Disusun Oleh :
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk
memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga,
seperti PLTU, PLTN, PLTA, PLTS, PLTSa, dan lain-lain.[1][2][3]
Bagian utama dari pembangkit listrik ini adalah generator, yakni mesin
berputar yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan
menggunakan prinsip medan magnet dan penghantar listrik. Mesin generator
ini diaktifkan dengan menggunakan berbagai sumber energi yang sangat
bemanfaat dalam suatu pembangkit listrik.
ii
BAB II
ISI
Hal ini menjadi langkah besar bagi Pemerintah dalam penyediaan listrik karena
dibutuhkan dana yang begitu besar dalam investasi infrastruktur ketenagalistrikan,
mulai dari pembangunan pembangkit-pembangkit baru, jaringan transmisi, dan
hingga jaringan distribusi agar listrik dapat disalurkan hingga ke konsumen dengan
mutu dan keandalan yang baik. Langkah berikutnya adalah bahwa kenyataan rasio
elektrifikasi yang mencapai sekitar 93,08%, artinya masih ada sekitar 6 juta
konsumen masyarakat yang belum memiliki akses terhadap listrik sehingga tidak
dapat menikmati listrik. Hal besar lainnya adalah kebutuhan subsidi listrik yang
iii
terus meningkat jumlahnya seiring dengan pertumbuhan kebutuhan listrik yang
dipicu oleh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif
tinggi.
Pemerintah sebagai Regulator melalui PLN sebagai Operator mencoba
memperbaiki situasi ketenagalistrikan di Indonesia. Prestasi PLN dalam perbaikan
situasi adalah dengan memperbaiki Kondisi Kelistrikan Sistem yang mana di Tahun
2015 lalu, 11 dari 22 sistem masih mengalami defisit, pada tahun 2017 sudah tidak
ada defisit cadangan yang berkisar 5 sampai dengan 53% bahkan ada yang lebih
dari 100%. Hal ini menunjukkan surplus energy yang dapat merupakan kabar baik
namun dapat juga merupakan hal yang harus diwaspadai, mengingat pembangkit
listrik program 35.000 MW ditambah regular, masih sedikit sekitar 7.600 MW.
Disamping itu peningkatan kosumsi per kapita naik namun belum sebesar yang
diharapkan masih dikisaran 994 kWh/kapita masih lebih rendah dibandingkan
dengan Negara Asian kecuali Philipines, Kamboja dan Myanmar, bahkan jauh
dibawah dibandingkan dengan konsumsi perkapita china yang diatas 4500
kwh/kapita. Sedangkan untuk Tarif listrik untuk rumah tangga masih lebih tinggi
dibandingkan dengan Malaysia, Vietnam dan Thailand namun lebih rendah
dibandingkan dengan Singapore dan Philipines. Tetapi dibandingkan dengan tarif
di china masih lebih tinggi bahkan dengan Amerika sekalipun.
Kondisi diatas merupakan tantangan bagi Pemerintah dan tentunya PLN sebagai
operator untuk meningkatkan prestasi dan menghadapi tantangan ke depan
menghasilkan listrik yang andal, mutu baik serta harga terjangkau (murah). Perlu
dipahami bersama adalah bahwa ada fungsi yang berbeda antara kebijakan dan
iv
pelaksanaan, kebijakan diatur oleh Regulator sedangkan pelaksanaan dilakukan
oleh PLN jangan sampai terjadi inkonsistensi dalam pelaksanaannya.
Terdapat lebih dari 400 kota dan kabupaten yang mempunyai daya beli sangat
berbeda satu sama lain namun harus dilayani oleh PLN sebagai operator yang
mempunyai misi social serta benefit. Oleh karena itu program pemerintah harus
melihat kekuatan yang ada pada PLN dalam melaksanakan program program
pemerintah, harus dipikirkan skema organisasi PLN dan pentarifan serta
pembangunannya.
Kebijakan tarif bukan merupakan domain PLN tapi jelas kebijakan pemerintah
yang harus mengacu pada Biaya Pokok Produksi dan kemampuan beli masyarakat
setempat. Kebijakan energi Nasional, harus melihat baik pembangunan jenis energi,
maupun kebijakan tarif yang masih seragam di seluruh wilayah Indonesia, padahal
jenis energi dan kemampuan ekonomi yang dipunyai oleh masing-masing wilayah
berbeda. Akibatnya azas keadilan dan pemerataan tidak terlihat dalam pengelolaan
v
•Kondisi demografis dimana sekitar 39,7 persen penduduk Indonesia tinggal
tersebar di luar pulau Jawa-Madura-Bali dengan kepadatan penduduk yang rendah.
Kondisi ini merupakan tantangan bagi sarana dan prasarana penyediaan tenaga
listrik yang ekonomis dan efisien.
•Rendahnya daya beli/kemampuan ekonomi masyarakat.
•Tarif listrik belum mencerminkan nilai keekonomiannya, sehingga masih
diperlukan subsidi dari Pemerintah yang cukup besar. Anggaran yang seharusnya
dapat digunakan kepada pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat
tidak mampu, akhirnya tersedot oleh beban subsidi listrik.
•Pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal oleh karena harganya belum
dapat bersaing dengan jenis energi fosil.
•Pemanfaatan energi masih perlu peningkatan efisiensi
Indonesia dalam situasi saat ini dimana mengalami surplus energy listrik
sementara pertumbuhan konsumsi energy tidak seiring dengan pembangunan
pembangkit. Harga listrik yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan China dan
Amerika sehingga diperlukan langkah startegis pengurangan biaya tenaga listrik.
Konfigurasi tarif yang masih terlalu kompleks dan banyak sehingga perlu
penyederhanaan.
Dengan tarif saat ini maka hampir setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan
subsidi yang besar dan terus meningkat. Subsidi yang besar ini disebabkan tarif
yang ada masih dibawah biaya pokok penyediaan tenaga listrik, akibatnya anggaran
pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan temasuk program
ketenagalistrikan nasional menjadi semakin terbatas.
vi
belum berjalan dengan semestinya. Undang undang mewajibkan pemerintah untuk
menjalankan misi sosialnya melistriki seluruh wilayah. Pemerintah melaksanakan
kewajiban ini dengan menggunakan PT PLN sebagai entitas yang berperan
melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan. Namun
kondisi kontradiktif terjadi mengingat sebagai badan usaha milik negara / BUMN
PT. PLN terikat oleh UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN yang mensyaratkan
bahwa setiap unit bisnis harus menciptakan keuntungan.
Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN
(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang
listrik, gas dan kokas.
vii
Perusahaan Perseroan (Persero).
setelah terbentuk menjadi persero di tahun 1992, PT. PLN (persero) memiliki
beberapa aktifitas bisnis, antara lain:
Pada akhir tahun 2003, total panjang jaringan Transmisi 500 kV, 150 kV dan 70
kV mencapai 25.989 kms, jaringan Distribusi 20 kV (JTM) sepanjang 230.593
kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 301.692 kms.
Sistem Kontrol
Pengaturan daya dan beban Sistem Ketenagalistrikan di Jawa-Bali dan supervisi
pengoperasian sistem 500 kV secara terpadu dilaksanakan oleh Load Dispatch
Center / Pusat Pengatur Beban yang terletak di Gandul, Jakarta Selatan.
Pengaturan operasi sistem 150 kV dilaksanakan oleh Area Control Center yang
berada di bawah pengendalian Load Dispatch Center. Di Sistem Jawa-Bali
terdapat 4 Area Control Center masing-masing di Region Jakarta dan Banten,
Region Jawa Barat, Region Jawa Tengah & DI Yogyakarta dan Region Jawa
Timur & Bali.
Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia yang terdiri
lebih dari 13.000 pulau.
viii
* PT Indonesia Power; yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan
usaha-usaha lain yang terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan
nama PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya berubah menjadi
PT Indonesia Power.
* Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam); yang bergerak dalam usaha
penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam,
didirikan tanggal 3 Oktober 2000.
* Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam usaha
penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan.
ix
ada dalam daftar.
Menurut koran Sindo hari Senin tanggal 9 Juni 2008 halaman 5, daftar konsumsi
listrik perdaerah di Indonesia adalah (dalam satuan kWh/kapita):
1. Jakarta dan Tangerang: 1873.9
2. Sumatra Utara: 390.78
3. NAD: 206.06
4. Bali: 619.26
5. Sumatra Barat: 375.83
6. Jawa Tengah: 343.84
7. Kalimantan Selatan: 306.14
8. DIY: 398.77
9. Jawa Timur: 500.73
10. Sulawesi Selatan: 281.58
11. Sulawesi Utara: 290.78
12. Jawa Barat: 621.4
13. Banten: 1293.76
14. Maluku: 176.08
15. Kalimantan Timur: 461.7
16. Kalimantan Barat: 214.45
17. Bengkulu: 176.44
18. Bangka Belitung: 278.02
19. Sulawesi Tengah: 146.14
20. Sumatra Selatan: 256.45
21. Kalimantan Tengah: 195.87
22. Maluku Utara: 127.54
23. Lampung: 208.31
24. Gorontalo: 134.78
25. Sulawesi Tenggara: 120.22
26. Jambi: 213.91
27. Sulawesi Barat: 79.78
28. Riau: 274.21
29. NTB: 119.27
30. Papua: 180.11
31. NTT: 64.32
Rata-rata nasional: 352.59
x
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
xi