kadar Aspal Optimum (KAO) sama
seperti langkah-langkah pada pembuatan briket dengan variasi kadar aspal
rencana hanya saja pada tahap ini digunakan 5 jenis proporsi aspal seperti
aspal baru, aspal tua (rusak) dengan penambahan minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu sebanyak 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%. Kemudian kelima jenis
proporsi diatas dilakukan uji Marshall dan uji perendaman Marshall atau
Immersion Test.
38
Aspal pen.60/70 = 3 x 5 = 15 buah
Untuk pembuatan briket dengan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Benda uji dibuat sebanyak 3 buah untuk masing-masing proporsi sampelnya,
dengan demikian akan dibutuhkan benda uji : aspal baru pen 60/70, aspal tua
(rusak) dengan prosentase penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%.
Aspal baru = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 0% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 1.5% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 2% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 2.5% bahan peremaja = 3 buah +
Tes Marshall = 15 buah
Tes Immersion = 15 buah
Total keseluruhan benda uji = 45 buah
39
3.6 Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi Pustaka
Pengadaan Bahan
Tidak
Sesuai Spesifikasi
Ya
Pembuatan benda uji dengan variasi kadar aspal
rencana (Pb-1, Pb-0.5,Ya
Pb, Pb+0.5 & Pb+1)
Pb - 1%
Pb - 0,5%
Pb
Pb + 0,5%
Stabilitas Pb + 1% VIM
Flow Pb - 1% VMA
Marshall Pb - 0,5% VFB
Quotient Pb
Pb + 0,5%
Pb + 1%
40
A
Stabilitas VIM
Flow VMA
Marshall Quotient VFB
IKS
Selesai
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
42
Berat jenis semu 2.56 Min. 2,5
Penyerapan (%) 3.30 Maks. 3
Sumber : Hasil Pengujian 2018
43
Hasil Uji ( 0.1 mm) PENETRASI
80
60
40
20
0
Aspal baru aspal tua aspal tua + aspal tua + aspal tua +
peremaja 1.5% peremaja 2 % peremaja 2.5%
44
TITIK LEMBEK
60
58
Hasil Uji (oC)
56
54
52
50
48
46
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5% Peremaja 2 % Peremaja 2.5%
45
DAKTILITAS
200
Hasil Uji (cm)
150
100
50
0
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja1.5% Peremaja 2% Peremaja 2.5%
BERAT JENIS
1.12
1.1
1.08
Hasil Uji
1.06
1.04
1.02
1
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5% Peremaja 2 % Peremaja 2.5%
46
Gambar 4.4 grafik pemeriksaan berat jenis aspal
4.2.1.5 Pemeriksaan Penurunan Berat Aspal
Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Penurunan Berat Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
No. Aspal Tua Spesifikasi
60/70 1.5% 2 % 2.5 %
1 0.821 % 0.6 % Maks 0.8 0.389 % 0.462% 0.612 %
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa pada aspal baru nilai penurunan berat
akibat panas memenuhi spesifikasi dengan besar penurunan 0.6 %. Sedangkan
pada aspal tua mengalami penurunan berat minyak yang cukup besar dibanding
aspal baru, dan untuk aspal tua dengan penambahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu semakin besar prosentase penambahan peremaja maka
semakin besar pula penguapan atau kehilangan berat pada benda uji. Nilai
kehilangan berat akibat panas semakin besar, sehingga mengakibatkan aspal
menjadi keras atau getas.
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5 % Peremaja 2 % Peremaja 2.5 %
47
4.2.1.6 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Baakar
Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Titik nyala dan titik bakar
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
No. Aspal Tua Spesifikasi
60/70 1.5% 2 % 2.5 %
1 > 300 oC > 300 oC ≥ 232 oC > 300 oC > 300 oC > 300 oC
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa titik nyala dan titik bakar untuk
keseluruhan jenis aspal memenuhi spesifikasi yang di syaratkan yaitu ≥ 232 oC.
300
250
200
150
100
aspal baru aspal tua aspal tua + aspal tua + aspal tua +
peremaja 1.5% peremaja 2% peremaja 2.5%
48
peningkatan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu kedalam aspal tua.
Nilai penurunan berat minyak untuk aspal tua mengalami kenaikan 2.21%
dibandingkan dengan aspal baru. Kemudian menurun seiring dengan
peningkatan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu kedalam aspal tua.
49
No. 4 4,75 53-69 61 61 23
No. 8 2,36 33-53 43 43 18
No. 16 1,18 21-40 31 31 12
No. 30 0,600 14-30 22 22 9
No. 50 0.3 9-22 16 16 6
No.100 0.15 6-15 11 11 5
No. 200 0,075 4-10 7 7 4
Filler 7
Sumber : SNI 8198-2015
Tabel 4.9 dapat ditentukan proporsi masing-masing fraksi agregat.
Proporsi untuk masing-masing fraksi ditentukan dengan melihat nilai dari persen
tertahan pada tiap fraksi. Seperti untuk fraksi agregat kasar (persen tertahan pada
saringan no. 4 ) adalah sebesar 39 % , fraksi agregat halus ( lolos saringan no. 4
dan tertahan saringan no. 200) sebesar 45 % dan fraksi filler (lolos saringan no.
200) sebesar 7 % dari total agregat campuran. Setelah didapatkan proporsi dari
masing-masing fraksi agregat maka dicari kadar aspal rencana (Pb) dengan rumus:
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K
Pb = 0,035 (39) + 0,045 (54) + 0,18 (7) + 0.75
Pb = 5.8 % = 5.5 % ( dibulatkan)
Dari perhitungan untuk mendapatkan nilai kadar aspal optimum ( KAO)
campuran aspal dibuat menggunakan 5 variasi kadar aspal rencana yaitu 4.5 %,
5%, 5.5 %, 6%, 6.5%.
50
Tabel 4.10 Hasil pemeriksaan VMA dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VMA (%) Spesifikasi
4,5 15.968
5 16.696
6,5 18.061
17.136 18.061
17 17.348
VMA(%)
15.968 16.696
16 Nilai VMA (%)
15
14
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
KADAR ASPAL (%)
51
2. VIM
VIM adalah rongga dalam campuran yang dapat didefinisikan sebagai
volume rongga yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan.
Tabel 4.11 Hasil pemeriksaan VIM dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VIM (%) Spesifikasi
4,5 7.445
5 6.999
5,5 6.477 3-5
6 4.971
6,5 4.765
Sumber : Hasil Pengujian
8
7.445
7 6.99
6.477
VIM (%)
6
Nilai VIM (%)
4.971
5 4.765
y = -0.1243x2 - 0.1087x + 10.543
R² = 0.9451
4
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
KADAR ASPAL (%)
52
3. VFB
VFB adalah rongga pori yang terisi aspal yang merupakan bagian dari rongga
yang berada diantara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif.
Tabel 4.12 Hasil pemeriksaan VFB dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VFB (%) Spesifikasi
4,5 53.387
5 58.107
5,5 62.735 Min. 65
6 71.000
6,5 73.675
Sumber : Hasil Pengujian 2018
80
73.675
71.0
70
Nilai VFB (%)
62.735
Nilai VFB (%)
60 58.107
y = -0.1294x2 + 12.118x + 1.1144
53.387
R² = 0.9814
50
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
53
4. Stabilitas Marshall
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum
beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.13 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Stabilitas (kg) Spesifikasi
4,5 2619.109
5 2635.984
5,5 2772.786 Min. 800
6 2236.438
6,5 2122.994
Sumber : Hasil Pengujian 2018
3000.000
2635.984
2772.786
2500.000 2619.106
Stabilitas (kg)
2236.438
2000.000
2122.994
Nilai Stabilitas (kg)
y = -266.8x2 + 2656.4x - 3928.8
1500.000
R² = 0.8097
1000.000
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
54
Dilihat dari trend diatas didapat angka determinasi (r2) sebesar 0,81. Angka
korelasi (r) sebesar 0,91 (0,9<r<1) artinya hubungan antara nilai stabilitas dengan
porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau hubungan yang sangat kuat.
5. Flow (pelelehan)
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm)
yang terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban
maksimum pada saat pengujian stabilitas marshall.
Tabel 4.14 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Flow (mm) Spesifikasi
4,5 3.37
5 3.43
5,5 3.62 2–4
6 3.68
6,5 3.77
Sumber : Hasil Pengujian 2018
4
3.62
3.5
3.43
3.37 Nilai Flow (mm)
3
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
55
antara nilai flow dengan porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau
hubungan yang sangat kuat.
800 779.274
766.899
700 767.097
MQ (kg/mm)
600 567.637
606.829
Nilai MQ (kg/mm)
500
y= -45.427x2 + 391.79x - 56.388
R² = 0.8822
400
300
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)
56
hubungan antara nilai stabilitas dengan porsentase kadar aspal menunjukkan
korelasi atau hubungan yang sangat kuat.
VMA
VIM
VFB
Stabilitas
Flow
MQ
4.6 Pemeriksaan Marshall dengan variasi jenis aspal pada Kadar Aspal
Optimum
Pemeriksaan campuran pada tahap ini terdiri dari pemeriksaan volumetrik dan
mekanis. Pembuatan campuran ini digunakan kombinasi bahan peremaja pada
aspal berupa minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan prosentase 0%,
1,5% , 2%, dan 2,5%. Kadar aspal yang digunakan dalam campuran ini adalah
kadar aspal optimum yang didapat dari perhitungan sebelumnya yaitu sebesar
6.25% dari total campuran yaitu sebesar 75 gram. Masing- masing variasi dibuat
tiga benda uji dengan tujuan untuk mendapatkan data yang benar-benar valid.
57
1. Rongga pori antar agregat (VMA)
VMA merupakan rongga pori di dalam campuran aspal padat jika seluruh
selimut aspal ditiadakan. Nilai VMA ini dapat menentukan keawetan serta
durabilitas dari campuran dalam memberikan pelayanan pada saat umur rencana
perkerasan. Berikut tabel hasil pemeriksaan nilai VMA menggunakan proporsi
peremaja yang sudah ditentukan.
Tabel 4.16 Hasil pemeriksaan VMA dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VMA
Spesifikasi
(%)
Aspal baru (AB) 17.615
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 18.530
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 17.857 Min . 15
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 17.306
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 16.859
Sumber : Hasil pengujian 2018
19
18
17
VMA (%)
16
15
14
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.14 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VMA
58
Gambar 4.14 dapat dilihat nilai VMA campuran dengan menggunakan aspal
tua mengalami kenaikan dibandingkan dengan aspal baru. Hal ini dikarenakan
proses aging yang terjadi pada aspal menyebabkan daya rekat aspal semakin
berkurang sehingga rongga pada campuran semakin besar. Kemudian aspal tua
dengan penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu untuk
berbagai variasi bahan peremaja nilai VMA menunjukkan penurunan seiring
dengan peningkatan kadar peremaja.
2. Rongga dalam campuran (VIM)
VIM merupakan parameter yang menyatakan volume total udara yang berasal
dalama partikel agregat yang diselumuti aspal dalam suatu campuran yang
dipadatkan.
Tabel 4.17 Hasil pemeriksaan VIM dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VIM (%) Spesifikasi
Aspal baru (AB) 4.886
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 5.870
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 5.376 3–5
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 5.002
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 4.846
Sumber : Hasil pengujian 2018
6
5
VIM (%)
2
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.15 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VIM
59
Gambar 4.15 dapat dilihat nilai VIM campuran dengan menggunakan aspal
tua mengalami kenaikan dibandingkan dengan aspal baru yaitu sebesar 5.870%
(tidak memenuhi spesikasi). Hal ini diakibatkan penguapan yang terjadi pada
aspal menyebabkan rongga campuran semakin besar akibat dari daya lekat aspal
yang semakin berkurang sehingga berpengaruh pada kekuatan dan keawetan
campuran. Kemudian aspal tua dengan penambahan peremaja minyak jelantah
dan ekstrak buah mengkudu untuk berbagai variasi bahan peremaja nilai VIM
menunjukkan penurunan seiring dengan peningkatan kadar peremaja.
3. Rongga pori terisi aspal (VFB)
VFB adalah volume rongga antara agregat dari beton aspal padat yang terisi
oleh aspal
Tabel 4.18 Hasil pemeriksaan VFB dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VFB (%) Spesifikasi
Aspal baru (AB) 72.312
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 68.353
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 69.906 Min. 65
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 70.728
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 71.303
Sumber : Hasil pengujian 2018
75
70
VFB (%)
65
60
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.16 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VFB
60
Gambar 4.16 dapat dilihat untuk semua jenis aspal nilai VFB memenuhi
spesikasi minimum yaitu 65%. Nilai VFB campuran menggunakan aspal tua
mengalami penurunan dibandingkan dengan aspal baru, hal ini dikarenakan aspal
yang teroksidasi membuat pori yang seharusnya terisi aspal semakin menurun
akibat aspal yang semakin getas atau kaku dan tidak mampu mengikat agregat.
Kemudian aspal tua dengan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu untuk berbagai variasi bahan peremaja nilai VFB
menunjukkan kenaikan seiring dengan peningkatan kadar peremaja.
4. Stabilitas
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum beban
yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.19 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai jenis aspal pada kadar
aspal optimum
Jenis Aspal
Nilai stabilitas (%) Spesifikasi
1800
stabilitas(kg)
1700
1600
1500
1400
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.17 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai stabilitas
61
Gambar 4.17 dapat dilihat untuk semua jenis aspal nilai stabilitas memenuhi
spesikasi yaitu min. 800 kg. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami penurunan
pada nilai stabilitas dibandingkan aspal baru, disebabkan oleh penuaan aspal yang
menyebabkan aspal menjadi getas/kaku, agregat sudah terikat kuat dengan aspal
dan aspal tidak lagi berfungsi sebagai pelumas sehingga energi pemadatan yang
diberikan sudah tidak mampu lagi memaksa partikel agregat untuk bergerak
mendekat tetapi energi ini justru akan menghancurkan ikatan antara agregat dan
aspal yang sudah terbentuk sebelumnya. Sedangkan pada jenis aspal tua +
peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan berbagai
prosentase penambahannya mengalami kenaikan seiring dengan penambahan
kadar bahan peremaja.
5. Flow
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yang
terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum
pada saat pengujian stabilitas marshall.
Tabel 4.20 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai flow (mm) Spesifikasi
62
5
4
FLOW (mm)
2
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.18 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai flow
Gambar 4.18 dapat dilihat untuk hampir semua jenis aspal nilai flow
memenuhi spesikasi karena berada pada rentang 2 – 4 mm, Dalam hal ini jenis
aspal tua mengalami penurunan pada nilai flow dibandingkan aspal baru, hal ini
disebabkan oleh penuaan aspal yang mengakibatkan aspal menjadi getas atau
keras sehingga pada saat pembebanan menyebabkan nilai flow menjadi rendah
atau mudah retak. Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami
kenaikan seiring dengan penambahan kadar bahan peremaja.
6. MQ
MQ merupakan nilai hasil bagi antara stabilitas dan flow . semakin tinggi nilai
MQ maka akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran.
Tabel 4.21 Hasil pemeriksaan MQ dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai MQ (kg/mm) Spesifikasi
63
600
550
MQ(kg/mm))
500
450
400
350
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
64
Penentuan jenis aspal yang direkomendasikan untuk digunakan berdasarkan
Gambar 4.20 yaitu aspal tua dengan penambahan 2% minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu.
4.7 Pemeriksaan Marshall Immersion dengan variasi jenis aspal pada Kadar
Aspal Optimum
Pengujian marshall immersion menggunakan prinsip pengujian yang sama
seperti marshall standard dengan melakukan modifikasi pada saat perendaman.
Data yang didapatkan adalah nilai stabilitas dan flow setelah benda uji direndam
selama 24 jam pada suhu ± 60 oC.
1. Stabilitas
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum beban
yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.22 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai jenis aspal pada kadar
aspal optimum
Jenis Aspal
Nilai stabilitas (%) Spesifikasi
65
1700
1600
1500
stabilitas(kg)
1400
1300
1200
1100
1000
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.21 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai stabilitas
Gambar 4.21 menunjukkan untuk semua jenis aspal nilai stabilitas memenuhi
spesikasi yaitu min. 800 kg. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami penurunan
pada nilai stabilitas dibandingkan aspal baru, hal ini disebabkan oleh penuaan
aspal yang mengakibatkan daya rekat aspal dan agregat berkurang. Sedangkan
pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami kenaikan seiring dengan
penambahan kadar bahan peremaja. Untuk pengujian marshall immersion nilai
stabilitas campuran dengan menggunakan berbagai jenis aspal mengalami
penurunan dibandingkan dengan pengujian marshall standard ini dikarenakan
pengaruh lamanya perendaman mengakibatkan terjadinya kegagalan kohesi dan
adhesi, juga disebabkan pengaruh air dan suhu perendaman. Semakin lama
campuran terkena air mengakibatkan terpisahnya lapisan aspal dengan agregat
(stripping).
1. Flow
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yang
terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum
pada saat pengujian stabilitas marshall.
66
Tabel 4.23 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai flow (mm) Spesifikasi
4
FLOW (mm)
0
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.22 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai flow
Gambar 4.22 menunjukkan untuk hampir semua jenis aspal nilai flow
memenuhi spesikasi karena berada pada rentang 2 – 4 mm, kecuali pada kadar
peremaja 2.5% dimana nilai flownya sebesar 4.07 mm. Dalam hal ini jenis aspal
tua mengalami penurunan pada nilai flow dibandingkan aspal baru, hal ini
disebabkan oleh penuaan aspal yang mengakibatkan aspal menjadi getas atau
keras sehingga pada saat pembebanan menyebabkan nilai flow menjadi rendah.
Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami kenaikan
seiring dengan penambahan kadar bahan peremaja. Pengujian marshall immersion
nilai flow campuran dengan menggunakan berbagai jenis aspal mengalami
67
kenaikan dibandingkan dengan pengujian marshall standard ini dikarenakan
pengaruh lamanya perendaman dan suhu air mengakibatkan aspal menjadi mudah
leleh.
MQ
Marshall Quotient merupakan nilai hasil bagi antara stabilitas dan flow .
semakin tinggi nilai MQ maka akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran.
Tabel 4.24 Hasil pemeriksaan MQ dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai MQ (kg/mm) Spesifikasi
450
400
MQ(kg/mm))
350
300
250
200
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
68
sehingga campuran mengalami penurunan fleksibilitas yang dibuktikan dengan
menurunnya nilai stabilitas dan flow. Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan berbagai prosentase
penambahannya mengalami penurunan seiring dengan penambahan kadar bahan
peremaja. Pengujian marshall immersion nilai MQ campuran dengan
menggunakan berbagai jenis aspal mengalami penurunan dibandingkan dengan
pengujian marshall standard.
Tabel 4.25 Hasil pemeriksaan nilai indeks kekuatan sisa dengan berbagai jenis
aspal
Stabilitas Stabilitas
benda
Kadar marshall Flow marshall Flow IKS
No. Kode uji
aspal standar (mm) immersion (mm) (%)
ke-
(kg) (kg)
1 AB 5 1 6.25 1626.149 3.7 1520.709 3.9 93.516
AB 6 2 6.25 1642.683 3.7 1597.053 3.9 97.222
AB 7 3 6.25 1803.598 3.8 1556.021 3.6 86.273
Rata – rata 1690.810 3.73 1557.927 3.80 92.337
AT 5 1 6.25 1479.875 3 1314.285 3.2 88.81
2 AT 6 2 6.25 1447.941 2.8 1292.009 3.1 89.23
AT 7 3 6.25 1465.817 3 1323.272 3.2 90.27
Rata - rata 1464.544 2.93 1309.855 3.17 89.43
3 AP 1.5% 5 1 6.25 1619.868 3.6 1482.977 3.4 91.54
AP 1.5% 6 2 6.25 1601.123 3.5 1403.389 3.9 87.65
AP 1.5% 7 3 6.25 1623.674 3.5 1482.97 3.4 91.334
Rata - rata 1614.888 3.53 1456.448 3.57 90.117
4 AP 2 % 5 1 6.25 1780.475 4 1478.467 3.9 83.038
AP 2 % 6 2 6.25 1734.229 3.8 1619.868 3.9 93.406
AP 2 % 7 3 6.25 1733.943 3.8 1646.225 3.8 94.941
Rata - rata 1749.549 3.87 1581.520 3.87 90.462
5 AP 2.5 % 5 1 6.25 1848.018 4.1 1757.352 4 95.09
69
AP 2.5 % 6 2 6.25 1782.081 4.1 1470.217 4.2 82.5
AP 2.5 % 7 3 6.25 1825.203 3.9 1733.943 4 95
Rata - rata 1818.434 4.03 1653.837 4.07 90.86
Sumber : Hasil pengujian 2018
2000
1800
1600
1400
standar
1200 immersion
1000
800
600
AB AT AP 1.5% AP 2% AP 2.5%
95
IKS (%)
90
85
80
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL
Gambar 4.25 Grafik hubungan antara jenis aspal dan indeks kekuatan sisa
70
Gambar 4.25 menunjukkan bahwa nilai indeks kekuatan sisa campuran
perkerasan dengan menggunakan aspal tua mengalami penurunan dibandingkan
dengan perkerasan yang menggunakan aspal baru yaitu sebesar 89.43 % sehingga
campuran dengan menggunakan aspal tua tidak memenuhi spesifikasi indeks
kekuatan sisa sebesar 90%. Kemudian indeks kekuatan sisa untuk campuran
beraspal dengan penambahan minyak jelantah dan ekstrak mengkudu meningkat
seiring dengan meningkatnya proporsi penambahan minyak jelantah dan ekstrak
mengkudu.
71
BAB V
5.2 Saran
Hasil penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang dapat disarankan,
sebagai berikut :
Dapat dilakukan penelitian sejenis menggunakan aspal dari ekstraksi Reclaimed
Asphalt Pavement (RAP).
72
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, S. P. 2017. Pengaruh Minyak Biji Jarak Sebagai Modifer Asbuton Butiran
Terhadap Kinerja Campuran Aspal Panas, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fakultas
Teknik Universitas Mataram, Mataram.
Kaya, D., Aghazadeh. D. P., Sengoz, B., and Topal, A. 2017. Implementing
Waste Oil With Reclaimed Asphalt Pavement. Proceeding of the 2th World
Congress on Civil, Structural and Environmental Engineering (CSEE’17), ISSN
2371-5294 Barcelona,Spain
73
SNI 06-2433. 2011. Cara Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal dengan Alat
Cleveland Open Cup.
SNI 06-2434. 2011. Cara Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan Bola.
Wahjoedi, 2009. Karakteristik Marshall dan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) pada
Campuran Butonite Mastic Asphalt (BMA). Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan,
No. 2 Vol. 11, Semarang.
Yuniarti, R. 2014. Pengaruh Minyak Biji Nyamplung pada Bio-Flux Oil Sebagai
Modifier Asbuton Butiran Terhadap Kinerja Asbuton Campuran Panas. Jurnal
Teknik Sipil ITB, ISSN 0853-2982 Vol. 21 No. 3, Bandung.
74
75