Anda di halaman 1dari 89

KINERJA CAMPURAN AC-WC MENGGUNAKAN ASPAL

TUA DENGAN PEREMAJA MINYAK JELANTAH DAN


EKSTRAK BUAH MENGKUDU
The Performance Of Mixture AC-WC Using An Aged Asphalt With The Waste
Cooking Oil Rejuvenation And Extract Of Noni Fruit
Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh :

AISYAH ASHRI HURIYATI


F1A 013 012

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MATARAM

2018

iii
iv
v
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala berkat, dan bimbingannya, dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

Tugas akhir ini mengambil judul “Kinerja Campuran AC-WC


Menggunakan Aspal Tua dengan Peremaja Minyak Jelantah dan Ekstrak Buah
Mengkudu” . Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dalam
memperbaiki sifat fisik aspal tua atau aspal yang sudah rusak sehingga memenuhi
spesifikasi terhadap kinerja campuran AC - WC. Tugas akhir ini juga merupakan
salah satu persyaratan kelulusan guna mencapai gelar kesarjanaan di Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mataram.

Mengingat keterbatasan penulis membuka pintu selebar- lebarnya atas


segala kritik dan saran demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata semoga tidak
terlampau berlebihan, bila penilis berharap agar karya ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Mataram, 2018

vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Tugas akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari dukungan baik
moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus- tulusnya terutama
kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat rahmat dan berkah-Nya lah tugas
akhir ini dpat diselesaikan.
2. Bapak Akmaluddin, ST., MSc (Eng)., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mataram.
3. Bapak Jauhar Fajrin, ST., MSc (Eng)., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Universitas Mataram.
4. Bapak Dr. Ery Setiawan, ST., MT., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil
Universitas Mataram.
5. Ibu Ratna Yuniarti, ST., MSc (Eng)., selaku Dosen Pembimbing Utama.
6. Ibu Desi Widianty, ST., MT., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.
7. Ibu I A O Suwati Sideman, ST., MSc., selaku Dosen Penguji I.
8. Ibu Rohani, ST., MT., selaku Dosen Penguji II.
9. Bapak Hasyim, ST., MT., selaku Dosen Penguji III.
10. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tak henti
terucap untuk kesuksesan dan kebahagianku.
11. Rekan- rekan mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2013, anggota AGK , Desi,
Ilna, Ayik, Windi, Dena, Rizal, dua sejoli dan anak pesanggrahan agung 25
atas motivasi dan dukungannya serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan imbalan yang setimpal
atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………. i

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………. ii

PRAKATA ………………………………………. iii

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………. iv

DAFTAR ISI ………………………………………. v

DAFTAR TABEL ………………………………………. viii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………. x

ABSTRAK ………………………………………. xii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 3

1.3 Tujuan ………………………………………. 3

1.4 Manfaat Perencanaan ………………………………… 4

1.5 Batasan Masalah ………………………………………. 4

BAB II DASAR TEORI ………………………………………. 5

2.1 Tinjaun Pustaka ………………………………………. 5

2.2 Landasan Teori ………………………………………. 6

2.2.1 Aspal…………………………………….………………… 6

2.2.2 Sifat Aspal………………………………………………… 7

viii
2.2.3 Jenis Aspal………………………………………………... 9

2.3 Agregat…………………………………………………………. 12

2.3.1 Gradasi Agregat…………………………………………… 13

2.3.2 Daya Tahan Agregat……………………………………… 13

2.3.3 Bentuk dan Tekstur Agregat …………………………….. 14

2.3.4 Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat…………………….. 14

2.3.5 Agregat Kasar ……………………………………………. 15

2.3.6 Agregat Halus ……………………………………………. 15

2.3.7 Mineral Pengisi (filler)……………………………………. 16

2.4 Bahan Peremaja…………………………………………………. 17

2.5 Minyak Jelantah………………………………………………… 17

2.6 Buah Mengkudu ……………………………………………….. 18

2.7 Campuran AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course)………. 19

2.8 Rancangan Campuran Metode Marshall………………………... 20

2.9 Parameter Perhitungan Campuran Aspal………………………... 21

2.9.1 Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat...................... 21

2.9.2 Berat Jenis Efektif Agregat................................................... 22

2.9.3 Berat Jenis Maksimum Campuran ....................................... 23

2.9.4 Berat Jenis Bulk Campuran Padat........................................ 23

2.9.5 Penyerapan Aspal ................................................................ 24

ix
2.9.6 Kadar Aspal Efektif............................................................. 24

2.9.7 Rongga diantara Mineral Agregat (VMA)........................... 24

2.9.8 Rongga didalam Campuran (VIM/ Void in the Compacted


25
Mixture)........................................................................................

2.9.9 Rongga Udara yang Terisi Aspal (VFA).............................. 26

2.9.10 Stabilitas Marshall.............................................................. 26

2.9.11 Flow.................................................................................. 27

2.9.12 Uji Marshall....................................................................... 27

2.9.13 Uji Perendaman Marshall (Immersion Test)...................... 28

2.9.14 Indeks Kekuatan Sisa (IKS)…………………………….. 28

2.10 Analisis Regresi…………………………………………………. 29

BAB III METODE PENELITIAN ………………………… 31


………

3.1 Lokasi Penelitian………………… …………………………. 31

3.2 Penyiapan Bahan dan Alat………. …………………………... 31

3.2.1 Penyiapan Bahan Penelitian ………………………….. 31

3.2.2 Penyiapan Alat Penelitian ………………………….. 32

3.3 Pelaksanaan Penelitian ………………………………………. 33

3.3.1 Pengujian Bahan ………………………………………. 33

3.3.2 Penentuan Kadar Aspal ………………………………… 34

3.3.3 Penentuan Kadar Aspal Optimum………………………… 35

x
3.3.4 Pembuatan Benda Uji Sesuai dengan Kadar Aspal
36
Optimum (KAO)

3.3.5 Proses Pembuatan Benda Uji……………………………… 36

3.4 Jumlah Benda Uji yang dibutuhkan……………………………... 38

3.5 Analisa Data…………………………………………………….. 39

3.6 Bagan Alir Penelitian…………………………………………… 40

4.1 Hasil Pemeriksaan Material…………………………………….. 42

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Karaakteristik Agregat………………. 42

4.2 Pembuatan Aspal Tua…………………………………………. 43

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Aspal dan Penambahan Minyak


43
Jelantah dan Ekstrak Buah Mengkudu………………………..

4.3 Pemeriksaan Bahan Peremaja…………………………………… 49

4.4 Penentuan Gradasi Campuran dan Kadar Aspal Rencana………. 49

4.5 Perhitungan Kadar Aspal Optimum…………………………….. 50

4.6 Pemeriksaan Marshall dengan Variasi jenis Aspal pada KAO.. 57

4.7 Pemeriksaan Marshall Immersion dengan Variasi jenis Aspal


65
pada KAO

5.1 Kesimpulan…………………………………………………….. 66

5.2 Saran………………………………………………………….. 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan aspal keras penetrasi 60/70 10

Tabel 2.2 Spesifikasi Material Agregat Kasar, Halus dan Filler 16

Tabel 2.3 Persyaratan gradasi agregat campuran panas AC-WC 20

Tabel 2.4 Persyaratan Karakteristik Campuran Lapis Aspal Beton 27

Tabel 3.1 Penentuan Jumlah Benda Uji 35

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisrik Agregat 42

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Penetrasi Aspal 43

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Titik Lembek Aspal 44

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Daktilitas Aspal 45

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Aspal 46

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Penurunan Berat Minyak 47

Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar 48

Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Peremaja Minyak Jelantah dan Ekstrak Buah 49
Mengkudu

Tabel 4.9 Gradasi Rencana yang Digunakan untuk Menentukan KAO 49

Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan VMA dengan Berbagai Kadar Aspal 51

Tabel 4.11 Hasil Pemeriksaan VIM dengan Berbagai Kadar Aspal 52

Tabel 4.12 Hasil Pemeriksaan VFB dengan Berbagai Kadar Aspal 53

Tabel 4.13 Hasil Pemeriksaan Stabilitas dengan Berbagai Kadar Aspal 54

xii
Tabel 4.14 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Berbagai Kadar Aspal 55

Tabel 4.15 Hasil Pemeriksaan MQ dengan Berbagai Kadar Aspal 56

Tabel 4.16 Hasil Pemeriksaan VMA dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 58

Tabel 4.17 Hasil Pemeriksaan VIM dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 59

Tabel 4.18 Hasil Pemeriksaan VFB dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 60

Tabel 4.19 Hasil Pemeriksaan Stabilitas dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 61

Tabel 4.20 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 62

Tabel 4.21 Hasil Pemeriksaan MQ dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 63

Tabel 4.22 Hasil Pemeriksaan Stabilitas dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 65
untuk Marshall immersion

Tabel 4.23 Hasil Pemeriksaan Flow dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 67
untuk Marshall immersion

Tabel 4.24 Hasil Pemeriksaan MQ dengan Variasi jenis Aspal Pada KAO 68
untuk Marshall immersion

Tabel 4.25 Hasil Pemeriksaan IKS dengan Berbagai Jenis Aspal 69

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komposisi dari Aspal 7

Gambar 2.2 Minyak jelantah 17

Gambar 2.3 Buah Mengkudu 18

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Penetrasi 44

Gambar 4.2 Grafik Pemeriksaan Titik Lembek Aspal 45

Gambar 4.3 Grafik Pemeriksaan Daktilitas Aspal 46

Gambar 4.4 Grafik Pemeriksaan Berat Jenis Aspal 46

Gambar 4.5 Grafik Pemeriksaan Penurunan Berat Minyak 47

Gambar 4.6 Grafik Pemeriksaan Titik Nyala dan Bakar 48

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai VMA 51

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai VIM 52

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai VFB 53

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai Stabilitas 54

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai Flow 55

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Nilai MQ 56

Gambar 4.13 Penentuan Kadar Aspal Optimum 57

Gambar 4.14 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai VMA 58

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai VIM 59

Gambar 4.16 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai VFB 60

xiv
Gambar 4.17 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Stabilitas 61

Gambar 4.18 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Flow 63

Gambar 4.19 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai MQ 64

Gambar 4.20 Penentuan Jenis Aspal Untuk Marshall Standar 64

Gambar 4.21 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Stabilitas pengujian 66
immersion

Gambar 4.22 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai Flow pengujian 67
immersion

Gambar 4.23 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Nilai MQ pengujian 68


immersion

Gambar 4.24 Grafik Perbandingan Nilai Stabilitas Standard dan Immersion 70

Gambar 4.25 Grafik Hubungan Jenis Aspal dengan Indeks Kekuatan Sisa 70

xv
ABSTRAK

Perkerasan jalan merupakan aspek penting dalam menunjang kelancaran


sistem transportasi. Penuaan aspal merupakan salah satu penyebab terjadinya
penurunan kualitas perkerasaan lentur. Aspal yang mengalami penuaan atau
sudah tidak memenuhi spesifikasi dapat diperbaiki sifat fisiknya yaitu dengan
penambahan bahan peremaja berupa minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu.
Hasil pengujian sifat fisik aspal tua dengan variasi penambahan kadar
peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu yang digunakan yaitu
1.5%, 2% dan 2,5% dapat memperbaiki sifat fisik aspal sehingga memenuhi
spesifikasi yang disyaratkan sebagai bahan jalan.
Penentuan KAO menggunakan aspal baru penetrasi 60/70, kemudian
dilakukan pemeriksaan sifat volumetrik dan mekanis campuran maka diperoleh
KAO sebesar 6.25%. Selanjutnya dibuatkan campuran baru berdasarkan KAO
menggunakan aspal tua dengan penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu. Dari hasil pengujian volumetrik dan mekanis marshall standard dan
immersion campuran, didapatkan penambahan 2 % minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu pada aspal tua dapat direkomendasikan sebagai bahan campuran
karena mampu mengembalikan kualitas campuran sehingga memenuhi spesifikasi
Umum Bina Marga 2010.

Kata kunci: Penuaan aspal, peremaja, AC-WC, marshall test, immersion test.

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
peningkatan laju perekonomian menyebabkan mobilisasi barang dan jasa juga
ikut meningkat, sehingga kebutuhan terhadap pembangunan dan
pemeliharaan jalan juga meningkat. Sehubungan dengan fungsi perkerasan
jalan yang menjadi salah satu aspek penting dalam menunjang kelancaran
suatu sistem transportasi, untuk itu suatu perkerasan jalan harus didesain
sedemikian rupa sehingga mampu memikul beban lalu lintas sesuai dengan
umur rencana perkerasan. Campuran Asphalt Concrete – Wearing Course
(AC-WC) merupakan lapisan permukaan paling atas (lapisan aus) sehingga
memungkinkan mengalami perubahan akibat pengaruh temperatur.
Material yang digunakan dalam perkerasan jalan harus mempunyai
daya tahan yang cukup baik dalam memikul beban dan tahan terhadap
perubahan cuaca. Salah satu yang mempengaruhi penurunan kualitas
perkerasan lentur adalah penuaan pada bahan pengikat agregat (aspal).
Penuaan merupakan suatu perubahan karakteristik dan penurunan kualitas
aspal yang mengalami pengerasan akibat berlangsungnya proses oksidasi
sehingga mempengaruhi kinerjanya, yang dimana oksidasi merupakan
pelepasan zat-zat dalam aspal akibat faktor lingkungan (suhu, temperatur, dan
sinar matahari). Proses ini dapat berlangsung pada saat pembuatan aspal,
pengangkutan, konstruksi sampai dengan masa layan perkerasan. Selama
proses tersebut campuran aspal akan mengalami pemanasan akibat
pengenceran saat produksi dan konstruksi maupun oleh paparan sinar
matahari. Saat pemanasan berlangsung beberapa bagian aspal mengalami
penguapan yang akan berdampak pada perubahan karakteristik aspal,
sehingga aspal menjadi keras dan getas (Millard, 1993 dalam Laksmi, 2016).
Aspal yang digunakan dalam campuran perkerasan jalan haruslah
memenuhi spesifikasi aspal. Meskipun penggunaan aspal dalam campuran

1
perkerasan berkisar antara 4% - 10 % akan tetapi aspal memegang peranan
penting dalam meningkatkan ketahanan kinerja perkerasan jalan. Sebagian
besar konstruksi jalan raya di Indonesia menggunakan aspal minyak sebagai
bahan pengikat agregat, ketersediaan aspal jenis ini semakin berkurang
seiring dengan berkurangnya cadangan minyak bumi. Untuk itu cara yang
dapat digunakan adalah memanfaatkan kembali aspal yang sudah tidak
memenuhi spesifikasi dengan penambahan bahan peremaja.
Merujuk pada sejumlah pustaka, minyak nabati dapat digunakan
dalam meningkatkan kinerja aspal. Nigen-Chaidron and Porot (2008) dalam
klaim paten nomor WO 200808414 20080717 pada World Intellectual
Property Organization (WIPO) menyebutkan bahwa minyak kelapa sawit
merupakan bahan peremaja yang cocok dalam pengaspalan dengan teknik
daur ulang di tempat. Dalam klaim paten WO 20100034586 pada United
States Patent Application Publication oleh Bailey and Phillips (2010)
menyebutkan bahwa bahan peremaja yang cocok yaitu berasal dari minyak
nabati murni ataupun limbah minyak nabati. Kuang et al. (2011) menyebukan
waste cooking oil dapat digunakan sebagai bahan peremaja untuk melunakkan
aspal karena kesamaanya dengan aspal (malten) yang mengandung asam
lemak tak jenuh.
Minyak jelantah adalah jenis limbah minyak goreng yang berasal
dari minyak kelapa sawit. Minyak ini merupakan hasil dari minyak yang
mengalami pemanasan berulang pada suhu tinggi sehingga mengalami
perubahan seperti perubahan kimia dan perubahan fisika (kadar air, warna,
bau dan rasa). Minyak yang digunakan secara berulang kali sampai berwarna
coklat tua atau hitam dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Selain itu, pembuangan minyak jelantah pada perairan juga menimbulkan
dampak negatif, yaitu meningkatnya nilai Biochemical Oxygen Demand
(BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Akibat banyaknya efek buruk
dari minyak jelantah perlu dilakukan pemurnian dalam rangka penghematan
namun tidak membahayakan kesehatan, salah satu bahan pemurnian yaitu
dengan menggunakan buah mengkudu.

2
Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan salah satu sumber
antioksidan yang dapat menetralisir senyawa – senyawa radikal bebas
didalam minyak. Mengkudu memilik aktivitas antioksidan 2.8 kali lebih kuat
dibandingkan vitamin C (Wang et.al., 2002). Sehubungan dengan itu penulis
ingin melakukan penelitian dengan judul “Kinerja Campuran AC – WC
(Asphalt Concrete – Wearing Course) Menggunakan Aspal Tua dengan
Peremaja Minyak Jelantah dan Ekstrak Buah Mengkudu ”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sifat-sifat fisik aspal yang mengalami penuaan ?
2. Bagaimana sifat-sifat fisik aspal tua setelah ditambah dengan minyak
jelantah dan ekstrak buah mengkudu ?
3. Bagaimana karakteristik Marshall, flow dan MQ campuran AC – WC
setelah penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu ?
4. Bagaimana nilai indeks kekuatan sisa (IKS) campuran AC – WC setelah
penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui sifat- sifat fisik aspal yang mengalami penuaan.
2. Mengetahui sifat-sifat fisik aspal tua setelah ditambah dengan peremaja
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu.
3. Mengetahui karakteristik Marshall, flow dan MQ campuran AC – WC
setelah penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu.
4. Mengetahui nilai indeks kekuatan sisa (IKS) campuran AC – WC setelah
penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu.

3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan mengenai penambahan peremaja minyak
jelantah dan ekstrak buah mengkudu dalam aspal tua pada campuran
asphalt concrete-wearing course sebagai bahan perkerasan jalan.
2. Menghasilkan produk campuran asphalt concrete- wearing course
menggunakan aspal tua dengan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Aspal yang digunakan adalah aspal minyak penetrasi 60/70.
2. Pembuatan aspal yang sengaja dituakan mengacu pada American Society
for Testing and Material (ASTM).
3. Bahan peremaja berupa minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
dengan komposisi penambahan 1 : 2 antara sari buah mengkudu dan
minyak jelantah .
4. Pengujian sifat kimia dari benda uji tidak dilakukan.
5. Minyak jelantah yang digunakan adalah minyak jelantah 2 kali pemakaian
atau berwarna coklat.

4
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Huber & Decker (1995) dalam penelitian berjudul Engineering Properties


of Asphalt Mixtures and The Relationship to Their Perfomance yang mengacu
pada metode ASTM menyebutkan bahwa pemanasan perkerasan aspal baru dalam
oven pada suhu 85o C selama 48 jam atau 2 hari mewakili kondisi aspal pada
umur campuran perkerasan selama 5 tahun dilapangan.
Brown & scholz (2000) dalam Indhasari (2013) melakukan penelitian
dengan membandingkan sampel lapangan campuran aspal pada perkerasan lentur
selama masa layan kira-kira 15 tahun dengan campuran aspal baru yang disimpan
dalam oven selama ± 5 hari pada suhu 85oC, kemudian kedua benda uji tersebut
diukur nilai kekakuannya. Ternyata dari hasil pengukuran didapatkan interval
nilai modulus keduanya hampir sama. Sehingga Brown & Scholz (2000) dalam
Indhasari (2013) mengusulkan cara tersebut sebagai metode laboratorium untuk
mensimulasikan proses penuaan jangka panjang (Long Term Oven Aging,LTOA).
Irawan, Tharir, dan Kubro (2010), dalam penelitiannya mengenai
regenerasi minyak jelantah (waste cooking oil) dengan penambahan sari
mengkudu menyimpulkan bahwa penambahan sari mengkudu sebanyak 50 ml
pada 100 ml minyak jelantah dengan pemanasan selama 10 menit merupakan
kondisi terbaik untuk memperbaiki kualitas minyak jelantah.
Menurut Asli et. al (2012) dalam Kaya et. al (2017), melakukan
penelitian terhadap limbah minyak goreng sebagai bahan peremajaan campuran
daur ulang aspal dan didapatkan bahwa penggunaan limbah minyak goreng dapat
merehabilitasi aspal tua sehingga memiliki sifat yang sama dengan aspal baru
ditinjau dari penetrasi dan titik lembek.
Yuniarti (2013), menyimpulkan bahwa pada pengujian sifat fisik aspal
lama dengan penambahan limbah minyak goreng sebagai bahan peremaja, ditinjau
dari pengujian penetrasi, daktilitas, titik lembek, berat jenis dan kehilangan berat

5
setelah pemanasan memenuhi persyaratan spesifikasi, kecuali pada pengujian titik
lembek. Karena masih ada persyaratan yang belum terpenuhi, untuk itu perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan memanfaatkan bahan lain agar seluruh
persyaratan spesifikasi aspal terpenuhi.
Laksmi (2016), dalam penelitian megenai pengaruh bahan peremaja
terhadap sifat penuaan aspal menyimpulkan bahwa dari penambahan tiga bahan
peremaja seperti minyak goreng, solar dan minyak tanah. Hasil keseluruhan
pengujian (titik lembek, penetrasi, berat jenis, daktilitas, kehilangan berat setelah
pemanasan, titik nyala & bakar) menunjukkan peningkatan kualitas yang
memenuhi spesifikasi Bina Marga 2010 Divisi 6 Revisi 3.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious) , berwarna
hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam
ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan
material yang pada termperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan
bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur
tertentu, dan kembali membeku jika temperatur mengalami penurunan. Aspal
merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan bersamaan dengan
agregat (Silvia Sukirman, 2003).
Berikut ini adalah komposisi kimia aspal (Silvia Sukirman, 2003) :
Secara garis besar komposisi kimia aspal terdiri dari asphaltenes , resins
dan oil. Durabilitas aspal merupakan fungsi dari ketahanan aspal terhadap
perubahan mutu kimiawi selama proses pencampuran dengan agregat, masa
pelayanan dan proses pengerasan selama umur perkerasan. Pengerasan aspal dapat
terjadi akibat oksidasi, penguapan dan perubahan kimiawi lainnya.

6
Gambar 2.1 Komposisi dari aspal (Sukirman, 2003)
Asphaltenes merupakan salah satu komponen penyusun aspal yang
berwarna coklaat tua, bersifat padat, keras dan mudah terurai apabila bediri
sendiri. Selain itu asphaltenes merupakan komponen yang paling rumit diantara
komponen penyusun aspal yang lainnya karena ikatan/hubungan antara atomnya
sangat kuat (Robert, 1991 dalam Meganada 2010).
Komponen penyusun aspal yang ke-2 adalah maltenes yang terbentuk dari
unsur resin dan minyak. Resin biasanya berwarna gelap dan berwujud cair sampai
setengah padat yang mengandung heptana dan pantana bersama dengan
oil/minyak berfungsi untuk mengikat atau melarutkan komponen asphaltenes
sehingga terbentuk bahan aspal yang bersifat elastik dan memiliki daktilitas yang
tinggi. Sedangkan oil/ minyak sendiri merupakan cairan putih yang memiliki
struktur naphthenic dan mengandung paraffin yang bersifat mudah teroksidasi
pada temperatur yang tinggi sama halnya dengan resin (Robert, 1991 dalam
Mastomi 2017).

2.2.2 Sifat Aspal


Sifat – sifat aspal yang sangat mepengaruhi perencanaan, produksi dan kinerja
campuran beraspal antara lain (Depkimpraswil, 2004) :
1. Daya tahan (durability)
Kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat oksidasi dan
pengelupasan yang terjadi pada saat pencampuran, pengangkutan, dan
penghamparan campuran beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan
menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas rendah atau dengan kata lain aspal

7
telah mengalami penuaan. Pengujian yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui daya tahan aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,
kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dilakukan pada benda uji yang
telah mengalami Thin Film Oven Test (TFOT).
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan dari
aspal itu untuk dapat mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadi pengikatan, pengujian daktilitas aspal adalah uji yang dapat dilakukan
untuk mengetahui tingkat adhesi atau daktilitas aspal keras. Uji penyelimut
aspal terhadap agregat dapat digunakan untuk mengetahui daya lekat (kohesi)
aspal.
3. Kepekaan aspal terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis yaitu aspal akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair
temperatur bertambah.
4. Pengerasan dan penuaan
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durability
campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua factor utama, yaitu
penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (
penuaan jangka pendek/ short term aging), dan oksidasi yang progresif
(penuaan jangka panjang / long term aging). Kedua macam proses penuaan
ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal yang menyebabkan
campuran beraspal menjadi getas sehingga akan cepat retak dan akan
menurunkan ketahanan terhadap beban berulang.
Sifat lain dari aspal adalah viscoelastis, sifat inilah yang membuat aspal
dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses
produksi dan masa pelayanannya. Fungsi aspal dalam campuran perkerasan
adalah sebagai pengikat dan bersifat viscoelastis, sehingga akan melunak dan
mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Disamping itu juga
aspal berfungsi sebagai pengisi rongga antara butiran agregat dari pori-pori yang

8
ada dan agregat, sehingga untuk itu aspal harus mempunyai daya tahan (tidak
cepat rapuh terhadap cuaca). Aspal harus mempunyai sifat adhesi dan kohesi yang
baik dan memberikan sifat fleksibilitas pada campuran, selain itu juga membuat
permukaan menjadi kedap air.

2.2.3 Jenis Aspal


Jenis aspal berdasarkan tempat diperolehnya dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Aspal alam
umumnya diperoleh dari gunung- gunung seperti aspal di Pulau Buton dan
diperoleh dari danau seperti di Trinidad.
2) Aspal minyak
Merupakan residu destilasi minyak bumi. Untuk perkerasan jalan umumnya
menggunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
Aspal dilihat dari bentuk pada temperatur ruang dapat dibedakan atas (Silvia
Sukirman, 2003) :
1. Aspal padat (asphalt cement) adalah aspal yang berbentuk padat atau semi
padat pada suhu ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal keras yang
biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
 AC pen 40/50, yaitu aspal keras degan penetrasi antara 40 – 50
 AC pen 60/70, yaitu aspal keras degan penetrasi antara 60 – 79
 AC pen 80/100, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 80 – 100
 AC pen 200/300, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 200-300
*) Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas
, volume lalu lintas tinggi.
*) Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca
dingin, lalu lintas rendah.

*) Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan


80/100.
2. Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspalyang berbentuk cair pada suhu ruang.
Aspal cair adalah semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair yang

9
berasal dari penyulingan minyak bumi, bahan perncair seperti minyak tanah,
bensi maupun solar.
3. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal menggunakan
air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampuran. Aspal
emulsi lebih cair dari aspal cair.
Fungsi aspal sebagai material perkerasan jalan adalah sebagai berikut :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri.
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal
harus memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan
mempunyai tingkat kekentalan tertentu.
Aspal penetrasi 60/70 terbuat dari suatu rantai hyrokarbon dan turunannya,
umumnya merupakan residu dari hasil penyulingan minyak mentah pada keadaan
hampa udara, yang pada temperatur normal bersifat padat sampai ke semi padat,
mempunyai sifat tidak menguap dan secara berangsur-angsur melunak bila
dipanaskan pada suhu tertentu dan kembali padat jika didinginkan. Persyaratan
aspal sebagai bahan perkerasan jalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Persyaratan aspal keras penetrasi 60/70
NO Jenis Pengujian Metode Uji Persyaratan
Pen 60/70
1 Penetrasi 25o C; 100 gr; 5 dtk; SNI 06 – 2456- 2011 60 - 79
0,1 mm
2 Titik lembek, o C SNI 06–2434-2011 48 - 58
3 Daktilitas 25 o C , cm SNI 06-2432-2011 Min. 100
4 Berat jenis SNI 06-2441-2011 Min. 1,0
5 Penurunan berat, % berat SNI 06-2440-2011 Max. 0,8
`Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010. Revisi III (2010)

10
Untuk mengetahui atau mengevaluasi kelayakan suatu aspal, maka perlu
dilakukan beberapa pengujian aspal minyak diantaranya:
1. Pengujian penetrasi
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan jarum penetrasi berdiameter 1
mm dan beban 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat (berat jarum
+ beban) selama 5 detik dan dilakukan pada suhu 25 o C dibaca pada arloji
pengukuran dalam satuan 0,1 mm.
2. Pengujian titik lembek
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai titik lembek aspal
yang berkisar antara 30 o C sampai 200 o C. Titik lembek adalah suhu pada
saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang
tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh
pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 25,4 mm, sebagai akibat
kecepatan pemanasan tertentu.
3. Pengujian daktilitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengukur atau mengetahui jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi aspal sebelum
putus pada kecepatan tertentu untuk mengetahui sifat kohesi atau plastisitas
aspal. Pengujian dilakukan dengan mencetak aspal dalam cetakan dan
meletakkan contoh aspal kedalam tempat pengujian. Tempat pengujian berisi
cairan dengan berat jenis mendekati berat jenis aspal. Nilai daktilitas aspal
adalah panjang contoh aspal ketika putus pada saat dilakukan penarikan
dengan kecepatan 5 cm/menit.
4. Pengujian berat jenis
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal dengan
menggunakan piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat
aspal dengan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Berat
jenis diperlukan untuk perhitungan dalam analisa campuran.

11
5. Pengujian kehilangan berat minyak dan aspal
Pengujian ini dimaksudkan untuk menetapkan penurunan berat minyak
dan aspal dengan cara pemanasan pada berat tertentu yang dinyatakan dalam
persen berat semula. Aspal dipanaskan sampai dengan suhu 163 oC dalam
kurun waktu 5 jam didalam oven yang dilengkapi dengan piring berdiameter
25 cm tergantung melalui poros vertical dan dapat berputar dengan kecepatan
5-6 putaran/menit.

2.3 Agregat
Agregat adalah formasi kulit bumi yang padat dan keras. ASTM
mendefinisikan agregat sebagi suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa
masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan
komponen utama dari suatu struktur perkerasan jalan yaitu sekitar 90 - 95 %
agregat berdasarkan persentase berat atau sekitar 75 – 85 % agregat berdasarkan
persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga
dari sifat agregat dan hasil capuran agregat dengan material lain.(Sukirman S,
2003).
Agregat merupakan suatu faktor yang menentukan dalam kekuatan
perkerasan aspal terhadap kemampuan memikul beban lalu lintas dan daya tahan
terhadap perubahan cuaca. Dalam The Asphalt Institut dan Depkimpraswil dalam
Spesifikasi Baru Campuran Panas, 2002 membagi agregat dalam :
1. Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan
No.8 (= 2,36 mm)
2. Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No. 8 (= 2,36 mm)
3. Bahan pengisi (filler), bagian dari agregat halus yang lolos saringan No. 30 (=
0.60 mm).

12
2.3.1 Gradasi Agregat
Sifat – sifat agregat sebagai material perkerasan jalan antara lain :
Gradasi
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya.ukuran butir agregat
dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi merupakan hal
yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan jalan. Gradasi agregat
dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung
berdasarkan berat agregat. Jenis gradasi agregat dibedakan atas :
a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran butir yang
hampir sama. Gradasi seragam ini disebut juga gradasi terbuka (open graded)
karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak
rongga/ ruang kosong antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan
menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas
kurang, berat volume kecil.
b. Gradasi rapat (dense graded) merupakan campuran agregat kasar dan halus
dalam porsi yang berimbang sehingga dinamakan sebagai agregat bergradasi
baik.
c. Gradasi buruk (poorly graded) merupakan campuran agregat yang tidak
memenuhi dua kategori di atas. Gradasi ini disebut juga gradasi senjang dan
akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua
jenis tersebut diatas . (Sukirman S, 1999).

2.3.2 Daya Tahan Agregat


Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya
penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami
degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir- butir agregat.
Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti yang terjadi
selama proses pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan,
pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas dan proses kimiawi, seperti
kelembaban, kepanasan, dan perubahan suhu. (Sukirman S, 2003)

13
2.3.3 Bentuk dan Tekstur Agregat
Adapun bentuk butiran agregat antara lain :
a. Agregat berbentuk kubus, merupakan hasil pemecahan batu masif, atau hasil
pemecahan mesin pemecah batu. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik
sebagai material perkerasan jalan.
b. Agregat berbentuk lonjong, agregat dinyatakan lonjong jika ukuran
terpanjangnya lebih besar dari 1.8 kali diameter rata-rata. Indeks kelonjongan
adalah persentase berat agregat lonjong terhadap berat total.
c. Agregat berbentuk bulat, bidang kontak antar agregat berbentuk bulat sangat
sempt, hanya berupa titik singgung, sehingga menghasilkan kondisi kepadatan
lapisan perkerasan yang kurang baik.
d. Agregat berbentuk pipih, merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu,
dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah dengan bentuk pipih.
Memiliki ketebalannya lebih tipis dari 0.6 kali diameter rata-rata.
e. Agregat berbentuk tak beraturan adalah bentuk agtregat yang tak mengikuti
salah satu bentuk diatas. (Sukirman S, 2003)

2.3.4 Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat


Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap
air. Granit dan agregat yang mengandung silica merupakan agregat yang bersifat
hydrophilic, yaitu agregat yang mudah diresapi air, hal ini mengakibatkan agregat
tersebut tak mudah dilekati aspal, ikatan aspal dengan agregat mudah lepas.
Sebaliknya agregats seperti diorite, andesit, merupakan agregat hydrophobic yaitu
agregat yang tidak mudah terikat dengan air, tetapi mudah terikat dengan aspal.
Pengujian kelekatan aspal terhadap agregat dilakukan mengikuti standard
SNI-03-2439-1991 atau manual AASHTO T182-84. Kelekatan agregat terhadap
aspal dinyatakan dalam persen, yaitu persentase luas permukaaan agregat yang
dilapisi aspal terhadap seluruh luas permukaan.(Sukirman S, 2003)

14
2.3.5 Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan diatas
saringan 4,75 mm (No.4), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk
keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus
disediakan dalam ukuran – ukuran normal. Agregt kasar ini menjadikan
perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahan terhadap slip) yang
tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang
mempunyai bentuk butiran yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi
rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit
dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas tinggi. Agregat kasar harus mempunyai
ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearingcourse, untuk
itu nilai Los Angles Abrasion Test harus terpenuhi serta memenuhi syarat sebagai
berikut (SNI , 1991) :
a. Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran dengan
12 biji bola baja maksimum 40 %.
b. Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95%.
c. Jumlah berat butiran terhadap saringan no.4 yang mempunyai paling sedikit
dua bidang pecah (visual) minimum 50% (khusus untuk kerikil pecah).
d. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan saringan no.3/8” atau 9,50 mm
(British Standard -812) maksimum 25%.
e. Penyerapan agregat terhadap air maksimum 3%.
f. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5.

2.3.6 Agregat Halus


Agregat halus dapat berupa pasir, batu pecah atau kombinasi dari
keduanya. Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan
4,75 mm dan tertahan pada saringan 0,075 mm atau saringan no. 200. Fungsi
utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi
permanen dari campuran melalui ikatan (interlocking) dan gesekan antar partikel.
Sifat-sifat khas yang diperlukan dari agregat adalah sudut permukaan, kekasaran
permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

15
2.3.7 Mineral Pengisi (filler)
Filler adalah material yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) dan
termasuk kapur hidrat,abu terbang, Porland semen dan abu batu. Filler dapat
berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperature serta mengurangi
jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus
dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler
maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akhirnya akan mudah
retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah
menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperature yang relative tinggi.
Jumlah filler ideal antara 0,6 sampai 1,2, yaitu perbandingan prosentase filler
dengan prosentase kadar aspal dalam campuran atau lebih dikenal dengan istilah
Dust Proportion. Filler berperan dalam campuran aspal dengan 2 macam cara ;
yaitu pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan
kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran partikel, hal
ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-rongga. Jenis dan
metode pengujian yang akan dilakukan dari bahan agregat kasar, halus dan filler
yang harus dipenuhi dalam penelitian ini diberikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Spesifikasi Material Agregat Kasar, Halus dan Filler
Persyaratan
No Jenis Pemeriksaan Spesifikasi Metode Pengujian
Min Max
AGREGAT KASAR
1 Penyerapan (%) 3 SNI-03-1969-2008
1. Berat Jenis Bulk
2 2. Berat Jenis SSD 2,5 SNI-03-1969-2008
3. Berat Jenis App
3 Keausan dengan Alat Impact (%) 40 SNI 2417:2008
Kelekatan Agregat terhadap Aspal
95 SNI -03-2439-1991
4 (%)
5 Angularitas (%) 95/90 SNI-03-6877-2002
Material Lolos Saringan No.
6 200(%) 1 SNI-03-4142-1996
AGREGAT HALUS
1 Penyerapan (%) 3 SNI-03-1970-2008

16
1. Berat Jenis Bulk
2 2. Berat Jenis SSD 2,5 SNI-03-1970-2008
3. Berat Jenis App
Material Lolos Saringan No.
8 SNI-03-4428-1997
3 200(%)
4 Angularitas (%) 45 SNI-03-6877-2002
FILLER
1 Berat Jenis SNI-03-1970-2008
Material Lolos Saringan No. SK SNI M-02-1994-
2 200(%) 75 03
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, Revisi III (2013)
2.4 Bahan Peremaja
Bahan peremaja (Rejuvenator) merupakan suatu aditif dengan viskositas
rendah yang dirancang untuk mengembalikan sifat-sifat aspal. Peremaja yang
ideal tidak hanya mengembalikan sifat fisik aspal tetapi harus dapat mengoreksi
komposisi kimia dari aspal. Bahan rejuvenator dari senyawa aromatik yang sangat
ringan dapat meningkatkan ketahanan terhadap retak pada temperatur rendah dan
deformasi permanen (Lehtimaki 2012 dalam Nono 2016).

2.5 Minyak Jelantah


Minyak Jelantah (waste oil) merupakan minyak limbah yang bisa berasal
dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak sawit, minyak jagung,
minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak
bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya. Senyawa yang terbentuk
akibat pemanasan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit, seperti diare, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak (Ketaren, 1986
dalam Irawan, Tharir, dan Kubro 2010).

Gambar 2.2 Minyak Jelantah

17
Proses pemanasan yang lama ataupun berulang akan meningkatkan
kejenuhan asam lemak minyak yang digunakan, mempercepat terjadinya
dekomposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng yang pada batas
tertentu mengakibatkan minyak menjadi tidak layak digunakan, disebut minyak
jelantah (Rukmini, 2007; Lestari, 2010 dalam Irawan, Tharir, dan Kubro 2010).
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini
dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia
dan lingkungan. Salah satunya dengan menggunakan limbah mintak goreng
(minyak jelantah) tersebut sebagai bahan peremaja aspal yang telah mengalami
penuaan. Seperti yang telah digunakan dalam sejumlah percobaan diantaranya
Asli et. al (2012) yang melakukan penelitian terhadap limbah minyak goreng
sebagai bahan peremajaan campuran daur ulang aspal dan didapatkan bahwa
penggunaan limbah minyak goreng dapat merehabilitasi aspal tua sehingga
memiliki sifat yang sama dengan aspal baru ditinjau dari penetrasi dan titik
lembek.

2.6 Buah Mengkudu


Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman yang memiliki
batang tidak terlalu tinggi, biasanya di temukan pada daerah tropis. Tanaman ini
tumbuh di dataran rendah hingga pada ketinggian 1500 m. Tinggi pohon
mengkudu mencapai 3–8 m, memiliki bunga bongkol berwarna putih. Buahnya
merupakan buah majemuk, yang masih muda berwarna hijau mengkilap dan
memiliki totol-totol, dan ketika sudah tua berwarna putih dengan bintik-bintik
hitam.

Gambar 2.3 Buah Mengkudu

18
Mengkudu adalah salah satu sumber antioksidan yang dapat menetralisir
senyawa – senyawa radikal bebas didalam minyak Mengkudu memilik aktivitas
antioksidan 2.8 kali lebih kuat dibandingkan vitamin C (Wang et.al., 2002).
Beberapa zat penting yang terkandung dalam mengkudu sehingga dapat
menjernihkan minyak jelantah dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok antioksidan yang terdiri dari xeronin, proxeronin dan asam askorbat,
serta kelompok pemerkaya kandungan yang terdiri dari asam linoleat, ß- karoten
dan caprylit acid (Mulyati, Meilina dan Hesti, 2016).

2.7 Campuran AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course)


Laston Lapis Aus (AC-WC)
Laston adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang
mempunyai nilai struktural. Campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus
dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas
pada suhu tertentu. Laston adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri
dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus,
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. (Silvia Sukirman, 2012).
AC-WC (Asphalt Conceret Wearing Course) atau Lapis Aus Aspal Beton
adalah salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh
Departemen Pekerjaan Umum. Ada tiga macam jenis Laston sesuai fungsinya
yaitu Laston sebagai lapisan aus atau yang lebih dikenal dengan nama AC-WC,
Laston sebagai lapisan pengikat dengan nama AC-BC, dan laston sebagai lapisan
pondasi yang lebih dikenal dengan nama AC-base . Ketiga Laston merupakan
spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga
bersama dengan Pusat Litbang Jalan.
Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (lapis aus) dalam
perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis
laston lainnya. Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut
mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dengan tebal minimum AC-
WC adalah 4 cm. Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC lebih peka
terhadap variasi dalam proporsi campuran.

19
Perencanaan campuran lapis beton aspal yang digunakan adalah
berdasarkan metode Marshall, metode ini dapat menentukan jumlah pemakaian
aspal sehingga menghasilkan komposisi yang baik antara agregat dan aspal agar
sesuai dengan persyaratan teknik perkerasan jalan yang ditentukan. Selanjutnya
dilakukan pemilihan gradasi agregat campuran. Jenis campuran yang akan
digunakan untuk pembuatan benda uji adalah campuran aspal panas AC untuk
lapisan wearing course dengan spesifikasi gradasi menurut Departemen Pekerjaan
Umum 2007, seperti tabel 2.3
Tabel 2.3 Persyaratan gradasi agregat campuran panas AC-WC
Ukuran Ayakan % berat yang lolos Nilai Tengah
ASTM (mm) Laston AC-WC
1 1/2 " 37,5 -
1" 25 -
3/4 " 19 100 100
1/2 " 12,5 90-100 95
3/8 " 9,5 77-90 84
No. 4 4,75 53-69 61
No. 8 2,36 33-53 43
No. 16 1,18 21-40 31
No. 30 0,600 14-30 22
No. 50 0.3 9-22 16
No.100 0.15 6-15 11
No. 200 0,075 4-10 7
Sumber : SNI 8198-2015

2.8 Rancangan Campuran Metode Marshall


Rancangan campuran berdasarkan metode marshall ditemukan oleh
Bruce Marshall, dan telah distandarisai oleh ASTM ataupun AASHTO melalui
beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip
dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow),
serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. (Sukirman
S, 2003).

20
Dalam hal ini benda uji atau briket beton aspal dibentuk dari gradasi
agregat campuran tertentu, sesuai spesifikasi campuran. Metode marshall
dikembangkan untuk rancangan campuran beton aspal bergradasi baik.
Kadar aspal tengah atau ideal dapat pula ditentukan dengan
mempergunakan rumus seperti dibawah ini, yaitu :

Spesifikasi Depkimpraswil 2002


Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K
dengan :
Pb = Perkiraan kadar aspal optimum
CA = Persen agregat tertahan saringan No. 8 atau agregat kasar
FA = Nilai porsentase agregat halus
FF = Nilai porsentase filler
K = konstanta
= 0.5 – 1.0 untuk laston
= 2.0 – 3,0 untuk lataston
Hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5% ke atas terdekat.

2.9 Parameter Perhitungan Campuran Aspal


2.9.1 Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan
filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis
kering (bulk specific gravity) dan berat jenis semu (apparent gravity). Setelah
didapatkan kedua macam berat jenis pada masing-masing agregat pada pengujian
material agregat maka berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam
persamaan sebagai berikut :
1. Berat jenis kering (bulk specific gravity) dari total agregat
P1+P2+P3+⋯..+ Pn
Gsbtot agregat = P1 P2 P3 Pn ( 2-1 )
+ + + …..+
Gsb1 Gsb2 Gsb3 Gsbn

dengan :
Gsbtot agregat : Berat jenis kering agregat campuran

21
Gsb1, Gsb2, ..Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing fraksi agregat
P1,P2,P3,...Pn : Prosentase berat dari masing-masing agregat (%)
2. Berat jenis semu (apparent specific gravity) dari total agregat
P1+P2+P3+⋯..+ Pn
Gsatot agregat = P1 P2 P3 Pn ( 2-2 )
+ + + …..+
Gsa1 Gsa2 Gsa3 Gsan

dengan :
Gsatot agregat : Berat jenis kering agregat campuran
Gsa1, Gsa2, ..Gsan : Berat jenis kering dari masing-masing fraksi agregat
P1,P2,P3,...Pn : Prosentase berat dari masing-masing agregat (%)

2.9.2 Berat Jenis Efektif Agregat


Berat jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO
T.209-90, maka berat jenis efektif campuran (Gse) , kecuali rongga udara dalam
partikel agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus berikut yang
biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum teoritis.
Pmm−Pb
Gse = Pmm Pb (2-3)

Gmm Gb

dengan :
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan
Pmm : Persen berat total campuran (=100)
Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terghadap berat total campuran (%)
Gb : Berat jenis aspal
Berat jenis efektif total agregat juga ditentukan dengan menggunakan
persamaan dibawah ini :
Gsb+Gsa
Gse = (2-4)
2
dengan :
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity

22
Gsb : Berat jenis kering agergat / bulk specific gravity
Gsa : Berat jenis semu agregat / apparent specific gravity

2.9.3 Berat Jenis Maksimum Campuran


Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal
diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat
jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90. Ketelitian hasil uji
terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum.
Sebaliknya pengujian berat jenis maksimum dilakukan dengan benda uji sebanyak
minimum dua buah atau tiga buah. Selanjutnya berat jenis maksimum (Gmm)
campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat dihitung menggunakan berat
jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut :
Pmm
Gmm = Ps Pb (2-5)
+
Gse Gb

dengan :
Gmm : Berat jenis maksimum campuran
Pmm : Persen berat total campuran (=100 )
Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terghadap berat total campuran (%)
Gb : Berat jenis aspal
Gse : Berat jenis efektif / effective specific grafity

2.9.4 Berat Jenis Bulk Campuran Padat


Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb)
dinyatakan dalam gram/cc dengan rumus sebagai berikut :
Wa
Gmb = (2-6)
Vbulk
dengan :
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan
Vbulk : Volume campuran setelah pemadatan (cc)
Wa : Berat di udara (gr)

23
2.9.5 Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total,
tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah
sebagai berikut :
Gse−Gsb
Pba = 100 Gb (2-7)
Gse x Gsb
dengan :
Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%).
Gsb : Berat jenis bulk agregat.
Gse : Berat jenis efektif agregat.
Gb : Nerat jenis aspal.

2.9.6 Kadar Aspal Efektif


Kadar aspal efektif (Pbe) campuran berasal adalah kadar aspal total
dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini
akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan
menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus kadar aspal efektif adalah :
Pba
Pbe = Pb Ps (2-8)
100
dengan :
Pbe : Kadar aspal efektif, persen total campuran (%)
Pb : Kadar aspal, persen total campuran (%)
Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%).
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)

2.9.7 Rongga diantara Mineral Agregat (VMA)


Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara
partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal
efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung
berdasarkan berat jenis bulk (Gbs) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume
bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat

24
campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap
campuran adalah dengan rumus sebagai berikut :
1. Terhadap berat campuran total
Gmb x Ps
2. VMA = 100 - [ Gsb ] (2-9)

dengan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan
Gsb : Berat jenis bulk agregat
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
3. Terhadap berat agregat total
Gmb 100
VMA = 100 - [ Gsb x (100+Pb) x 100] (2-10)

dengan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan
Gsb : Berat jenis bulk agregat
Pb : Kadar aspal, persen total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)

2.9.8 Rongga didalam Campuran (VIM/ Void in the Compacted Mixture)


Banyaknya pori yang terdapat dalam beton aspal padat (=VIM) adalah
banyaknya pori di antara butir-butir agregat yang diselimuti aspal. VIM
dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Volume rongga
udara dalam campuran dapat dihitung dengan rumus berikut :
Gmm−Gmb
VIM = [100 𝑥 Gmm
] (2-11)
dengan:
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume
total(%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan.
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan.

25
2.9.9 Rongga Udara yang Terisi Aspal (VFA)
Banyaknya pori-pori antara butir agregat (=VMA) di dalam beton aspal
padat, yang terisi oleh aspal, dinyatakan sebagai VMA. Persentase pori antara
butir agregat yang terisi aspal dinamakan VFA. Jadi, VFA adalah bagian dari
VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk di dalamnya aspal yang teradsobsi
oleh masing-masing butir agregat. Dengan begitu aspal yang mengisi VFA adalah
aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam beton aspal
padat, atau dengan kata lain VFA inilah yang merupakan porsentase volume beton
aspal padat yang menjadi selimut beton. (Sukirman S, 2003)
(VMA−VIM)
VFA = 100 𝑥 (2-12)
VMA
dengan:
VFA : Rongga yang terisi aspal, porsentase dari VMA (%)
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume
total(%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total(%)

2.9.10 Stabilitas Marshall


Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang
ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada
jarum dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. Selain itu pada umumnya
alat uji Marshall yang digunakan bersatuan Lbf (pound force), sehingga harus
disesuaikan satuannya terhadap satuan kilogram. Selanjutnya nilai tersebut juga
harus disesuaikan dengan angka koreksi terhadap ketebalan atau volume benda
uji.
Pemeriksaaan stabilitas diperlukan untuk mengukur ketahanan benda uji
terhadap beban. Untuk mendapatkan temperatur benda uji sesuai dengan
temperatur terpanas lapangan, maka sebelum dilakukan pemeriksaan benda uji
dipanaskan terlebih dahulu selama 30 atau 40 menit dengan temperature 60o C di
dalam waterbath.
Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus :
S = q x C x k x 0,454 (2-13)

26
dengan :
S : Nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q : Pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k : Faktor kalibrasi alat
C : angka koreksi ketebalan
0,454 : konversi beban dari lb ke kg

2.9.11 Flow
Cara untuk memperoleh nilai flow sama dengan memperoleh nilai
stabilitas yaitu berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial.
Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan milimeter
(mm), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut. Flowmeter digunakan
untuk mengukur besarnya deformasi yang terjadi akibat pembebanan.
Tabel 2.4 Ketentuan sifat - sifat campuran AC-WC
AC-WC
Sifat-Sifat Campuran
Satuan Min. Max.
VIM % 3 5
VMA % 15 -
VFB % 65 -
Stabilitas Kg 800 -
Flow mm 2 4
MQ Kg/mm 250 -
Stabilitas Marshall sisa setelah
% 90 -
perendaman 24 jam, 60oC
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga,2010.

2.9.12 Uji Marshall


Pengujian campuran ini menggunakan uji Marshall pada kadar aspal
optimum yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik perkerasan. Berdasarkan
pemeriksaan diperoleh nilai-nilai stabilitas, flow , VITM (Void In The Mix),
VFWA (Void Filled With Asphalt), Marshall Quotient. Peralatan yang digunakan

27
dalam penelitian ini dianggap dalam keadaan standar. Bahan-bahan untuk
penelitian ini, seperti agregat dan aspal dianggap memiliki kualitas yang homogen
seperti pada hasil pengujian.
Setelah Pengujian Marshall dilakukan, maka akan didapatkan nilai
Marshall Qountient yang merupakan hasil pembagian dari nilai stabilitas dengan
kelelehan (flow). Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
MQ = (2-14)
𝑓𝑙𝑜𝑤

dengan :
MQ : Marshall Quotient (kg/mm)
Stabilitas : Marshall Stability (kg)
Flow : Flow Marshall (mm)

2.9.13 Uji Perendaman Marshall (Immersion Test)


Pengujian ini prinsipnya sama dengan pengujian Marshall standar, hanya
waktu perendaman di dalam waterbath yang berbeda. Menurut AASHTO T.16574
atau ASTM D.1075-54 (1969) ada dua metode uji perendaman Marshall
(Immersion Test) yaitu uji perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50° C
dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60°C. Pada penelitian ini
dipakai metode uji perendaman (Marshall) selama 24 jam dalam suhu konstan
60°C sebelum pembebanan diberikan.

2.9.14 Indeks Kekuatan Sisa (IKS)


Indeks Kekuatan Sisa dianalisis dari data-data hasil pengujian terhadap
sifat-sifat mekanik benda uji (stabilitas dan flow) dibagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman dalam air
pada suhu 60 oC selama waktu 30 menit dan kelompok kedua diuji setelah
perendaman pada suhu 60oC selama waktu 24 jam (Hunter, 2005 dalam
Wahjoedi, 2009). Kemudian ditentukan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Marshall
dengan menngunakan persamaan sebagai berikut :

28
𝑆2
IKS = 𝑆1 𝑥 100% (2-15)

Dimana :
S1 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama 30 menit (kg)
S2 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama 24 jam (kg)
IKS = indeks kekuatan sisa (%)

2.10 Analisis Regresi


Analisis regresi adalah studi ketergantungan satu atau lebih variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas, dengan maksud untuk meramalkan nilai
variabel tidak bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel yaitu :
1. Variabel bebas/variabel independen
Variabel bebas adalah variabel yang nilainya tidak bergantung variabel lain.
Biasanya dinyatakan dalam X.
2. Variabel terikat / variabel dependen
Variabel terikat adalah variabel yang nialinya bergantung dari variabel lain.
Biasanya dinyatakan dengan Y.
Hubungan linier adalah hubungan bilamana kenaikan nilai variabel X
selalu disertai kenaikan nilai variabel Y, dan sebaliknya turunnya nilai variabel X
selalu diikuti oleh turunnya nilai variabel Y, maka hubungan semacam ini disebut
hubungan yang positif. Akan tetapi sebaliknya, bilamana nilai variabel X yang
tinggi selalu disertai oleh variabel Y yang rendah nilainya, dan sebaliknya nilai
variabel X yang rendah selalu diikuti oleh variabel Y yang tinggi, maka hubungan
antara kedua variabel itu disebut hubungan yang negatif. (Hadi S, 2004)
Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan antara variabel pada
penelitian ini, maka digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien
korelasi yang disimbolkan dengan r. Persamaan garis regresi mempunyai berbagai
bentuk linier ataupun non linier. Nilai r menunjukan keeratan hubungan dari
variabel bebas secara simultan atau serentak.
 Nilai r = 0 (tidak ada hubungan)
 0 < r < 0,2 (sangat lemah)

29
 0,2 < r < 0,4 (lemah)
 0,4 < r < 0,7 (sedang)
 0,7 < r < 0,9 (kuat)
 0,9 < r < 1 (sangat kuat)
Beberapa jenis persamaan regresi yaitu:
1. Persamaan linier
Y = a + bx
2. Persamaan parabola kuadratik (polynominal tingkat dua)
Y = ax2 + bx + c
3. Persamaan parabola kubik (polynominal tingkat tiga)
4. Y = ax3 + bx3 + cx + d
Dengan :
Y : Nilai variabel terikat
X : Nilai variabel bebas
a,b,c,d : koefisien
Persamaan garis regresi diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian
disusun menjadi pencar (scater), dari diagram tersebut dengan bantuan dari
program komputer dapat dibuat garis regresi liniernya. Dari garis regresi tersebut
diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien korelasinya.

30
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Transportasi dan Rekayasa
Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Mataram.

3.2 Penyiapan Bahan dan Alat


Sebelum kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium yang meliputi
pengujian sifat bahan aspal dan agregat, maka terlebih dahulu yang harus
dilakukan adalah mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam
penelitian.

3.2.1 Penyiapan Bahan Penelitian


Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Aspal baru penetrasi 60/70.
b. Aspal tua (aspal baru yang dituakan secara manual selama ± 5 hari pada suhu
85oC).
c. Bahan Peremaja.
Bahan peremaja di buat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 Pembuatan ekstrak mengkudu diperoleh dengan cara
menghancurkan buah mengkudu dengan blender kemudian
memerasnya. Hasil perasan disaring untuk memisahkan sari dan
ampasnya.
 Pencampuran minyak jelantah dan sari atau ekstrak buah mengkudu.
Sari buah mengkudu dan minyak jelantah dengan prosentase 1 : 2
dimasukkan kedalam wadah (panci) yang dilengkapi dengan
thermometer selanjutnya dipanaskan sampai suhu 70o C sambil

31
diaduk. Setelah 10 menit sampel diambil, didinginkan dan dilakukan
penyaringan.
d. Pembuatan Aspal + minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
Dalam tahap ini aspal yang sudah di oven selama ± 5 hari pada suhu
85oC dicampur dengan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu yang
sudah dibuat sebelumnya dengan berbagai proporsi atau prosentase
diantaranya 0% (tanpa bahan peremaja), 1.5%, 2%, dan 2.5% terhadap berat
total aspal.
e. Material agregat kasar, halus, dan filler.
f. Campuran yang dibuat adalah Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC).

3.2.2 Penyiapan Alat Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Oven yang dilengkapi pengaturan suhu.
b. Kompor gas.
c. Timbangan digital.
d. Alat uji penetrasi, daktilitas, berat jenis, dan titik lembek.
e. Bak perendam.
f. Alat uji Marshall.
g. Alat uji pemeriksaan agregat yaitu : satu set saringan, alat uji berat jenis
(piknometer, timbangan dan pemanas).
h. Cetakan benda uji (mould cylinder) dengan diameter 100 mm.
i. Plat atas dan bawah.
j. Compressor.
k. Control program menggunakan satu unit PC (Personal Computer).
l. Alat untuk mengeluarkan benda uji (Sample removing tool).
m. Unit alat pemadat putar (Intensive Compaction tester).
n. Penggaris atau jangka sorong.
o. Thermometer dan alat alat lain yang mendukung penelitian ini.
p. Pisau untuk memotong mengkudu.
q. Blender.

32
r. Penyaring atau saringan.
s. Gelas ukur.
t. Baskom atau wadah.
u. Sendok pengaduk.
v. Panci untuk mencampur dan memanaskan minyak jelantah dan sari
mengkudu.

3.3 Pelaksanaan Penelitian


3.3.1 Pengujian Bahan
Dalam tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Pengujian agregat
1) Agregat kasar
 Pengujian gradasi, dilakukan dengan uji saringan untuk mendapatkan
fraksi agregat yang sesuai dengan syarat dan spesifikasi Bina Marga.
 Pengujian berat jenis dan penyerapan air, dilakukan untuk memperoleh
angka berat jenis , berat jenis permukaan jenuh dan berat jenis semu serta
besarnya angka penyerapan. (SNI 1969:2008)
 Pengujian kelekatan agregat terhadap aspal, untuk memperoleh
prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap
keseluruhan luas permukaan (SNI 2439:2011).

2) Agregat Halus
 Pengujian gradasi, dilakukan dengan uji saringan untuk mendapatkan
fraksi agregat yang sesuai dengan syarat dan spesifikasi Bina Marga.
 Pengujian berat jenis dan penyerapan air, dilakukan untuk memperoleh
angka berat jenis, berat jenis permukaan jenuh, dan berat jenis semu serta
angka penyerapan. (SNI 03-1970-1990)

3) Bahan Pengisi (Filler)


 Pengujian gradasi, dilakukan dengan uji saringan untuk mendapatkan
fraksi agregat yang sesuai dengan syarat dan spesifikasi Bina Marga.

33
b. Pengujian peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
Adapun jenis pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian berat
jenis, viskositas dan pengujian titik nyala (Cleveland Open Cup).

c. Pengujian Sifat Bahan Aspal


Pemeriksaan sifat bahan aspal ini terdiri dari pemeriksaan sifat fisik aspal
baru, dan aspal yang dituakan dengan prosentase penambahan minyak
jelantah dan ekstrak buah mengkudu 0% (tanpa peremaja), 1.5%, 2%, dan
2.5%, dengan cara melakukan pengujian sebagai berikut :
 Pemeriksaan penetrasi, dilakukan untuk memperoleh nilai atau angka
kekerasan aspal. (SNI-06-2456-2011).
 Pemeriksaan daktilitas, dilakukan untuk mengetahui elastisitas bahan
aspal. (SNI 2432:2011).
 Pemeriksaan berat jenis, dilakukan untuk mengetahui berat jenis aspal.
(SNI 2441:2011).
 Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar, dilakukan untuk menentukan
temperature maksimum pemanasan aspal.(SNI 2433:2011).
 Pemeriksaan titik lembek, dilakukan untuk mengetahui sampai suhu
berapa aspal dapat dihamparkan dan tahan terhadap pengaruh suhu tampa
menjadi leleh.(SNI-06-2434-2011).
 Pemeriksaan penurunan berat, dilakukan untuk mengetahui besarnya
kehilangan berat aspal minyak .(SNI-06-2440-2011).

3.3.2 Penentuan Kadar Aspal


Penentuan kadar aspal dilakukan setelah pemilihan dan penggabungan
pada tiga fraksi agregat. Perhitungan dilakukan dengan rumus emperis adalah
sebagai berikut :
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta (3-1)
dengan :
Pb = Perkiraan kadar aspal optimum
CA = Persen agregat tertahan saringan No. 8 atau agregat kasar

34
FA = Nilai porsentase agregat halus
FF = Nilai porsentase filler
K = konstanta
= 0.5 – 1.0 untuk laston
= 2.0 – 3,0 untuk lataston
Setelah semua bahan yang diperlukan lulus uji, tahap selanjutnya
adalah kadar aspal rencana dibuat dalam lima variasi berdasarkan rumus empiris,
dan masing-masing variasi dibuat tiga buah benda uji dengan tujuan untuk
membandingkan nilai kadar aspal yang didapatkan. Untuk penentuan jumlah
benda uji dari masing-masing campuran dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Penentuan Jumlah Benda Uji
Pencampuran agregat dan aspal
Kadar Aspal (%) Jumlah Benda Uji (Buah)
Pb - 1% 3
Pb - 0,5% 3
Pb 3
Pb + 0,5% 3
Pb + 1% 3
Jumlah 15

3.3.3 Penentuan Kadar Aspal Optimum


Untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO) dilakukan
perhitungan parameter Marshall yaitu stabilitas, VIM, VMA, VFB, density dan
parameter lain yang ada pada spesifikasi campuran. Hasil dari parameter diatas
digambarkan dalam grafik hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall.
Dari grafik didapatkan rentang kadar aspal yang memenuhi semua persyaratan,
sehingga nilai kadar aspal optimum (KAO) dapat ditentukan dari nilai tengah
rentang kadar aspal tersebut.

3.3.4 Pembuatan Benda Uji Sesuai dengan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Langkah dalam pembuatan benda uji pada tahap ini sama dengan
langkah pembuatan benda uji sebelumnya. Perbedaannya, pada tahap ini benda uji
yang dibuat menggunkan kadar aspal optimum (KAO) yang telah didapatkan pada

35
proses sebelumnya. Jenis aspal yang digunakan dalam pembuatan benda uji ini
adalah 5 jenis aspal seperti aspal baru, aspal tua (rusak) dengan penambahan
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu sebanyak 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%.

3.3.5 Proses Pembuatan Benda Uji


Tahap ini merupakan tahap pembuatan benda uji atau briket campuran
aspal beton berdasarkan proporsi agregat dengan variasi kadar aspal yang telah
ditentukan dari tahap sebelumnya. Alat-alat yang digunakan unntuk pembuatan
benda uji dengan metode pemadatan putar (Gyratory) adalah:
a. Cetakan benda uji (mould cylinder) dengan diameter 100 mm.
b. Plat atas dan bawah.
c. Compressor.
d. Control program menggunakan satu unit PC (Personal Computer).
e. Alat untuk mengeluarkan benda uji (Sample removing tool).
f. Unit alat pemadat putar (Intensive Compaction tester).
g. Kompor gas.
h. Pengatur suhu dari logam.
i. Penggorengan, untuk memanaskan agregat, aspal dan camputran panas.
j. Timbangan.
k. Sendok pengaduk.
l. Kain lap.
m. Oven dengan pengaturan suhu.

 Langkah-langkah pembuatan briket dengan variasi kadar aspal rencana adalah


sebagai berikut:
1. Agregat dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC -110oC selama 4 jam
hingga memiliki berat yang tetap.
2. Menentukan gradasi agregat dengan spesifikasi Departemen Pekerjaan
Umum 2007.
3. Agregat dan aspal ditimbang sesuai dengan berat yang telah dihitung
terhadap berat total campuran.

36
4. Menyalakan alat compressor, unit computer dan alat utama gyratory.
5. Aspal kemudian dipanaskan pada suhu ± 150oC. Agregat dimasukkan ke
dalam penggorengan kemudian dicampur dan diaduk hingga merata.
6. Setelah campuran tersebut merata, campuran dimasukkan ke dalam
cetakan (mould) yang telah diolesi oli dan bagian bawah cetakan diberi
sepotong kertas yang telah dipotong sesuai dengan diameter cetakan,
sambil ditusuk-tusuk dengan spatula sebanyak 15 kali di bagian tepi dan
10 kali di bagian tengah.
7. Benda uji yang telah berada dalam cetakan (mould cylinder) ditempatkan
ke dalam unit alat utama gyratory dan kemudian pengunci diturunkan.
8. Katup udara pada bagian kanan unit alat gyratory di buka.
9. Ketik beberapa parameter yang diminta pada layar PC untuk menentukan
tekanan, kemiringan, putaraan yang diinginkan dalam proses pemadatan.
10. Klik tombol start pada jendela monitor atau F8 pada keyboard, kemudian
putar tombol start yang terdapat pada bagian depan unit alat gyratory.
11. Setelah proses pemadatan, benda uji dikeluarkan dengan ejector dan diberi
kode.
12. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya di udara.
13. Benda uji direndam dalam air selama 10-24 jam pada suhu ruangan agar
jenuh.
14. Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air.
15. Benda uji dikeluarkan dari bak dan dikeringkan dengan kain pada
permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry,
SSD) kemudian ditimbang.
16. Benda uji direndam dalam bak perendam pada suhu 60 ± 1o C selama 30
hiingga 40 menit. Untuk uji perendaman mendapatkan stabilitas sisa pada
suhu 60+1o C selama 24 jam.
17. Bagian dalam permukaan kepala pendekan dibersihkan dan dilumasi agar
benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.

37
18. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, kemudian diletakkan tepat di
tengah bagian bawah kepala penekan kemudian bagian atas kepala
diletakkan dengan memasukkan lewat batang peruntun. Setelah
pemasangan sudah lengkap maka diletakkan tepat di tengah alat
pembebanan. Kemudian arloji lelehan (flow meter) dipasang pada dudukan
di atas salah satu batang penuntun.
19. Kepala pendekan dinaikkan hingga menyentuh atas cincin penguji.
Kemudian diatur kedudukan jarum arloji pembacaan stabilitas dan arloji
lelehan pada angka nol.
20. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm (2 inci) per menit,
hingga kegagalan benda uji terjadi yaitu pada saat arloji pembebanan
berhenti dan mulai kembali berputar menurun, pada saat itu pula dibuka
arloji lelehan. Titik pembacaan pada saat benda uji mengalami kegagalan
adalah merupakan nilai stabilitas marshall.
21. Setelah pengujian selesai kepala penekan diambil, bagian atas dibuka dan
benda uji dikeluarkan. Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda
uji dari dari rendaman air sampai tercapainya beban maksimum tidak
boleh melebihi 60 detik.
 Langkah-langkah pembuatan briket pada Kadar Aspal Optimum (KAO) sama
seperti langkah-langkah pada pembuatan briket dengan variasi kadar aspal
rencana hanya saja pada tahap ini digunakan 5 jenis proporsi aspal seperti
aspal baru, aspal tua (rusak) dengan penambahan minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu sebanyak 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%. Kemudian kelima jenis
proporsi diatas dilakukan uji Marshall dan uji perendaman Marshall atau
Immersion Test.

3.4 Jumlah Benda Uji yang dibutuhkan


 Untuk pembuatan briket dengan kadar aspal rencana
Benda uji dibuat sebanyak 3 buah untuk masing – masing variasi sampelnya,
dengan demikian akan dibutuhkan benda uji : Aspal pen 60/70 ( 5%, 5,5%,
6%, 6,5%, 7%)

38
Aspal pen.60/70 = 3 x 5 = 15 buah
 Untuk pembuatan briket dengan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Benda uji dibuat sebanyak 3 buah untuk masing-masing proporsi sampelnya,
dengan demikian akan dibutuhkan benda uji : aspal baru pen 60/70, aspal tua
(rusak) dengan prosentase penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu 0%, 1.5%, 2%, dan 2.5%.
Aspal baru = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 0% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 1.5% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 2% bahan peremaja = 3 buah
Aspal tua (rusak) + 2.5% bahan peremaja = 3 buah +
Tes Marshall = 15 buah
Tes Immersion = 15 buah
Total keseluruhan benda uji = 45 buah

3.5 Analisa Data


Setelah pengujian marshal dilakukan terhadap seluruh benda uji,
kemudian dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh. Dari hasil pegujian
akan didapatkan nilai-nilai VIM, VMA, VFB, stabilitas, flow, MQ dan IKS.
Kemudian untuk masing-masing parameter yang tercantum dalam persyaratan
campuran digambarkan batas spesifikasinya ke dalam sebuah grafik dan
ditentukan rentang kadar aspal yang memenuhi persyaratan.

39
3.6 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Pengadaan Bahan

 Agregat kasar, halus dan filler


 Aspal baru pen. 60/70
 Aspal yang dituakan
 Bahan peremaja
 Aspal + peremaja dengan berbagai proporsi

Pengujian Pengujian Pengujian Aspal Pengujian


Agregat Aspal baru tua Aspal tua + bahan peremaja
dengan berbagai proporsi

Tidak
Sesuai Spesifikasi

Ya
Pembuatan benda uji dengan variasi kadar aspal
rencana (Pb-1, Pb-0.5,Ya
Pb, Pb+0.5 & Pb+1)
Pb - 1%
Pb - 0,5%
Pb
Pb + 0,5%
 Stabilitas Pb + 1% VIM
 Flow Pb - 1% VMA
 Marshall Pb - 0,5% VFB
Quotient Pb
Pb + 0,5%
Pb + 1%

40
A

Penentuan Kadar Aspal Optimum

Pembuatan benda uji pada kadar aspal


optimum (KAO) dengan berbagai proporsi
(aspal baru, aspal tua (rusak) dengan 0%,
1.5%, 2%.dan 2.5% bahan peremaja)

 Stabilitas  VIM
 Flow  VMA
 Marshall Quotient  VFB
 IKS

Pembahasan dan Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Material


4.1.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat
Pemeriksaan agregat ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik
agregat sebelum digunakan dalam pembuatan benda uji. Bahan agregat yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari agregat kasar, agregat halus, dan filler
abu batu yang berasal dari PT. Kresna Karya. Pemeriksaan agregat dilakukan
dengan mengacu pada standard Umum Bina Marga edisi 2010.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat
No. Pengujian Hasil Persyaratan
1 Agregat kasar
Keausan impact (%) 25.76 Maks. 30
Berat jenis bulk 2.671 Min. 2,5
Berat jenis semu 2.773 Min. 2,5
Penyerapan (%) 1.379 Maks. 3
Kelekatan agregat terhadap aspal
97 Min. 95
(%)
2. Agregat halus

Keausan impact (%) -


Berat jenis bulk 2.990 Min. 2,5
Berat jenis semu 3.217 Min. 2,5
Penyerapan (%) 2.364 Maks. 3
Kelekatan agregat terhadap aspal
- -
(%)
3. Filler
Keausan impact (%) -
Berat jenis bulk 2.55 Min. 2,5

42
Berat jenis semu 2.56 Min. 2,5
Penyerapan (%) 3.30 Maks. 3
Sumber : Hasil Pengujian 2018

Hasil pengujian karakteristik agregat kasar, halus dan filler didapatkan


sifat fisik agregat memenuhi persyaratan Bina Marga sebagai bahan campuran
aspal.
4.2 Pembuatan Aspal Tua
Penuaan aspal dengan cara mengoven aspal baru pen. 60/70 selama 120
jam atau ± 5 hari pada suhu 85oC.

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Aspal dan Penambahan Minyak Jelantah dan


Ekstrak Mengkudu pada Aspal
4.2.1.1 Pemeriksaan Penetrasi
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Penetrasi Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
Aspal Tua
No. 60/70 Spesifikasi (0.1 mm)
(0.1 mm)
(0.1 mm) 1.5 % 2% 2,5 %
1. 28.06 61.2 60 - 79 64.6 66.8 75.9
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.2 didapatkan hasil pengujian penertasi aspal tua sebesar 28.06
mm dan pengujian penetrasi aspal tua yang ditambah dengan peremaja minyak
jelantah dan ekstrak buah mengkudu mengalami kenaikan dalam setiap
penambahan kadarnya sehingga mendekati dan masuk kedalam spesifikasi yang
di syaratkan. Hal ini terjadi karena aspal tua mengalami oksidasi atau kehilangan
minyak akibat penguapan yang membuat aspal menjadi keras atau getas.

43
Hasil Uji ( 0.1 mm) PENETRASI

80
60
40
20
0
Aspal baru aspal tua aspal tua + aspal tua + aspal tua +
peremaja 1.5% peremaja 2 % peremaja 2.5%

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujuan penetrasi


4.2.1.2 Pemeriksaan Titik Lembek
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Titik Lembek Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
Aspal Tua
No. 60/70 Spesifikasi (oC)
(oC)
(oC) 1.5 % 2% 2.5 %
1 58.46 50.43 48 – 58 53.06 51.3 51.06
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hasilnya banyak memenuhi spesifikasi. Titik
lembek dipengaruhi oleh kandungan paraffin (lilin) yang terkandung dalam aspal,
semakin tinggi kandungan paraffin maka semakin rendah titik lembeknya karena
aspal semakin peka terhadap perubahan suhu, untuk itu pada aspal tua terjadi
kekurangan atau kehilangan kandungan paraffin akibat penguapan sehingga
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk mengalami titik lembek. Sedangkan
pada penambahan aspal tua dengan berbagai prosentase peremaja minyak jelantah
dan ekstrak buah mengkudu, semakin tinggi prosentasi penambahan bahan
peremaja maka semakin rendah suhu yang dibutuhkan untuk aspal mengalami
titik lembek.

44
TITIK LEMBEK
60
58
Hasil Uji (oC)

56
54
52
50
48
46
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5% Peremaja 2 % Peremaja 2.5%

Gambar 4.2 grafik pemeriksaan titik lembek aspal

4.2.1.3 Pemeriksaan Daktilitas


Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Daktilitas Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
Aspal Tua
No. 60/70 Spesifikasi (cm)
(cm)
(cm) 1.5% 2 % 2.5 %
1 97.43 ≥ 165 >100 135.3 144 145
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa daktilitas untuk aspal tua sebesar 97.43 cm
(tidak memenuhi spesifikasi) dan pada aspal tua dengan pnambahan bahan
peremaja, semakin besar prosentasi penambahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu maka daktilitasnya semakin besar mendekati daktilitas
aspal baru. Hal ini dikarenakan penambahan peremaja dapat mengembalikan
kandungan minyak dalam aspal yang teroksidasi sehingga membuat aspal
semakin lembek.

45
DAKTILITAS
200
Hasil Uji (cm)

150

100

50

0
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja1.5% Peremaja 2% Peremaja 2.5%

Gambar 4.3 grafik pemeriksaaan daktilitas aspal

4.2.1.4 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal


Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
No. Aspal Tua Spesifikasi
60/70 1.5 % 2% 2.5 %
1 1.035 1.04 >1 1.055 1.079 1.101
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan berat jenis aspal tua
mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai berat jenis aspal baru.
Sedangkan aspal tua dengan penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu pada setiap kenaikan prosentase bahan peremaja, maka nilai berat
jenis aspal mengalami kenaikan.

BERAT JENIS
1.12
1.1
1.08
Hasil Uji

1.06
1.04
1.02
1
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5% Peremaja 2 % Peremaja 2.5%

46
Gambar 4.4 grafik pemeriksaan berat jenis aspal
4.2.1.5 Pemeriksaan Penurunan Berat Aspal
Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Penurunan Berat Aspal
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
No. Aspal Tua Spesifikasi
60/70 1.5% 2 % 2.5 %
1 0.821 % 0.6 % Maks 0.8 0.389 % 0.462% 0.612 %
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa pada aspal baru nilai penurunan berat
akibat panas memenuhi spesifikasi dengan besar penurunan 0.6 %. Sedangkan
pada aspal tua mengalami penurunan berat minyak yang cukup besar dibanding
aspal baru, dan untuk aspal tua dengan penambahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu semakin besar prosentase penambahan peremaja maka
semakin besar pula penguapan atau kehilangan berat pada benda uji. Nilai
kehilangan berat akibat panas semakin besar, sehingga mengakibatkan aspal
menjadi keras atau getas.

PENURUNAN BERAT MINYAK


0.9
0.8
0.7
0.6
Hasil Uji (%)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Aspal Baru Aspal Tua Aspal Tua + Aspal Tua + Aspal Tua +
Peremaja 1.5 % Peremaja 2 % Peremaja 2.5 %

Gambar 4.5 grafik pemeriksaan penurunan berat minyak

47
4.2.1.6 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Baakar
Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Titik nyala dan titik bakar
Aspal Baru Aspal Tua + Bahan Peremaja
No. Aspal Tua Spesifikasi
60/70 1.5% 2 % 2.5 %
1 > 300 oC > 300 oC ≥ 232 oC > 300 oC > 300 oC > 300 oC
Sumber :Hasil Pengujian 2018
Tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa titik nyala dan titik bakar untuk
keseluruhan jenis aspal memenuhi spesifikasi yang di syaratkan yaitu ≥ 232 oC.

TITIK NYALA & TITIK BAKAR


350

300

250

200

150

100
aspal baru aspal tua aspal tua + aspal tua + aspal tua +
peremaja 1.5% peremaja 2% peremaja 2.5%

Gambar 4.6 grafik pemeriksaan titik nyala & titik bakar

Berdasarkan hasil pengujian aspal dapat ditarik kesimpulan :


 Nilai penetrasi, daktilitas, dan berat jenis untuk aspal tua mengalami
penurunan dibandingkan dengan aspal baru. Kemudian meningkat seiring
dengan peningkatan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu kedalam aspal tua.
 Nilai titik lembek untuk aspal tua mengalami kenaikan dibandingkan
dengan aspal baru. Kemudian nilai penetrasi menurun seiring dengan

48
peningkatan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu kedalam aspal tua.
 Nilai penurunan berat minyak untuk aspal tua mengalami kenaikan 2.21%
dibandingkan dengan aspal baru. Kemudian menurun seiring dengan
peningkatan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu kedalam aspal tua.

4.3 Pemeriksaan Bahan Peremaja


Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Peremaja minyak Jelantah dan ekstrak mengkudu
No. Jenis Pengujian Nilai
1 Viskositas (Cst) 325.4
2 Berat Jenis 0.913
Sumber :Hasil Pengujian 2018

4.4 Penentuan Gradasi Campuran dan Kadar Aspal Rencana


Pencampuran agregat dilakukan dengan pendekatan proporsional untuk
memperoleh proporsi agregat yang sesuai dengan gradasi spesifikasi yang
disyaratkan. Dalam penelitian ini, spesifikasi yang digunakan adalah nilai tengah
dari gradasi campuran laston untuk AC-WC berdasarkan standard dari SNI 8198-
2015. Hal ini berrtujuan untuk menghindari nomor saringan yang tidak memenuhi
spesifikasi. Gradasi saringan untuk lapis aspal beton AC-WC dapat dilihat pada
tabel 4.9.
Tabel 4.9 Gradasi rencana yang digunakan untuk menentukan KAO
% berat
Ukuran Ayakan Persen Persen
yang lolos Nilai
Lolos Tertahan
Laston Tengah
ASTM (mm) (%) (%)
AC-WC
3/4 " 19 100 100 100 0
1/2 " 12,5 90-100 95 95 5
3/8 " 9,5 77-90 84 84 11

49
No. 4 4,75 53-69 61 61 23
No. 8 2,36 33-53 43 43 18
No. 16 1,18 21-40 31 31 12
No. 30 0,600 14-30 22 22 9
No. 50 0.3 9-22 16 16 6
No.100 0.15 6-15 11 11 5
No. 200 0,075 4-10 7 7 4
Filler 7
Sumber : SNI 8198-2015
Tabel 4.9 dapat ditentukan proporsi masing-masing fraksi agregat.
Proporsi untuk masing-masing fraksi ditentukan dengan melihat nilai dari persen
tertahan pada tiap fraksi. Seperti untuk fraksi agregat kasar (persen tertahan pada
saringan no. 4 ) adalah sebesar 39 % , fraksi agregat halus ( lolos saringan no. 4
dan tertahan saringan no. 200) sebesar 45 % dan fraksi filler (lolos saringan no.
200) sebesar 7 % dari total agregat campuran. Setelah didapatkan proporsi dari
masing-masing fraksi agregat maka dicari kadar aspal rencana (Pb) dengan rumus:
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K
Pb = 0,035 (39) + 0,045 (54) + 0,18 (7) + 0.75
Pb = 5.8 % = 5.5 % ( dibulatkan)
Dari perhitungan untuk mendapatkan nilai kadar aspal optimum ( KAO)
campuran aspal dibuat menggunakan 5 variasi kadar aspal rencana yaitu 4.5 %,
5%, 5.5 %, 6%, 6.5%.

4.5 Perhitungan Kadar Aspal Optimum


Untuk memperoleh kadar aspal optimum (KAO) campuran Laston, dalam
penelitian ini digunakan rentang kadar dari 4,5 % hingga 6,5 % dengan tingkat
pertambahan kadar yaitu 0.5 %. Data hasil pengujian dan analisa parameter
Marshall dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
1. VMA
VMA adalah rongga pori antar agregat merupakan banyaknya rongga pori
dalam campuran aspal padat jika selimut aspal ditiadakan.

50
Tabel 4.10 Hasil pemeriksaan VMA dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VMA (%) Spesifikasi
4,5 15.968

5 16.696

5,5 17.348 Min.15


6 17.136

6,5 18.061

Sumber : Hasil Pengujian 2018


Dari tabel 4.10 dapat dibuatkan grafik yang menunjukkan hubungan
antara kadar aspal dengan nilai VMA.
19
y = -0.1343x2 + 2.4023x + 7.9582
18 R² = 0.893

17.136 18.061
17 17.348
VMA(%)

15.968 16.696
16 Nilai VMA (%)

15

14
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
KADAR ASPAL (%)

Gambar 4.7 Grafik hubungan kadar aspal dengan nilai VMA


Gambar 4.7 diperoleh keseluruhan kadar aspal memenuhi persyaratan
minimum VMA sebesar 15%. Nilai VMA meningkat seiring dengan
bertambahnya kadar aspal. Hal ini terjadi karena semakin banyak kadar aspal
maka semakin besar volume pori dalam campuran aspal beton jika selimut aspal
ditiadakan. Dilihat dari trend diatas didapatkan angka determinasi (r2) sebesar
0,893. Angka korelasi (r) sebesar 0,945 (0,9<r<1) artinya hubungan antara nilai
VMA dengan porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau hubungan yang
sangat kuat.

51
2. VIM
VIM adalah rongga dalam campuran yang dapat didefinisikan sebagai
volume rongga yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan.
Tabel 4.11 Hasil pemeriksaan VIM dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VIM (%) Spesifikasi
4,5 7.445
5 6.999
5,5 6.477 3-5
6 4.971
6,5 4.765
Sumber : Hasil Pengujian
8

7.445
7 6.99
6.477
VIM (%)

6
Nilai VIM (%)
4.971
5 4.765
y = -0.1243x2 - 0.1087x + 10.543
R² = 0.9451
4
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
KADAR ASPAL (%)

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VIM


Gambar 4.8 diperoleh kadar aspal yang memenuhi persyaratan adalah
kadar 6% dan 6,5% karena persyaratan untuk nilai VIM adalah berada pada
rentang 3 – 5%. Tingginya nilai VIM pada kadar 4,5% sampai dengan 5,5% ini
disebabkan oleh masih banyaknya rongga kosong yang belum terselimuti oleh
aspal. Hal ini ditunjukkan oleh grafik yang mengalami penurunan seiring dengan
pertambahan kadar aspal. Dilihat dari trend diatas didapat angka determinasi (r2)
sebesar 0,945. Angka korelasi (r) sebesar 0,972 (0,9<r<1) artinya hubungan antara
nilai VIM dengan porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau hubungan
yang sangat kuat.

52
3. VFB
VFB adalah rongga pori yang terisi aspal yang merupakan bagian dari rongga
yang berada diantara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif.
Tabel 4.12 Hasil pemeriksaan VFB dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Nilai VFB (%) Spesifikasi
4,5 53.387
5 58.107
5,5 62.735 Min. 65
6 71.000
6,5 73.675
Sumber : Hasil Pengujian 2018
80

73.675
71.0
70
Nilai VFB (%)

62.735
Nilai VFB (%)
60 58.107
y = -0.1294x2 + 12.118x + 1.1144
53.387
R² = 0.9814
50
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VFB


Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin bertambah kadar aspal maka
semakin meningkat pula nilai VFB. Hal ini berarti semakin banyaknya kadar aspal
yang digunakan maka semakin banyak pula aspal yang masuk kedalam rongga
campuran. Kadar aspal yang memenuhi spesifikasi pada kadar 6% dan 6.5% .
Dilihat dari trend diatas didapat angka determinasi (r2) sebesar 0,981. Angka
korelasi (r) sebesar 0,99 (0,9<r<1) artinya hubungan antara nilai VFB dengan
porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau hubungan yang sangat kuat.

53
4. Stabilitas Marshall
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum
beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.13 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Stabilitas (kg) Spesifikasi
4,5 2619.109
5 2635.984
5,5 2772.786 Min. 800
6 2236.438
6,5 2122.994
Sumber : Hasil Pengujian 2018
3000.000
2635.984
2772.786
2500.000 2619.106
Stabilitas (kg)

2236.438
2000.000
2122.994
Nilai Stabilitas (kg)
y = -266.8x2 + 2656.4x - 3928.8
1500.000
R² = 0.8097

1000.000
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)

Gambar 4.10 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan Stabilitas


Gambar 4.10 dapat dilihat keseluruhan nilai stabilitas pada setiap kadar
memenuhi batas minimum nilai stabilitas yaitu 800 kg. Nilai stabilitas tertinggi
berada pada kadar 5.5 % yaitu sebesar 2772.786 kg. Semakin tinggi variasi kadar
aspal yang digunakan, maka campuran akan semakin stabil sehingga mencapai
nilai optimum pada kadar 5.5%, akan tetapi apabila penambahan variasi kadar
aspal melampaui nilai kadar optimum akan berakibat pada nilai stabilitas yang
menurun dan campuran dapat mengalami bleeding.

54
Dilihat dari trend diatas didapat angka determinasi (r2) sebesar 0,81. Angka
korelasi (r) sebesar 0,91 (0,9<r<1) artinya hubungan antara nilai stabilitas dengan
porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau hubungan yang sangat kuat.
5. Flow (pelelehan)
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm)
yang terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban
maksimum pada saat pengujian stabilitas marshall.
Tabel 4.14 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) Flow (mm) Spesifikasi
4,5 3.37
5 3.43
5,5 3.62 2–4
6 3.68
6,5 3.77
Sumber : Hasil Pengujian 2018
4

y = -0.02x2 + 0.43x + 1.824


R² = 0.9692 3.77
3.68
Flow (mm)

3.62
3.5
3.43
3.37 Nilai Flow (mm)

3
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)

Gambar 4.11 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan Flow


Gambar 4.11 dapat disimpulkan bahwa nilai flow mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya kadar aspal. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya kadar aspal dalam campuran maka semakin elastis pula suatu
campuran aspal tersebut. Dilihat dari trend diatas didapat angka determinasi (r2)
sebesar 0,969. Angka korelasi (r) sebesar 0, 984 (0,9<r<1) artinya hubungan

55
antara nilai flow dengan porsentase kadar aspal menunjukkan korelasi atau
hubungan yang sangat kuat.

6. Marshall Quotient (MQ)


MQ merupakan nilai hasil bagi antara stabilitas dan flow . semakin tinggi
nilai MQ maka akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran.
Tabel 4.15 Hasil pemeriksaan MQ dengan berbagai kadar aspal
Kadar Aspal (%) MQ (kg/mm) Spesifikasi
4,5 779.274
5 767.097
5,5 766.899 Min. 250
6 606.829
6,5 567.637
Sumber : Hasil Pengujian 2018
900

800 779.274
766.899
700 767.097
MQ (kg/mm)

600 567.637
606.829
Nilai MQ (kg/mm)
500
y= -45.427x2 + 391.79x - 56.388
R² = 0.8822
400

300
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
Kadar Aspal (%)

Gambar 4.12 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan MQ


Gambar 4.12 dapat dilihat nilai MQ mengalami penurunan seiring dengan
pertambahan kadar aspal. Seluruh kadar memenuhi batas minimum untuk
spesifikasi MQ yaitu sebesar 250 kg /mm. Dilihat dari trend diatas didapat angka
determinasi (r2) sebesar 0,882. Angka korelasi (r) sebesar 0, 939 (0,9<r<1) artinya

56
hubungan antara nilai stabilitas dengan porsentase kadar aspal menunjukkan
korelasi atau hubungan yang sangat kuat.

Dari keseluruhan parameter pemeriksaan diatas, dapat dibuatkan


rekapitulasi hasil pemeriksaan dalam bentuk chartbar guna mempermudah
menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang akan dibuat dalam membuat
campuran

VMA
VIM
VFB
Stabilitas
Flow
MQ

Kadar Aspal 4.5 5 5.5 6 6.5


Gambar 4.13 Penentuan Kadar Aspal Optimum
KAO = ( 6 + 6.5) / 2 = 6.25 %
Keterangan :
= memenuhi = tidak memenuhi

4.6 Pemeriksaan Marshall dengan variasi jenis aspal pada Kadar Aspal
Optimum
Pemeriksaan campuran pada tahap ini terdiri dari pemeriksaan volumetrik dan
mekanis. Pembuatan campuran ini digunakan kombinasi bahan peremaja pada
aspal berupa minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan prosentase 0%,
1,5% , 2%, dan 2,5%. Kadar aspal yang digunakan dalam campuran ini adalah
kadar aspal optimum yang didapat dari perhitungan sebelumnya yaitu sebesar
6.25% dari total campuran yaitu sebesar 75 gram. Masing- masing variasi dibuat
tiga benda uji dengan tujuan untuk mendapatkan data yang benar-benar valid.

57
1. Rongga pori antar agregat (VMA)
VMA merupakan rongga pori di dalam campuran aspal padat jika seluruh
selimut aspal ditiadakan. Nilai VMA ini dapat menentukan keawetan serta
durabilitas dari campuran dalam memberikan pelayanan pada saat umur rencana
perkerasan. Berikut tabel hasil pemeriksaan nilai VMA menggunakan proporsi
peremaja yang sudah ditentukan.
Tabel 4.16 Hasil pemeriksaan VMA dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VMA
Spesifikasi
(%)
Aspal baru (AB) 17.615
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 18.530
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 17.857 Min . 15
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 17.306
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 16.859
Sumber : Hasil pengujian 2018
19

18

17
VMA (%)

16

15

14
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.14 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VMA

58
Gambar 4.14 dapat dilihat nilai VMA campuran dengan menggunakan aspal
tua mengalami kenaikan dibandingkan dengan aspal baru. Hal ini dikarenakan
proses aging yang terjadi pada aspal menyebabkan daya rekat aspal semakin
berkurang sehingga rongga pada campuran semakin besar. Kemudian aspal tua
dengan penambahan peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu untuk
berbagai variasi bahan peremaja nilai VMA menunjukkan penurunan seiring
dengan peningkatan kadar peremaja.
2. Rongga dalam campuran (VIM)
VIM merupakan parameter yang menyatakan volume total udara yang berasal
dalama partikel agregat yang diselumuti aspal dalam suatu campuran yang
dipadatkan.
Tabel 4.17 Hasil pemeriksaan VIM dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VIM (%) Spesifikasi
Aspal baru (AB) 4.886
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 5.870
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 5.376 3–5
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 5.002
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 4.846
Sumber : Hasil pengujian 2018
6

5
VIM (%)

2
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.15 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VIM

59
Gambar 4.15 dapat dilihat nilai VIM campuran dengan menggunakan aspal
tua mengalami kenaikan dibandingkan dengan aspal baru yaitu sebesar 5.870%
(tidak memenuhi spesikasi). Hal ini diakibatkan penguapan yang terjadi pada
aspal menyebabkan rongga campuran semakin besar akibat dari daya lekat aspal
yang semakin berkurang sehingga berpengaruh pada kekuatan dan keawetan
campuran. Kemudian aspal tua dengan penambahan peremaja minyak jelantah
dan ekstrak buah mengkudu untuk berbagai variasi bahan peremaja nilai VIM
menunjukkan penurunan seiring dengan peningkatan kadar peremaja.
3. Rongga pori terisi aspal (VFB)
VFB adalah volume rongga antara agregat dari beton aspal padat yang terisi
oleh aspal
Tabel 4.18 Hasil pemeriksaan VFB dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai VFB (%) Spesifikasi
Aspal baru (AB) 72.312
Aspal tua + peremaja 0% (AT) 68.353
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 69.906 Min. 65
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 70.728
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 71.303
Sumber : Hasil pengujian 2018
75

70
VFB (%)

65

60
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.16 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai VFB

60
Gambar 4.16 dapat dilihat untuk semua jenis aspal nilai VFB memenuhi
spesikasi minimum yaitu 65%. Nilai VFB campuran menggunakan aspal tua
mengalami penurunan dibandingkan dengan aspal baru, hal ini dikarenakan aspal
yang teroksidasi membuat pori yang seharusnya terisi aspal semakin menurun
akibat aspal yang semakin getas atau kaku dan tidak mampu mengikat agregat.
Kemudian aspal tua dengan penambahan bahan peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu untuk berbagai variasi bahan peremaja nilai VFB
menunjukkan kenaikan seiring dengan peningkatan kadar peremaja.
4. Stabilitas
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum beban
yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.19 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai jenis aspal pada kadar
aspal optimum
Jenis Aspal
Nilai stabilitas (%) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 1690.810


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 1464.544
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 1614.888 Min. 800
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 1749.549
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 1818.434

Sumber : Hasil pengujian 2018


1900

1800
stabilitas(kg)

1700

1600

1500

1400
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.17 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai stabilitas

61
Gambar 4.17 dapat dilihat untuk semua jenis aspal nilai stabilitas memenuhi
spesikasi yaitu min. 800 kg. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami penurunan
pada nilai stabilitas dibandingkan aspal baru, disebabkan oleh penuaan aspal yang
menyebabkan aspal menjadi getas/kaku, agregat sudah terikat kuat dengan aspal
dan aspal tidak lagi berfungsi sebagai pelumas sehingga energi pemadatan yang
diberikan sudah tidak mampu lagi memaksa partikel agregat untuk bergerak
mendekat tetapi energi ini justru akan menghancurkan ikatan antara agregat dan
aspal yang sudah terbentuk sebelumnya. Sedangkan pada jenis aspal tua +
peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan berbagai
prosentase penambahannya mengalami kenaikan seiring dengan penambahan
kadar bahan peremaja.
5. Flow
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yang
terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum
pada saat pengujian stabilitas marshall.
Tabel 4.20 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai flow (mm) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 3.73


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 2.93
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 3.53 2-4
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 3.87
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 4.03
Sumber : Hasil pengujian 2018

62
5

4
FLOW (mm)

2
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.18 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai flow
Gambar 4.18 dapat dilihat untuk hampir semua jenis aspal nilai flow
memenuhi spesikasi karena berada pada rentang 2 – 4 mm, Dalam hal ini jenis
aspal tua mengalami penurunan pada nilai flow dibandingkan aspal baru, hal ini
disebabkan oleh penuaan aspal yang mengakibatkan aspal menjadi getas atau
keras sehingga pada saat pembebanan menyebabkan nilai flow menjadi rendah
atau mudah retak. Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami
kenaikan seiring dengan penambahan kadar bahan peremaja.
6. MQ
MQ merupakan nilai hasil bagi antara stabilitas dan flow . semakin tinggi nilai
MQ maka akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran.
Tabel 4.21 Hasil pemeriksaan MQ dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal Nilai MQ (kg/mm) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 452.700


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 499.673
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 457.111 Min. 250
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 452.598
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 451.130
Sumber : Hasil pengujian 2018

63
600

550
MQ(kg/mm))

500

450

400

350
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.19 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai MQ


Gambar 4.19 dapat dilihat untuk semua jenis aspal nilai MQ memenuhi
spesikasi Minimum yaitu 250 kg/mm. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami
kenaikan pada nilai MQ dibandingkan aspal baru, hal ini disebabkan oleh penuaan
aspal yang mengakibatkan daya interlocking antara agregat dan aspal menurun
sehingga campuran mengalami penurunan fleksibilitas yang dibuktikan dengan
menurunnya nilai stabilitas dan flow. Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan berbagai prosentase
penambahannya mengalami penurunan seiring dengan penambahan kadar bahan
peremaja.
VMA
VIM
VFB
Stabilitas
Flow
MQ

Jenis Aspal AB AT AP 1.5 % AP 2% AP 2.5%


Gambar 4.20 Penentuan Jenis Aspal untuk Marshall Standar

64
Penentuan jenis aspal yang direkomendasikan untuk digunakan berdasarkan
Gambar 4.20 yaitu aspal tua dengan penambahan 2% minyak jelantah dan ekstrak
buah mengkudu.

4.7 Pemeriksaan Marshall Immersion dengan variasi jenis aspal pada Kadar
Aspal Optimum
Pengujian marshall immersion menggunakan prinsip pengujian yang sama
seperti marshall standard dengan melakukan modifikasi pada saat perendaman.
Data yang didapatkan adalah nilai stabilitas dan flow setelah benda uji direndam
selama 24 jam pada suhu ± 60 oC.

1. Stabilitas
Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas maksimum beban
yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan.
Tabel 4.22 Hasil pemeriksaan stabilitas dengan berbagai jenis aspal pada kadar
aspal optimum
Jenis Aspal
Nilai stabilitas (%) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 1557.927


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 1309.855
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 1456.448 Min. 800
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 1581.520
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 1653.837

Sumber : Hasil pengujian 2018

65
1700

1600

1500
stabilitas(kg)

1400

1300

1200

1100

1000
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.21 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai stabilitas
Gambar 4.21 menunjukkan untuk semua jenis aspal nilai stabilitas memenuhi
spesikasi yaitu min. 800 kg. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami penurunan
pada nilai stabilitas dibandingkan aspal baru, hal ini disebabkan oleh penuaan
aspal yang mengakibatkan daya rekat aspal dan agregat berkurang. Sedangkan
pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu
dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami kenaikan seiring dengan
penambahan kadar bahan peremaja. Untuk pengujian marshall immersion nilai
stabilitas campuran dengan menggunakan berbagai jenis aspal mengalami
penurunan dibandingkan dengan pengujian marshall standard ini dikarenakan
pengaruh lamanya perendaman mengakibatkan terjadinya kegagalan kohesi dan
adhesi, juga disebabkan pengaruh air dan suhu perendaman. Semakin lama
campuran terkena air mengakibatkan terpisahnya lapisan aspal dengan agregat
(stripping).
1. Flow
Flow merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yang
terjadi pada sampel campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum
pada saat pengujian stabilitas marshall.

66
Tabel 4.23 Hasil pemeriksaan flow dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai flow (mm) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 3.80


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 3.17
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 3.57 2-4
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 3.87
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 4.07

Sumber : Hasil pengujian 2018


5

4
FLOW (mm)

0
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.22 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai flow
Gambar 4.22 menunjukkan untuk hampir semua jenis aspal nilai flow
memenuhi spesikasi karena berada pada rentang 2 – 4 mm, kecuali pada kadar
peremaja 2.5% dimana nilai flownya sebesar 4.07 mm. Dalam hal ini jenis aspal
tua mengalami penurunan pada nilai flow dibandingkan aspal baru, hal ini
disebabkan oleh penuaan aspal yang mengakibatkan aspal menjadi getas atau
keras sehingga pada saat pembebanan menyebabkan nilai flow menjadi rendah.
Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja minyak jelantah dan ekstrak buah
mengkudu dengan berbagai prosentase penambahannya mengalami kenaikan
seiring dengan penambahan kadar bahan peremaja. Pengujian marshall immersion
nilai flow campuran dengan menggunakan berbagai jenis aspal mengalami

67
kenaikan dibandingkan dengan pengujian marshall standard ini dikarenakan
pengaruh lamanya perendaman dan suhu air mengakibatkan aspal menjadi mudah
leleh.
MQ
Marshall Quotient merupakan nilai hasil bagi antara stabilitas dan flow .
semakin tinggi nilai MQ maka akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran.
Tabel 4.24 Hasil pemeriksaan MQ dengan berbagai jenis aspal pada kadar aspal
optimum
Jenis Aspal
Nilai MQ (kg/mm) Spesifikasi

Aspal baru (AB) 410.551


Aspal tua + peremaja 0% (AT) 413.671
Aspal tua + peremaja 1.5% (AP 1,5%) 410.728 Min. 250
Aspal tua + peremaja 2 % (AP 2%) 409.221
Aspal tua + peremaja 2.5 % (AP 2.5%) 407.625

Sumber : Hasil pengujian 2018


500

450

400
MQ(kg/mm))

350

300

250

200
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.23 Grafik hubungan antara jenis aspal dengan nilai MQ


Gambar 4.23 menunjukkan untuk semua jenis aspal nilai MQ memenuhi
spesikasi minimum yaitu 250 kg/mm. Dalam hal ini jenis aspal tua mengalami
kenaikan pada nilai MQ dibandingkan aspal baru, hal ini disebabkan oleh penuaan
aspal yang mengakibatkan daya interlocking antara agregat dan aspal menurun

68
sehingga campuran mengalami penurunan fleksibilitas yang dibuktikan dengan
menurunnya nilai stabilitas dan flow. Sedangkan pada jenis aspal tua + peremaja
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan berbagai prosentase
penambahannya mengalami penurunan seiring dengan penambahan kadar bahan
peremaja. Pengujian marshall immersion nilai MQ campuran dengan
menggunakan berbagai jenis aspal mengalami penurunan dibandingkan dengan
pengujian marshall standard.
Tabel 4.25 Hasil pemeriksaan nilai indeks kekuatan sisa dengan berbagai jenis
aspal
Stabilitas Stabilitas
benda
Kadar marshall Flow marshall Flow IKS
No. Kode uji
aspal standar (mm) immersion (mm) (%)
ke-
(kg) (kg)
1 AB 5 1 6.25 1626.149 3.7 1520.709 3.9 93.516
AB 6 2 6.25 1642.683 3.7 1597.053 3.9 97.222
AB 7 3 6.25 1803.598 3.8 1556.021 3.6 86.273
Rata – rata 1690.810 3.73 1557.927 3.80 92.337
AT 5 1 6.25 1479.875 3 1314.285 3.2 88.81
2 AT 6 2 6.25 1447.941 2.8 1292.009 3.1 89.23
AT 7 3 6.25 1465.817 3 1323.272 3.2 90.27
Rata - rata 1464.544 2.93 1309.855 3.17 89.43
3 AP 1.5% 5 1 6.25 1619.868 3.6 1482.977 3.4 91.54
AP 1.5% 6 2 6.25 1601.123 3.5 1403.389 3.9 87.65
AP 1.5% 7 3 6.25 1623.674 3.5 1482.97 3.4 91.334
Rata - rata 1614.888 3.53 1456.448 3.57 90.117
4 AP 2 % 5 1 6.25 1780.475 4 1478.467 3.9 83.038
AP 2 % 6 2 6.25 1734.229 3.8 1619.868 3.9 93.406
AP 2 % 7 3 6.25 1733.943 3.8 1646.225 3.8 94.941
Rata - rata 1749.549 3.87 1581.520 3.87 90.462
5 AP 2.5 % 5 1 6.25 1848.018 4.1 1757.352 4 95.09

69
AP 2.5 % 6 2 6.25 1782.081 4.1 1470.217 4.2 82.5
AP 2.5 % 7 3 6.25 1825.203 3.9 1733.943 4 95
Rata - rata 1818.434 4.03 1653.837 4.07 90.86
Sumber : Hasil pengujian 2018

2000

1800

1600

1400
standar
1200 immersion

1000

800

600
AB AT AP 1.5% AP 2% AP 2.5%

Gambar 4.24 Grafik perbndingan nilai stabilitas standard dan immersion


Hubungan antara nilai indeks kekuatan sisa (IKS) dengan variasi prosentase bahan
peremaja diplot dalam bentuk grafik pada gambar 4.25 dibawah ini.
100

95
IKS (%)

90

85

80
AB AT AP 1.5 AP 2 AP 2.5
JENIS ASPAL

Gambar 4.25 Grafik hubungan antara jenis aspal dan indeks kekuatan sisa

70
Gambar 4.25 menunjukkan bahwa nilai indeks kekuatan sisa campuran
perkerasan dengan menggunakan aspal tua mengalami penurunan dibandingkan
dengan perkerasan yang menggunakan aspal baru yaitu sebesar 89.43 % sehingga
campuran dengan menggunakan aspal tua tidak memenuhi spesifikasi indeks
kekuatan sisa sebesar 90%. Kemudian indeks kekuatan sisa untuk campuran
beraspal dengan penambahan minyak jelantah dan ekstrak mengkudu meningkat
seiring dengan meningkatnya proporsi penambahan minyak jelantah dan ekstrak
mengkudu.

Dari keseluruhan analisa data dapat direkomendasikan perkerasan dengan


menggunakan penambahan 2 % minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu pada
aspal tua dalam campuran perkerasan karena dari keseluruhan pengujian Marshall,
Flow, MQ dan IKS semuanya memenuhi spesifikasi yang di syaratkan sebagai
bahan perkerasan.

71
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Hasil pengujian di Laboratorium dan hasil analisis pengujian , maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sifat fisik aspal tua mengalami penurunan karakreristik dibandingkan dengan
aspal baru, sehingga tidak memenuhi spesifikasi Bina Marga 2010. Hal ini
akibat dari proses oksidasi yang terjadi pada aspal tersebut.
2 Penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dengan variasi 1.5%,
2% dan 2.5% dalam aspal tua dapat memperbaiki sifat fisik aspal sehingga
memenuhi spesifikasi yang disyaratkan sebagai bahan jalan.
3. Penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu pada aspal tua
mampu meningkatkan nilai stabilitas dan flow, sedangkan untuk nilai MQ
mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kadar minyak jelantah dan
ekstrak buah mengkudu.
4. Penambahan minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu dalam aspal tua,
meningkatkan nilai indeks kekuatan sisa seiring dengan penambahan kadar
peremaja. Dimana campuran yang digunakan yaitu pada penambahan 2%
minyak jelantah dan ekstrak buah mengkudu indeks kekuatan sisanya sebesar
90.46%.

5.2 Saran
Hasil penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang dapat disarankan,
sebagai berikut :
Dapat dilakukan penelitian sejenis menggunakan aspal dari ekstraksi Reclaimed
Asphalt Pavement (RAP).

72
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Mengkudu. https://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu (diakses


pada hari rabu 27 desember 2017).

Bailey, H. K. and Philips, P. 2010. Asphalt Rejuvenation. US Patent. 0034586 A1.

Hadi, S. P. 2017. Pengaruh Minyak Biji Jarak Sebagai Modifer Asbuton Butiran
Terhadap Kinerja Campuran Aspal Panas, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fakultas
Teknik Universitas Mataram, Mataram.

Huber, A. G dan Decker, S. D. 1995. Engineering Properties of Asphalt Mixtures


and The Relationship to Their Perfoemance, ASTM 1916 Race Street
Philadelphia, PA 19103, Printed in the U.S.A.

Indhasari, T. 2013. Pengaruh Penuaan Aspal terhadap Karakteristik Asphalt


Concrete Wearing Course (AC-WC) Gradasi Kasar dengan Acuan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2010, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Irawan, M, Tharir,R. dan Kubro, S. B. 2010. Regenerasi Minyak Jelantah (waste


cooking oil) dengan Penambahan Sari Mengkudu, Jurusan Kimia Politeknik
Negeri Samarinda. Riset & Teknologi/56 Media Perspektif Vol. 10 No. 1.

Kaya, D., Aghazadeh. D. P., Sengoz, B., and Topal, A. 2017. Implementing
Waste Oil With Reclaimed Asphalt Pavement. Proceeding of the 2th World
Congress on Civil, Structural and Environmental Engineering (CSEE’17), ISSN
2371-5294 Barcelona,Spain

Laksmi, N. N. 2016. Pengaruh Bahan Peremaja Terhadap Sifat Penuaan Aspal,


Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Mulyati, S, Meliana dan Hesti. 2006. Pemurnian Minyak Jelantah dengan


Menggunakan Sari Mengkudu, Laporan Penelitian Fakultas Teknik Universitas
Syiah Kuala.

Nono. 2016. Pengaruh Bahan Peremaja Terhadap Kinerja Campuran Beraspal


Panas Bergradasi Menerus Menggunakan Daur Ulang Perkerasan Beraspal. Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.

SNI 03-2439. 1991. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal.

SNI 06-2432. 2011. Metode Pengujian Daktilitas Bahan Aspal.

73
SNI 06-2433. 2011. Cara Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal dengan Alat
Cleveland Open Cup.

SNI 06-2434. 2011. Cara Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan Bola.

SNI 06-2441. 2011. Cara Uji Berat Jenis Aspal Keras.

SNI 06-2456. 2011. Cara Uji Penetrasi Aspal.

Sukirman, S. 1993. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Bandung.

Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas; edisi 1. Granit, Jakarta.

Wahjoedi, 2009. Karakteristik Marshall dan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) pada
Campuran Butonite Mastic Asphalt (BMA). Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan,
No. 2 Vol. 11, Semarang.

Yuniarti, R. 2013. Memanfaatkan Limbah Minyak Goreng Sebagai Bahan


Peremaja Aspal Lama. Jurnal Penelitian Universitas Mataram, ISSN 0854-0098
Vol. 17 No. 1, Mataram.

Yuniarti, R. 2014. Pengaruh Minyak Biji Nyamplung pada Bio-Flux Oil Sebagai
Modifier Asbuton Butiran Terhadap Kinerja Asbuton Campuran Panas. Jurnal
Teknik Sipil ITB, ISSN 0853-2982 Vol. 21 No. 3, Bandung.

74
75

Anda mungkin juga menyukai