Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERKEMBANGAN TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Tenaga Listrik

Disusun Oleh :

FANI PRIMAJODI (3331170078)

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk
memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga,
seperti PLTU, PLTN, PLTA, PLTS, PLTSa, dan lain-lain.[1][2][3]
Bagian utama dari pembangkit listrik ini adalah generator, yakni mesin
berputar yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan
menggunakan prinsip medan magnet dan penghantar listrik. Mesin generator
ini diaktifkan dengan menggunakan berbagai sumber energi yang sangat
bemanfaat dalam suatu pembangkit listrik.

1.2 Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang perkembangan pada tenaga


listrik di Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa saja permasalahan energy di Indonesia?


2. Bagaimana situasi tenaga listrik di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan tenaga listrik di Indonesia?

ii
BAB II
ISI

2.1 Permasalahan energy di indonesia

Permasalah energi di Indonesia pada awalnya adalah adanya ancaman


pasokan energi (security of energy supply) yang diakibatkan tata kelola energi yang
masih tidak sinkron. Kebutuhan listrik nasional yang diperkirakan tumbuh sekitar
8 – 9 % per tahun mengakibatkan perlu percepatan dalam pembangunan
pembangkit dan penyalurannya. Mengacu pada pertumbuhan tersebut, berarti
bahwa setiap tahun palin tidak harus ada tambahan sekitar 5.700 MW kapasitas
pembangkit baru. Inilah yang harus disiapkan, apabila tidak terpenuhi melalui PLN
dan IPP (pengembang listrik swasta), maka akan menghambat pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia cenderung terus
meningkat sesuai dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta makin
berkembangnya industri.
Namun demikian, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik tersebut tidak dapat
sepenuhnya dipenuhi PT. PLN karena keterbatasan kemampuan, sehingga masih
ada beberapa sistem kelistrikan di luar Jawa-Bali yang mengalami kekurangan
pasokan daya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PLN telah membanguna
pembangkit tenaga listrik selain dari pembangkit listrik milik PLN sendiri juga
menyewa pembangkit diesel dan melakukan pembelian listrik swasta.

Hal ini menjadi langkah besar bagi Pemerintah dalam penyediaan listrik karena
dibutuhkan dana yang begitu besar dalam investasi infrastruktur ketenagalistrikan,
mulai dari pembangunan pembangkit-pembangkit baru, jaringan transmisi, dan
hingga jaringan distribusi agar listrik dapat disalurkan hingga ke konsumen dengan
mutu dan keandalan yang baik. Langkah berikutnya adalah bahwa kenyataan rasio
elektrifikasi yang mencapai sekitar 93,08%, artinya masih ada sekitar 6 juta
konsumen masyarakat yang belum memiliki akses terhadap listrik sehingga tidak
dapat menikmati listrik. Hal besar lainnya adalah kebutuhan subsidi listrik yang

iii
terus meningkat jumlahnya seiring dengan pertumbuhan kebutuhan listrik yang
dipicu oleh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif
tinggi.
Pemerintah sebagai Regulator melalui PLN sebagai Operator mencoba
memperbaiki situasi ketenagalistrikan di Indonesia. Prestasi PLN dalam perbaikan
situasi adalah dengan memperbaiki Kondisi Kelistrikan Sistem yang mana di Tahun
2015 lalu, 11 dari 22 sistem masih mengalami defisit, pada tahun 2017 sudah tidak
ada defisit cadangan yang berkisar 5 sampai dengan 53% bahkan ada yang lebih
dari 100%. Hal ini menunjukkan surplus energy yang dapat merupakan kabar baik
namun dapat juga merupakan hal yang harus diwaspadai, mengingat pembangkit
listrik program 35.000 MW ditambah regular, masih sedikit sekitar 7.600 MW.

Tidak terbayangkan seandainya program 35.000 MW selesai pembangunannya


sesuai rencana yaitu pada tahun 2019 tanpa diiringi dengan pertumbuhan konsumen
listrik yang berarti maka akan terjadi kelebihan daya dan energy listrik yang akan
menjadi beban keuangan PLN. Prestasi lainnya adalah dengan meningkatnya
“Getting electricity” dari tahun 101 pada tahun 2004 hingga peringkat 38

Disamping itu peningkatan kosumsi per kapita naik namun belum sebesar yang
diharapkan masih dikisaran 994 kWh/kapita masih lebih rendah dibandingkan
dengan Negara Asian kecuali Philipines, Kamboja dan Myanmar, bahkan jauh
dibawah dibandingkan dengan konsumsi perkapita china yang diatas 4500
kwh/kapita. Sedangkan untuk Tarif listrik untuk rumah tangga masih lebih tinggi
dibandingkan dengan Malaysia, Vietnam dan Thailand namun lebih rendah
dibandingkan dengan Singapore dan Philipines. Tetapi dibandingkan dengan tarif
di china masih lebih tinggi bahkan dengan Amerika sekalipun.

Kondisi diatas merupakan tantangan bagi Pemerintah dan tentunya PLN sebagai
operator untuk meningkatkan prestasi dan menghadapi tantangan ke depan
menghasilkan listrik yang andal, mutu baik serta harga terjangkau (murah). Perlu
dipahami bersama adalah bahwa ada fungsi yang berbeda antara kebijakan dan

iv
pelaksanaan, kebijakan diatur oleh Regulator sedangkan pelaksanaan dilakukan
oleh PLN jangan sampai terjadi inkonsistensi dalam pelaksanaannya.

Terdapat lebih dari 400 kota dan kabupaten yang mempunyai daya beli sangat
berbeda satu sama lain namun harus dilayani oleh PLN sebagai operator yang
mempunyai misi social serta benefit. Oleh karena itu program pemerintah harus
melihat kekuatan yang ada pada PLN dalam melaksanakan program program
pemerintah, harus dipikirkan skema organisasi PLN dan pentarifan serta
pembangunannya.

Kebijakan tarif bukan merupakan domain PLN tapi jelas kebijakan pemerintah
yang harus mengacu pada Biaya Pokok Produksi dan kemampuan beli masyarakat
setempat. Kebijakan energi Nasional, harus melihat baik pembangunan jenis energi,
maupun kebijakan tarif yang masih seragam di seluruh wilayah Indonesia, padahal
jenis energi dan kemampuan ekonomi yang dipunyai oleh masing-masing wilayah
berbeda. Akibatnya azas keadilan dan pemerataan tidak terlihat dalam pengelolaan

Permasalahan energi nasional jangka pendek dan menengah adalah kebergantungan


pada energi fosil yang masih besar, mengacu pada BP Statistik ketersediaannya
adalah Minyak Bumi tinggal 12,1 tahun atau sebesar 0,2% cadangan terbukti dunia,
Gas bumi tinggal 41,2 tahun atau 1,6% cadangan terbukti dunia, Batubara 3% dari
cadangan terbukti dunia.

Sementara tantangan dalam melistriki Indonesia adalah :


•Lokasi cadangan sumber daya energi primer sebagian besar terletak jauh dari pusat
beban yang terkonsentrasi di pulau Jawa-Madura-Bali sehingga perlu
pembangunan sarana transportasi energi primernya maupun pembangunan
transmisi tenaga listrik.
•Kondisi geografis Indonesia, yang terdiri dari pulau-pulau besar maupun kecil
dengan luas sekitar 1,92 juta km2, dimana sebagian besar ditangani oleh sistem
kelistrikan kecil yang terpisah, sehingga tidak efisien.

v
•Kondisi demografis dimana sekitar 39,7 persen penduduk Indonesia tinggal
tersebar di luar pulau Jawa-Madura-Bali dengan kepadatan penduduk yang rendah.
Kondisi ini merupakan tantangan bagi sarana dan prasarana penyediaan tenaga
listrik yang ekonomis dan efisien.
•Rendahnya daya beli/kemampuan ekonomi masyarakat.
•Tarif listrik belum mencerminkan nilai keekonomiannya, sehingga masih
diperlukan subsidi dari Pemerintah yang cukup besar. Anggaran yang seharusnya
dapat digunakan kepada pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat
tidak mampu, akhirnya tersedot oleh beban subsidi listrik.
•Pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal oleh karena harganya belum
dapat bersaing dengan jenis energi fosil.
•Pemanfaatan energi masih perlu peningkatan efisiensi

2.1 situasi tenaga listrik di indonesia

Indonesia dalam situasi saat ini dimana mengalami surplus energy listrik
sementara pertumbuhan konsumsi energy tidak seiring dengan pembangunan
pembangkit. Harga listrik yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan China dan
Amerika sehingga diperlukan langkah startegis pengurangan biaya tenaga listrik.
Konfigurasi tarif yang masih terlalu kompleks dan banyak sehingga perlu
penyederhanaan.

Dengan tarif saat ini maka hampir setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan
subsidi yang besar dan terus meningkat. Subsidi yang besar ini disebabkan tarif
yang ada masih dibawah biaya pokok penyediaan tenaga listrik, akibatnya anggaran
pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan temasuk program
ketenagalistrikan nasional menjadi semakin terbatas.

Upaya mempercepat rasio elektrifikasi tersebut akan menghadapi banyak


hambatan. Beberapa hambatan utama diantaranya adalah peraturan perundang-
undangan, kebijakan sektor termasuk didalamnya masalah kelembagaan dan tata
kelola serta kelayakan ekonomi dan finansial.
Peraturan perundangan-undangan terkait ketenagalistrikan yang sekarang adalah
UU no 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, langkah-langkah strategis masih

vi
belum berjalan dengan semestinya. Undang undang mewajibkan pemerintah untuk
menjalankan misi sosialnya melistriki seluruh wilayah. Pemerintah melaksanakan
kewajiban ini dengan menggunakan PT PLN sebagai entitas yang berperan
melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Namun
kondisi kontradiktif terjadi mengingat sebagai badan usaha milik negara / BUMN
PT. PLN terikat oleh UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN yang mensyaratkan
bahwa setiap unit bisnis harus menciptakan keuntungan.

2.3 Perkembangan Tenaga Listrik di Indonesia

Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika


beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk
keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk
kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM
yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.

Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut


dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus
1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda
Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah
Republik Indonesia.

Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik


dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik saat itu sebesar 157,5 MW.

Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN
(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang
listrik, gas dan kokas.

Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara


yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan
Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit
tenaga listrik PLN sebesar 300 MW.

Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara


sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan
Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha
ketenagalistrikan.
Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk
bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas,
pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi

vii
Perusahaan Perseroan (Persero).

setelah terbentuk menjadi persero di tahun 1992, PT. PLN (persero) memiliki
beberapa aktifitas bisnis, antara lain:

1. Di bidang Pembangkitan listrik


Pada akhir tahun 2003 daya terpasang pembangkit PLN mencapai 21.425 MW
yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kapasitas pembangkitan sesuai jenisnya adalah sebagai berikut :
- Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3.184 MW
- Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3.073 MW
- Pembangkit Llistrik Tenaga Uap (PLTU), 6.800 MW
- Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 1.748 MW
- Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 6.241 MW
- Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 380 MW

2. Di bidang Transmisi dan Distribusi Listrik


Di Jawa-Bali memiliki Sistem Interkoneksi Transmisi 500 kV dan 150 kV
sedangkan di luar Jawa-Bali PLN menggunakan sistem Transmisi yang terpisah
dengan tegangan 150 kV dan 70 kV.

Pada akhir tahun 2003, total panjang jaringan Transmisi 500 kV, 150 kV dan 70
kV mencapai 25.989 kms, jaringan Distribusi 20 kV (JTM) sepanjang 230.593
kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 301.692 kms.

Sistem Kontrol
Pengaturan daya dan beban Sistem Ketenagalistrikan di Jawa-Bali dan supervisi
pengoperasian sistem 500 kV secara terpadu dilaksanakan oleh Load Dispatch
Center / Pusat Pengatur Beban yang terletak di Gandul, Jakarta Selatan.
Pengaturan operasi sistem 150 kV dilaksanakan oleh Area Control Center yang
berada di bawah pengendalian Load Dispatch Center. Di Sistem Jawa-Bali
terdapat 4 Area Control Center masing-masing di Region Jakarta dan Banten,
Region Jawa Barat, Region Jawa Tengah & DI Yogyakarta dan Region Jawa
Timur & Bali.

Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia yang terdiri
lebih dari 13.000 pulau.

Dalam perkembangannya, PT PLN (Persero) telah mendirikan 6 Anak Perusahaan


dan 1 Perusahaan Patungan yaitu :

viii
* PT Indonesia Power; yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan
usaha-usaha lain yang terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan
nama PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya berubah menjadi
PT Indonesia Power.

* PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) ; bergerak di bidang pembangkitan tenaga


listrik dan usaha-usaha lainyang terkait dan berdiri tanggal 3 Oktober 1995
dengan nama PT PJB II dantanggal 22 September 2000, namanya berubah
menjadi PT PJB.

* Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam); yang bergerak dalam usaha
penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam,
didirikan tanggal 3 Oktober 2000.

* PT Indonesia Comnets Plus, yang bergerak dalam bidang usaha telekomunikasi


didirikan tanggal 3 Oktober 2000.

* PT Prima Layanan Nasional Enjiniring ( PT PLN Enjiniring), bergerak di


bidang
Konsultan Enjiniring, Rekayasa Enjiniring dan Supervisi Konstruksi, didirikan
pada tanggal 3 Oktober 2002.

* Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam usaha
penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan.

* Geo Dipa Energi, perusahaan patungan PLN - PERTAMINA yang


bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama yang menggunakan
energi Panas Bumi.

Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan diharapkan dapat


bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk Perusahaan Joint Venture,
menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan Obligasi dan kegiatan-kegiatan
usaha lainnya. Di samping itu, untuk mengantisipasi Otonomi Daerah, PLN juga
telah membentuk Unit Bisnis Strategis berdasarkan kewilayahan dengan
kewenangan manajemen yang lebih luas.
Konsumsi listrik Indonesia secara rata rata adalah 473 kWh/kapita pada 2003.
Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan rata rata konsumsi listrik dunia
yang mencapai 2215 kWh/kapita (perkiraan 2005). Dalam daftar yang dikeluarkan
oleh The World Fact Book, Indonesia menempati urutan 154 dari 216 negara yang

ix
ada dalam daftar.
Menurut koran Sindo hari Senin tanggal 9 Juni 2008 halaman 5, daftar konsumsi
listrik perdaerah di Indonesia adalah (dalam satuan kWh/kapita):
1. Jakarta dan Tangerang: 1873.9
2. Sumatra Utara: 390.78
3. NAD: 206.06
4. Bali: 619.26
5. Sumatra Barat: 375.83
6. Jawa Tengah: 343.84
7. Kalimantan Selatan: 306.14
8. DIY: 398.77
9. Jawa Timur: 500.73
10. Sulawesi Selatan: 281.58
11. Sulawesi Utara: 290.78
12. Jawa Barat: 621.4
13. Banten: 1293.76
14. Maluku: 176.08
15. Kalimantan Timur: 461.7
16. Kalimantan Barat: 214.45
17. Bengkulu: 176.44
18. Bangka Belitung: 278.02
19. Sulawesi Tengah: 146.14
20. Sumatra Selatan: 256.45
21. Kalimantan Tengah: 195.87
22. Maluku Utara: 127.54
23. Lampung: 208.31
24. Gorontalo: 134.78
25. Sulawesi Tenggara: 120.22
26. Jambi: 213.91
27. Sulawesi Barat: 79.78
28. Riau: 274.21
29. NTB: 119.27
30. Papua: 180.11
31. NTT: 64.32
Rata-rata nasional: 352.59

x
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19,


ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik
untuk keperluan sendiri.
2. Permasalah energi di Indonesia pada awalnya adalah adanya ancaman
pasokan energi (security of energy supply) yang diakibatkan tata kelola
energi yang masih tidak sinkron.
3. Indonesia dalam situasi saat ini dimana mengalami surplus energy listrik
sementara pertumbuhan konsumsi energy tidak seiring dengan
pembangunan pembangkit. Harga listrik yang masih lebih tinggi
dibandingkan dengan China dan Amerika sehingga diperlukan langkah
startegis pengurangan biaya tenaga listrik. Konfigurasi tarif yang masih
terlalu kompleks dan banyak sehingga perlu penyederhanaan.

xi

Anda mungkin juga menyukai