Anda di halaman 1dari 93

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB OBESITAS PADA REMAJA DI SMA

NEGERI 3 PADANG PANJANG TAHUN 2018

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada


Program Studi Diploma 3 Kebidanan
STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang

Oleh :

NILA SARI
NIM. 1601070

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
TAHUN 2019
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI
Nama : NILA SARI
Tempat / Tanggal Lahir : Tanjung Karang / 03 Agustus 1975
Status : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lubuk Mata Kucing Rt 12 Kel. Pasar Usang
Kec. Padang Panjang Barat
Padang Panjang
Jumlah Anak : 3 orang
Keluarga
Suami : Asdarman
Anak : 1. Dido Rendra Adriatma
2. Iqbal Darmala Ramadhan
3. Assyifa Salsabila

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Surantiah Pesisir Selatan 1988
2. SMP Surantiah Pesisir Selatan 1991
3. SPK Pemda Tk II Pariaman 1994
4. PPB Kesdam I Bukit Barisan Padang 1995
5. D 3 Kebidanan STIKES Syedza Saintika Padang 2019
STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
PROGRAMSTUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
KaryaTulisIlmiah, Januari 2019

NILA SARI

Faktor – Faktor Penyebab Obesitas Pada Remaja Di SMA Negeri 3


Padang Panjang Tahun 2018

xi+ 82 Halaman, 14 tabel, 2 gambar,11 lampiran

ABSTRAK

Peningkatan prevalensi obesitas yang dramatis merupakan masalah


serius karena obesitas berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas serta penurunan angka harapan hidup.Data obesitas tertinggi di
Kota Padang Panjang ditemukan di Puskesmas Plus Bukit Surungan yaitu
2,67%. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor–faktor penyebab obesitas
pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan dilaksanakan
pada bulan November – Desember 2018. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh remaja SMAN 13 Padang Panjang dengan jumlah 722 orang,
sample dengan jumlah 82 orang dan dipilih menggunakan teknik Proposional
Random Sampling.Pengolahan data dilakukan menggunakan analisis
univariatdan bivariat dengan Uji Chi-Square.
Dari hasil analisis univariat didapatkan 3,7% responden memiliki status
gizi obesitas. Terdapat 95,1% responden memiliki aktifitas ringan, 23,2%
cukup tidur, 51,2% mempunyai factor genetic obesitas, 90,2% responden
memiliki kebiasaan konsumsi fast food. Hasil analisis bivariat menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan
factor-faktor aktifitas fisik, lama tidur, factor genetic, konsumsi fast
food,dengan nilai p berturut-turut (p= 1, p=1, p= 0.611, p=1, kesimpulan
penilitian ini adalah aktifitas fisik, lama tidur, faktor genetic, konsumsi fastfood
tidak menyebakan obesitas.
Diharapkan kepada pihak sekolah selalu meningkatkan derajat
kesehatan disekolah pada remaja khususnya. Disamping itu siswi juga
disarankan lebih aktif dalam peningkatan pemahaman tentang status gizi
remaja.

Daftar Pustaka : 29 (2000-2014)


Kata Kunci : Obesitas; aktifita sfisik; lama tidur; genetik; fast food; remaja
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berjudul “ FAKTOR – FAKTOR

PENYEBAB OBESITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 3 “.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi D3 Kebidanan STIKES

SYEDZA SAINTIKA Padang. Selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah

dari awal sampai selesai tidak lepas dari peran dan dukungan dari berbagai

pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Ibu Rahmi Novita Yusuf,S.SiT,M.Biomed, dosen pembimbing yang telah

memberi masukan dan meluangkan waktu memberikan bimbingan

yang sangat berharga sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah ini dengan sebaik-baiknya.

2. Ibu Meldafia Idaman, S.SiT,M.Biomed Ketua Prodi D3 Kebidanan dan

Penguji I Karya Tulis Ilmiah STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang.

3. Ibu Silvi Zalmy, S.SiT, M.Keb Penguji II Karya Tulis Ilmiah STIKES

SYEDZA SAINTIKA Padang.

4. Bapak Drs.H. Hasrinal, Amd.Kep,MM Ketua STIKES SYEDZA

SAINTIKA Padang.
5. Seluruh dosen serta seluruh staf STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang,

yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama masa

pendidikan untuk bekal peneliti.

6. Kepala sekolah SMA N 3 Padang Panjang yang telah memberikan

kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.

7. Teristimewa kepada suami, anak – anak tersayang beserta keluarga

lainnya yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan moril

maupun materil untuk penelitian ini.

8. Untuk teman – teman NR D3 kebidanan yang telah memberikan

masukan dan dorongan dalam penelitian ini.

9. Serta semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyusun

Karya Tulis Ilmiah yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan menjadi

amal dan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan

dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu peneliti

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi

Mahasiswa Diploma 3 Kebidanan STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang dan

terutama sekali bagi peneliti.

Padang, Januari 2019

Peneliti
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGUJI ................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Obesitas................................................................................. 9
1. Pengertian Obesitas ......................................................... 9
2. Cara Menilai Obesitas ...................................................... 10
3. Faktor-faktor Berperan Dalam Kejadian Obesitas ............. 13
4. Resiko Terjadinya Obesitas ............................................. 39
5. Pencegahan Obesitas...................................................... 43
6. Indeks Masa Tubuh ......................................................... 44
B. Kerangka Teori ..................................................................... 45
C. Kerangka Konsep ................................................................. 46
D. Defenisi Operasional............................................................. 47

E. Hipotesis ............................................................................... 48
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................... 49
B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 49
C. Populasi dan Sampel ........................................................ 49
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................ 52
F. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data ............................ 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian .................................................................. 55
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................ 55
2. Analisis Univariat ........................................................... 55
3. Analisis Bivariat ............................................................. 58
B. Pembahasan...................................................................... 62
1. Analisis Univariat ........................................................... 62
2. Analisis Bivariat ............................................................. 70

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 78
B. Saran ................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Daftar Tabel 2.1 Tabel Physical Activity Ratio ............................................... 17

Daftar Tabel 2.2 Kebutuhan Tidur Berdasarkan Usia .................................... 23

Daftar Tabel 2.3 Daftar Kandungan Kalori Fast Food ................................... 35

Daftar Tabel 2.4 Defenisi Operasional .......................................................... 47

Daftar Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Sampel .................................. 51

Daftar Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi .......................................... 56

Daftar Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik ...................................... 57

Daftar Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Tidur ......................................... 57

Daftar Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Genetik (Keturunan) .......................... 57

Daftar Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food ......................... 58

Daftar Tabel 4.6 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas .......... 59

Daftar Tabel 4.7 Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas ............. 59

Daftar Tabel 4.8 Hubungan Faktor Genetik dengan Kejadian Obesitas ... 60

Daftar Tabel 4.9 Hubungan Kebiasaan Fast Food dengan Obesitas ............ 61
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar Kerangka Teori................................................................................ 45

Gambar Kerangka Konsep............................................................................ 46


LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Standar Penilaian Status Gizi Umur 8 - 18 Tahun

Lampiran 2. Jadwal Penelitian

Lampiran 3. Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 4. Permohonan Kepada Responden

Lampiran 5. Informed Consent

Lampiran 6. Kisi – Kisi Kuesioner

Lampiran 7. Kuesioner

Lampiran 8. Master Tabel

Lampiran 9. Lembaran Konsultasi

Lampiran 10. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 11. Chi-Square

.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

WorldHealth Organization (WHO) menyebutkan obesitas akan

menimbulkan konsekuensi kesehatan yang serius dan merupakan resiko

mayor untuk mengalami penyakit kronik seperti Kardiovaskular, Diabetes

Mellitus, gangguan Muskuloskeletal dan Kanker jadi obesitas bertanggung

jawab dapat meningkatkan morbilitas dan mortalitas. Obesitas saat ini

disebut sebagai the New World Syndrome , angka kejadiannya terus

meningkat termasuk di Indonesia. Jika gizi kurang sering dihubungkan

dengan penyakit infeksi maka obesitas dianggap sebagai sinyal pertama

munculnya penyakit non infeksi yang telah menimbulkan beban ekonomi dan

kesehatan masyarakat yang besar (Hadi, 2005).

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat setinggi-tingginya, dapat dilihat dari berbagai indikator, yaitu

angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan dan status gizi

masyarakat.Hasil Riset Kesehatan Dasar juga menunjukkan adanya

peningkatan kasus penyakit tidak menular cukup bermakna, menjadikan

Indonesia mempunyai beban ganda yaitu penyakit infeksi dan penyakit

degeneratif. Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi

dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya
hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola

konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik, dan meningkatnya

pencemaran lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi

kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin

meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular yaitu obesitas yang harus

diatasi sejak dini karena banyaknya dampak buruk obesitas terhadap

kesehatan sangat berhubungan erat dengan penyakit serius, dengan

meningkatnya kasus obesitas pada masyarakat Indonesia sehingga dapat

menyebabkan terjadinya penyakit seperti : Penyakit Jantung Koroner (PJK),

Kanker, Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi dan penyakit pernafasan (Depkes

RI 2008).

Dampak lain yang sering diabaikan adalah obesitas dapat mengganggu

kejiwaan pada anak, yakni sering merasa kurang percayadiri. Apalagi jika

anak sedang dalam masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya akan

menjadi pasif dandepres ikarena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang

dilakukan oleh teman sebayanya (Manuaba, 2004). Banyak sekali resiko

gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada anak atau remaja yang

mengalami obesitas. Anak dengan obesitas dapat mengalami masalah

dengan sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) yaitu hipertensi

dan dislipidmedia (kelainan pada kolesterol). Anak juga bisa mengalami

gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkatan SGOTdan SGPT serta hati

yang membesar. Bisa juga terbentuk hati empedu dan penyakit kencing

manis (diabetes mellitus) (Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013).


Pada system pernafasan dapat terjadi gangguan fungsi paru, mengorok

saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya jalan nafas (obstructive

sleepapnea). Halter sebut akan membuat anak kurang konsentrasi dalam

menangkap pelajarannya karena mengantuk dan nantinya dikhawatirkan bias

mempengaruhi prestasinya disekolah. Obesitas juga bisa mempengaruhi

kesehatan kulit dimana dapat terjadi striae atau garis-garis putih terutama di

daerah perut (white/purplestripes). Selain itu gangguan psikologis juga dapat

terjadi pada anak dengan obesitas. Badan yang terlalu gemuk sering

membuat sianak sering diejek oleh teman-temanya. Sehingga memiliki

dampak yang kurang baik pada perkembangan psikologis anak (Palilingan,

2010).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 prevalensi obesitas di

Indonesia naik dari 26% menjadi 35%, pada usia remaja dari 1,4% tahun

2007 menjadi 3,7% tahun 2010 dan 7,3% tahun 2013. Sumatera Barat

termasuk 15 provinsi yang memiliki prevalensi obesitas tinggi yaitu 6,5%.

Berdasarkan data Kota Padang Panjang ditemukan kategori gemuk pada

remaja sebanyak 3,7%. Data obesitas yang didapatkan dari masing-masing

puskesmas dan diketahui Puskesmas Bukit Surungan memiliki kejadian

obesitas tertinggi yaitu 2,67% dari 10 Sekolah tingkat SMA dan SMP di

wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan, SMA 3 tertinggi jumlah obesitas

yaitu 35 orang (4,5%) diikuti oleh Puskesmas KotoKatik 0,8%, Puskesmas

Gunung 0,19%, Puskesmas Kebun Sikolos 0,03%(DKK Padang Panjang,

2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi (2015), Faktor-faktor

penyebab obesitas yaitu faktor genetik, faktor lingkungan, faktor nutrisional,

dan faktor sosial ekonomi.Parental fatness merupakan faktor genetik yang

berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi

obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 %

dan bila kedua orang tua tidak obesitas, kejadian obesitas, prevalensi

menjadi 14 %.

Menurut penelitian oleh Wulandari dkk (2016) menjelaskan bahwa pada

kelompok remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi

tidur yang kurang. hal ini dikarenakan masa remaja yang masih mengalami

masa pubertas sehingga cenderung memiliki kebiasaan tidur larut malam

atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan tertentu

seperti mengerjakan tugas sekolah, main game online, menggunakan sosial

media, bahkan hanya sekedar chating atau smsan dengan teman dekat atau

pacar.

Abdul Salam (2010) menjelaskan, ada beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada remaja seperti : faktor genetik,

kerusakan pada salah satu bagian otak, adanya pola makan yang berlebih,

kurang gerak / olah raga, adanya pengaruh emosional,dan pengaruh faktor

lingkungan. Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan menahun,

sehingga penangananya tidak akan efektif bila hanya dalam waktu yang

singkat.
Berdasarkan observasi peneliti di lapangan tingginya kejadian obesitas

di Kota Padang Panjang disebabkan karena masyarakat yang kurang aktif

dalam melakukan aktifitas fisik seperti jalan kaki, olah raga, suka

mengkonsumsi fast food, dikarenakan daerah beriklim dingin dan juga

kuantitas tidur yang berlebih. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa

aktifitas fisik dapat mengurangi total lemak dan berat badan. Kualitas dan

kuantitas tidur juga mempengaruhi obesitas. Peningkatan aktifitas fisik waktu

bekerja ternyata berhubungan dengan berkurangnya berat badan. Hereditas

(keturunan) menjadi salah satu faktor penyebab kegemukan. Peluang

seorang anak mengalami kegemukan adalah 10% meskipun bobot badan

orang tua termasuk dalam kategori normal. Bila salah satu orang tua

mengalami obesitas peluangnya menjadi 40% - 50%, dan kalau kedua orang

tua obesitas peluang si anak meningkat sebesar 70% - 80% (Kurdanti,

2015).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan mengadakan penelitian

dengan judul” Faktor – Faktor Penyebab Obesitas pada Remaja di SMA

Negeri 3 Padang Panjang tahun 2018 ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

obesitas pada remaja SMAN 3 Kota Padang Panjang?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor–faktor yang mempengaruhi obesitas

pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Plus Bukit Surungan

Kota Padang Panjang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui aktivitas fisik pada remaja di SMAN 3 Kota

Padang Panjang.

b. Mengetahui lama tidur pada remaja di SMAN 3 Kota Padang

Panjang.

c. Mengetahui faktor genetic pada remaja di SMAN 3 Kota

Padang Panjang.

d. Mengetahui konsumsi fast food pada remaja di SMAN 3 Kota

Padang Panjang.

e. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

obesitas pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.

f. Mengetahui hubungan lama tidur dengan kejadian obesitas

pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.

g. Mengetahui hubungan fakto genetik dengan kejadian

obesitas pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.

h. Mengetahui hubungan konsumsi fast food dengan kejadian

obesitas pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang


D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk

menambah wawasan, pengetahuan tentang penyebab obesitas

pada penderita obesitas. Selain itu penelitian ini juga menjadi

sarana bagi penulis untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang

telah didapatkan selama mejalani perkuliahan.

2. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan derajat

kesehatan siswa,meningkatkan kesadaran akan pentingnya

menjaga kesehatan untuk meningkatkan mutu hidup dan derajat

kesehatan yang lebih tinggi.

3. Bagi Pihak SMA Negeri 3

Hasil penelitian ini diharapkan agar sekolah lebih

memperhatikan siswa siswinya terutama remaja putri yang

bermasalah dengan berat badannya dan memberikan motivasi,

arahan dan bimbingan agar mereka dapat mengatasi masalah

tersebut dan dapat meningkatkat derajat kesehatan dan

memperbaiki penampilan fisiknya.


4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai bahan referensi, untuk

pengembangan penelitian selanjutnya tentang faktor–faktor yang

berhubungan dengan kejadian obesitas serta pencegahan dan

penanggulangannya di wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan

Kota Padang Panjang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi obesitas pada remaja di SMAN3 Padang Panjang tahun

2018. Penelitian ini akan telah dilakukan di SMAN 3 Padang Panjang pada

bulan November Tahun 2018. Jenis penelitian yang dilakukan adalah

kuantitatif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pemilihan

sampel menggunakan teknik Proposional Random Sampling. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada murid SMAN 3

Padang Panjang. Responden pada penelitian ini adalah remaja di SMAN3

dengan populasi sebanyak 722 orang dan sampel sebanyak 82 orang. Teknik

Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS. Teknik analisa data

dilakukan dengan uji statistik bivariat .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

1. Pengertian Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan ataupun penyakit

yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara lebih.

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan

antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh

sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal.

Obesitas merupakan resiko awal terjadinya berbagai penyakit dan

gangguan tubuh dan akan beresiko tinggi untuk mengalami penyakit

degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,

hipertensi, stroke, dislipidemia (Wirjadmadi, 2012).

Menurut Krisno (2002) dalam Simatupang (2008), obesitas adalah

suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif seseorang,

sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan

protein.Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi

kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak

dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi.Obesitas

adalah penumpukan lemak yang berlebihan di dalam badan atau

kegemukan yang berlebihan. Obesitas atau kegemukan terjadi jika

individu mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka


butuhkan. Sedangkan dalam Psikologi, menurut Indika (2006) obesitas

adalah simpanan energi yang berlebihan dalam bentuk lemak, yang

berdampak buruk bagi kesehatan dan perpanjangan usia. Kegemukan

terjadi karena tidak terjadi keseimbangan antara energi yang masuk

dengan energi yang keluar, maka energi yang tersimpan itu menjadi

lemak di dalam tubuh.Kegemukan merupakan biang segala penyakit,

seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan

stroke.Penyakit-penyakit tersebut membutuhkan biaya mahal untuk

pengobatannya.

2. Cara Menilai Obesitas.

Status gizi individu dapat ditentukan secara langsung maupun

tidak langsung. Penentuan secara langsung dilakukan dengan beberapa

cara antara lain dengan penilaian klinis, tes laboratorium, biofisik dan

pengukuran antropometri seperti IMT dan rasio lingkar pinggang lingkar

panggul. Sedangkan penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan

menggunakan statistik kesehatan dan dengan penilaian variabel ekologi

(Supariasa, 2002).

Pengukuran secara antropometri merupakan salah satu metode

pengukuran yang sering digunakan dalam penilaian status gizi. Salah

satu cara pengukuran antropometri untuk mengetahui keadaan gizi

orang dewasa adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh

(IMT). Menurut Shankuan, et.al (2002), Indek Massa Tubuh adalah

salah satu indikator yg paling sesuai untuk menentukan kelebihan berat


badan/obesitas pada orang dewasa dengan membagi BB (kg) dengan

TB(m)2 dengan rumus sebagai berikut :

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m) 2

Dikatakan obesitas bila IMT ≥ 25. Pengukuran tinggi badan

maupun berat badan mempunyai koefisien variasi yang sangat kecil

yaitu 1 – 2% dibandingkan dengan pengukuran antropometri lainnya,

menyatakan bahwa IMT juga mempunyai koefisien korelasi yang tinggi

dengan teknik pengukuran lemak tubuh lainnya dengan angka 0,7 – 0,8.

Pengukuran IMT tidak membedakan kelebihan berat badan yang

disebabkan oleh jaringan lemak, otot atau karena oedema. Walaupun

demikian IMT mempunyai korelasi yang tinggi dengan jumlah lemak

tubuh.

Untuk menentukan status gizi remaja, pada penelitian ini dapat di

tentukan dengan merujuk kepada buku Antropometri Tahun 2010.IMT :

a. Kurang : Jika laki-laki IMT 15,7 - 17,3

Jika Perempuan IMT 14,7 - 16,4

b. Normal : Jika laki-laki IMT 19,2 - 24,9

Jika perempuan IMT 18,4 - 24,5

c. Lebih /Obesitas : Jika Laki-laki IMT 29,2 - 36,4

Jika perempuan IMT 29,3 - 36,3


Adapun cara pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar

pinggang dan lingkar panggul, pada obesitas yang merupakan

pengukuran antropometri adalah sebagai berikut:

a. Cara Pengukuran Berat Badan

Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat

badan dengan ketelitian 0,1 kilogram. Pengukuran dilakukan pada

posisi berdiri tegak tepat ditengah dari timbangan dan tanpa

menggunakan alas kaki. Pembacaan angka dilakukan setelah

jarum penunjuk tidak bergerak (Waspadji, 2003).

b. Cara Pengukuran Tinggi Badan

Tinggi badan diukur dengan menggunakan pengukur tinggi

badan mikrotoise yang memiliki ketelitian 0,1 sentimeter. Cara

pengukurannya adalah dengam mempelkan paku mikrotoa pada

dinding yang lurus datar setinggi tepat 2 meter. Setelah itu subjek

diukur dalam posisi tegak tanpa sendal atau alas kaki, kaki lurus,

tumit, pantat, punggung dan kepala bagian belakang harus

menempel pada dinding. Muka lurus kedepan, dan kepala tanpa

menggunakan penutup. Besi pengukur yang vertikal diturun

naikkan hingga batang pengukur yang horizontal menyentuh tepat

di atas kepala subjek. Posisi subjek membelakangi alat ukur.

Pembacaan dilakukan dari sebelah kiri atau kanan sampel.


c. Cara Pengukuran Lingkar Pinggang (Waist Circumference)

Lingkar pinggang diukur dengan cara mengukur panjang

lingkar daerah antara batas bawah tulang rusuk (arkus kosta)

dengan puncak iliaka melewati secara horizontal umbilikus/pusar.

Diukur dengan pita meteran non elastis/ meterline, pita pengukur

menyentuh tapi tidak menekan kulit, dengan tingkat ketelitian 0,1

cm.

d. Cara Pengukuran Lingkar Panggul (Hip Circumference)

Hasil pengukuran panjang lingkar daerah pelvis (lingkaran

yang paling menonjol pada panggul), diukur dengan pita meteran

non elastis/ meterline, pita pengukur menyentuh kulit mengelilingi

daerah pantat secara horizontal tapi tidak menekan kulit, dengan

tingkat ketelitian 0,1 cm.

3. Faktor- Faktor Yang Berperan Dengan Kejadian Obesitas

Faktor-faktor penyebab obesitas diantaranya adalah faktor genetik,

disfungsi salah satu bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang

gerak/olahraga.

a. Genetik

Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan

lemak tubuh. Seseorang mempunyai faktor keturunan yang

cenderung membangun lemak tubuh lebih banyak dibandingkan

orang lain. Bawaan sifat metabolisme ini menunjukan adanya gen


bawaan pada kode untuk enzim lipoprotein lipase (LPL) yang lebih

efektif. Enzim ini memiliki suatu peranan penting dalam proses

mempercepat penambahan berat badan karena enzim ini bertugas

mengontrol kecepatan trigliserida dalam darah yang dipecah-

pecah menjadi asam lemak dan disalurkan ke sel-sel tubuh untuk

disimpan sehingga lama kelamaan menyebabkan penambahan

berat badan (Purwati, 2005)

Ada penelitian yang mengungkapkan adanya gen obesitas,

yang diekspresikan pada sel-sel lemak dan kode-kode untuk

protein leptin. Leptin bekerja sebagai hormon, terutama ditingkat

hipotalamus.Leptin berfungsi menekan nafsu makan dan

meningkatkan penggunaan energi.Perubahan penggunaan energi

berpengaruh terhadap perubahan basal metabolisme, selain itu

juga berpengaruh terhadap perubahan pola aktivitas fisik. Sangat

sedikit orang obesitas yang mempunyai kadar leptin rendah. Pada

kenyataannya, kadar leptin pada darah biasanya berhubungan

dengan lemak tubuh, semakin banyak lemak tubuh maka kadar

leptin semakin tinggi. Orang yang obesitas pada umumnya

mempunyai kadar leptin yang tinggi (Whitney, 2002).

b. Kerusakan pada salahsatu bagian otak

Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak

pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus yaitu sebuah

kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan dengan


bagian-bagian lain dari otak dan kelenjar dibawah otak.

Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dari

daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh

unsur kimiawi dari darah.

Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan

makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu

makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial

(HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian

atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila

HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum,

dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum

(diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM

maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.

c. Pola makan berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan

orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal,

seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang

yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan

makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang

menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang

individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk

mengurangi berat badan (Simatupang, 2008).


Almatsier (2002) menyatakan bahwa keseimbangan energi

dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan

sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini akan

menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi

apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang

dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak

tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.

Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal

jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang

gerak.

d. Aktivitas fisik

1) Pengertian aktivitas fisik

Aktivitas adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh

dan sistem penunjangnya.Selama melakukan aktivitas fisik,

otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk

bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan

tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan

oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa

dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung

pada beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan

berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier, 2003)

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis

aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan


aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa

aktivitas fisik adalah variable utama setelah angka

metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi.

Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang

dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam

Physical ActivityLevel (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL

merupakanbesarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per

kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai Physical Avtivity

Rate (PAR) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas

fisik menurut WHO/FAO (2004). PAL ditentukan dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PARi : Physical avtivity rate dari masing-masing

Aktivitasyangdilakukan untuk tiap jenis

aktivitas per jam)

Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas


Tabel 2.1
TABEL PHYSICAL ACTIVITY RATIO (PAR) BERBAGAI
AKTIVITAS FISIK

Physical Activity
Aktivitas
Ratio/satuanwaktu
Tidur 1.0
Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2
Aktivitas santai (nonton TV dan 1.4
mengobrol)
Makan 1.5
Duduk (bekerja kantor, menjaga
toko) 1.5
Mengendarai mobil/berjalan 2.0
Memasak 2.1
Berdiri, membawa barang yang
ringan 2.2
Mandi dan berpakaian 2.3
Menyapu, mencuci baju dan piring 2.3
tanpa mesin
Mengerjakan pekerjaan rumah
tangga 2.8
Berjalan 3.2
Berkebun 4.1
Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2
Kegiatan yang dilakukan dengan 1.5
Duduk
Transportasi dengan bus 1.2
Kegiatan ringan 1.4
Perhitungan di atas dapat dijelaskan dengan contoh

kasus sebagai berikut:

Seorang wanita memiliki 8 jam waktu tidur (8 x 1,0=8),

4jam waktu melakukan pekerjaan rumah tangga (4 x 2,8 =

11,2), 4 jam waktu menonton televisi (4 x 1,4=5.6), dan waktu

bekerja (8 x 1,5=12). Total PAR selama 24 jam diperoleh

dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian waktu (jam)

dan PAR sehingga diperoleh nilai PAL selama 24 jam adalah

36,8 kkal. Rata-rata nilai PAL selama 24 jam adalah

1,53kkal/jam. Hal ini berarti wanita tersebut memiliki tingkat

aktivitas fisik ringan.

Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL:

a) Ringan (sedentary lifestyle) 1.53-1.99

b) Berat(vigorous or vigorously active lifestyle)

2.00-2.40

2) Hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga

pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi

bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik

memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga

kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin

banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung

mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk


bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme

basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan

menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat

kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat

dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung

akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh

orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam

penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar

kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur

berfungsinya metabolis normal.

Seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik

menyebabkan tubuh kurang menggunakan energi yang

tersimpan di dalam tubuh.Oleh karena itu, jika asupan energi

berlebihan tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik yang sesuai

maka secara berkelanjutan dapat mengakibatkan

obesitas.Cara yang paling mudah dan umum untuk

meningkatkan pengeluaran energi adalah dengan melakukan

latihan fisik atau gerak badan.Aktifitas fisik merupakan

variabel untuk pengeluaran energi, oleh karena itu aktifitas

fisik dijadikan salah satu perilaku untuk penurunan berat

badan.Berdasarkan beberapa penelitian mengungkapkan

apabila beraktivitas fisik dengan intensitas yang cukup


selama 60 menit dapat menurunkan berat badan dan

mencegah untuk peningkatan berat badan kembali.

Menurut Brownell dan Stunkard dalam penelitian

Rahmawati (2009), ada lima daftar utama keuntungan dari

meningkatkan aktifitas fisik pada seseorang yang mengalami

obesitas :

a) Meningkatkan pengeluaran energy

b) Memungkinkan penekanan terhadap selera makan

c) Mengurangi kehilangan massa otot dalam tubuh selama

pengaturan pola makan

d) Memperbaiki fungsi psikologis yang berhubungan

dengan obesitas

e) Memungkinkan pengaturan pola makan.

e. Jenis kelamin

Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya

obesitas, meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin baik

laki-laki maupun wanita, tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada

wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause

f. Lama Tidur

1) Pengertian Tidur

Tidur adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh

manusia untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan

rohani.Tidur merupakan keadaan seseorang memasuki alam


bawah sadarnya, dimana seseorang masih dapat

dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau

dengan rangsangan lainnya.Tidur adalah keadaan tanpa

sadar, penuh ketenangan dan tanpa kegiatan yang

merupakan urutan siklus yang berulang-ulang. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi kualitas tidur dan dapat

menyebabkan gangguan tidur pada setiap individu yaitu,

suara/ kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur

yang nyaman, suhu yang terlalu panas/ terlalu dingin, bau

yang tidak nyaman, serta cahaya/ lampu yang terlalu terang,

sehingga kuantitas tidur menjadi tidak teratur (Hidayat, 2008).

Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus

dipenuhi oleh semua orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh

baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur sendiri memiliki

makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007).

Tidur adalah keadaan dimana tidak sadarkan diri yang

relative bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa

kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang

berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki

kesadaran yangbervariasi, terdapat perubahan proses

fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan

dari luar (Hidayat, 2008).


Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa

saja namun kini pada remaja pun masalah tidur atau

kuantitas tidur banyak mereka alami. Kuantitas tidur remaja

perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa

sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai

tidur menyadari perbedaan perubahan kuantitas tidur pada

remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau

disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas,

fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih

malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan

remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi

lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006).

Tabel 2.2
Kebutuhan Tidur Berdasarkan Usia
Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan
tidur
0 – 1 bulan Bayi baru lahir 14 -18 jam/hari
1 – 18 bulan Masa bayi 12 -14 jam/hari
18 – 3 tahun Masa anak 11 -12 jam/hari
3 – 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 – 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 – 40 tahun Masa dewasa 7 – 8 jam/hari
40 – 60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari

60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari


(Hidayat, 2008)

Kebutuhan Tidur pada manusia bergantung pada

tingkat perkembangan. Tabel berikut diatas merangkum

kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia. Data yang

diperoleh dalam satuan waktu yaitu menit dikategorikan

menjadi :

a) beresiko obesitas : 8,5 jam per hari

: < 8,5 jam atau > 8,5 jam

b) Beresiko obesitas perhari

(Hidayat, 2008)

2) Hubungan lama tidur dengan obesitas

Obesitas sangat erat kaitanya dengan sekresi hormon

ghrelin dan leptin yang ada dalam sirkulasi darah. Hormon

ghrelin dan leptin merupakan dua hormon pencernaan yang

memberikan signal ke hipotalamus untuk mengatur nafsu

makan yang bekerja sebagai sistem penyeimbang yang

mengatur rasa lapar dan kenyang. Ghrelin dihasilkan oleh

saluran pencernaan yang mempunyai peran dalam

meningkatkan nafsu makan, sedangkan leptin diproduksi

dalam sel-sel lemak dan bertanggung jawab untuk

mengirimkan sinyal ke otak ketika kenyang. Ketika orang

tidak mendapat tidur yang cukup, kadar leptin akan turun

yang artinya kita tidak merasa kenyang setelah makan.


Kurang tidur juga mendorong kadar ghrelin naik, yang artinya

rasa lapar akan terus terangsang dan meningkatkan nafsu

makan.

Terlalu banyak tidur dapat membuat tubuh merasa lebih

lelah,hal ini karena semakin lama tidur maka semakin rendah

suhu tubuh yang akhirnya bisa menyebabkan kelelahan dan

kelesuan disaat bangun.Terlalu lama tidur ( Over sleeping )

lebih beresiko obesitas karena tubuh membutuhkan waktu

lebih lama untuk pulih dari tidur yang berlebihan.Sebuah

study pada kaitan antara tidur dan obesitas menunjukan

bahwa orang yang tidur selama > 9 jam setiap hari 21%

beresiko mengalami obesitas. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa orang yang tidur kurang dari 7 jam

sehari memiliki risiko mendapatkan IMT lebih besar daripada

orang yang tidur dengan jam lebih banyak (Hamidin, 2010).

g. Konsumsi Fast Food

1) Defenisi Fast Food

Fast food (makanan cepat saji) adalah makanan yang

penyajiannya memakan waktu singkat, yang dikonsumsi

secara instan dan disukai banyak orang. Kehadiran

makanan cepat saji (fast food) dalam industry makanan

Indonesia dapat mempengaruhi pola makan remaja (Martha,

2009). Fast Food biasanya mengandung zat gizi yang


terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, riboflavin,

vitamin A, magnesium, vitamin C, Folat dan serat. Selain itu

kandungan lemak dan Natrium cukup tinggi pada berbagai

Fast Food. Fast food secara terbatas diartikan sebagai

makanan siap santap yang berasal dari Negara

Barat.Umumnya fast food disukai anak-anak, remaja,

maupun orang dewasa karena rasanya sesuai dengan

selera dan harganya terjangkau.

Beberapa penelitian mengklaim bahwa lebih dari

300.000 orang Amerika meninggal karena obesitas setiap

tahun dan jumlah itu meningkat setiap tahun. Angka ini juga

termasuk anak-anak.Banyak dokter mulai menyalahkan

makanan cepat saji sebagai nomor satu alasan karena

beberapa orang dan keluarga yang makan lebih banyak

makanan cepat saji dan junk food setidaknya tiga kali

seminggu sebagai makanan utama mereka.Sebuah

penelitian juga menunjukkan bahwa orang kurang tergantung

pada bahan makanan dan konsumsi bahan makanan sehat.

Banyak toko kelontong melaporkan bahwa kebutuhan akan

sayur-sayuran ini akan tenggelam dan tidak banyak orang

telah membeli mereka, khususnya sayuran dan salad

sayuran lain seperti wortel dan 11 mentimun. Hal ini


menunjukkan bahwa ketergantungan pada makanan cepat

saji telah meningkat selama periode waktu (Anonim 2007).

Menurut WHO (2000), perkembangan industri makanan

yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji,

yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat

kompleks merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi

merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR=11.0). Ini

berarti mengonsumsi fast food akan berisiko 11 kali

mengalami obesitas jika dibandingkan yang tidak

mengonsumsinya.

Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama

orangtua yang sibuk atau konsumsi ketika menghabiskan

waktu bersama keluarga pada masyarakat modern. Hal ini

disebabkan karena pengolahannya yang cenderung cepat

karena menggunakan tenaga mesin, terlihat bersih karena

penjamahnya adalah mesin, restoran yang mudah ditemukan

serta karena pelayanannya yang selalu sedia setiap saat,

bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington & William

2000).

Pada hakekatnya fast food (makanan siap saji) tidak

sama dengan junk food (makanan sampah yang hanya padat

kalori). Bahan penyusun fast food termasuk golongan pangan


bergizi. Hal yang paling penting adalah pengaturan frekuensi

makannya agar tidak mengonsumsinya secara berlebihan

(Khomsan 2005). Menurut Khomsan (2002), fast food

dikatakan negatif karena ketidak seimbangannya (dari segi

porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin akan vitamin

dan mineral), tinggi garam dan rendah serat (merupakan

faktor pemicu munculnya penyakit hipertensi), serta sumber

lemak dan kolesterol (mengandalkan pangan hewani ternak

sebagai menu utama). Ketidakseimbangan zat gizi dalam

tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola

makan setiap hari.

Hasil penelitian Virgianto dan Purwaningsih (2006)

mengatakan bahwa variasi jenis makanan cepat saji

bukanlah faktor risiko untuk terjadinya obesitas.Setelah

dilakukan uji korelasi, ternyata memang tidak didapatkan

hubungan antara variasi jenis makanan cepat saji dengan

terjadinya obesitas. Jenis-jenis makanan cepat saji yang

banyak dikonsumsi adalah hamburger, fried chicken, pizza

dan donat.

Makanan cepat saji memberikan sumbangan kalori

yang bervariasi terhadap total konsumsi harian tergantung

dari jenis makanan cepat saji tersebut. Kandungan energi,

lemak, kolesterol dan garam pada makanan cepat saji pada


umumnya tinggi, namun sangat miskin serat. Dalam 100

gram, burger 12 mengandung 261 kalori, french fries

mengandung 342 kalori, fried chicken pada bagian dada

ayam atau sayapnya mengandung 303 kalori, pizza yang

berisi keju mengandung 268 kalori, dan hotdog mengandung

247 kalori. Kandungan serat dalam berbagai macam

makanan cepat saji relatif rendah. Oleh karena itu, diperlukan

konsumsi serat sebagai tambahan untuk mengimbangi

tingginya kolesterol dalam darah (Virgianto & Purwaningsih

2006). Satu buah fried chicken mempunyai ukuran 116.51

gram dan mempunyai kandungan energi sebesar 287.85

kkal. Satu porsi burger mempunyai ukuran 127.96 gram dan

mempunyai kandungan energi sebesar 380.67 kkal. Satu

porsi fried fries berukuran 100 gram mempunyai kandungan

energi sebesar 321.05 kkal (Anonim 2006).

Pengertian fast food lebih luas dari makanan yang

dibuat dengan cepat dan dapat dinikmati dalam waktu yang

singkat. Jenis makanan ini memiliki ciri khas yaitu porsi yang

disajikan sangat besar, padat energi, sangat lezat, banyak

mengandung gandum terproses, banyak ditambahkan gula,

tinggi lemak, tinggi lemak jenuh dan lemak trans dan rendah

serat (Feitag 2010). Dengan melihat ciri khas makanan itu,

sudah dapat dipastikan bahwa ujung dari fast food adalah


obesitas. Tidak hanya di Amerika dan Negara-negara barat

lainnya, fast food juga sudah merambah ke negara-negara

Asia termasuk Indonesia (Feitag 2010). Secara umum produk

fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food

yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari

Barat sering juga disebut fast food modern seperti Mc.

Donald, Kentucky Fried Chicken (KFC), Pizza Hut dan

sejenisnya. Makanan yang disajikan pada umumnya berupa

hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal

sering juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti

warung tegal, restoran padang, warung sunda (Hayati 2000).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat sebanyak 6212

anak dan remaja yang berumur antara 4-19 tahun ikut serta

dalam penelitian ini dan dari keseluruhan sampel tersebut

terdapat 30% lebih yang mengonsumsi makanan fast food.

Penelitian ini telah membuktikan bahwa orang yang sering

mengonsumsi fast food akan lebih banyak mendapatkan

energi tapi tidak dengan zat gizi lainnya (Feitag 2010). Di

dalam makanan fast food terdapat kalori dalam jumlah tinggi,

lemak dan gula sederhana yang mampu meningkatkan risiko

untuk menjadi gemuk bahkan obesitas. Selain itu, kandungan

vitamin yang seharusnya ada didalam sayur dan buah


menjadi lebih jarang dikonsumsi oleh penikmat fast food

(Freitag 2010).

2) Pola dan Frekuensi Konsumsi Fast Food

Menurut Baliwati, dkk (2004), pola makan atau pola

konsumsi pangan adalah susunan tertentu. Sedangkan

Soegeng, dkk (2004) mengungkapkan bahwa pola makan

merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran

mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan

tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk

suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang

frekuensi makan, jenis makanan dan jumlah

makanan.Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang

melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan

utama maupun selingan. Frekuensi makan di katakan baik

bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama

atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan

dan d inilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali

makan utama atau kurang. Jenis makanan yang dikonsumsi

oleh remaja dapat di kelompokkan menjadi 2 yaitu makanan

utama dan makanan selingan (Hudha, 2006).

Makan pagi merupakan hal penting bagi seseorang.

Ada dua manfaat kalau kita membiasakan sarapan pagi.


Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang

siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah,

sehingga gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik

sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar. Kedua,

sarapan pagi dapat memberikan kontribusi penting akan

beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein,

lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat untuk proses

fisiologis dalam tubuh. Tidak sarapan pagi menyebabkan

kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makan

terakhir yang masuk ke tubuh adalah makan malam pukul

19.00 wib (Khomsan, 2006).

Dengan membiasakan remaja untuk sarapan sebelum

memulai aktivitas sangatlah bermanfaat bagi remaja.

Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya

sarapan merupakan hal yang penting. Sarapan yang bergizi

akan memberi energi untuk menghadapi aktivitas sepanjang

hari. Selain itu, sarapan dapat mencegah remaja makan

berlebihan pada siang dan malam harinya (Nita, 2008).

Penelitian yang dilakukan terhadap 1800 wanita oleh

City University di New York menunjukkan bahwa waktu

makan tidak mempengaruhi kenaikan berat badan.

Banyaknya kalori yang di konsumsilah yang akan


menentukan kenaikan atau penurunan berat badan

seseorang (Foster, 2007).

Frekuensi konsumsi fast food di kalangan remaja perlu

mendapat perhatian orang tua. Banyak fast food yang

mengandung tinggi kalori sehingga konsumsi yang

berlebihan akan menimbulkan masalah kegemukan, namun

konsumsi seminggu 1-2 kali mungkin masih dapat dianggap

wajar (Khomsan, 2006).

Selain makanan utama dan makanan selingan,

minuman juga diperlukan untuk kebutuhan tubuh guna

membantu dalam proses metabolisme dalam tubuh dan

menghilangkan rasa haus. Minuman dalam hal ini

merupakan suatu cairan yang diperlukan oleh tubuh dalam

sehari sekitar 2 liter air. Cairan yang dimaksud berupa air

putih, minuman manis mapun cairan yang ada dalam

masakan. Minuman air putih atau sejenisnya dikonsumsi

setelah makanan utama dan mengiringi makanan selingan

minimal 5 kali atau lebih (Hudha, 2006).

3) Jenis Fast Food

Daging ayam pada restoran fast food berasal dari ayam

broiler.Daging unggas ini kini sering disebut white meat.

Sementara itu , daging sapi yang menjadi bagian dari menu


burger dimasukkan dalam kelompok red meat. Di negara-

negara Barat white meat dianggap lebih sehat karena

kolesterol dan lemak jenuhnya lebih rendah. Sedangkan ikan

direstoran fast food menjadi salah satu bagian menu ketika

kita memesan burger (fish fillet). Kandungan gizi ikan

berdampak preventif terhadap penyakit degenerative seperti

penyakit jantung koroner dan stroke. Protein ikan memiliki

komposisi dan kadar asam amino esensial yang cukup.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu protein

ikan setingkat dengan mutu protein daging, sedikit di bawah

mutu protein telur, dan diatas protein serealia dan kacang-

kacangan (Khomsan, 2006).

Saat ini, pola makan masyarakat kita, terutama yang

tinggal di kota-kota besar telah mengalami pergeseran.

Mereka cenderung tidak mau mengkonsumsi makanan

tradisional seperti gado-gado yang kaya serat dan gizi serta

rendah kalorinya (Syamhudi, 2011).

Fast food memenuhi persyaratan bagi kehidupan

modernkarena cara penyajiannya yang cepat sehingga

orang-orang sibuk bisa memesan fast food dan memakannya

sambil berdiri atau berjalan. Mereka juga bisa menikmati fast

food di taman-taman di tengah kota sambil beristirahat siang.


Zaman modern membawa perubahan besar dalam

kehidupan keluarga sebab istri-istri yang dahulu menjadi ibu

rumah tangga beralih fungsi menjadi wanita bekerja.Mereka

tidak sempat lagi menyiapkan makanan untuk seluruh

anggota keluarga dan akhirnya menjadikan fast food sebagai

salah satu pilihan menu makanan (Khomsan, 2006).

Makanan-makanan cepat saji (fast food) yang

mengandung kadar lemak tinggi, contohnya pizza, burger,

nugget, ayam goreng, keripik kentang berkeju, cemilan-

cemilan lainnya seperti kentang goreng bermentega, permen,

biscuit, donat, sereal, es krim, minuman soda, milkshake,

minuman kopi dengan “float” krim, coklat, donat (Lestari,

2009). Bahan-bahan penyusun fast food terdiri dari makanan

bergizi seperti kentang, nasi, daging sapi, daging ayam, dan

sebagainya (Khomsan, 2006).

Menurut WHO, ada 10 jenis makanan sampah yang

perlu dikurangi, bahkan dihindari. Karena jika terus menerus

dikonsumsi akan mengakibatkan efek mengganggu

kesehatan. Makanan tersebut adalah : gorengan, mie instan

dan makanan cepat saji, jeroan dan daging berlemak, asinan,

daging olahan (sosis, nugget, bakso, corned), makanan yang

dipanggang atau dibakar, sajian manis beku, manisan kering,


makanan kaleng, dan olahan keju ( Tabloid Jasa Marga,

2010).

Berikut ini Daftar Jenis – jenis Makanan berdasarkan

Jumlah Kalori per Porsi dari Beberapa Jenis Fast Food:

Tabel 2.3
Daftar Kandungan Kalori Fast Food

Jenis makanan Porsi Kalori


Nasi Gurih (nasi uduk) 1 piring 389 kal
Nasi goring 1 piring 637 kal
Dada ayam goreng KFC 1 potong 470 kal
Sate ayam 10 tusuk 365 kal
Satai Kambing 3 tusuk 353 kal
Bihun Goreng 1 piring 521 kal
Mie Instant 1 bungkus 330 kal
Mie bakso 1 piring 400 kal
Siomay 1 porsi 162 kal
Burger keju 1 buah 425 kal
Pizza hut 1 potong 510 kal
Kentang goring 1 porsi 405 kal

Selain air putih, soft drink merupakan salah satu

minuman favorit remaja. Padahal soft drik bisa menaikkan

berat badan dan membuat orang gemuk. Minum soda

sesekali saja memang tidak masalah, namun yang terjadi

efek kecanduan pada soda membuat orang ketagihan

meminumnya hingga akhirnya dampak buruk yang


didapatkan. Orang yang sudah kecanduan hampir tiap hari

minum soda bahkan sehari bisa beberapa kali. Hal ini karena

soda mengandung kadar gula yang tinggi (Aifen, 2011). Di

restoran fast food produk olahan susu yang popular adalah

es krim. Es krim umumnya mengandung protein setara

dengan susu, hanya saja kalorinya lebih tinggi (Khomsan,

2006).

Konsumsi fast food di ukur dengan menggunakan Food

Frequency Quetionnairer (FFQ), selanjutnya di kategorikan

sebagai berikut :

a) Sering : 3-4x/Minggu

b) Jarang : 1-2x/Minggu

c) Tidak Pernah : tidak pernah di konsumsi/mingggu

Setiap alternatif jawaban “Sering” diberi nilai 3, jawaban

“Jarang” diberi nilai 2, dan jawaban “Tidak Pernah” diberi nilai

1.Skor tertinggi adalah 156 dan skor terendah adalah 52.

Untuk menentukan kategori setiap responden yaitu dengan

cara membagi antara jumlah nilai responden dengan skor

tertinggi (45) dan dikalikan dengan 100%

N= 100%).
Selanjutnya Konsumsi fast food dibagi menjadi

dua kategori yaitu :

a) Sering, bila n = 67-100%

b) Jarang, bila n = 0-66

Selain faktor-faktor diatas, WHO 2007 menyebutkan faktor-

faktok lain yang mempengaruhi obesitas diantaranya:

a. Umur

Dapat terjadi pada semua umur namun obesitas sering

dianggap kelainan pada umur pertengahan atau umur dewasa.

b. Komponen makanan dan nutrien yang tidak seimbang

Terjadinya kelebihan berat badan secara umum diakibatkan

karena adanya kelebihan asupan makanan yang dikonsumsi dari

kebituhan fisik. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan

berbagai macam zat makanan terutama karbohidrat dan

lemak.Apabila dari zat makanan tersebut berlebih dalam tubuh

akan disimpan oleh tubuh kedalam jaringan adiposa dalam bentuk

lemak. Jika asupan energi kurang lemak tersebut akan dipecah

menjadi sumber energi tubuh agar metabolisme tubuh tetap

berjalan. Hal yang menyebabkan berat badan lebih adalah lemak

yang tersimpan tidak digunakan akibat konsumsi makanan

meningkat tetapi tidak diiringi dengan aktivitas fisik yang baik.


c. Asupan Serat

Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut, karena

serat dalam pencernaan manusia tidak dapat dicerna akibat tidak

memiliki enzim. Walaupun tidak dapat diserap, pada sistem

pencernaan terdapat bakhteri yang dapat merubah serat menjadi

komponen yang dapat dilepas dan diserap dalam tubuh sehingga

dapat digunakan sebagai sumber energi.

Serat dikategorikan menjadi dua yaitu serat kasar dan serat

terlarut.Serat kasar memiliki komponen polisakarida dan selulosa

yang biasa terdapat pada wortel dan biji-bijian. Jika serat ini

dilarutkan dalam air akan bebrbentuk gel yang akan

memperlambat dalam mendorong komponen makanan diusus.

Fungsi serat dalam tubuh adalah :

1) Mencegah terjadinya penyakit jantung koroner.Masyarakat

yang mengkonsumsi serat akan terhindar dari resiko PJK

karena memiliki kadar kolesterol yang rendah.

2) Serat dapat mencegah terjadinya kanker kolon pada manusia

karena dapat mengganggu aktivtas mikroba akibat adanya

benda asing yang masuk kedalam kolon.

3) Mencegah terjadinya penyakit divertikular (penonjilan bagian

usus)
4) Dengan mengkonsumsi serat secara rutin dapat membuat

penyerapan karbohidrat, protein dan lemak berkurang

sehingga dapat menghindari resiko terjadinya kegemukan.

4. Resiko terjadinya Obesitas

a. Segi fisik

Seseorang yang menderita kegemukan akan merasa rendah diri

karena tidak percaya diri dengan penampilannya sehingga

seringkali mengalami depresi dan tekanan baik yang datang dari

dirinya maupun dari lingkungan.

b. Segi estetika

Resiko kegemukan yang sudah banyak disadari mayarakat adalah

resiko psikososial maka bias mudah terlihat bahwa penderita

kegemukan mempunyai kesulitan untuk melakukan aktifitas fisik

sehingga mengurangi kesempatannya untuk mengikuti kegiatan

sosial. Penderita kegemukan biasa merasa rendah diri karena

penampilannya tidak ideal. Hal ini dapat berdampak lebih buruk

yaitu muncul perasaan tertekan dan keputusasaan.Kegiatan

olahraga yang menyenangkan seperti berenang semakin dihindari

oleh orang gemuk karena tidak ingin seluruh orang melihat

badannya terlihat tambun.


c. Segi kesehatan

Obesitas tidak hanya persoalan estetika tetapi juga merupakan

masalah kesehatan. Kegemukan merupakan faktor resiko

munculnya berbagai penyakit degeneratif (penyakit yang timbul

akibat ada perubahan atau kemunduran struktur fungsi jaringan

tubuh), maka berlebihan dan aktifitas yang kurang berperan

terhadap timbulnya penyakit degeneratif (Subardja, 2004).

Obesitasjuga bias mempengaruhi kesehatan kulit dimana dapat

terjadi striae atau garis-garis putih terutama didaerah perut

(white/purple stripes). Selain itu, gangguan psikologis juga dapat

terjadi pada anak dengan obesitas. Badan yangterlalu gemuk

sering membuat anak sering diejek oleh teman-temanya. Sehingga

memiliki dampak yang kurang baikpada perkembangan psikologis

anak (Pingkan Palilingan, 2010). Selain masalah kosmetik,

kegemukan merupakan masalah kesehatan yang sangat serius. Di

Amerika, 300.000 kematian per tahun disebabkan oleh karena

faktor kegemukan. Kegemukan dapat memicu timbulnya beberapa

penyakit kronis yang sangat serius seperti :

1) ResistensiInsulin

Insulin dalam tubuh berguna untuk menghantar kan glukosa

sebagai bahan bakar pembentuk energi kedalam sel.

Dengan memindahkan glukosa kedalam sel maka

insulinakan menjaga kadar gula darah tingkat yang normal.


Pada orang gemuk terjadi penumpukan lemak yang tinggi

didalam tubuhnya, sementara lemak sangat resisten

terhadap insulin. Sehingga, untuk menghantarkan glukosa ke

dalam sel lemak dan menjaga kadar gula darah tetap normal,

pancreas sebagai pabrik insulin, di bagian pulau-pulaul

angerhans, memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak.

Lama kelamaan, pancreas tidak sanggup lagi memproduksi

insulin dalam jumlah besar sehingga kadar gula darah

berangsur naik dan terjadilah apa yang disebut Diabetes

Melitus Tipe 2.

2) Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi sangat umum terjadi pada orang gemuk. Para

peneliti di Norwegia menyebutkan bahwa peningkatan

tekanan darah pada perempuan gemuk lebih mudah

terjadi jika dibandingkan dengan laki-laki gemuk. Peningkatan

tekanan darah juga mudah terjadi pada orang gemuk tipe

apel (centralobesity, konsentrasi lemak pada perut) bila

dibandingkan dengan mereka yang gemuk tipe buah pear

(konsentrasi lemak pada pinggul dan paha).

3) Serangan Jantung

Penelitian terakhir menunjukan bahwa resiko terkena

penyakit jantung koroner pada orang gemuk tiga sampai

empat kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang


normal. Setiap peningkatan 1 kilo gram berat badanterjadi

peningkatan kematian akibat penyakit jantung koroner

sebanyak 1%.

4) Kanker

Walau masih menuai kontroversi, beberapa

penelitian menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko

terjadinya kanker usus besar, prostat, kandung kemih dan

kanker rahim pada orang gemuk. Pada perempuan yang

telah menopause rawan terjadi kanker payudara. Selain itu,

obesitas juga dapat menimbulkan masalah-masalah

kesehatan lain seperti : Peningkatan kadar kolesterol

(hypercholesterolemia), stroke, gagal jantung, batu empedu,

radang sendi (gout), osteoporosis dan gangguan tidur.

Sebuah penelitian menyimpulkan obesitas remaja,

beresiko lebih besar mengidap multiple sclerosis diusia

dewasanya. Penelitian yang berlangsung selama 40 tahun ini

melibatkan 238 ribu perempuan ini menemukan mereka yang

obese di usia 18 tahun dua kali lebih beresiko mengidap

multiple sclerosis, dibanding mereka yang lebih langsing

diusia tersebut.

Studi menunjukan mereka yang obese atau BMI

mencapai 30 atau lebih diusia 18 tahun dua kali lebih

beresiko nantinya mengidap multiple sclerosis. Multiple


Sclerosis adalah kondisi yang disebabkan hilangnya serat

saraf dan jaringan protektif dari myelin diotak dan saraft ulang

belakang yang mengakibatkan kerusakan system saraf.

Penelitian yang dilaporkan di jurnal Neurologi ini

menggunakan data dari penelitian berskala besar tentang

diet, gaya hidup dan kesehatan. Diakhir penelitian, diketahui

593 wanita didiagnosa mengidap multiple sclerosis.

Para peneliti membandingkan resiko multiple sclerosis

dengan indeks massa tubuh (Body Massa Indeks/ BMI)

atau perbandingan antara berat badan dan tinggi badan

pada para partisipan kala berusia 18 tahun (Kassandra

Munger, 2009).

5. Pencegahan Obesitas

Menurut Budiyanto (2002) dalam Simatopang (2008), beberapa

usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya obesitas yaitu:

a. Olahraga

Dengan memperbanyak olahraga maka organ tubuh kita

akan bekerja dengan keras, sehingga lemak yang ditimbun dalam

tubuh akan dibongkar untuk menggantikan energi yang hilang

akibat olah raga tersebut. Dengan demikian berat badan

seseorang akan berkurang dan kegemukan tidak akan terjadi.


b. Mengurangi konsumsi lemak

Dengan mengurangi konsumsi lemak maka akan

memberikan manfaat berkurangnya jaringan lemak yang tidak aktif

dalam tubuh. Di samping itu dengan mengurangi konsumsi lemak

terutama lemak jenuh akan mencegah kita terkena penyakit

jantung dan aterosklerosis.

c. Banyak konsumsi serat

Dengan mengkonsumsi serat akan membantu tubuh

melancarkan faeces yang akan dibuang dan membantu mencegah

berbagai penyakit lain. Sumber serat yang baik adalah dari

golongan serealia, sayur-sayuran dan beberapa buah-buahan.

6. Indeks Masa Tubuh

Obesitas dan kegemukan dapat dinilai paling mudah dengan berat

dan tinggi badan. Salah satunya adalah menghubungkan berat badan

dengan rentang tinggi badan rata-rata dan umur. Namun pengukuran ini

bersifat relatif, karena ukuran tubuh rata-rata setiap negara berbeda-

beda. Sebuah metode lainnya yang dapat digunakan untuk

memperkirakan obesitas adalah BMI (Body Mass Index) atau indeks

masa tubuh (IMT). Pengukuran IMT yaitu berat badan (dalam kilogram)

dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penilaian ini cukup

baik dalam menghubungkan dengan resiko efek-efek yang merugikan

kesehatan dan kelanjutan usia (Wolinsky, 2004). Standar penilaian

status gizi untuk menetukan obesitas, yaitu: lihat pada lampiran.


Indeks Massa Tubuh digunakan untuk menentukan banyaknya

lemak yang tersimpan dalam tubuh dengan membandingkan berat

badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter)

seseorang. Pengukuran Indeks Massa Tubuh membagi berat badan

menjadi empat jenis, yaitu underweight (kekurangan berat badan),berat

badan yang ideal, overweight (kelebihan berat badan), dan obese

(kegemukan).

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Obesitas (Suhendro, 2003 dalam


Simatupang, 2008)

Genetik

Jenis Kelamin Pola Konsumsi:


 Frekuensi Makan
Umur  Jumlah Zat Gizi
 Jenis Makanan

Fisiologi
Gaya Hidup:
Aktifitas Fisik
Faktor Lingkungan Pengetahuan Gizi
Lama Tidur

Sosial Ekonomi
Pelayanan Kesehatan: Obesitas
 Demografi
Tingkat Pendidikan  Epidemiologis

Pekerjaan
Obesitas yang
terjadi pada umur
Kemudahan Hidup sebelumnya

Kemajuan Teknologi Hormonal


C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep-konsep atau variabel variabel yang akan diamati (diukur) melalui

penelitian yang akan dilakukan adapun variabel yang akan diteliti adalah

2 variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen

(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini

digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Genetik

Aktivitas Fisik
Obesitas

Lama Tidur

Konsumsi Fast Food


D. Definisi Opersional

Tabel 2.4
Defenisi Operasional Faktor Faktor yang Mempengaruhi Obesitas pada
Remaja Putri di SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional Ukur
1. Obesitas Obesitas adalah Berat Antropometri 1. Obesitas Ordinal
suatu keadaan badan (Menimbang jika laki-laki
peningkatan berat diukur BB dan IMT 29,2 -
badan ditentukan dengan mengukur 36,4.
berdasarkan mengguna TB) Jika
Indeks Massa kan perempuan
Tubuh (IMT) timbangan IMT 29,3 -
(Garrows 2000) digital dan 36,3
tinggi
badan 2.Tidak
diukur obesitas
dengan Jika laki-laki
mengguna IMT 19,2-
kan 24,9.
microtoise Jika
perempuan
IMT 18,4 -
24,5

2. Lama Waktu yang Formulir Angket Dikategorikan Ordinal


Tidur dihabiskan Aktivitas 1. Beresiko>
seseorang untuk Fisik 8,5 jam
beristirahat dalam atau < 8,5
24 jam jam / hari
(Hidayat, 2008) 2.Tidak
Beresiko 8,5
jam / hari
3. Genetik Ada atau tidak nya Formulir Angket Dikategorikan Ordinal
kejadian Obesitas Aktifitas 1. Ada
pada orang tua, Fisik 2. Tidak Ada
kakek atau nenek
kandung.
(Whitney, 2002).

4. Konsumsi Frekuensi Food Angket 1. Sering Ordinal


Fast konsumsi fast frekuensi
food (makanan semi jika 67 –
Food
yang kuantitatif
100 %
penyajiannya
memakan waktu 2. Jarang
singkat, yang
dikonsumsi jika 0 –
secara instan)
(Martha 2009) 66 %
5. Aktivitas Kegiatan fisik yang Formulir Angket Dikategorikan Ordinal
Fisik dilakukan Aktivitas
1. Berat
responden sehari- Fisik
hari yang terdiri
2.00-2.40
dari indeks
kegiatan waktu
2. Ringan
bekerja, waktu
berolahraga dan
1.40– 1.99
waktu luang
(Baecke,et.al,1982
dan 1992)

E. Hipotesis

a. Adanya hubungan antara tingkat aktifitas fisik dengan obesitas

b. Adanya hubungan antara lama tidur total dengan obesitas

c. Adanya hubungan antara genetiktotal dengan obesitas

d. Adanya hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian yang mengkaji

hubungan antara variable dengan melibatkan minimal dua variable (Hidayat,

2007). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu

variable sebab (independent variable) maupun variable akibat (dependent

variable) atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.(Notoadmodjo, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di SMAN 3 Padang Panjang pada bulan

Oktober – November Tahun 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2015) populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas

dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk

mempelajari atau kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh remaja di SMAN 3 Kota Padang

Panjang yang berjumlah 722 orang.


2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian remaja putri yang diambil dari

keseluruhan remaja SMAN 3 Padang Panjang yang dianggap

mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel berdasarkan

rumus:

N
=
1+ ( )

Keterangan :

Populasi ( N) = 722 orang

Derajat Ketepatan ( d ) = 10 %
N
=
1+ ( )
7 22
=
1 + 722(0,01)
722
=
1 + 7,22
= ,
= 82 ora ng

Jadi, sampel pada penelitian ini adalah remaja SMAN 3 Padang

Panjang dengan jumlah 82 orang. Pemilihan sampel

menggunakan teknik Proporsional Random Sampling.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random

sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana.


Tabel 3.1

Distribusi Frekuensi Jumlah Sampel berdasarkan Tingkatan Kelas

No Kelas N Sampel Perkelas


1 X.IPA 1 38 7
2 X.IPA 2 38 7
3 X.IPA 3 35 6
4 X.IPS 1 35 6
5 X.IPS 2 35 6
6 X.IPS 3 35 5
7 XI.IPA 1 30 5
8 XI.IPA 2 31 5
9 XI.IPA 3 31 5
10 XI.IPS 1 27 5
11 XI.IPS 2 27 5
12 XI.IPS 3 26 5
13 XI.IPS 4 26 5
14 XI.IPS 5 26 5
15 XI.IPS 6 26 5
16 XII.IPA 1 26 4
17 XII.IPA 2 26 3
18 XII.IPA 3 26 3
19 XII.IPA 4 26 3
20 XII.IPS 1 26 3
21 XII.IPS 2 26 3
22 XII.IPS 3 26 3
23 XII.IPS 4 25 3
24 XII.IPS 5 25 3
25 XII.IPS 6 3
Jumlah 722 82
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis pengumpulan data menurut Notoatmodjo (2010) :

1. Jenis Pengumpulan Data

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui

pengisian kuesioner kepada siswa berupa data tentang:

umur, berat badan, tinggi badan, aktifitas fisik, genetik, lama

tidur, konsumsi fast food.

b. Data Sekunder

Adalah data pendukung yang didapat dari Puskesmas Bukit

Surungan dan Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Responden diambil secara acak sederhana. Data

dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun

untuk mendapatkan informasi dari responden. Responden mengisi

langsung kuisioner yang disediakan oleh peneliti, sebelumnya

peneliti menjelaskan kepada responden cara pengisian kuisioner.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan data

Proses pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara

komputerisasi dengan program SPSS dengan langkah-langkah

sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Data ( Editing)

Hasil data dari lapangan dilakukan editing (penyuntingan).

Editing bertujuan untuk pencegahan dan perbaikan isian

formulir atau kuisioner tersebut.

b. Pengkodean Data (Coding )

Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan coding, yaitu mengubah data yang berbentuk

kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan.

c. Memasukan data (Data Entry)

Data resonden yang dalam bentuk kode dimasukan ke dalam

program atau software computer, pengolahan data

menggunakan rumus Chi-Square

d. Pembersihan Data ( Cleaning )

Semua data dari setiap responden selesai dimasukan, lalu

dicek kembali untuk melihat adanya kesalahan-kesalahan

kode dan ketidak lengkapan.

2. Teknik Analisis data

Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif

menggunakan statistik. Teknik analisa data dilakukan dengan uji:

a. Statistik univariate. Analisis univariat dilakukan untuk

mengetahui presentase, distribusi frekuensi, kecenderungan

tengah, dan penyebaran (Notoatmodjo, 2010). Peneliti

melakukan analisa univariate dengan analisa deskriptif yang


dilakukan untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti

secara terpisah dengan membuat tabel distribusi frekuensi

dari masing-masing variabel.

b. Analisa bivariat, yang bertujuan untuk menganalisis

hubungan dua variabel yg dapat bersifat simetris, saling

mempengaruhi atau tidak saling mempengaruhi antara satu

variabel mempengaruhi variabel lain dengan menggunakan

uji chi-square dengan tingkat kemaknaan a=0.05. Hasil yang

diperoleh pada analisa chis-quare dengan menggunakan

program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan

a=0.05 apabila nilai p < dari a=0.05 maka ada hubungan

antara dua variabel.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

SMAN 3 Padang Panjang adalah SMA Negeri satu – satu nya SMA

negeri yang ada di Kecamatan Padang Panjang Barat Kota Padang Panjang.

Berdiri pada tanggal 2 Mei 2005 dengan alamat Jl. RPH Silaing Bawah

Padang Panjang Barat.

Sampai saat ini SMAN 3 memiliki 45 orang guru tetap,1 orang guru SK

honor daerah, 7 orang guru SK Komite,1 orang guru bantu, 2 orang pegawai

tata usaha dan 7 orang PTT. Sarana dan prasarana yang ada di SMA Negeri

3 Kota Solok tergolong lengkap yakni terdiri dari ruang belajar sebanyak 23

buah, ruang guru 1 buah, ruang kepala sekolah, ruang pustaka, ruang labor

Fisika, ruang labor Kimia dan Biologi, ruang labor, ruang OSIS, pramuka,

UKS, ruang BK, musholla, dan kafe sebanyak 3 buah. Batas wilayah

Kecamatan Padang Panjang Barat adalah:

Sebelah Utara berbatasan : Kabupaten TanahDatar

Sebelah Selatan berbatasan : Kabupaten TanahDatar

Sebelah Barat berbatasan : Kabupaten TanahDatar

Sebelah Timurberbatasan : Kecamatan Padang Panjang Timur


2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

masing- masing variable penelitian, baik variable independen

maupunvariabel dependen. Adapun hasil analisis univariat pada penelitian ini

adalah :

a. Status Gizi Remaja

Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang yang dipengaruhi

oleh makanan yang dikonsumsinya. Untuk memperoleh zat-zat gizi dan

tingkat kesehatan tersebut dapat dinilai dengan parameter gizi yang

dibandingkan dengan standar baku (Supariasa, 2002.p.18). Menurut

Suhardjo (2005.p.55), status gizi adalah keadaan kesehatan individu-

individu atau kelompok- kelompok yang ditentukan oleh derajat

kebutuhan fisik akan energy dan zat gizi lain yang diperoleh dari

pangan dan makanan yang dampak fisiknya secara antropometri.

Gambaran Status gizi responden akan dijabarkan ke dalam tabel 4.1

dibawah ini.

Tabel4.1
Distribusi Frekuensistatus gizi pada remaja SMAN 3
Kota Padang Panjang Tahun2018

Status Gizi Lk Pr %
Obesitas 1 2 3,7
Tidak Obesitas 0 70 96,3
Total 1 72 100
Tabel 4.1 diketahui bahwa hanya sebagian kecil 3,7 % (3 orang)

responden yang mengalami obesitas 1 orang laki-laki dan 2 orang

perempuan, dan 96,3 % (79 orang) responden tidak obesitas.

b. Aktifitas Fisik

Pola Aktifitas Fisik Responden dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi aktivitas fisik pada remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018

Aktifitas Fisik n %
Ringan 78 95,1
Berat 4 4,9
Total 82 100

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa semua responden memiliki aktifitas fisik

yang ringan berjumlah 78 orang (95,1%), s e d a n g k a n 4 o r a n g (4 , 9 % )

m e m p u n y a i a k t if i t a s y a n g b e r a t .

c. Lama Tidur

Gambaran responden terhadap lama tidur terlihat pada tabel 4.3

Tabel4.3
Distribusi Frekuensi Lama Tidur pada
Remaja SMAN 3 Kota Padang Panjang
Tahun2018

Lama Tidur n %
Tidak Cukup 63 76,8
Cukup 19 23,2
Total 82 100
Berdasarkan table 4.3 dapat diketahui bahwa hanya 76,8%

responden tidak cukup tidur dalam sehari sedangkan 23,2% responden

(19 orang) yang cukup tidurnya setiap hari.

d. Genetik ( Keturunan )

Faktor genetik (keturunan) yang mengalami obesitas dari

responden dapat terlihat pada tabel berikut

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Genetik (Keturunan) Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018

Keturunan n %
Ada 42 51,2
Tidak Ada 40 48,8
Total 82 100

Berdasarkan table 4.4 diketahui bahwa beda tipis responden yang

mempunyai genetic obesitas yaitu 51,2 % (42 orang) yang ada

keturunan obesitas dan 48,8 % (40 orang) yang tidak mempunyai

keturunan obesitas.

e. Konsumsi Fast Food

Gambaran pola konsumsi responden terhadap Fast Food terlihat

pada tabel 4.5

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food
pada Remaja SMAN 3 Kota Padang Panjang
Tahun 2018

Konsumsi Fast Food n %


Sering 74 90,2
Jarang 8 9,8
Total 82 100
Berdasarkan table 4.5 dapat diketahui bahwahanya 8 orang (9,8%)

yang jarang konsumsi fast food, dan selebihnya 74 orang (90,2%) konsumsi

fast food setiap hari.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan dua variabel yaitu

variabelin dependen dan variabel dependen, peneliti menggunakan analisa

statistic ujichi–square.

a. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas

Hubungan Aktifitas Fisik dengan kajadian Obesitas di SMAN 3

Padang Panjang dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi P OR
Total
Obesitas Tidak Value
Aktifitas Fisik
Obesitas
n % n % n %
Ringan 3 3,8 75 96,2 78 100
Berat 0 0 4 100 4 100
Total 3 3,8 79 96,2 82 100 1,000 0,306

Tabel 4.6 diketahui bahwa dari 78 orang responden yang

memiliki aktifitas ringan, 3 orang (3,8 %) yang obesitas dan 75 orang

(96,2%) yang tidak obesitas sedangkan dari 4 orang responden yang

memiliki aktifitas berat semuanya tidak obesitas. Jadi tidak terdapat

hubungan bermakna antara Aktifitas Fisik dengan kejadian obesitas


dengan nilai p = 1.

b. Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas

Hubungan Lama Tidur dengan kajadian Obesitas di SMAN 3

Padang Panjang dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7
Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi P OR
Total
Obesitas Tidak Value
Lama Tidur
Obesitas
N % n % n %
Tidak Cukup 3 4,8 60 95,2 63 100
Cukup 0 4 19 100 19 100
Total 3 3,7 79 96,3 82 100 1,000 1,616

Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 63 orang responden yang tidak

cukup tidur, 3 orang (4,8%) responden yang obesitas dan 60 orang

(95,2%) tidak obesitas, sedangkan dari 19 orang responden yang cukup

tidur 19 orangnya (100%) tidak obesitas. Sehingga tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara lama tidur dengan kejadian obesitas

dengan nilai p = 1.

c. Hubungan Faktor Genetik (riwayat keturunan) dengan Obesitas

Hubungan faktor genetik yang mengalami Obesitas terhadap

remaja di SMAN 3 Padang Panjang dapat dilihat pada table 4.8

Tabel 4.8
HubunganFaktor GenetikdenganObesitas pada Remaja
SMAN3 Kota Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi Total P OR
Keturunan Value
Obesitas Tidak
Obesitas
N % n % N %
Ada 1 2,4 41 97,6 42 100
Tidak Ada 2 3,7 38 95 40 100
Total 3 3,7 79 96,3 82 100 0,611 0,405

Tabel4.8 diketahui bahwa dari 42 responden yang yang

mempunyai keturunan obesitas, 1 orang (2,4%) obesitas dan 41 orang

(97,6%) tidak obesitas. Sedangkan dari 40 orang responden yang tidak

ada keturunan, 2 orang (5%) yang obesitas dan 38 orang (95%) tidak

obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara keturunan

yang mengalami obesitas dengan kejadian obesitas pada remaja

dengan nilaip = 0,611.

d. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food dengan status gizi

Hubungan kebiasaan Fast Food dengan kejadian Obesitas pada

remaja di SMAN 3 Padang Panjang dapat terlihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.9
Hubungan Kebiasaan Konsumsi fast food dengan
Obesitas pada Remaja SMAN3
Kota Padang Panjang Tahun 2018

Status Gizi P OR
Total
Konsumsi Fast Obesitas Tidak Value
Food Obesitas
N % n % N %
Ada 3 4,1 71 95,9 74 100
Tidak 0 0 8 100 8 100
Total 3 3,7 79 96,3 82 100 1 0,628
Tabel 4.9 diketahui bahwa dari 74 orang responden yang

mempunyai kebiasaan konsumsi fast food setiap hari, terdapat 3 orang

(4,1%) responden memiliki status obesitas dan 71 orang (95 %) yang

tidak obesitas dan. Sedangkan dari 8 orang yang tidak biasa konsumsi

fast food setiap hari, 8 orang (100 %) responden tidak obesitas. Jadi

tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food

dengan status gizi remaja, dengan nilai p = 0,995.

D. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Gambaran Kejadian Obesitas pada Remaja

Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa hanya sebagian kecil

3,7 % (3 orang) responden yang mengalami obesitas 1 orang laki-laki

dan 2 orang perempuan, dan 96,3 % (79 orang) responden tidak

obesitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden masih

mempunyai status gizi normal. Dari hasil penelitian ditemukan 3,7 %

remaja mengalami obesitas, hal tersebut hamper sama dengan data

pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4,5% remaja mengalami

obesitas. Hal tersebut masih menjadi masalah tentang status gizi pada

remaja di SMA Negeri 3 Padang Panjang.

Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Widyantara

(2013) pada mahasiswa Universitas Lampung dengan desain penelitian

crosssectional. Widyantara (2013) menyatakan mahasiswa yang status

gizi overweight lebih dominan (40%) dibandingkan mahasiswa yang


kurus (26,4%) dan normal (33,6%). Namun releven dengan penelitian

Miko (2009) pada siswa SMA di Kota Banda Aceh dengan rancangan

penelitian crosssectional. Miko (2009) menyatakan bahwa siswa yang

mempunyai status gizi normal lebih dominan (56,1%) dibandingkan

siswa yang tidak normal (43,9%).

Status gizi baik dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu tingkat

ekonomi keluarga yang baik, sehingga dengan baiknya perekonomian

keluarga menyebabkan sebuah keluarga mampu memenuhi kebutuhan

nutrisi yang dibutuhkan. Selain itu gizi yang baikjuga disebabkan karena

tingginya pengetahuan keluarga tentang pentingnya gizi serta keluarga

tahu cara pengolahan makanan yang baik dan keluarga menyadari

bahwa jika status gizi anak buruk, maka anak akan mudah terserang

penyakit. (Supriansa, 2010).

Ada dua factor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yaitu

secara langsung maupuntidak langsung. Secara langsung yaitu

makanan dan penyakit dapat secaralangsung mempengaruhi status gizi.

Timbulnya masalah gizi tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang

kurang, tetapi juga penyakit. Anakyang mendapat cukup makanan tetapi

sering menderita sakit pada akhirnya menderita kurang gizi. Demikian

juga pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan

tubuhnya akan melemah dan mudah terserang penyakit. Adatiga

penyebab tidak langsung antara lain, ketahanan pangan keluarga yang

kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan


pelayanan kesehatan yang kurang memadai (UNICEF).

Status gizi pada kelompok dewasa diatas 18 tahun didominasi

dengan masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup

tinggi. Angka obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi

dibanding laki-laki. Berdasarkan karakteristik masalah obesitas

cenderung lebihtinggi pada penduduk yang tinggal diperkotaan,

berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang

tertingg pula (Balitbang DepkesRI, 2010). Tingkat pengetahuan gizi

seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku memilih makanan,

yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat

kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi Sediaoetama (2002).

Menurut analisa peneliti, responden yang memiliki status gizi

obesitas dengan disebabkan oleh faktor keturunan, sering

mengkonsumsi fast food dan tidur yang beresiko.

b. Gambaran Aktifitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian diiketahui bahwa responden yang

memiliki aktifitas fisik yang ringanl ebih dominan dari pada yang

memiliki aktifitas fisik berat. Dari semua responden memiliki aktifitas

fisik yang ringan berjumlah 78 orang (95,1%), s e d a n g k a n 4 o r a n g

(4 , 9 % ) m e m p u n y a i a k t if i t a s y a n g b e r a t .

Hasil ini sama dengan penelitian Nuri (2009) pada pada Siswa SD

Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan Tahun 2009 dengan desain penelitian

Cross Sectional. Nuri menyatakan bahwa siswi dengan aktifitas fisik


ringan lebih banyak (61%), dibandingkan siswi dengan aktifitas fisik

berat (39%). Tetapi berbeda dengan penelitian Triwinarto (2007) pada

anak di Kota Bogor yang menyatakan bahwa responden dengan

aktifitas fisik ringan lebih sedikit dibandingkan responden dengan

aktifitas fisik berat.

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot

rangka yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pegeluaran tenaga

(dinyatakan kilo-kalori), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan

aktivitas sehari- hari. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan,

sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan memerlukan

usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan

kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto, 2007). Seseorang

yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang

menggunakan energi yang tersimpan didalam tubuh

(Mangoenprasodho, 2005).

Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden dengan aktifitas

fisik yang berat disebabkan karena jauhnya jarak kesekolah yang jarang

ditempuh. Hal tersebut juga didukung dari wawancara aktifitas fisik yang

sering dilakukan pulang dari sekolah, seperti olah raga sepak bola

termasuk aktifitas santai dankegiatan ringan.

c. Lama tidur

Menurut hasil penelitian ini dari 82 responden terdapat 63 orang

(76,8%) yang mempunyai waktu tidur yang beresiko untuk obesitas dan
19 orang (23,2%) memiliki waktu tidur yang tidak beresiko.

Hasil penelitian menggunakan SDSC dari 52 subyek anak

obesitas, 42 subyek mengalami gangguan tidur yang menunjukkan

prevalensi gangguan tidur 80,8% terjadi pada anak obesitas. Hasil ini

lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Adelina (62,9%) dan

penelitian Bruni (73,4%). Gangguan tidur yang 8 sering terjadi pada

anak obesitas adalah sleep apnea. Hal ini disebabkan oleh peningkatan

lemak terutama di batang tubuh dan leher yang dapat menyebabkan

gangguan napas saat tidur karena fungsi pernapasan terganggu.

Namun, pada penelitian ini jenis gangguan tidur terbanyak yang dialami

oleh 30 subyek (55,8%) adalah gangguan transisi tidur-bangun.

Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi

oleh semua orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat

berfungsi secara optimal. Tidur sendiri memiliki makna yang berbeda

pada setiap individu (Mubarak, 2007). Tidur adalah keadaan dimana

tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutansiklus

yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim,memiliki

kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan

terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat,

2008).

Terdapat 76,8% remaja memiliki pola tidur yang tidak baik yaitu

tidur cukup atau berlebihan. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap


metabolisme dan penyerapan makanan dalam tubuhnya.

d. Genetik
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 42 orang

(51,2%) responden memiliki keturunan obesitas. Jumlahtersebut sangat

tinggi dibandingkan responden yang tidak memiliki keturunan obesitas.

Berdasarkan penelitian Juliantini dkk terdapat 32 orang (75%)

anak obesitas dari 43 orang responden yang memiliki keturunan

obesitas dengan nilai p = 0,001 .

Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan lemak

tubuh. Seseorang mempunyai faktor keturunan yang cenderung

membangun lemak tubuh lebih banyak dibandingkan orang lain.

Bawaan sifat metabolisme ini menunjukan adanya gen bawaan pada

kode untuk enzim lipoprotein lipase (LPL) yang lebih efektif. Enzim ini

memiliki suatu peranan penting dalam proses mempercepat

penambahan berat badan karena enzim ini bertugas mengontrol

kecepatan trigliserida dalam darah yang dipecah-pecah menjadi asam

lemak dan disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan sehingga lama

kelamaan menyebabkan penambahan berat badan (Purwati, 2005).

Menurut asumsi peneliti orang yang mengalami obesitas karena

faktor genetik, tidak berarti tidak dapat dikontrol. Jika kita mengikuti pola

hidup yang sehat dan pola makan yang baik,aktivitas fisik , maka

dipastikan kita bisa menjaga berat badan dengan baik.


e. Gambaran Kebiasaan Konsumsi Fast Food

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sebagian

responden memiliki kebiasaan konsumsi fast food setiap hari yaitu

berjumlah 74 orang (90,2%). Jadi siswi yang memiliki kebiasaan

konsumsi fast food sering lebih dominan dibandingkan siswi yang

memiliki kebiasaan konsumsi fast food jarang.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Mardatillah (2008) pada

remaja SMAIslamPB Soedirmandi Jakarta Timur yang menunjukkan

bahwa siswi yang memiliki kebiasaan sering mengkonsumsi fast food

lebih banyak (73,5%), dibandingkan yang jarang memiliki kebiasaan

mengkonsumsi fast food (26,5%). Namun tidak sejalan dengan

penelitian Hayati (2000) pada remaja SMU Negeri di Jakarta Selatan,

yang menyatakan bahwa responden yang memiliki kebiasaan sering

mengkonsumsi fast food sebanyak 48,5%. Jumlah tersebut lebih

sedikit dibandingkan responden dengan yang jarang mengkonsusmi

fast food yaitu 51,5%.

Menurut WHO (2003) yang menyebabkan konsumsi fast food

dengan gizi lebih atau obesitas adalah kemungkinan ukuran dan jumlah

porsi yang dimakan berlebihan. Ukuran porsi yang besar menyebabkan

peningkatan berat badan. Terdapat beberapa factor yang terkait

fastfood yaitu seberapa sering fast food dikonsumsi, kandungan gizi

dalam fast food. Dalam 100 gram, burger mengandung 261 kkal,

kentang goreng 342 kkal, fried chicken pada bagian dada atau sayap
303 kkal, pizza yang mengandung keju 26 kkal, dan hotdog

mengandung 247 kkal (Badjeber, 2009).

Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi

kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap

fast food atau makanan siap saji dapat menyebabkan terjadinya gizi

lebih atau kegemukan karena kandungan dari fast food tersebut. Fast

food adalah makanan bergizi tinggi yang dapat menyebabkan

kegemukan atau obesitas terhadap anak-anak yang mengkonsumsi,

selain itu dapat menyebabkan penyakit jantung, penyumbatan

pembuluh darah dan sebagainya. Fast food dianggap negative karena

ketidak seimbangannya (Khomsan, 2004). Fast food dapat diartikan

sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam

waktu seminimal mungkin atau juga dapat diartikan sebagai makanan

yang dikonsumsi secara cepat.

Pada umumnya komposisi fast food mengandung lebih tinggi

energi, garam dan lemak termasuk kolesterol dan hanya sedikit

mengandung serat (Bowman, dkk. 2011). Individu dan keluarga memiliki

banyak alasan mencari makanan cepat saji terutama karena waktu dan

biaya makanan cepat saji yang murah, cepat, mudah untuk

mendapatkannya, dan lezat (Sharkey J Retal, 2011). Makanan cepat

saji dapat digolongkan menjadi dua yaitu makanan jajanan tradisional

dan makanan jajanan modern. Yang termasuk makanan jajanan

tradisional yaitu seperti bakwan, bakso, bihun goreng, gado-gado,


risoles, pisang goreng dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk

makanan jajanan modern yaitu humberger, fried chicken, pizza,

frenchfries (Khomsan, 2002).

Menurut analisa peneliti, responden yang memiliki kebiasaan

sering mengkonsumsi fast food (60,2%) disebabkan waktu dan biaya

makanan cepat saji yang murah, cepat, mudah untuk mendapatkannya,

dan lezat. Sebagian besar responden beranggapan bahwa mereka

biasa mengkonsumsi fast food 3-5 kali/ minggu dan makannya lebih

dari satu porsi.

Selain itu berdasarkan wawancara dengan siswi ditempat

penelitian diketahui bahwa siswi selalu berkumpul di café sambil

mengkonsumsi fast food pada saat pulang sekolah. Sedangkan bagi

responden yang memiliki kebiasaan jarang konsumsi fast food

disebabkan dukungan keluarga yang selalu menyediakan bekal untuk

anaknya selama disekolah sehingga mengurangi kebiasaan konsumsi

fast food di luar rumah dan mereka juga cenderung dibatasi

uangjajannya disekolah.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi

Hasil penelitian diketahui bahwa dari 78 orang responden yang

memiliki aktifitas ringan, 3 orang (3,8 %) yang obesitas dan 75 orang

(96,2%) yang tidak obesitas sedangkan dari 4 orang responden yang

memiliki aktifitas berat semuanya tidak obesitas. Jadi tidak terdapat


hubungan bermakna antara Aktifitas Fisik dengan kejadian obesitas

dengan nilai p = 1 Hasil penelitianini tidak sejalan dengan penelitian

Dieny pada siswa SMA di Kota Semarang, menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan status

gizi (dengan nilai p = 0,002). Sedangkan pada penelitian Widyantara

(2013) didapatkan hasil aktivitas fisik dengan status gizi tidak memiliki

hubungan yang bermakna secara statistic dimana didapatkan nilai p

=0,06.

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot- otot

rangka yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pengeluaran tenaga

(dinyatakankilo-kalori), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan

aktivitas sehari-hari. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan,

sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan memerlukan

usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan

kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto, 2007). Seseorang

yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang

menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh

(Mangoenprasodho, 2005)

Menurutasum sipeneliti, berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara aktifitas fisikdengan

status gizi karena Keseimbangan antara asupan energi dengan

pengeluaran energy merupakan factor yang berhubungan dengan

status gizi. Jadi untuk mencapai keseimbangan antara asupan energy


dan pengeluaran energi maka pemberian makanan sebaiknya harus

memperhatikan umur, jenis kelamin, jenis aktifitas kondisi lain seperti

sakit, hamil dan menyusui.

b. Hubungan Lama Tidur dengan dengan Obesitas

Hasil penelitian diketahui bahwa dari 63 orang responden yang

tidak cukup tidur, 3 orang (4,8%) responden yang obesitas dan 60

orang (95,2%) tidak obesitas, sedangkan dari 19 orang responden yang

cukup tidur 19 orangnya (100%) tidak obesitas. Sehingga tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara lama tidur dengan kejadian obesitas

dengan nilai p = 1.

Menurut Syamsinar Wulan dari menunjukkan bahwa dari 89

responden dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden (57.3%)

dan durasi tidur cukup sebanyak 38 responden (42.7%).

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaput

JP (2011) pada anak-anak di Quebec yang mengatakan bahwa durasi

tidur pendek memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan

kenaikan berat badan.

Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi

oleh semua orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat

berfungsi secara optimal. Tidur sendiri memiliki makna yang berbeda

pada setiap individu (Mubarak, 2007). Tidur adalah keadaan dimana

tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus


yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki

kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan

terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat,

2008).

Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja

namun kini pada remaja pun masalah tidur atau kuantitas tidur banyak

mereka alami. Kuantitas tidur remaja perlu perhatian lebih karena

berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para

peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan kuantitas tidur

pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut

irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi

telat.Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih

telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam

hari dan menjadi lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006).

Menurut asumsipeneliti, berdasarkan hasilpenelitian diketahui

bahwa respondenyang memilikilama tidur beresiko tidak mengalami

obesitas dikarenakan faktor lain seperti aktivitas fisik yang

berat,sehingga responden tidak mengalami obesitas, sedangkan yang

mengalami obesitas dengan pola tidur tidak beresiko disebabkan karena

responden memiliki aktivitas fisik yang ringan.

c. Hubungan Genetik (Keturunan) dengandengan Obesitas

Hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden yang yang

mempunyai keturunan obesitas, 1 orang (2,4%) obesitas dan 41 orang


(97,6%) tidak obesitas. Sedangkandari40 orang responden yang tidak

ada keturunan, 2 orang (5%) yang obesitas dan 38 orang (95%) tidak

obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara keturunan

yang mengalami obesitas dengan kejadian obesitas pada remaja

dengan nilaip = 0,611.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mella,

dkk(2014), menyatakan bahwa keturunan obesitas memiliki resiko lebih

untuk obesitas dari pada tidak ada keturunan obesitas.

Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan lemak

tubuh. Seseorang mempunyai faktor keturunan yang cenderung

membangun lemak tubuh lebih banyak dibandingkan orang lain. Enzim

ini memiliki suatu peranan penting dalam proses mempercepat

penambahan berat badan karena enzim ini bertugas mengontrol

kecepatan trigliserida dalam darah yang dipecah-pecah menjadi asam

lemak dan disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan sehingga lama

kelamaan menyebabkan penambahan berat badan (Purwati, 2005)

Ada penelitian yang mengungkapkan adanya gen obesitas, yang

diekspresikan pada sel-sel lemak dan kode-kode untuk protein leptin.

Leptin bekerja sebagai hormon, terutama ditingkat hipotalamus.Leptin

berfungsi menekan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan

energi. Perubahan penggunaan energi berpengaruh terhadap

perubahan basal metabolisme, selain itu juga berpengaruh terhadap

perubahan pola aktivitas fisik. Sangat sedikit orang obesitas yang


mempunyai kadar leptin rendah. Pada kenyataannya, kadar leptin pada

darah biasanya berhubungan dengan lemak tubuh, semakin banyak

lemak tubuh maka kadar leptin semakin tinggi. Orang yang obesitas

pada umumnya mempunyai kadar leptin yang tinggi (Whitney, 2002).

Menurut Asumsi peneliti keturunan tidak ada hubungan dengan

obesitas, karena dibarengi dengan aktivitas fisik cukup maka bisa

menyeimbangkan berat badan kita.

d. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi

Hasil penelitian diketahui bahwa dari 74 orang responden yang

mempunyai kebiasaan konsumsi fast food setiap hari, terdapat 3 orang

(4,1%) responden memiliki status obesitas dan 71 orang (95%) yang

tidak obesitas dan Sedangkan dari 8 orang yang tidak biasa konsumsi

fast food setiap hari, 8 orang (100 %) responden tidak obesitas. Jadi

tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food

dengan status gizi remaja, dengan nilai p = 0,995.

Hasil penelitian t i d a k sejalan dengan penelitian Allo (2013) bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food

dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar

(p = 0,000<0,05). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Zulfa =

(2011) dalam Yueniwati dan Rahmawati (2001) yang menemukan

adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi fast food dengan

kejadian gizi lebih pada siswa sekolah di Kota Bogor, tetapi sama

dengan hasil penelitian Nury (2003) dalam Rahmawat (2009) tidak


menemukan hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi

makanan cepat saji dengan kejadian obesitas pada siswa SD Islam Al

Azhar Jakarta Selatan.

Menurut WHO (2003) yang menyebabkan konsumsi fast food

dengan gizi lebih adalah kemungkinan ukuran dan jumlah porsi yang

dimakan berlebihan. Namun, WHO (2000) menyebutkan bahwa

meningkatnya konsumsi fast food diyakini merupakan satu masalah,

karena masalah obesitas meningkat pada masyarakat yang keluarganya

banyak keluar mencari makanan cepat saji dan tidak mempunyai waktu

lagi untuk menyiapkan makanan di rumah. Ukuran porsi yang besar

menyebabkan peningkatan berat badan. Terdapat beberapa factor yang

terkait fast food yaitu seberapa sering fast food dikonsumsi, kandungan

gizi dalam fast food. Dalam 100 gram, burger mengandung 261 kkal,

kentang goreng 342 kkal, fried chicken pada bagian dada atau sayap

303 kkal, pizza yang mengandung keju 268 kkal, dan hot dog

mengandung247kkal (Badjeber, 2009).

Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi

kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap

fast food atau makanan siap saji dapat menyebabkan terjadi nyagizi

lebih atau kegemukan karena kandungandar fast food tersebut.

Fastfood adalah makanan bergizi tinggi yang dapat menyebabkan

kegemukan atau obesitas terhadap anak-anak yang

mengkonsumsi,selain itu dapat menyebabkan penyakitjantung,


penyumbatan pembuluh darah dan sebaginya. Fast food dianggap

negatif karena ketidak seimbangannya.(Khomsan, 2004).

Menurut asumsi peneliti, kebiasaan makan atau pola makan dapat

menggambarkan frekuensi makan siswa dalam sehari dan hal ini

bergantung pada kebiasaan makan keluarganya di rumah maupun di

sekolah. Pola makan anak sangat berkaitan erat dengan gizi karena

semakin sering anak mengkonsumsi makanan dalam sehari, maka

kecenderungan untuk mengalami gizi normal sangat tinggi.

Fast food adalah makanan favorit yang dikonsumsi oleh

kebanyakan anak-anak, selain itu makan fast food memiliki nilai sosial

dimana kebanggaan ketika memakannya. Fast food memiliki

keterbatasan dalam kandungan zat gizi.

Sebagian responden yang sering mengkonsumsi fast food tetapi

mengalami gizi normal. Hal ini diduga disebabkan karena siswa tersebut

mengimbangi dengan aktivitas fisik yang tinggi. Aktivitas yang dapat

dilakukan anak usia sekolah adalah dengan rutin berolah raga sehingga

pengeluaran energy dapat seimbang. Selain itu dapatpula meningkatkan

aktivitas fisiknya dengan mengikut kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di

sekolah maupun diluar sekolah.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 responden

yang berada di SMAN egeri 3 Kota Padang Panjang, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Hanya sebagian kecil responden yang mengalami obesitas (3,7%).

2. Lebih dari separuh responden memiliki aktifitas ringan ( 95,1%).

3. Sebagian kecil responden yang hanya tidur cukup waktu (23,2%)

4. Hampir seimbang responden yang mempunyai faktor keturunan

obesitas, yang ada faktor keturunan 51,2% sedangkan 48,8% tidakada

faktor keturunan obesitas.

5. Sebagian besar responden memiliki kebiasaan konsumsi fast food

setiap hari 90,2%.

6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan

status gizi dengan nilai p =1.

7. Tidak terdapat hubungan bermakna antara lama tidur dengan kejadian

obesitas dengan nilai p=1.

8. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keturunan obesitas

dengan kejadian obesitas dengan nilai p =0,611.

9. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast

food dengan obesitas dengan nilai p=0,995.


B. Saran

1. Puskesmas

Diharapkan pemegang program UKS, pemegang program Gizi dan

pemegang program Promkes Puskesmas lebih meningkatkan

penyuluhan tentang Pengetahuan Gizi pada remaja di Sekolah.

2. Bagi Sekolah

Diharapkan kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan

siswa yang bermasalah berat badanya melalui penyuluhan, dan

kegiatan-kegiatan inovatif dalam meningkatkan status gizi. Selain itu

diharapkan agar pihak sekolah mampu menjalin kerjasama yang baik

dengan petugas kesehatan dan orang tua (ibu) siswi dalam memberikan

informasi tentang status gizi, serta meningkatkan aktivitas fisik siswa

dalam pelajaran ekstra kurikuler karena aktivitas fisik terbukti dapat

meningkatkan derjat kesehatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi

untuk penelitiannya yang berhubungan dengan kejadian obesitas serta

pencegahan dan penanggulangannya.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka
Utama,

Arisman, 2004.Obesitas, Diabetes Melitus . Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Atmadja, Beny. 2002. “Fisiologi Tidur”. Jurnal Kedokteran Maranatha.


Bandung : Universitas Padjadjaran Bandung, Vol. 1, No. 2

Depkes RI. 2013. Permenkes No.75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan
Giziyang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.Jakarta : Depkes RI

Departemen Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


2013 Jakarta : Badan Peneliti dan Pengenbangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI 2013.

Departemen Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


2008 Jakarta : Badan Peneliti dan Pengenbangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI 2008.

Darmoutomo, Endang. Mencegah Penyakit Akibat Kegemukan dengan


AsupanNutrisi. http://www.obesitas.web.id/news.html

Hadi,Hamam. 2005. “Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap


kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional”. (online) dari :
http;//gizi.depkes.go.id/wp-content/upload/2011/08/Beban-ganda-
masalah-gizi.pdf

Hamidin, A.S. 2011.Kebaikan Air Putih.Yogyakarta : Media Pressindo.

Hardinsyah &, Briawan D. 1994.Penilaian dan Perencanaan Konsumsi


Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Bogor :
Fakultas Pertanian, IPB

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2008. Keterampilan


DasarPraktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Hurlock,E.B 2012. “Psikologi Perkembangan”. Suatu pendekatan sepanjang


rentang kehidupan (edisi kelima) Jakarta : Erlangga
Hudha , 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Khomsan A, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.Jakarta : Penebar


Swadaya,

Mardatillah. 2008.Hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji


modern (fastfood), aktifitas fisik, dan faktor lainnya dengan kejadian
gizi lebih pada remaja SMA islam PB.Soedirman di Jakarta Timur
tahun 2008. Depok.Universitas Indonesia.

Mubarak, W. & Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :


EGC

Medaria, 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas


fisik, status gizi dan body image remaja putri yang berstatus gizi
normal dan gemuk/ obes di sma budi mulia bogor

Meri. 2005. konsumsi suplemen makanan dan factor-faktor yang


berhubungan pada remaja SMA Islam Al–Azhar 3 Jakarta Selatan tahun
2005

Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan .Edisi Revisi, Rineka


Cipta, Jakarta

NHS .Statistik on Obesity Psyical Activity and Diet. England 2012

Supariasa, I Dewa Nyoman.dkk. 2002.Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku


Kedokteran,EGC.

Simatupang, 2008.Pengaruh Pola Konsumsi ,Aktifitas Fisik dan keturunan


terhadap Kejadian Obesitas di Kecamatan Medan Baru Kota Medan .
(Online) dari : http//repository.usu.ac.id

WHO West Pacific Religion. 2000. The Asia- Pacific Prespective: Redevining
Obesity and its treatmen. Australia : Healt Communications Australian
PtyLimited

WHO West Pacific Religion. 2000. The Asia- Pacific Prespective:


RedeviningObesity and its treatmen. Australia : Healt Communications
Australian PtyLimited

WHO, 2009. Obesity Preventing and managing the global epidemicReport on


a WHO Consultation on Obesity, Genewa
Waspadji, Sarwono dan Suyono, Slamet, 2003 Pengkajian Status Gizi Studi
Epidemiologi, Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi
RSCM,Jakarta

Wiramihardja,Kunkun.2004 .Obesitas dan Penanggulanganya. Granada.


Bandung

Wirjatmadi, B. 2012.Pengantar Gizi Masyarakat Jakarta : PT Kencana.

Wolinsky, Ira .Dorothy Klimis- Zacas.2004. Nutritional Concerns of Women,


Second Edition.CRC Press.Boca Raton London New York
Washington.D.C

Anda mungkin juga menyukai