Anda di halaman 1dari 34

Galaksi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Galaksi Mata Hitam (Black eye galaxy, M64/NGC 4826), galaksi spiral pada rasi bintang Coma Berenices,
berjarak 24 juta tahun cahaya.

Galaksi adalah sebuah sistem masif yang terikat gaya gravitasi yang terdiri
atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang
hitam), gas dan debu medium antarbintang, dan materi gelap–komponen yang penting namun
belum begitu dimengerti.[1][2] Kata galaksi berasal dari bahasa Yunani galaxias(γαλαξίας), yang
berarti "seperti susu," yang merujuk pada galaksi Bima Sakti (bahasa Inggris: Milky Way [jalan
susu]). Galaksi yang ada berkisar dari galaksi katai dengan hanya sepuluh juta (107)
bintang[3] hingga galaksi raksasa dengan seratus triliun (1014) bintang,[4] yang semuanya
mengorbit pada pusat massa galaksi masing-masing. Matahari adalah salah satu bintang dalam
galaksi Bima Sakti; tata surya termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit Matahari.
Tiap galaksi memiliki jumlah sistem bintang dan gugus bintang yang beragam, demikian juga
jenis awan antarbintangnya. Di antara galaksi-galaksi ini tersebar medium antarbintang berupa
gas, debu, dan sinar kosmis.Lubang hitam supermasif terdapat di pusat sebagian besar galaksi.
Diperkirakan lubang hitam supermasif inilah penyebab utama inti galaksi aktif yang ditemukan
pada sebagian galaksi. Galaksi Bima Sakti diketahui memiliki setidaknya satu lubang hitam
supermasif.[5]
Secara historis galaksi dikelompokkan berdasarkan bentuk terlihatnya atau biasa disebut
morfologi visualnya. Bentuk yang umum adalah galaksi eliptis,[6] yang memiliki profil cahaya
berbentuk elips. Galaksi spiral adalah galaksi berbentuk cakram dengan lengan galaksi yang
melengkunng dan berisi debu. Galaksi dengan bentuk yang tak beraturan atau tidak biasa
disebut galaksi tak beraturan dan biasanya disebabkan karena gangguan oleh tarikan gravitasi
galaksi tetangga. Interaksi yang demikian antara galaksi-galaksi yang berdekatan dapat
menyebabkan penggabungan, yang terkadang meningkatkan jumlah pembentukan bintang
hingga menghasilkan galaksi starburst.[7]
Kemungkinan terdapat lebih dari 170 miliar (1,7 × 1011) galaksi dalam alam semesta
teramati.[8] Sebagian besar berdiameter 1000 hingga 100.000 parsec[9] dan biasanya dipisahkan
oleh jarak beberapa juta parsec (atau megaparsec).[10] Ruang antargalaksi diisi oleh gas tipis
dengan kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi
diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki himpunan yang disebut kelompok dan gugus, yang
pada gilirannya membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut gugus raksasa.
Dalam skala terbesar himpunan-himpunan ini umumnya tersusun dalam lapisan dan
untaian yang dikelilingi oleh kehampaan yang sangat luas.[11]
Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap kemungkinan menyusun sekitar
90% dari massa sebagian besar galaksi.[butuh rujukan] Data pengamatan menunjukkanlubang hitam
supermasif kemungkinan ada di pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Etimologi
 2 Sejarah pengamatan
o 2.1 Bima Sakti
o 2.2 Pembedaan dari nebula lainnya
o 2.3 Penelitian modern
 3 Jenis dan bentuk
o 3.1 Eliptis
o 3.2 Spiral
o 3.3 Bentuk lain
o 3.4 Katai
 4 Dinamika dan aktivitas luar biasa
o 4.1 Interaksi
o 4.2 Starburst
o 4.3 Inti aktif
 5 Pembentukan dan evolusi
o 5.1 Pembentukan
o 5.2 Evolusi
o 5.3 Kecenderungan pada masa depan
 6 Struktur skala besar
 7 Pengamatan dalam berbagai panjang gelombang
 8 Galaksi dalam fiksi ilmiah
 9 Galeri foto
 10 Lihat juga
 11 Catatan
 12 Referensi
 13 Daftar pustaka
 14 Pranala luar

Etimologi[sunting | sunting sumber]


Kata galaksi berasal dari istilah bahasa Yunani untuk menyebut galaksi kita, galaxias (γαλαξίας)
atau kyklos galaktikos (κύκλος γαλακτικός). Masing-masing berarti "sesuatu yang menyerupai
susu" dan "lingkaran susu",[12] sesuai dengan penampakannya di angkasa berupa pita putih
samar. Dalam mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh
manusia biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga bayi
tersebut meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera terbangun ketika
sedang menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi yang tak dikenalnya: ia
mendorong bayi tersebut dan air susunya menyembur mewarnai langit malam, menghasilkan
pita cahaya tipis yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Milky Way (jalan susu).[13][14]
Ketika William Herschel menyusun "katalog nebula" miliknya pada tahun 1786, dia
menggunakan istilah "nebula spiral" untuk objek-objek tertentu seperti objek M31. Di kemudian
waktu akan disadari bahwa objek tersebut sebenarnya merupakan kumpulan dari banyak
bintang, dan dipakailah istilah "island universe" ("alam semesta pulau") untuk merujuk pada
objek yang demikian. Namun, kemudian disadari bahwa kata "universe" (alam semesta) berarti
keseluruhan jagad raya, sehingga istilah ini tidak dipakai lagi dan objek yang demikian kemudian
dikenal sebagai galaksi.[15]

Sejarah pengamatan[sunting | sunting sumber]


Pengetahuan bahwa kita hidup di dalam sebuah galaksi dan bahwa terdapat banyak galaksi
lainnya, diperoleh seiring dengan penemuan-penemuan kita tentang Bima Sakti dannebula-
nebula lainnya di langit malam.
Bima Sakti[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bima Sakti

Pusat galaksi Bima Sakti

Filsuf Yunani Democritus (450–370 SM) mengemukakan bahwa pita kabut putih di langit malam
hari yang dikenal sebagai Bima Sakti kemungkinan terdiri dari bintang-bintang yang sangat jauh
jaraknya.[16] Namun Aristoteles (384–322 SM), memercayai bahwa pita tersebut disebabkan oleh
"kobaran hembusan napas yang menyala-nyala dari banyak bintang besar yang berjarak dekat
satu sama lain" dan bahwa "kobaran ini terjadi di bagian atas atmosfer, yaitu di wilayah dunia
yang selalu diisi dengan gerakan surgawi."[17] Filsufneoplatonis Olympiodorus Junior (± 495–570)
kritis terhadap pandangan ini secara ilmiah, beralasan bahwa jika memang benar Bima Sakti
berada di wilayah sublunar (terletak antara bumi dan bulan), maka harusnya ia terlihat berbeda
pada waktu dan tempat yang berbeda di bumi, dan ia seharusnya memiliki paralaks, yang
ternyata tidak. Dalam pandangannya, Bima Sakti terletak jauh di angkasa. Pendapat ini akan
sangat berpengaruh nantinya di dalam dunia Islam.[18]
Menurut Mohani Muhammad, astronom Arab Ibnu Haitham (965–1037) adalah orang yang
melakukan usaha-usaha pertama dalam mengamati dan mengukur paralaks Bima Sakti,[19] dan
ia menjadi "berkeyakinan kuat bahwa karena Bima Sakti tidak memiliki paralaks, pastilah
jaraknya sangat jauh dari bumi dan bukannya berada dalam atmosfer."[20] Astronom Persia Al-
Biruni (973–1048) mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "kumpulan yang tak terhitung
jumlahnya dari bagian-bagian yang bersifat seperti bintang
nebula."[21][22] Astronom Andalusia Ibnu Bajjah (dikenal di barat dengan nama latin "Avempace",
meninggal 1138) mengemukakan bahwa Bima Sakti dibentuk oleh banyak bintang yang saling
hampir bersentuhan satu dengan yang lain sehingga tampak menjadi seperti gambar sinambung
akibat pengaruhpembiasan dari material sublunar,[17][23] mengutip hasil pengamatannya
terhadap konjungsi antara Jupiter dan Mars sebagai bukti bahwa hal tersebut dapat terjadi jika
dua objek saling berdekatan.[17] Pada abad ke-14, ilmuwan kelahiran Suriah Ibnu Qayyim,
mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "bintang-bintang kecil yang tak terhitung
jumlahnya saling berdesakan dalam alam bintang-bintang tetap".[24]
Bukti nyata bahwa Bima Sakti terdiri atas banyak bintang, datang pada tahun 1610 ketika
astronom Italia Galileo Galilei menggunakan sebuah teleskop untuk mempelajari Bima Sakti dan
menemukan bahwa Bima Sakti tersusun atas bintang-bintang redup dalam jumlah yang luar
biasa banyaknya.[25] Pada tahun 1750 astronom Inggris Thomas Wright, dalam bukunya An
original theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam
Semesta), berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti kemungkinan adalah sebuah badan
berputar dari bintang-bintang dalam jumlah besar yang diikat oleh gaya gravitasi, serupa dengan
tata surya namun dalam skala yang jauh lebih besar. Piringan bintang yang dihasilkan dapat
terlihat sebagai pita di langit dari sudut pandang kita dalam piringan tersebut.[26] Dalam risalah
pada tahun 1755, Immanuel Kant mengembangkan ide Wright tentang struktur Bima Sakti.

Bentuk Bima Sakti yang disimpulkan dari hitungan bintang oleh William Herscel pada tahun 1785; tata
surya dianggap berada di dekat pusat galaksi.

Usaha pertama untuk menggambarkan bentuk Bima Sakti dan letak matahari di dalamnya
dilakukan oleh William Herschel pada tahun 1785 dengan cara menghitung secara hati-hati
jumlah bintang yang ada di berbagai wilayah langit yang beda. Dia menghasilkan sebuah
diagram bentuk Bima Sakti dengan tata surya terletak dekat dengan pusatnya.[27] Menggunakan
pendekatan yang lebih baik, Jacobus Kapteyn pada tahun 1920 sampai pada kesimpulan berupa
sebuah gambar galaksi elipsoid kecil (dengan garis tengah kira-kira 15 kiloparsec) dengan
matahari terletak dekat dengan pusat galaksi. Metode yang berbeda oleh Harlow
Shapley berdasarkan pengatalogan gugus bola menghasilkan gambar yang sangat jauh
berbeda: sebuah piringan pipih dengan garis tengah kira-kira 70 kiloparsec dan matahari terletak
jauh dari pusat galaksi.[26] Kedua analisis tersebut gagal memperhitungkan penyerapan
cahaya olehdebu antarbintang yang ada di bidang galaksi, namun setelah Robert Julius
Trumpler menghitung efek ini pada tahun 1930 dengan mempelajari gugus terbuka, gambaran
terkini galaksi tuan rumah kita, Bima Sakti, terlahir.[28]
Pembedaan dari nebula lainnya[sunting | sunting sumber]

Sketsa Messier 51 oleh Lord Rossepada tahun 1845, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Pusaran

Pada abad ke-10, astronom Persia As-Sufi membuat pengamatan yang tercatat paling awal
terhadap galaksi Andromeda, menggambarkannya sebagai "awan kecil".[29] As-Sufi yang
menerbitkan temuannya dalam Kitab Bintang-Bintang Tetap pada tahun 964, juga
mengenali Awan Magellan Besar yang dapat dilihat dari Yaman, walau bukan dari Isfahan; dan
galaksi ini tidak akan dilihat oleh orang Eropa hingga perjalanan Magellan pada abad ke-
16.[30][31] Galaksi Andromeda ditemukan kembali secara terpisah oleh Simon Marius pada tahun
1612.[29] Hanya kedua galaksi inilah galaksi di luar Bima Sakti yang mudah dilihat dengan mata
telanjang, menjadikan keduanya sebagai galaksi-galaksi pertama yang diamati dari bumi. Pada
tahun 1750 Thomas Wright dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the
Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam Semesta), berspekulasi (namun benar)
bahwa Bima Sakti adalah sebuah badan berputar dari bintang-bintang, dan bahwa beberapa
nebula yang tampak di malam hari bisa jadi merupakan Bima Sakti yang lain.[26][32]
Menuju akhir abad ke-18, Charles Messier menghimpun sebuah katalog yang berisi 109 nebula
(objek angkasa dengan tampilan berkabut) yang paling terang, yang kemudian diikuti dengan
sebuah katalog yang lebih besar yang berisi 5.000 nebula disusun oleh William
Herschel.[26] Pada tahun 1845, Lord Rosse membangun sebuah teleskop baru yang mampu
membedakan nebula elips dan spiral. Dia juga berhasil membedakan titik-titik sumber cahaya
tunggal di beberapa nebula ini.[33]
Pada tahun 1912 Vesto Slipher membuat penelitian dengan spektrografi terhadap nebula-nebula
spiral paling terang untuk menentukan apakah mereka terbuat dari bahan-bahan kimia yang
diharapkan ada dalam sebuah sistem planet. Namun Slipher menemukan bahwa nebula spiral
memiliki geseran merah yang tinggi, menunjukkan bahwa mereka sedang bergerak menjauh
dengan kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan lepas Bima Sakti. Karena itu disimpulkan
bahwa galaksi-galaksi tersebut tidak terikat secara gravitasi pada Bima Sakti dan kecil
kemungkinannya merupakan bagian dari Bima Sakti.[34][35]
Pada tahun 1917, Heber Curtis mengamati bahwa terdapat sebuah bintang baru, S
Andromedae, dalam "Nebula Andromeda Besar" (sebagaimana Galaksi Andromeda, Objek
Messier M31 dikenal saat itu). Dengan mencari rekaman foto, dia menemukan 11 bintang baru
lainnya. Curtis memperhatikan bahwa bintang-bintang baru ini rata-rata 10 magnitudo lebih
redup dibandingkan dengan bintang-bintang baru yang muncul di galaksi kita. Sebagai hasilnya
dia dapat menghitung perkiraan jaraknya adalah 150,000 parsec. Dia menjadi pendukung
hipotesis yang disebut "island universes" yang beranggapan bahwa nebula spiral sebenarnya
adalah galaksi tersendiri.[36]

Foto "Nebula Andromeda Besar" dari tahun 1899, yang kemudian dikenal sebagai Galaksi Andromeda

Pada tahun 1920, apa yang disebut "Debat Besar" terjadi antara Harlow Shapley and Heber
Curtis mengenai sifat Bima Sakti, nebula spiral dan dimensi alam semesta. Untuk mendukung
klaimnya yang menyatakan Nebula Andromeda Besar merupakan sebuah galaksi luar, Curtis
menunjukkan bukti berupa munculnya jalur-jalur gelap menyerupai awan debu yang terdapat
pada Bima Sakti dan jugapergeseran Doppler yang cukup besar.[37]
Permasalahan tersebut terselesaikan dengan pasti pada tahun 1922 ketika
astronom Estonia Ernst Öpik memberikan penentuan jarak yang mendukung teori bahwa Nebula
Andromeda adalah benar merupakan sebuah objek luar galaksi yang jauh.[38] Dengan
menggunakan teleskop 100 inci baru milik Observatorium Gunung Wilson, Edwin
Hubble berhasil menentukan bahwa bagian luar sebagian nebula spiral merupakan kumpulan
dari bintang-bintang tunggal dan mengidentifikasi beberapa Bintang variabel Chepeid, yang
memungkinkannya memperkirakan jarak nebula-nebula tersebut: mereka terlalu sangat jauh
untuk dapat menjadi bagian dari Bima Sakti.[39] Pada tahun 1936 Hubble menciptakan sebuah
sistem klasifikasi untuk galaksi yang masih dipergunakan hingga saat ini yakni urutan Hubble.[40]
Penelitian modern[sunting | sunting sumber]

Kurva rotasi galaksi spiral biasa: perkirakan berdasarkan materi terlihat (A) dan kecepatan teramati (B).
Sumbu vertikal mewakili kecepatan rotasi dan sumbu horizontal mewakili jarak objek dari pusat galaksi.
Galaksi terjauh kedua: UDFy-38135539

Pada tahun 1944, Hendrik van de Hulst memperkirakan akan adanya radiasi gelombang
mikro dengan panjang gelombang 21 cm yang berasal dari gas antarbintang yang berisi atom
hidrogen;[41] radiasi ini diamati pada tahun 1951. Radiasi ini memungkinkan penelitian yang jauh
lebih baik terhadap galaksi Bima Sakti, karena radiasi tersebut tidak terpengaruh penyerapan
oleh debu antarbintang, dan pergeseran Doppler-nya dapat digunakan untuk memetakan
pergerakan gas tersebut di dalam galaksi. Pengamatan ini mendorong terciptanya postulat
tentang struktur batang yang berputar pada pusat galaksi.[42] Dengan teleskop radio yang
ditingkatkan, gas hidrogen dapat juga dilacak pada galaksi-galaksi lain.
Pada tahun 1970, berdasarkan penelitian Vera Rubin terhadap kecepatan rotasi gas dalam
galaksi, ditemukan bahwa total massa terlihat (bintang dan gas) tidak sesuai dengan kecepatan
berputar gas tersebut. Masalah perputaran galaksi ini dikira dapat dijelaskan dengan adanya
sejumlah besar materi gelap yang tak terlihat.[43][44]
Sejak tahun 1990-an, Teleskop Angkasa Hubble menghasilkan pengamatan yang lebih baik. Di
antaranya, hasil pengamatan dengan Teleskop Hubble membuktikan bahwa materi gelap yang
hilang dalam galaksi kita tidak mungkin pada dasarnya hanya terdiri dari bintang-bintang redup
atau kecil.[45] Hubble Deep Field, sebuah foto dengan eksposur yang sangat panjang wilayah
langit yang relatif kosong, memberikan bukti bahwa terdapat kira-kira 125 miliar (1,25×1011)
galaksi di alam semesta.[46] Peningkatan dalam teknologi pendeteksian spektrum-spektrum tak
kasat mata (teleskop radio, kamera inframerah, dan teleskop sinar x) memungkinkan
pendeteksian galaksi-galaksi lain yang tidak terdeteksi sebelumnya oleh teleskop Hubble.
Secara khusus, survei galaksi dalam zona langka galaksi(wilayah langit yang terhalang oleh
Bima Sakti) berhasil menunjukkan sejumlah galaksi baru.[47]

Jenis dan bentuk[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Klasifikasi bentuk galaksi

Jenis-jenis galaksi berdasarkan sistem klasifikasi Hubble. Emerupakan tipe galaksi eliptis, S merupakan
galaksi spiral, danSB merupakan galaksi spiral berbatang.[note 1]

Galaksi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis utama: eliptis, spiral dan tak beraturan. Gambaran
yang lebih lengkap mengenai jenis galaksi berdasarkan bentuknya bisa didapatkan dalam sistem
klasifikasi Hubble. Karena sistem klasifikasi Hubble hanya berdasarkan pada pengamatan visual,
klasifikasi ini mungkin melewatkan beberapa karakteristik penting dari galaksi, seperti laju
pembentukan bintang (di galaksi starburst) dan aktivitas inti galaksi (di galaksi aktif).[7]
Eliptis[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Galaksi eliptis
Sistem klasifikasi Hubble membedakan galaksi eliptis berdasarkan tingkat keelipsannya, dari E0
yang hampir berupa lingkaran, hingga E7 yang sangat lonjong. Galaksi dalam kategori ini
memiliki bentuk dasar elipsoid, sehingga tampak elips dari berbagai sudut pandang. Galaksi tipe
ini tampak memiliki sedikit struktur dan sedikitmateri antarbintang, sehingga galaksi demikian
memiliki sedikit gugus terbuka dan laju pembentukan bintang yang lambat. Galaksi tipe ini
didominasi oleh bintang tua yang beredar mengelilingi pusat gravitasi dengan arah yang acak.
Bintang-bintang dalam galaksi ini memiliki sedikit unsur-unsur berat karena pembentukan
bintang sudah berhenti setelah lonjakan awalnya. Dalam hal tersebut, galaksi tipe ini mirip
dengan gugus bola.[48]
Galaksi-galaksi terbesar di alam semesta berbentuk galaksi eliptis raksasa. Kebanyakan galaksi
eliptis dipercayai terbentuk akibat interaksi antar galaksi yang menyebabkan tabrakan atau
penggabungan.[49] Galaksi starburst merupakan akibat dari tabrakan yang demikian dan dapat
menyebabkan pembentukan galaksi eliptis.
Spiral[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Galaksi spiral dan Galaksi spiral berbatang

Galaksi Pusaran (kiri), sebuah galaksi spiral tanpa batang.

Galaksi spiral terdiri dari sebuah piringan bintang-bintang yang berotasi, materi antarbintang,
serta sebuah tonjolan pusat yang terdiri dari bintang-bintang tua. Selain itu, terdapat lengan-
lengan spiral terang yang menjulur dari tonjolan pusat. Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi
spiral digolongkan sebagai tipe S, diikuti sebuah huruf (a, b, atau c) yang menunjukkan tingkat
kerapatan dari lengan spiral dan ukuran dari tonjolan pusat. Galaksi Sa memiliki lengan spiral
yang samar dan bergulung rapat, serta tonjolan pusat yang relatif besar. Sedangkan
galaksi Sc memiliki lengan spiral yang jelas dan melebar serta tonjolan pusat yang relatif
kecil.[50] Galaksi spiral dengan lengan yang tidak jelas terkadang disebut galaksi spiral flocculent.
Sedang galaksi dengan lengan yang jelas dan menonjol disebut galaksi spiral grand design.
Dalam galaksi spiral, lengannya membentuk pola seperti spiral logaritmis, pola yang secara
teoritis terbentuk karena adanya gangguan terhadap massa bintang yang berputar seragam.
Dalam teori gelombang kepadatan lengan spiral ini diperkirakan berisi materi berkepadatan
tinggi.[51] Saat bintang melewati salah satu lengan galaksi kecepatannya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi daerah yang kepadatan materinya lebih tinggi, dan kembali normal saat bintang sudah
melewatinya. Efek ini mirip dengan "gelombang" pelambatan mobil di jalan raya yang penuh
mobil. Lengan galaksi terlihat jelas karena kepadatan materi yang tinggi memungkinkan
pembentukan bintang sehingga terdapat banyak bintang muda dan terang di sana.[52]
NGC 1300, contoh galaksi spiral berbatang.

Sebagian besar galaksi spiral memiliki kumpulan bintang berbentuk batang lurus yang
memanjang keluar dari sisi daerah inti dan kemudian bergabung dengan struktur lengan
spiral.[53] Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi ini dikategorikan sebagaiSB, dan diikuti huruf
(a, b atau c) yang mengindikasikan bentuk lengan spiralnya (serupa dengan penggolongan
galaksi spiral biasa). Batang galaksi diperkirakan merupakan struktur sementara yang
disebabkan oleh gelombang materi berkepadatan tinggi dari inti galaksi, atau karena
interaksi pasang surut dengan galaksi lain.[54] Banyak galaksi spiral berbatang yang berinti aktif,
kemungkinan karena adanya gas yang menuju ke inti melalui lengan spiral.[55]
Galaksi Bima Sakti merupakan galaksi spiral berbatang ukuran besar[56] dengan diameter sekitar
30 kiloparsec dan ketebalan sekitar satu kiloparsec. Bima Sakti memiliki sekitar 200 miliar
(2×1011)[57] bintang dengan massa total sekitar 600 miliar (6×1011) kali massa Matahari.[58]
Bentuk lain[sunting | sunting sumber]

Obyek Hoag, merupakan galaksi cincin.

Galaksi ganjil (peculiar galaxy) merupakan galaksi yang memiliki sifat-sifat yang tidak biasa
karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain. Contohnya adalah galaksi cincin, yang
memiliki struktur mirip cincin berisi bintang dan materi antarbintang yang mengelilingi inti kosong.
Galaksi cincin diperkirakan terbentuk saat galaksi kecil melewati inti galaksi yang lebih
besar.[59] Kejadian tersebut mungkin pernah dialami galaksi Andromeda yang memiliki beberapa
struktur mirip cincin jika diamati pada spektrum inframerah.[60]
NGC 5866, merupakan galaksi lentikular. NASA/ESA

Galaksi lentikular merupakan bentuk pertengahan yang memiliki sifat baik dari galaksi eliptis
maupun galaksi spiral, dan dikategorikan sebagai tipe S0 dan memiliki lengan spiral yang samar-
samar serta halo berisi bintang yang berbentuk eliptis.[61] (Galaksi lentikular berbatang masuk
dalam klasifikasi Hubble SB0).
Selain yang disebutkan dalam klasifikasi di atas, terdapat beberapa galaksi yang tidak dapat
langsung digolongkan ke dalam bentuk eliptis atau spiral. Kelompok ini digolongkan sebagai
galaksi iregular. Galaksi iregular tipe Irr-I memiliki semacam struktur, namun tidak jelas masuk
dalam salah satu klasifikasi Hubble. Galaksi iregular tipe Irr-II tidak memiliki struktur apapun
yang mirip klasifikasi Hubble, dan kemungkinan pernah terganggu oleh galaksi lain.[62] Contoh
terdekat galaksi (katai) iregular adalah Awan Magellan.
Katai[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Galaksi katai
Meski galaksi eliptis dan spiral terlihat sangat menonjol, namun sepertinya sebagian besar
galaksi di alam semesta merupakan galaksi katai. Galaksi katai tampak relatif kecil jika
dibandingkan dengan galaksi lain, kira-kira hanya seperseratus dari ukuran Bima Sakti dan
hanya berisi beberapa miliar bintang. Bahkan beberapa galaksi katai ultra-kompak baru-baru ini
ditemukan yang hanya berukuran 100 parsec panjangnya.[63]
Beberapa galaksi katai dapat mengitari sebuah galaksi tunggal yang lebih besar; Bima Sakti
sendiri memiliki sedikitnya selusin satelit yang demikian, dengan perkiran 300–500 lagi belum
ditemukan.[64] Galaksi katai dapat juga diklasifikasikan lagi menjadi eliptis, spiral, atau tak
beraturan. Karena galaksi katai eliptis kecil hanya memiliki sedikit kemiripan dengan galaksi
eliptis besar, maka mereka lebih sering disebut galaksi sferoid katai.
Sebuah penelitian terhadap 27 galaksi tetangga Bima Sakti, menemukan bahwa setiap galaksi
katai memiliki massa pusat kurang lebih 10 juta massa matahari terlepas dari apakah galaksi
tersebut memiliki seribu atau sejuta bintang. Hal ini mendorong pada kesimpulan bahwa galaksi
sebagian besarnya terdiri dari materi gelap, dan bahwa ukuran minimumnya mungkin
menunjukkan keberadaan semacam materi gelap hangat, yang tak mampu melakukan
peleburan gravitasi dalam skala kecil.[65]

Dinamika dan aktivitas luar biasa[sunting | sunting sumber]


Interaksi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Galaksi yang berinteraksi
Jarak antar galaksi jika dibandingkan dengan ukurannya, tidaklah terlalu besar. Jarak rata-rata
antar galaksi dalam sebuah gugus hanyalah beberapa puluh kali diameternya; bandingkan
dengan jarak antar bintang dalam galaksi yang bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan kali
ukurannya.[66] Karena itu interaksi antar galaksi cukup sering terjadi dan memainkan peranan
penting dalam evolusinya. Galaksi-galaksi yang berpapasan namun tidak benar-benar
bersinggungan, akan menyebabkan terganggunya bentuk galaksi yang terlibat akibat tarik
menarik gravitasinya, dan dapat menyebabkan pertukaran gas dan debu.[67][68]

Galaksi Antena sedang mengalami tabrakan yang akhirnya akan menyebabkan penggabungan kedua
galaksi.

Tabrakan terjadi jika dua galaksi saling menembus tubuh masing-masing, namun masih memiliki
momentum relatif yang cukup untuk tidak menyebabkan keduanya menyatu. Bintang-bintang
dalam kedua galaksi ini biasanya bergerak lolos tanpa bertabrakan. Namun gas dan debu dari
kedua galaksi akan berinteraksi. Hal ini dapat memicu lonjakan pembentukan bintang-bintang
baru ketika medium antarbintang terganggu dan terpampatkan. Tabrakan dapat mengubah
secara radikal bentuk salah satu atau kedua galaksi, dan menciptakan struktur-struktur baru
seperti batang, cincin atau ekor galaksi.[67][68]
Interaksi antar galaksi yang paling ekstrem adalah penggabungan galaksi. Dalam kasus ini,
momentum relatif kedua galaksi tidak cukup untuk kedua galaksi dapat saling menembus. Yang
terjadi malah, kedua galaksi tersebut perlahan bergabung membentuk galaksi tunggal yang lebih
besar. Penggabungan dapat menyebabkan perubahan luar biasa terhadap bentuk galaksi jika
dibandingkan dengan bentuk kedua galaksi asal. Namun, jika salah satu galaksi jauh lebih besar
dari yang lainnya, penggabungan demikian disebut kanibalisme. Dalam kasus ini, galaksi yang
lebih besar akan tetap relatif tak terganggu akibat penggabungan tersebut, sementara galaksi
yang lebih kecil tercabik-cabik. Galaksi Bima Sakti saat ini sedang dalam proses
penganibalan Galaksi Eliptis Katai Sagitarius dan Galaksi Katai Canis Major.[67][68]
Starburst[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Galaksi starburst

M82, contoh utama galaksi starburst, mengalami peningkatan 10 kali lipat[69] dalam laju pembentukan
bintang dibandingkan dengan galaksi yang "normal".
Bintang diciptakan dalam galaksi dari cadangan gas dingin yang berbentuk awan
molekul raksasa. Galaksi-galaksi yang membentuk bintang dengan laju yang luar biasa dikenal
sebagai galaksi starburst. Namun galaksi-galaksi yang demikian akan memakan habis cadangan
gasnya dalam rentang waktu yang jauh lebih pendek dari umur galaksi itu sendiri. Karena itu,
aktivitas pembentukan bintang biasanya hanya berlangsung selama sekitar 10 juta tahun;
sebuah jangka waktu yang relatif pendek dalam sejarah hidup sebuah galaksi. Galaksi starburst
lebih sering dijumpai dalam masa-masa awal alam semesta,[70] dan saat ini masih menyumbang
sebesar sekitar 15% dari total laju pembentukan bintang.[71]
Galaksi starburst ditandai oleh adanya konsentrasi gas penuh debu dan kemunculan bintang-
bintang yang baru dibentuk, termasuk bintang-bintang masif yang mengionisasi awan-awan
molekul di sekitarnya dan membentuk wilayah-wilayah H II.[72] Bintang-bintang masif ini
menghasilkan ledakan supernova, yang mengakibatkan menyebarnya sisa-sisa supernova dan
berinteraksi dengan kuat dengan gas-gas di sekitarnya. Hal ini memicu reaksi berantai
pembentukan bintang yang menyebar ke seluruh wilayah galaksi yang berisi gas. Hanya ketika
gas yang tersedia sudah hampir habis atau menyebar, maka aktivitas pembentukan bintang
berhenti.[70]
Galaksi starburst sering diasosiasikan dengan galaksi-galaksi yang sedang bergabung atau
berinteraksi. Contoh dasar dari interaksi yang menghasilkan galaksi starburst adalah M82, yang
tadinya berpapasan dengan galaksi M81 yang lebih besar. Galaksi tak beraturan sering kali
memiliki titik-titik aktivitas pembentukan bintang yang tersebar.[73]
Inti aktif[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Inti aktif galaksi
Sebagian dari galaksi yang dapat kita amati tergolong aktif. Maksudnya, di dalam galaksi
tersebut terdapat sebuah sumber tunggal selain bintang, debu atau medium antarbintang yang
memancarkan energi dalam jumlah yang signifikan dari keseluruhan energi keluarannya.
Model standar inti aktif galaksi terdiri atas sebuah lubang hitam supermasif pada wilayah inti
galaksi, dan piringan akresi yang mengelilingi lubang hitam tersebut. Radiasi dari inti aktif galaksi
diakibatkan oleh energi gravitasi materi yang terjatuh dari piringan akresi ke dalam lubang
hitam.[74] Kira-kira 10% inti aktif galaksi menghasilkan sepasang semburan berenergi tinggi
dengan arah yang berlawanan, yang melontarkan partikel-partikel dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya. Mekanisme penghasilan semburan ini masih belum dimengerti
dengan baik.[75]

Sebuah semburan partikel-partikel sedang dipancarkan dari inti sebuah galaksi radio eliptis M87.

Galaksi-galaksi aktif yang memancarkan radiasi tinggi energi dalam bentuk sinar x
diklasifikasikan sebagai Galaksi Seyfert atau kuasar, tergantung kecemerlangannya. Dapat juga
berupa Blazar yang dipercaya merupakan galaksi aktif yang salah satu semburan relativistis-nya
mengarah ke bumi. Ada juga galaksi radio yang memancarkan frekuensi radio dari semburan
relativistis. Sebuah model terpadu dari jenis-jenis galaksi aktif ini menjelaskan bahwa perbedaan
tiap jenis didasarkan pada sudut pandang pengamat.[75]
Daerah garis-emisi inti rendah-ionisasi (LINER) kemungkinan ada hubungannya dengan inti aktif
galaksi (dan juga daerah starburst). Emisi dari galaksi tipe LINER didominasi oleh unsur-unsur
yang terionisasi dengan lemah.[76] Sekitar sepertiga dari galaksi yang ada di sekitar kita
tergolong memiliki inti LINER.[74][76][77]

Pembentukan dan evolusi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembentukan dan evolusi galaksi
Studi tentang pembentukan dan evolusi galaksi berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana galaksi terbentuk dan jalur evolusi yang ditempuhnya sepanjang sejarah alam
semesta. Beberapa teori di bidang ini telah dapat diterima secara luas, tetapi bidang ini masih
merupakan bidang yang aktif berkembang dalam astrofisika.
Pembentukan[sunting | sunting sumber]

Gambaran seniman tentang sebuah galaksi muda sedang menarik bahan pembentuknya. Kredit ESO/L.
Calçada

Model kosmologi yang ada saat ini mengenai alam semesta awal didasarkan pada
teori Dentuman Besar. Sekitar 300.000 tahun setelah peristiwa Dentuman Besar, atom-
atom hidrogen dan helium mulai terbentuk, dalam sebuah peristiwa yang disebut rekombinasi.
Hampir semua hidrogen adalah netral (tidak terionisasi) dan dengan mudah menyerap cahaya,
serta belum ada bintang yang terbentuk. Akibatnya periode ini disebut "Zaman Kegelapan". Dari
fluktuasi kepadatan (atau ketidakseragaman anisotropi) dalam materi purba inilahstruktur-
struktur yang lebih besar mulai muncul. Hasilnya, massa materi barionik mulai memadat dalam
cincin cahaya materi gelap dingin.[78][79] Struktur-struktur primordial inilah yang akhirnya menjadi
galaksi yang kita lihat hari ini.
Bukti tentang kemunculan awal galaksi ditemukan pada tahun 2006, ketika diketahui bahwa
galaksi IOK-1 memiliki geseran merah yang luar biasa tinggi sebesar 6,96, setara dengan jangka
waktu hanya 750 juta tahun setelah Dentuman Besar. Hal ini menjadikannya sebagai galaksi
terjauh dan paling purba yang pernah dilihat.[80] Meskipun beberapa ilmuwan mengklaim objek
lainlah (misalnya galaksi Abell 1835 IR1916) yang memiliki geseran merah lebih tinggi (dan
karena itu sudah ada pada tahap yang lebih awal dalam evolusi alam semesta), namun usia dan
komposisi IOK-1 ditentukan dengan cara yang lebih dapat diandalkan. Adanya protogalaksi yang
seawal itu kemunculannya menunjukkan bahwa protogalaksi tersebut pastilah berkembang
dalam apa yang disebut "Zaman Kegelapan".[78] Namun, pada bulan Desember 2012 para
astronom melaporkan bahwa galaksi UDFj-39546284 adalah galaksi terjauh yang diketahui
dengan nilai geseran merah 11,9. Galaksi tersebut diperkirakan sudah ada sejak sekitar "380
juta tahun"[81] setelah Dentuman Besar (setara dengan sekitar 13,8 miliar tahun yang
lalu),[82] dan berjarak kira-kira 13,42 miliar tahun cahaya.
Bagaimana proses rinci terbentuknya galaksi seawal itu berlangsung masih merupakan sebuah
pertanyaan pokok yang belum terjawab dalam astronomi. Teori yang ada dapat dibagi dalam
dua kategori: dari atas ke bawah (top down) atau dari bawah ke atas (bottom-up). Dalam
teori top-down (seperti model Eggen-Lynden-Bell-Sandage [ELS]), protogalaksi terbentuk dalam
sebuah runtuhan serentak berskala besar yang berlangsung selama kira-kira seratus juta
tahun.[83] Dalam teori bottom-up (seperti model Searle-Zinn [SZ]), struktur kecil seperti gugus
bola terbentuk dahulu, lalu kemudian sejumlah struktur tersebut bergabung untuk membentuk
galaksi yang lebih besar.[84]
Begitu protogalaksi mulai terbentuk dan mengerut, bintang-bintang halo pertama pun (disebut
bintang Populasi III) muncul di dalamnya. Bintang-bintang ini tersusun hampir seluruhnya oleh
hidrogen dan helium dan kemungkinan berukuran masif. Jika memang benar demikian, maka
bintang-bintang yang sangat besar ini akan menghabiskan pasokan bahan bakarnya dengan
cepat dan menjadi supernova, melepaskan unsur-unsur berat ke medium
antarbintang.[85] Bintang-bintang generasi pertama ini mengionisasi ulang hidrogen netral
sekitarnya, menciptakan gelembung ruang yang mengembang yang bisa dengan mudah dilalui
cahaya.[86]
Evolusi[sunting | sunting sumber]
Dalam masa satu miliar tahun pembentukan galaksi, struktur-struktur kunci mulai muncul: gugus-
gugus bola, lubang hitam supermasif pusat, dan sebuah tonjolan galaksi yang terdiri dari bintang
Populasi II yang miskin logam sudah terbentuk. Terciptanya sebuah lubang hitam supermasif
tampaknya memainkan peranan penting dalam mengatur pertumbuhan galaksi secara aktif,
dengan membatasi jumlah materi tambahan yang ditambahkan.[87] Sepanjang epos awal ini,
galaksi mengalami lonjakan besar pembentukan bintang.[88]
Selama dua miliar tahun berikutnya, akumulasi materi mengendap menjadi piringan
galaksi.[89] Sepanjang hidupnya sebuah galaksi akan terus menyerap materi yang tertarik
dari awan kecepatan tinggi dan galaksi katai.[90] Materi tersebut kebanyakan adalah hidrogen
dan helium. Siklus kelahiran dan kematian bintang perlahan-lahan meningkatkan kelimpahan
unsur-unsur berat yang akhirnya memungkinkan pembentukan planet.[91]
Evolusi galaksi dapat secara signifikan dipengaruhi oleh interaksi dan tabrakan. Penggabungan
galaksi merupakan hal yang biasa terjadi selama epos awal, dan kebanyakan galaksi dalam
masa ini memiliki bentuk yang aneh.[92] Mengingat jarak antara bintang-bintang yang berjauhan,
sebagian besar sistem bintang pada galaksi yang bertabrakan tidak akan terpengaruh. Namun,
pelucutan gravitasional yang dialami gas dan debu antarbintang pada lengan spiral galaksi akan
menghasilkan deretan panjang bintang-bintang yang dikenal sebagai ekor tidal. Contoh formasi
ini dapat dilihat pada NGC 4676[93] atau Galaksi Antena.[94]
Sebagai contoh untuk interaksi yang demikian adalah galaksi Bima Sakti dan galaksi Andromeda
di dekatnya. Keduanya saling bergerak menuju satu sama lain dengan kecepatan kira-kira
130 km/s, dan tergantung pada pergerakan menyisinya, keduanya dapat bertabrakan dalam
waktu sekitar lima sampai enam juta tahun. Meskipun Bima Sakti tidak pernah bertabrakan
dengan galaksi sebesar Andromeda sebelumnya, bukti akan tabrakan Bima Sakti dengan
galaksi katai yang lebih kecil di masa lalu semakin banyak.[95]
Interaksi skala besar semacam itu jarang terjadi. Seiring dengan berjalannya waktu,
penggabungan dari dua sistem yang berukuran sama menjadi semakin jarang terjadi.
Kebanyakan galaksi terang secara fundamental tetap tidak berubah selama beberapa miliar
tahun terakhir, dan laju bersih pembentukan bintang mungkin mencapai puncaknya juga pada
kira-kira sepuluh miliar tahun yang lalu.[96]
Kecenderungan pada masa depan[sunting | sunting sumber]
Saat ini kebanyakan pembentukan bintang terjadi pada galaksi yang lebih kecil, di mana gas
dingin belum begitu terkuras.[92] Galaksi spiral seperti Bima Sakti, hanya memproduksi bintang-
bintang generasi baru selama mereka masih memiliki awan molekul padat, berisi hidrogen
antarbintang, di lengan spiralnya.[97] Galaksi-galaksi eliptis hampir tidak memiliki gas ini lagi,
sehingga tidak membentuk bintang baru lagi.[98] Persediaan bahan pembentuk bintang di alam
semesta terbatas. Begitu bintang-bintang selesai mengubah persediaan yang ada dari hidrogen
menjadi unsur yang lebih berat, pembentukan bintang baru akan berakhir.[99]
Era pembentukan bintang yang sedang berlangsung saat ini diperkirakan akan terus berlanjut
sampai 100 miliar tahun ke depan. Kemudian "zaman bintang" akan berangsur-angsur memudar
setelah sekitar 10–100 triliun tahun (1013–1014 tahun), saat bintang terkecil dan terlama
hidup, katai merah kecil, mulai meredup. Pada akhir zaman bintang, galaksi hanya akan terdiri
dari objek-objek kompak: katai coklat, katai putih yang sedang mendingin atau yang sudah
dingin ("katai hitam"), bintang neutron, dan lubang hitam. Akhirnya, sebagai hasil dari relaksasi
gravitasi, semua bintang akan terjatuh ke pusat lubang hitam supermasif atau dapat terlempar ke
ruang antargalaksi sebagai akibat dari tabrakan.[99][100]

Struktur skala besar[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Alam semesta teramati#Struktur skala
besar dan Kelompok dan gugus galaksi
Survei terhadap langit jauh menunjukkan bahwa galaksi sering kali ditemukan relatif berdekatan
dengan galaksi lain. Galaksi terasing yang selama satu miliar tahun terakhir tidak berinteraksi
secara signifikan dengan galaksi lain yang bermassa sebanding, relatif langka. Hanya sekitar 5%
dari galaksi yang disurvei ditemukan benar-benar terpencil. Namun, formasi terpencil ini mungkin
pernah berinteraksi atau bahkan bergabung dengan galaksi lain di masa lalu, dan mungkin
masih diedari oleh beberapa galaksi satelit yang lebih kecil. Galaksi terpencil[note 2] bisa
menghasilkan bintang dengan laju yang jauh di atas normal, karena gas dalam galaksi yang
demikian tidak terlucuti oleh gravitasi galaksi lain.[101]

Sekstet Seyfert contoh dari kelompok kompak galaksi

Dalam skala terbesar, alam semesta ini terus mengembang, mengakibatkan jarak antara tiap
galaksi rata-rata bertambah (lihat hukum Hubble). Hubungan antar galaksi dapat menghambat
pengembangan ini dalam skala lokal melalui tarikan gravitasi timbal balik mereka. Hubungan ini
terbentuk di awal alam semesta, saat gumpalan materi gelap tiap galaksi menarik galaksinya
masing-masing untuk saling mendekat. Kelompok-kelompok galaksi yang berdekatan kemudian
bergabung untuk membentuk gugus-gugus berskala lebih besar. Proses penggabungan yang
berlangsung (serta aliran gas yang tertarik) memanaskan gas antar galaksi dalam gugus galaksi
ke suhu yang sangat tinggi, mencapai 30–100 juta derajat celsius.[102] Sekitar 70–80% massa
sebuah gugus galaksi berada dalam bentuk materi gelap, sedang 10–30% terdiri dari gas panas
ini dan beberapa persen sisanya dalam bentuk galaksi.[103]
Kebanyakan galaksi di alam semesta terikat secara gravitasi ke sejumlah galaksi lain. Hal ini
menciptakan sebuah hierarki yang berbentuk seperti fraktal dari struktur-struktur alam semesta,
dengan gabungan terkecil dinamakan kelompok galaksi. Kelompok galaksi adalah jenis
kumpulan galaksi yang paling umum, serta kelompok-kelompok tersebut mengandung sebagian
besar galaksi (serta sebagian besar massa barionik) di Alam Semesta.[104][105] Untuk tetap terikat
secara gravitasi dalam kelompok yang seperti itu, masing-masing galaksi anggota harus memiliki
kecepatan yang cukup rendah untuk mencegahnya terlepas (lihat teorema Virial). Namun,
jikaenergi kinetik tidak mencukupi, sebuah kelompok galaksi dapat berubah menjadi kelompok
dengan jumlah galaksi lebih sedikit dengan penggabungan galaksi.[106]
Struktur yang lebih besar, berisi ribuan galaksi yang berkumpul dalam suatu daerah yang
panjangnya beberapa megaparsec, disebut gugus galaksi. Gugus galaksi sering kali didominasi
oleh sebuah galaksi eliptis berukuran raksasa, yang dapat dikenali sebagai galaksi paling terang
dalam gugus tersebut. Galaksi ini dari waktu ke waktu dengan gaya pasang surut gravitasi akan
menghancurkan galaksi-galaksi satelitnya dan menyerap mereka ke dalam dirinya sendiri.[107]
Gugus raksasa (supercluster) berisi puluhan ribu galaksi, yang dapat berupa gugus galaksi,
kelompok galaksi atau kadang-kadang galaksi tersendiri. Dalam skala gugus raksasa, galaksi
tersusun dalam lapisan-lapisan dan untaian-untaian yang mengelilingi sebuah kehampaan yang
luas.[108] Di atas skala ini, alam semesta tampak sama di semua arah (isotropis dan
homogen).[109]
Galaksi Bimasakti sendiri merupakan anggota kelompok galaksi yang disebut Kelompok
Lokal (Local Group); sebuah kelompok galaksi yang relatif kecil dan memiliki diameter sekitar
satu megaparsec. Galaksi Bima Sakti dan Andromeda adalah dua galaksi paling terang dalam
kelompok ini; kebanyakan galaksi anggota lainnya merupakan galaksi katai satelit dari kedua
galaksi.[110] Kelompok Lokal sendiri merupakan bagian dari sebuah struktur seperti awan yang
berada dalam gugus raksasa Virgo (Virgo supercluster), sebuah struktur luas berukuran besar
dari kelompok-kelompok dan gugus-gugus galaksi yang terpusat pada gugus Virgo.[111]

Pengamatan dalam berbagai panjang gelombang[sunting | sunting


sumber]
Lihat pula: Astronomi pengamatan

Gambar ultraungu Galaksi Andromeda ini menunjukkan wilayah berwarna biru yang memuat bintang-
bintang masif muda.

Setelah diketahui bahwa terdapat galaksi-galaksi di luar Bima Sakti, pengamatan-pengamatan


awal yang dilakukan kebanyakan menggunakan cahaya kasat mata. Radiasi puncak
kebanyakan bintang memang berada dalam spektrum ini, sehingga pengetahuan yang
berhubungan dengan pengamatan terhadap bintang-bintang pembentuk galaksi merupakan
bagian penting dari bidang astronomi optik. Spektrum ini juga cocok digunakan untuk
mengamati wilayah-wilayah H II yang terionisasi, dan untuk memeriksa distribusi lengan debu
galaksi.
Debu yang ada dalam medium antarbintang sulit ditembus oleh cahaya kasat mata, namun lebih
transparan terhadap cahaya inframerah-jauh. Sebab itu cahaya inframerah-jauh dapat
digunakan untuk mengamati dengan rinci daerah dalam awan molekul raksasa dan daerah inti
galaksi.[112] Inframerah juga digunakan untuk mengamati galaksi jauh yang mengalami geseran
merah, yang terbentuk pada masa awal alam semesta. Uap air dan karbon dioksida menyerap
sebagian dari spektrum inframerah yang dapat dimanfaatkan, sehingga teleskop yang terletak di
dataran tinggi atau di ruang angkasa digunakan untuk astronomi inframerah.
Penelitian pertama terhadap galaksi dalam spektrum cahaya tak kasat mata, khususnya galaksi
aktif, dilakukan menggunakan frekuensi radio. Atmosfer bumi hampir transparan terhadap
gelombang antara 5 MHz sampai 30 GHz. (Ionosfer menghalangi sinyal di bawah rentang
ini).[113] Interferometer radio berukuran besar digunakan untuk memetakan semburan-semburan
aktif yang dipancarkan dari inti galaksi aktif. Teleskop radio dapat juga digunakan untuk
mengamati atom-atom hidrogen netral di luar angkasa (lewat radiasi gelombang 21 cm),
kemungkinan termasuk materi tak terionisasi di alam semesta awal, yang kemudian runtuh
membentuk galaksi.[114]
Sinar ultraungu dan teleskop sinar x dapat digunakan untuk mengamati fenomena tinggi energi
galaksi. Sebuah suar ultraungu teramati ketika sebuah bintang di galaksi yang jauh tercabik-
cabik akibat gaya pasang surut gravitasi sebuah lubang hitam.[115] Distribusi gas panas dalam
gugus galaksi dapat dipetakan dengan menggunakan sinar x. Keberadaan lubang hitam
supermasif pada inti galaksi juga dibuktikan dengan astronomi sinar x.[116]

Galaksi dalam fiksi ilmiah[sunting | sunting sumber]

Peta galaksi Star Wars.

Pada abad ke-20, seiring dengan perkembangan ilmu astronomi dan pengetahuan bahwa alam
semesta sebenarnya berisi jutaan galaksi,[117] bidang fiksi ilmiah juga mengalami semacam
perkembangan paralel. Penemuan-penemuan baru merangsang khayalan para penulis dan
sutradara, yang kemudian menciptakan galaksi-galaksi fiktif tempat berlangsungnya berbagai
cerita kepahlawanan, perang galaksi dan peradaban makhluk asing.[118]
Galaksi fiktif yang paling terkenal adalah galaksi Star Wars. Galaksi Star Wars kira-kira
berbentuk spiral, atau paling tidak berbentuk antara spiral dan eliptis;[119] diisi oleh banyak
peradaban dengan bahasanya masing-masing dan juga suatu bahasa pemersatu,Basic Galactic.
Beberapa daerah dalam galaksi ini belum tereksplorasi, baik karena sulit dijangkau atau karena
anomali magnetis yang kuat, sementara lengan luar galaksi dan daerah berjarak menengah dari
inti galaksi sudah dikenal dengan baik dan berpenduduk.[119]
Dalam film Stargate, sebuah galaksi yang terletak di daerah terpencil alam semesta, bernama
Galaksi Kalium, memiliki sebuah planet yang dapat dicapai melalui sebuah alat spesial
berbentuk seperti cincin raksasa, bernama Stargate (gerbang bintang). Di planet ini terdapat
sebuah peradaban manusia yang mirip dengan Mesir kuno, dan memuja dewa yang merupakan
seorang makhluk asing bernama Ra.[120]
Dalam serial televisi Stargate setelah itu, ditemukan beberapa sistem koordinat lainnya
untuk Stargate, yang menuju ke dunia-dunia lain berjarak jauh.[121] Dalam serial Stargate
Atlantis, terdapat koordinat spesial kedelapan (bukannya tujuh seperti dalam serial sebelumnya)
yang memungkinkan penggunanya mencapai sebuah galaksi jauh yang terletak di rasi
bintang Pegasus. Di situ terdapat kota hilang Atlantis, sebuah kota besar berteknologi ultra tinggi
yang ditinggalkan sebuah peradaban kuno yang disebut "The Ancients".[121][122] Terdapat
perbedaan dalam cerita latar belakang antara film dan serial televisinya. Dalam serial televisinya,
Planet Ra "berada" dalam galaksi kita, dan untuk mendapat akses ke galaksi luar, kepada
penonton dinyatakan bahwa stargate memiliki delapan simbol, bukannya tujuh.[123]
Dalam permainan video Spore, menu utamanya berupa sebuah galaksi spiral dengan lima
lengan, dan permainan yang tersimpan diindikasikan dengan lingkaran, yang mana bila
lingkarannya berwarna kuning berarti tidak terdapat permainan yang tersimpan dan biru berisi
permainan yang tersimpan. Lingkaran tersebut juga menunjukkan posisi bintang di dalam galaksi
tersebut di mana terdapat planet awal yang bisa dipilih pemain.

Galeri foto[sunting | sunting sumber]


Galaksi Triangulum

NGC 253

NGC 4414

ESO 510-G13

NGC 1300

Galaksi Andromedadalam inframerah

Galaksi Sombrero

NGC 6050

M74

Galaksi Pusaran

NGC 1672

NGC 1316

Ledakan Dahsyat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
"Big Bang" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Big Bang, lihat Big Bang
(disambiguasi).

Menurut model ledakan dahsyat, alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat padat dan
panas dan terus mengembang sampai sekarang. Secara umum, pengembangan ruang semesta yang
mengandung galaksi-galaksi dianalogikan seperti roti kismis yang mengembang. Gambar di atas
merupakan gambaran konsep artis yang mengilustrasikan pengembangan salah satu bagian dari alam
semesta rata.

Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah
peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan
kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga
dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Berdasarkan permodelan
ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang
secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan
awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu,[1][2] yang kemudian selalu menjadi
Referensi sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut.[3][4] Teori ini telah memberikan penjelasan
paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.[5][6]
Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, dianggap sebagai orang pertama
yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia
menyebutnya sebagai "hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini bergantung
pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi sederhana,
seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat
dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan
bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran
merahnya, sebagaimana yang dipaparkan oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini
dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki
kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin
cepat kecepatan tampaknya.[7]
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang,
semuanya haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan
pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat
ekstrem.[8][9][10] Berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk mencoba dan
menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teoritersebut dapat konfirmasi dengan signifikan,
walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk
menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan
pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan
beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta,
melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak
pengembangan awal tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos
sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam
kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit
kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis
oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan
secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap"
bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah
hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan
antara dua model kosmologis ini.[11][12][13] Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar
dalam usaha para fisikawan untuk memahaminukleosintesis bintang yang merupakan lintasan
pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah
penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan
ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah
terjadi.
Kosmologi

 Umur alam semesta


 Ledakan dahsyat
 Jarak tepat
 Latar gelombang mikro kosmis
 Energi gelap
 Materi gelap
 metrik FLRW
 Persamaan Friedmann
 Pembentukan galaksi
 Hukum Hubble
 Inflasi
 Struktur skala besar
 Model Lambda-CDM
 Nukleosintesis
 Pergeseran merah
 Bentuk alam semesta
 Garis waktu kosmologi
 Garis waktu alam semesta
 Takdir akhir alam semesta
 Alam semesta
Topik lain
 Astrofisika
Daftar isi  Relativitas umum
[sembunyikan]  Gravitasi kuantum

 1 Sejarah dan perkembangan teori


 2 Tinjauan
o 2.1 Garis waktu ledakan dahsyat
 3 Asumsi-asumsi dasar
o 3.1 Metrik FLRW
o 3.2 Horizon
 4 Bukti pengamatan
o 4.1 Hukum Hubble dan pengembangan ruang
o 4.2 Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis
o 4.3 Kelimpahan unsur-unsur primordial
o 4.4 Evolusi dan distribusi galaksi
o 4.5 Bukti-bukti lainnya
 5 Ciri, persoalan, dan masalah
o 5.1 Masalah horizon
o 5.2 Masalah kerataan alam semesta
o 5.3 Monopol magnetik
o 5.4 Asimetri barion
o 5.5 Usia gugusan globular
o 5.6 Materi gelap
o 5.7 Energi gelap
 6 Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat
 7 Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan Dahsyat
 8 Penafsiran keagamaan
 9 Kesalahan umum
 10 Catatan
 11 Referensi
o 11.1 Buku
 12 Bacaan lanjut
 13 Pranala luar

Sejarah dan perkembangan teori[sunting | sunting sumber]


Teori ledakan dahsyat dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta
beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher adalah orang yang pertama
mengukur efek Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi
spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak
berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat
kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima
Sakti.[14][15]
Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan Rusia,
menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein.
Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan
dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat
itu.[16]
Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan
bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen
menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa
resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang
mengembang.[17]
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta
seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring
berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada
satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula.[18]
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal
bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inch (2,500 mm) diObservatorium
Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi
yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble
menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum
Hubble.[7][19] Lemaître telah menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip
kosmologi.[20]

Gambaran artis mengenai satelitWMAP yang mengumpulkan berbagai data untuk membantu para ilmuwan
memahami ledakan dahsyat

Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk
menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne,[21] alam semesta
berayun (awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert
Einstein danRichard Tolman)[22] dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.[23]
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya
adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta
ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di
titik waktu manapun.[24]
Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lemaître, yang diadvokasikan dan dikembangkan
oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis ledakan dahsyat (Big
Bang Nucleosynthesis, BBN)[25] dan yang kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman,
sebagai radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis (cosmic microwave background
radiation, CMB).[26] Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk
merujuk pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949.[27][cat 1]
Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-
bukti pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar
belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1964[28] mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai
teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya
kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam
konteks ledakan dahsyat, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu
terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan dahsyat telah dibuat sejak akhir tahun 1990-
an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisis data yang
berasal dari satelit-satelit seperti COBE,[29] Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.[30]

Tinjauan[sunting | sunting sumber]


Garis waktu ledakan dahsyat[sunting | sunting sumber]
Ekstrapolasi pengembangan alam semesta seiring mundurnya waktu menggunakan relativitas
umum menghasilkan kondisi masa jenis dan suhu alam semesta yang tak terhingga pada suatu
waktu pada masa lalu.[31] Singularitas ini mensinyalkan runtuhnya keberlakuan relativitas umum
pada kondisi tersebut. Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas
diperdebatkan, namun tidaklah lebih awal daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan
padat itu sendiri dirujuk sebagai "the Big Bang",[cat 2] dan dianggap sebagai "kelahiran" alam
semesta kita.
Didasarkan pada pengukuran pengembangan menggunakan Supernova Tipe Ia, pengukuran
fluktuasi temperatur pada latar gelombang mikro kosmis, dan pengukuran fungsi korelasi galaksi,
alam semesta memiliki usia 13,73 ± 0.12 miliar tahun.[32] Kecocokan hasil ketiga pengukuran
independen ini dengan kuat mendukung model ΛCDM yang mendeskripsikan secara mendetail
kandungan alam semesta.
Fase terawal ledakan dahsyat penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya digunakan
mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis denganrapatan
energi yang sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan dengan cepat
mengembang dan mendingin. Kira-kira 10−37 detik setelah pengembangan,transisi
fase menyebabkan inflasi kosmis, yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara
eksponensial.[33] Setelah inflasi berhenti, alam semesta terdiri dari plasma kuark-
gluon beserta partikel-partikel elementer lainnya.[34]
Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai
kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala jenis partikel terus menerus diciptakan dan
dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui yang
disebut bariogenesis melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan
jumlahkuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta.
Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada alam semesta.[35]
Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga
energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan simetri membuatgaya-gaya
dasar fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang sama
seperti sekarang.[36] Setelah kira-kira 10−11 detik, gambaran ledakan dahsyat menjadi lebih jelas
oleh karena energi partikel telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh
eksperimen fisika partikel.
Pada sekitar 10−6 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton dan
neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih
banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk menghasilkan
pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal,
menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton,
neutron, dan elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam
semesta didominasi oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).
Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu miliar Kelvin dan
rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan proton dan
membentuk inti atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang dikenal
sebagai nukleosintesis ledakan dahsyat.[37] Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai
intihidrogen. Seiring dengan mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat materi
secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan inti atom bergabung
menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi
ini yang terus bergerak melewati ruang semesta dikenal sebagairadiasi latar gelombang mikro
kosmis.[38]
Medan Ultra Dalam Hubblememperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih
muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori ledakan dahsyat.

Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat
mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang,
galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail proses ini
bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang
memungkinkan, yakni materi gelap dingin,materi gelap panas, dan materi barionik. Pengukuran
terbaik yang didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam
alam semesta ini adalah materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang
dari 18% materi alam semesta.[32]
Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis
bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya menembus semua
ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam semesta sekarang
berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah
disusupi oleh energi gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat
itu, gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta.
Namun, pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang
semakin berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin
cepat.
Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat
dideskripsikan dan dimodelkan oleh model ΛCDM, yang menggunakan kerangka mekanika
kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah disebutkan,
tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 10−15 detik setelah kejadian ledakan
dahsyat. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi batasan ini.

Asumsi-asumsi dasar[sunting | sunting sumber]


Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi utama: universalitas hukum
fisika dan prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi menyatakan bahwa dalam skala yang besar alam
semesta bersifat homogen dan isotropis.
Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai postulat, namun beberapa usaha telah
dilakukan untuk menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa hukum fisika berlaku
secara universal diuji melalui pengamatan ilmiah yang menunjukkan bahwa penyimpangan
terbesar yang mungkin terjadi pada tetapan struktur halus sepanjang usia alam semesta berada
dalam batasan 10−5.[39]
Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana yang terpantau dari bumi, prinsip
komologis dapat diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih sederhana. Prinsip ini
menyatakan bahwa bumi, maupun titik pengamatan manapun, bukanlah posisi pusat yang
khusus ataupun penting. Sampai dengan sekarang, prinsip kosmologis telah berhasil
dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi latar gelombang mikro kosmis.
Metrik FLRW[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker
Relativitas umum mendeskripsikan ruang-waktu menggunakan metrik yang menjelaskan jarak
kedua titik yang terpisah satu sama lainnya. Titik ini, yang dapat berupa galaksi, bintang,
ataupun objek lainnya, ditunjukkan menggunakan peta koordinat yang berada di
keseluruhan ruang waktu. Prinsip kosmologis menyiratkan bahwa metrik ini
haruslahhomogen dan isotropis dalam skala yang besar. Satu-satunya metrik yang memenuhi
persyaratan ini adalah metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker (metrik FLRW). Metrik ini
mengandung faktor skala yang menentukan seberapa besar alam semesta berubah seiring
dengan berjalannya waktu. Hal ini memungkinkan kita untuk membuatsistem koordinat yang
dapat dipilih dengan praktis, yaitu koordinat segerak (comoving coordinate).
Dalam sistem koordinat ini, kisi koordinat berekspansi bersamaan dengan alam semesta yang
mengembang, sehingga objek yang bergerak karena pengembangan alam semesta akan berada
pada titik yang sama dalam sistem koordinat ini. Walaupun jarak koordinat (jarak segerak) kedua
titik tetap konstan, jarak fisik antara dua titik akan meningkat sesuai dengan faktor skala alam
semesta.[40]
Ledakan Dahsyat bukanlah kejadian penghamburan materi ke seluruh ruang semesta yang
kosong. Melainkan ruang tersebut berekspansi seiring dengan waktu dan meningkatkan jarak
fisik antara dua titik yang bersegerak. Karena metrik FLRW mengasumsikan distribusi massa
dan energi yang merata, metrik ini hanya berlaku pada skala yang besar.
Horizon[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Horizon kosmologis
Salah satu ciri penting pada ruang waktu Ledakan Dahsyat adalah keberadaan horizon. Oleh
karena alam semesta memiliki usia yang terbatas, dan cahaya bergerak dengan kecepatan yang
terbatas pula, maka akan terdapat berbagai kejadian pada masa lalu yang cahayanya belum
mencapai kita. Hal ini akan membatasi kita dalam mengamati objek terjauh alam semesta
(horizon masa lalu). Sebaliknya, karena ruang itu sendiri berekspansi dan objek yang semakin
jauh akan menjauh semakin cepat, cahaya yang dipancarkan oleh kita tidak akan pernah
mencapai objek jauh tersebut. Batasan ini disebut sebagai horizon masa depan, yang
membatasi kejadian-kejadian pada masa depan yang kita dapat pengaruhi.
Keberadaan dua horizon ini bergantung pada penjelasan detail model FLRW mengenai alam
semesta kita. Pemahaman kita mengenai alam semesta pada waktu-waktu terawalnya
menyiratkan terdapatnya horizon masa lalu, walaupun pandangan kita juga akan dibatasi oleh
buramnya alam semesta pada waktu-waktu terawalnya. Oleh karena itu, kita tidak dapat
memandang masa lalu lebih jauh daripada yang kita dapat pandang sekarang, walaupun horizon
masa lalu akan menyusut dalam ruang. Jika pengembangan akan semesta terus berakselerasi,
maka akan terdapat pula horizon masa depan..[41]

Bukti pengamatan[sunting | sunting sumber]


Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang mendukung model Ledakan Dahsyat,
yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran merah galaksi, pengukuran mendetail
pada latar belakang gelombang mikro kosmis, kelimpahan unsur-unsur ringan, dan distribusi
skala besar beserta evolusi galaksi[42] yang diprediksikan terjadi karena pertumbuhan
gravitasional struktur dalam teori standar. Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar
teori Ledakan Dahsyat".[43]
Hukum Hubble dan pengembangan ruang[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hukum Hubble dan Pengembangan metrik ruang
Pengamatan pada galaksi dan kuasar yang jauh menunjukkan bahwa objek-objek ini
mengalami pergeseran merah, yakni bahwa pancaran cahaya objek ini telah bergeser menuju
panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini dapat dilihat dengan
mengambil spektrum frekuensi suatu objek dan mencocokkannya dengan pola spektroskopigaris
emisi ataupun garis absorpsi atom suatu unsur kimia yang berinteraksi dengan cahaya.
Pergeseran ini secara merata isotropis, dan terdistribusikan merata di kesemuaan objek
terpantau di seluruh arah pantauan. Jika geseran merah ini diinterpretasikan sebagai geseran
Doppler, kecepatan mundur suatu objek dapat dikalkulasi. Untuk beberapa galaksi,
dimungkinkan pula perkiraan jarak menggunakan tangga jarak kosmis. Ketika kecepatan mundur
dipetakan terhadap jaraknya, hubungan linear yang dikenal sebagaihukum Hubble akan
terpantau:[7]
v = H0D,
dengan

 v adalah kecepatan mundur suatu galaksi ataupun objek lainnya,


 D adalah jarak segerak terhadap objek tersebut, dan
 H0 adalah konstanta Hubble, yang nilai pengukurannya adalah 70,4 +1,3−1,4 km/s/Mpc.[32]
Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita berada pada pusat pengembangan
galaksi (yang tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus), atapun alam semesta
mengembang secara merata ke mana-mana. Pengembangan alam semesta ini
diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander Friedmann pada tahun
1922[16] dan Georges Lemaître pada tahun 1927,[17] sebelum Hubble melakukan analisi
beserta pengamatannya pada tahun 1929.
Teori ini mempersyaratkan bahwa hubungan v = HD berlaku sepanjang masa,
dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan mundur, dan v, H, D bervariasi seiring
dengan mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita menulis H0 untuk
menandakannya sebagai "konstanta" Hubble sekarang). Untuk jarak yang lebih kecil
daripadaalam semesta teramati, geseran merah Hubble dapat dianggap sebagai geseran
Doppler yang sesuai dengan kecepatan mundur v. Namun, geseran merah ini bukan
geseran Doppler sejatinya, namun merupakan akibat dari pengembangan alam semesta
antara waktu cahaya tersebut dipancarkan dengan waktu cahaya tersebut dideteksi.[44]
Bahwa alam semesta mengalami pengembangan metrik ditunjukkan oleh bukti pengamatan
langsung prisip kosmologis dan prinsip Kopernikus. Pergeseran merah yang terpantau pada
objek-objek yang jauh sangat isotropis dan homogen.[7] Hal ini mendukung prinsip
kosmologis bahwa alam semesta tampaklah sama di keseluruhan arah pantauan. Apabila
pergeseran merah yang terpantau merupakan akibat dari suatu ledakan di titik pusat yang
jauh dari kita, maka pergeseran merahnya tidak akan sama di setiap arah pantauan.
Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis terhadap
dinamika sistem astrofisika yang jauh pada tahun 2000 membuktikan kebenaran prinsip
Kopernikus, yakni bahwa Bumi bukanlah posisi pusat alam semesta.[45] Radiasi yang berasal
dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan cukup hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam
semesta. Pendinginan yang merata pada latar belakang gelombang mikro kosmis selama
miliaran tahun hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta mengalami pengembangan
metrik dan kita tidak berada dekat dengan pusat suatu ledakan.
Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis
Citra WMAP yang menunjukkan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis

Semasa beberapa hari pertama alam semesta, alam semesta berada dalam
keadaan kesetimbangan termal, dengan foton secara berkesinambungan dipancarkan dan
kemudian diserap. Hal ini kemudian menghasilkan radiasi spektrum benda hitam.
Seiring dengan mengembangnya alam semesta, temperatur alam semesta menurun
sehingganya foton tidak lagi dapat diciptakan maupun dihancurkan. Temperatur ini masih
cukup tinggi bagi elektron dan inti untuk terus berpisah tanpa terikat satu sama lainnya.
Walau demikian, foton terus "dipantulkan" dari elektron-elektron bebas ini melalui suatu
proses yang disebut hamburan Thompson. Oleh karena hamburan yang terjadi berulang-
ulang, alam semesta pada masa-masa awalnya akan tampak buram oleh cahaya.
Ketika temperatur jatuh mencapai beberapa ribu Kelvin, elektron dan inti atom mulai
bergabung membentuk atom. Proses ini disebut sebagai rekombinasi. Karena foton jarang
dihamburkan dari atom netral, radiasi akan berhenti dipancarkan dari materi ketika hampir
semua elektron telah berekombinasi. Proses ini terjadi 379.000 tahun setelah Ledakan
Dahysat, dikenal sebagai zaman penghamburan terakhir. Foton-foton terakhir inilah yang
kita pantau pada radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada masa sekarang.
Pola-pola fluktuasi radiasi latar ini merupakan gambaran langsung alam semesta pada
masa-masa awalnya. Energi foton yang berasal pada zaman penghamburan terakhir akan
mengalami pergeseran merah seiring dengan mengembangnya alam semesta. Spektrum
yang dipancarkan oleh foton ini akan sama dengan spektrum radiasi benda hitam, namun
dengan temperatur yang menurun. Hal ini mengakibatkan radiasi foton ini bergeser ke
daerah gelombang mikro. Radiasi ini diperkirakan terpantau di setiap titik pantauan di alam
semesta dan datang dari semua arah dengan intensitas radiasi yang (hampir) sama.
Pada tahun 1964, Arno Penzias dan Robert Wilson secara tidak sengaja menemukan radiasi
latar belakang kosmis ketika mereka sedang melakukan pemantau diagnostik menggunakan
penerima gelombang mikro yang dimiliki oleh Laboratorium Bell.[28] Penemuan mereka
memberikan konfirmasi yang substansial mengenai prediksi radiasi latar bahwa radiasi ini
bersifat isotropis dan konsisten dengan spektrum benda hitam pada 3 K. Penzias dan Wilson
kemudian dianugerahi penghargaan Nobel atas penemuan mereka.

Spektrum latar belakang gelombang mikro kosmis yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit
COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46]Titik-
titik data beserta ambang batas kesalahan pengukuran pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoritis,
menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat tinggi.
Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer -
Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan awal satelit ini yang dirilis pada tahun
1990 konsisten dengan prediksi Ledakan Dahsyat.
COBE menemukan pula temperatur sisa alam semesta sebesar 2,726 K dan pada tahun
1992 untuk pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi) pada radiasi latar belakang
gelombang mikro dengan tingkatan sebesar satu per 105.[29] John C. Mather dan George
Smootdianugerahi Nobel atas kepemimpinan mereka dalam proyek ini. Anisotropi latar
belakang gelombang mikro kosmis diinvestigasi lebih lanjut oleh sejumlah besar eksperimen
yang dilakukan di darat maupun menggunakan balon. Pada tahun 2000-2001, beberapa
eksperimen, utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam semesta hampir secara
spasial rata dengan mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam semesta.)
Pada awal tahun 2003, hasil penemuan pertama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy
Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa parameter-parameter kosmologis.
Wahana antariksa ini juga membantah beberapa model inflasi kosmis, namun masih
konsisten dengan teori inflasi secara umumnya.[30] WMAP juga mengonfirmasi bahwa
selautan neutrino kosmis merembes di keseluruhan alam semesta. Ini merupakan bukti yang
jelas bahwa bintang-bintang pertama memerlukan lebih dari setengah miliar tahun untuk
menciptakan kabut kosmis.
Kelimpahan unsur-unsur primordial[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nukleosintesis Ledakan Dahsyat
Menggunakan model Ledakan Dahsyat, kita dapat memperkirakan konsentrasi helium-
4, helium-3, deuterium dan litium-7 yang ada di seluruh alam semesta berbanding dengan
jumlah hidrogen biasa.[37] Kelimpahan kesemuaan unsur ini bergantung pada satu
parameter, yakni rasio foton terhadap barion, yang nilainya dapat dihitung secara
independen dari detail struktur fluktuasi latar belakang gelombang mikro kosmis. Rasio yang
diprediksikan (rasio massa) adalah sekitar 0,25 untuk4He/H, sekitar 10−3 untuk 2H/H, sekitar
10−4 untuk 3He/H dan sekitar 10−9 untuk 7Li/H.[37]
Hasil prediksi ini sesuai dengan hasil pengukuran, paling tidak untuk kelimpahan yang
diprediksikan dari nilai tunggal rasio barion terhadap foton. Kesesuaian ini cukup baik untuk
deuterium, namun terdapat diskrepansi yang kecil untuk 4He dan 7Li. Dalam kasus helium
dan litium, terdapat ketidakpastian sistematis yang cukup besar. Walau demikian,
konsistensi prediksi ini secara umumnya memberikan bukti yang kuat akan terjadinya
Ledakan Dahsyat.[47]
Evolusi dan distribusi galaksi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembentukan dan evolusi galaksi

Panorama langit yang menunjukkan distribusi galaksi di luar Bimasakti.

Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi beserta kuasar memberikan
bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. Perpaduan antara pengamatan dengan
teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar
satu miliar tahun setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai struktur astronomi
lainnya yang lebih besar seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang
terus berevolusi dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan
keadaan galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari
galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat berbeda
dengan galaksi-galaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini
membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan bintang, distribusi
kuasar dan gaklasi, sesuai dengan simulasi pembentukan alam semesta yang diakibatkan
oleh Ledakan Dahysat.[48][49]
Bukti-bukti lainnya[sunting | sunting sumber]
Setelah melalui beberapa perdebatan, umur alam semesta yang diperkirakan dari
pengembangan Hubble dan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis telah
menunjukkan kecocokan yang sama (sedikit lebih tua) dengan usia bintang-bintang tertua
alam semesta.
Prediksi bahwa temperatur radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis lebih tinggi pada
masa lalunya telah didukung secara eksperimental dengan mengamati garis-garis emisi
kabut gas yang sensitif terhadap temperatur pada pergeseran merah yang tinggi. Prediksi ini
juga menyiratkan bahwa amplitudo dari efek Sunyaev–Zel'dovich dalamgugusan
galaksi tidak tergantung secara langsung pada geseran merah.

Ciri, persoalan, dan masalah[sunting | sunting sumber]


Walaupun sekarang ini teori Ledakan Dahsyat mendapatkan dukungan yang luas dari para
ilmuwan, dalam sejarahnya, berbagai persaoalan dan masalah pada teori ini pernah memicu
kontroversi ilmiah mengenai model mana yang paling baik dalam menjelaskan pengamatan
kosmologis yang ada. Banyak dari persoalan dan masalah teori Ledakan Dahsyat telah
mendapatkan solusinya, baik melalui modifikasi pada teori itu sendiri maupun melalui
pengamatan lebih lanjut yang lebih baik.
Gagasan-gagasan inti Ledakan Dahsyat yang terdiri dari pengembangan alam semesta,
keadaan awal alam semesta yang panas, pembentukan helium, dan pembentukan galaksi,
diturunkan dari banyak pengamatan yang tak tergantung pada model kosmologis mana pun.
Walau bagaimanapun, model cermat Ledakan Dahsyat memprediksikan berbagai feomena
fisika yang tak pernah terpantau di Bumi maupun terdapat pada Model Standar fisika
partikel. Utamanya, materi gelap merupakan topik investigasi ilmiah yang mendapatkan
perhatian yang luas.[50] Persoalan lainnya seperti masalah halo taring dan masalah galaksi
katai dari materi gelap dingin tidak sefatal penjelasan materi gelap karena penyelesaian atas
masalah tersebut telah ada dan hanya memerlukan perbaikan lebih lanjut pada teori
Ledakan Dahsyat. Energi gelap juga merupakan topik investigasi yang menarik perhatian
ilmuwan, namun tidaklah jelas apakah pendeteksian langsung energi gelap dimungkinkan
atau tidak.[51]
Di sisi lain, inflasi kosmos dan bariogenesis masih sangat spekulatif. Keduanya sangat
penting dalam menjelaskan keadaan awal alam semesta, namun tidak dapat digantikan
dengan penjelasan alternatif lainnya tanpa mengubah teori Ledakan Dahsyat secara
keseluruhan.[cat 3] Pencarian akan penjelasan yang tepat atas fenomena-fenomena tersebut
menjawab pada masalah yang belum terpecahkan dalam fisika.
Masalah horizon[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masalah horizon
Masalah horizon mencuat diakibatkan oleh premis bahwa informasi tidak dapat bergerak
melebihi kecepatan cahaya. Dengan usia alam semesta yang terbatas, akan terdapathorizon
partikel yang memisahkan dua daerah dalam ruang alam semesta yang tidak memiliki
hubungan kontak sebab akibat.[52] Isotropi radiasi latar yang terpantau menimbulkan
masalah, karena apabila alam semesta telah didominasi oleh radiasi ataupun materi
sepanjang waktunya di mulai dari masa penghamburan terakhir, horizon partikel pada masa
itu haruslah berkoresponden sekitar 2 derajat di langit, dan tidak akan terdapat mekanisme
apapun yang menyebabkan daerah lainnya yang dibatasi partikel horizon untuk memiliki
temperatur yang sama.
Penyelesaian atas inkonsistensi ini dijelaskan oleh teori inflasi, yakni medan energi skalar
yang isotropis dan homogen mendominasi alam semesta pada periode waktu terawalnya
(sebelum bariogenesis). Semasa inflasi, alam semesta mengalami pengembangan
eksponensial dan horizon partikel berkembang lebih cepat daripada yang kita asumsikan
sebelumnya, sehingga daerah yang sekarang ini berada berseberangan dengan alam
semesta teramati akan melangkaui partikel horizon satu sama lainnya . Isotropi radiasi latar
yang terpantau kemudian akan menunjukkan bahwa daerah yang lebih luas ini pernah
berada dalam hubungan kontak sebab akibat sebelum terjadinya inflasi.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg memprediksikan bahwa semasa fase inflasi, akan
terdapat fluktuasi termal kuantum. Fluktuasi ini berperan sebagai cikal bakal keseluruhan
struktur alam semesta. Teori inflasi memprediksikan bahwa fluktuasi ini bersifat invariansi
skala dan berdistribusi normal, sebagaimana yang dikonfirmasikan oleh pengukuran radiasi
latar.
Masalah kerataan alam semesta[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masalah kerataan

Geometri keseluruhan alam semesta ditentukan oleh parameter kosmologis omega, apakah
omega lebih kecil, sama dengan, ataupun lebih besar daripada satu.

Masalah kerataan alam semesta adalah masalah pengamatan yang diasosiasikan


dengan metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker.[52] Alam semesta bisa saja
memiliki kelengkungan spasial yang positif, negatif, maupun nol tergantung pada rapatan
energinya. Kelengkungan alam semesta negatif apabila rapatan energinya lebih kecil
daripada rapatan kritisnya, positif apabila lebih besar darinya, dan nol (rata) apabila sama
besar dengannya. Permasalahnnya adalah bahwa rapatan energi alam semesta terus
meningkat dan menjauhi nilai rapatan kritis walaupun alam semesta tetap hampir rata.[cat
4] Fakta bahwa alam semesta belum mencapai Kematian Kalor maupun Remukan

Besar setelah miliaran tahun memerlukan penjelasan yang memadai, karena beberapa
menit setelah Ledakan Dahsyat, massa jenis alam semesta haruslah di bawah satu per
1014 dari nilai kritisnya untuk tetap ada sampai sekarang.[53]
Penyelesaian masalah ini diselesaikan oleh teori inflasi. Semasa inflasi, ruang waktu
mengembang sedemikiannyakelengkungannya dimuluskan. Sehingganya, diteorikan bahwa
inflasi ini mendorong alam semesta untuk tetap hampir rata dengan rapatan alam semesta
yang hampir sama dengan nilai rapatan kritisnya.
Monopol magnetik[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Monopol magnetik
Persoalan monopol magnetik dicetuskan pada akhir tahun 1970-an. Teori manunggal
akbar memprediksikan kecacatan topologiruang yang akan bermanifestasi menjadi magnetik
monopol. Benda ini akan dihasilkan secara efisien pada awal alam semesta yang panas,
menghasilkan kerapatan yang lebih tinggi daripada yang konsisten dengan pemantauan .
Masalah ini diselesaikan pula oleh inflasi kosmos, yang menghilangkan semua titik-titik cacat
dari alam semesta teramati sebagaimana ia mendorong geometri alam semesta menjadi
rata.[52]
Resolusi alternatif terhadap masalah horizon, kerataan, dan monopol magnetik diberikan
pula oleh hipotesis kelengkungan Weyl.[54][55]
Asimetri barion[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Asimetri barion
Sampai sekarang masih belum dimengerti mengapa alam semesti memiliki
jumlah materi yang lebih banyak daripada antimateri.[35] Umumnya diasumsikan bahwa
ketika alam semesta masih berusia muda dan sangat panas, ia berada dalam kondisi
kesetimbangan dan mengandung sejumlah barion dan antibarion yang sama besarnya.
Namun, hasil pengamatan menyiratkan bahwa alam semesta, termasuk pula yang berada di
tempat terjauh, hampir semuanya terdiri dari materi. Proses misterius yang dikenal sebagai
"bariogenesis" menciptakan asimetri ini. Agar bariogenesis dapat terjadi, syarat-syarat
kondisi Sakharov harus dipenuhi. Kondisi ini mempersyaratkan bahwa jumlah barion tidak
kekal, simetri-C dan simetri-CP dilanggar, serta alam semesta menyimpang
dari kesetimbangan termodinamika.[56] Semua kondisi ini terjadi dalam Model Standar,
namun efeknya tidaklah cukup kuat untuk menjelaskan asimetri barion.
Usia gugusan globular[sunting | sunting sumber]
Pada pertengahan tahun 1990-an, pengamatan pada gugusan-gugusan
globular menunjukkan hasil yang tampaknya tidak konsisten dengan Ledakan Dahsyat.
Simulasi komputer yang cocok dengan pemantauan pada populasi gugusan globular bintang
menunjukkan bahwa usia gugusan-gugusan ini sekitar 15 miliar tahun. Hal ini berkontradiksi
dengan usia alam semesta yang berusia 13,7 miltar tahun. Persoalan ini umumnya
diselesaikan pada akhir tahun 1990-an dengan simulasi komputer yang baru yang
melibatkan efek pelepasan massa yang diakibatkan oleh angin bintang. Simulasi baru ini
menunjukkan usia gugusan globular yang lebih muda.[57] Walau demikian, masih terdapat
pertanyaan yang meragukan seberapa akurat usia gugusan ini diukur. Tetapi yang jelas ada
bahwa objek luar angkasa ini merupakan salah satu yang tertua di alam semesta.
Materi gelap[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Materi gelap

Diagram yang menunjukkan komposisi berbagai komponen alam semesta menurut model
ΛCDM – kira-kira 95% komposisi alam semesta berbentuk materi gelap dan energi gelap

Semasa tahun 1970-an dan 1980-an, berbagai pengamatan menunjukkan bahwa adanya
ketidakcukupan materi terpantau dalam alam semesta yang dapat digunakan untuk
menjelaskan kekuatan gaya gravitasi antar dan intra galaksi. Hal ini kemudian memunculkan
gagasan bahwa 90% materi alam semesta berupa materi gelap yang tidak memancarkan
cahaya maupun berinteraksi dengan materi barion. Selain itu, asumsi bahwa alam semesta
terdiri dari materi normal akan menghasilkan prediksi yang inkonsisten dengan hasil
pengmatan. Khususnya, alam semesta sekarang ini tampak lebih berbongkah-bongkah dan
mengandung lebih sedikit deuterium. Hal ini tidak dapat dijelaskan tanpa keberadaa materi
gelap. Manakala pada awalnya materi gelap ini cukup kontroversial, keberadaannya telah
terindikasikan dalam berbagai pengamatan, meliputi anisotropi pada radiasi latar belakang
gelombang mikro, dispersi kecepatan gugusan galaksi, kajian pada pelensaan gravitasi, dan
pengukuran sinar-X pada gugusan galaksi.[58]
Bukti keberadaan materi gelap kebanyakan berasal dari pengaruh gravitasi materi ini
terhadap materi lain. Sampai saat ini, belum ada partikel materi gelap yang telah terpantau
di laboratorium.
Energi gelap[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Energi gelap
Pengukuran pada hubungan geseran merah dengan magnitudo semu dari supernova tipe
Ia mengindikasikan bahwa pengembangan alam semesta telah berakselerasi sejak alam
semesta berusia setengah kali lebih muda dari sekarang. Untuk menjelaskan akselerasi
ini, relativitas umum mempersyaratkan bahwa kebanyakan energi dalam alam semesta
terdiri dari sebuah komponen yang bertekanan negatif, atau diistilahkan "energi gelap".
Energi gelap diindikasikan oleh sederetan bukti.
Pengukuran pada latar belakang gelombang mikro kosmis mengindikasikan bahwa alam
semesta hampir secara spasial rata, sehingganya menurut relativitas umum, alam semesta
haruslah memiliki energi/massa yang hampir sama dengan rapatan kritisnya. Namun,
rapatan alam semesta yang dihitung dari penggugusan gravitasional menunjukkan bahwa ia
hanya sekitar 30% dari rapatan kritisnya.[20] Oleh karena energi gelap tidak menggugus
seperti energi lainnya, energi gelap dapat menjelaskan rapatan energi yang "hilang" itu.
Tekanan negatif merupakan salah satu ciri/sifat dari energi vakum. Namun sifat persis energi
gelap masih misterius. Hasil ekperimen dari WMAP pada tahun 2008 yang menggabungkan
data dari radiasi latar belakang dan sumber data lainnya menunjukkan bahwa rapatan
massa/energi alam semesta utamanya terdiri dari 73% energi gelap, 23% materi gelap, 4,6%
materi biasa, dan kurang dari 1%-nya neutrino.[32]
Rapatan energi dalam materi menurun seiring dengan mengembangnya alam semesta,
tetapi rapatan energi gelap tetap (hampir) konstan. Oleh karenanya, materi mendominasi
keseluruhan energi total alam semesta pada masa lalunya. Persentase ini akan menurun
pada masa depan seiring dengan semakin dominannya energi gelap.

Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat[sunting | sunting


sumber]
Sebelum diindikasikannya energi gelap, para kosmologis umumnya mengajukan dua
skenario masa depan alam semesta. Jika rapatan massa alam semesta lebih besar daripada
rapatan kritisnya, maka alam semesta akan mencapai ukuran maksimum dan kemudian
mulai runtuh. Alam semesta kemudian menjadi lebih padat dan lebih panas kembali, dan
pada akhirnya akan mencapai Remukan Besar.[41]
Sebaliknya, apabila rapatan alam semesta sama atau lebih kecil daripada rapatan kritisnya,
pengembangan alam semesta akan melambat namun tidak akan pernah berhenti.
Pembentukan bintang-bintang kemudian akan berhenti karena semua gas antar bintang di
setiap galaksi telah habis dikonsumsi; bintang-bintang yang ada kemudian akan terus
menjalani pembakaran nuklir menjadi katai putih, bintang neutron, dan lubang hitam.
Dengan sangat perlahan, tumbukan antara katai putih, bintang neutron, dan lubang hitam
akan mengakibatkan pembentukan lubang hitam yang lebih besar. Temperatur rata-rata
alam semesta akan secara asimtotis mencapai nol mutlak (Pembekuan Besar).
Selain itu, apabila proton tidak stabil, maka materi-materi barion akan menghilang dan
menyisakan hanya radiasi beserta lubang hitam. Pada akhirnya pula, lubang-lubang hitam
yang terbentuk akan menguap dengan memancarkan radiasi Hawking. Entropi alam
semesta akan meningkat sampai dengan taraf tiada lagi bentuk energi lain bisa didapatkan
dari entropi tersebut. Keadaan ini disebut sebagai kematian kalor alam semesta.
Pengamatan modern menunjukkan bahwa pengembangan alam semesta terus
berakselerasi, ini berarti bahwa semakin banyak bagian alam semesta teramati sekarang
akan terus melewati horizon peristiwa kita dan tidak akan pernah berkontak dengan kita lagi.
Akibat akhir dari pengembangan yang terus meningkat ini tidak diketahui.
Model ΛCDM alam semesta mengandung energi gelap dalam bentuk konstanta kosmologi.
Teori ini mensugestikan bahwa hanya sistem yang terikat secara gravitasional saja,
misalnya galaksi, yang akan terus terikat bersama. Namun, galaksi-galaksi inipun akan
mencapai kematian kalor seiring dengan mengembang dan mendinginnya alam semesta.
Penjelasan alternatif lainnya yang disebut teori energi fantom mensugestikan bahwa pada
akhirnya gugusan-gugusan galaksi, bintang, planet, atom, inti atom, dan materi akan
terkoyak oleh pengembangan yang terus meningkat, dan keadaan ini disebut
sebagai Koyakan Besar.[59]

Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan


Dahsyat[sunting | sunting sumber]

Konsep pengembangan alam semesta, di mana ruang (termasuk bagian tak teramati alam
semesta) di wakili oleh potongan-potongan lingkaran seiring dengan berjalannya waktu.

Manakala model Ledakan Dahsyat telah cukup mapan dalam bidang kosmologi, sangat
besar kemungkinannya model ini akan terus diperbaiki pada masa depan. Sampai sekarang,
sangat sedikit sekali yang kita ketahui mengenai masa-masa awal sejarah alam
semesta. Teorema singularitas Penrose-Hawking mempersyaratkan
keberadaansingularitas pada awal kemunculan waktu. Namun, teori ini mengasumsikan
bahwa teori relativitas umum berlaku, walaupun teori relativitas umum haruslah tidak berlaku
sebelum alam semesta mencapai temperatur Planck. Penerapan teori gravitasi
kuantum yang tepat mungkin dapat menghindari keberadaan singularitas ini.[60]
Terdapat beberapa gagasan beserta hipotesis tak teruji yang diajukan:

 Model keadaan Hartle-Hawking, yang mana keseluruhan ruang waktu terbatas; Ledakan
Dahsyat mewakili batasan waktu, namun tidak memerlukan keberadaan singularitas.[61]
 Model kekisi Ledakang Dahsyat[62] menyatakan bahwa alam semesta pada saat Ledakan
Dahsyat terdiri atas sejumlah kekisi fermion yang terbatas yang merambah domain
fundamental, sehingganya ia memiliki simetri rotasional, translasional, dan tolok. Simetri
ini merupakan simetri terbesar yang dimungkinkan, sehingganya memiliki entropi
terendah dari keadaan manapun.
 Model kosmologi membran[63] yang mengajukan bahwa inflasi terjadi diakibatkan oleh
pergerakan membran-membran dalam teori dawai; model pra-Ledakan Dahsyat;
model ekpirotik, yang mana Ledakan Dahsyat merupakan akibat tumbukan membran-
membran; dan model siklik yang sama dengan model ekpirotik tetapi tumbukan terjadi
secara berkala. Dalam model siklik, Ledakan Dahsyat didahului oleh Remukan
Besar dan alam semesta terus menerus melalui siklus ini dari satu proses ke proses
lainnya.[64][65][66]
Beberapa gagasan memandang Ledakan Dahsyat sebagai suatu kejadian yang terjadi di
alam semesta yang lebih besar dan lebih tua dan bukanlah kebermulaan alam semesta.

Penafsiran keagamaan[sunting | sunting sumber]


Teori Ledakan Dahsyat adalah teori ilmiah, sehingganya ia tergantung pada kecocokan teori
ini dengan pengamatan yang ada. Namun, sebagai suatu teori, ia mengalamatkan asal usul
realitas dan alam semesta, yang pada akhirnya memiliki implikasi teologis dan filosofis akan
konsep penciptaan ex nihilo.[67][68][69][70][71] Pada tahun 1920-an dan 1930-an, hampir semua
kosmologis cenderung mendukung model keadaan tetap alam semesta dan beberapa
kosmologis mengeluh bahwa adanya permulaan waktu dalam Ledakan Dahsyat
memasukkan konsep-konsep keagamaan ke dalam ilmu fisika; keberatan ini terus
disuarakan oleh para pendukung teori keadaan tetap.[72] Kecurigaan ini lebih menjadi-jadi
oleh karena pengusul teori Ledakan Dahsyat, Monsignor Georges Lemaître, adalah seorang
biarawan Katolik Roma.[73] Paus Pius XII pada pertemuan Pontificia Academia
Scientiarum tanggal 22 November 1951 mendeklarasikan bahwa teori Ledakan Dahsyat
sesuai dengan konsep penciptaan Katolik.[74]
Sejak diterimanya teori Ledakan Dahsyat sebagai paradigma kosmologi fisika yang
dominan, terdapat berbagai tanggapan yang berbeda dari kelompok-kelompok keagamaan
yang berbeda akan implikasi teori ini terhadap doktrin penciptaan keagamaan mereka.
Beberapa menerima bukti-bukti ilmiah teori Ledakan Dahsyat, yang lainnya berusaha
merekonsiliasi teori ini dengan ajaran agama mereka, dan ada pula yang menolak maupun
mengabaikan bukti teori ini.[75]

Kesalahan umum[sunting | sunting sumber]


Orang sering kali salah mengartikan dentuman besar sebagai suatu ledakan yang
menghamburkan materi ke ruang hampa. Padahal dentuman besar bukanlah suatu ledakan,
bukan penghamburan materi ke ruang kosong, melainkan suatu proses pengembangan
alam semesta itu sendiri. Dentuman besar adalah proses pengembangan ruang-waktu.
Bahkan istilah 'ledakan besar' sendiri merupakan istilah salah kaprah.

Catatan[sunting | sunting sumber]


1. ^ Dilaporkan secara meluas bahwa Hoyle bermaksud menggunakan istilah ini secara
peyoratif. Namun, Hoyle kemudian membantah hal ini, mengatakan bahwa ini hanyalah untuk
menekankan perbedaan antara dua teori ini bagi para pendengar radio. Lihat Bab 9 The
Alchemy of the Heavens oleh Ken Croswell, Anchor Books, 1995.
2. ^ Tiada konsensus seberapa lama fase the Big Bang ada. Biasanya paling tidak beberapa
menit awal kejadian ledakan (sewaktu helium disintesis) dikatakan terjadi "sewaktu ledakan
dahsyat.
3. ^ Jika inflasi benar terjadi, bariogenesis juga pasti pernah terjadi, tetapi tidak sebaliknya.
4. ^ Energi gelap digunakan untuk menjelaskan kerataan alam semesta; walau demikian, alam
semesta tetap rata selama beberapa miliar tahun bahkan sebelum rapatan energi gelap
cukup signifikan untuk mempertahankan kerataan alam semesta

Anda mungkin juga menyukai