I ILM
GG U
IN K
E
T
S
EH
A
S EKO L
AT A N
SY E NT I K A
D Z A SA I
PENGUSUL
1. Judul Penelitian : Hubungan status gizi anak usia 5-6 tahun dengan
perkembangan anak
2. Tim Peneliti
3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian) :
sebagian remaja putri yang diambil dari keseluruhan remaja SMAN 3 padang
panjang
4. Masa Pelaksanaan :
Anak usia 5-6 tahun dengan status gizi baik perkembangan yang baik.
Dari penelitian akan terlihat luaran yang ditimbulkan dari status gizi baik dari
anak usia 5-6 tahunmaka menghasilkan perkmebangan yang baik pula. Hasil
gizi anak usia 5-6 tahun, dan peningkatan pemberdayaan masyarakat sehingga
ABSTRAK
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui aktivitas fisik pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
b. Mengetahui lama tidur pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
c. Mengetahui faktor genetic pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
d. Mengetahui konsumsi fast food pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
e. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
f. Mengetahui hubungan lama tidur dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
g. Mengetahui hubungan fakto genetik dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
h. Mengetahui hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di
SMAN 3 Kota Padang Panjang
2.1 Obesitas
2.1.1 Pengertian Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan ataupun penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara lebih. Obesitas merupakan keadaan yang
menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak
dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal. Obesitas
merupakan resiko awal terjadinya berbagai penyakit dan gangguan tubuh dan akan beresiko
tinggi untuk mengalami penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, dislipidemia (Wirjadmadi, 2012).
Menurut Krisno (2002) dalam Simatupang (2008), obesitas adalah suatu keadaan yang
melebihi dari berat badan relatif seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama
karbohidrat, lemak dan protein.Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan
kebutuhan atau pemakaian energi.Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan di
dalam badan atau kegemukan yang berlebihan. Obesitas atau kegemukan terjadi jika individu
mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka butuhkan. Sedangkan dalam
Psikologi, menurut Indika (2006) obesitas adalah simpanan energi yang berlebihan dalam
bentuk lemak, yang berdampak buruk bagi kesehatan dan perpanjangan usia. Kegemukan
terjadi karena tidak terjadi keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang
keluar, maka energi yang tersimpan itu menjadi lemak di dalam tubuh.Kegemukan merupakan
biang segala penyakit, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan
stroke.Penyakit-penyakit tersebut membutuhkan biaya mahal untuk pengobatannya.
Dikatakan obesitas bila IMT ≥ 25. Pengukuran tinggi badan maupun berat badan
mempunyai koefisien variasi yang sangat kecil yaitu 1 – 2% dibandingkan dengan pengukuran
antropometri lainnya, menyatakan bahwa IMT juga mempunyai koefisien korelasi yang tinggi
dengan teknik pengukuran lemak tubuh lainnya dengan angka 0,7 – 0,8. Pengukuran IMT
tidak membedakan kelebihan berat badan yang disebabkan oleh jaringan lemak, otot atau
karena oedema. Walaupun demikian IMT mempunyai korelasi yang tinggi dengan jumlah
lemak tubuh. Untuk menentukan status gizi remaja, pada penelitian ini dapat di tentukan
dengan merujuk kepada buku Antropometri Tahun 2010.IMT :
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat badan dengan ketelitian 0,1
kilogram. Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri tegak tepat ditengah dari timbangan dan
tanpa menggunakan alas kaki. Pembacaan angka dilakukan setelah jarum penunjuk tidak
bergerak (Waspadji, 2003).
b. Cara Pengukuran Tinggi Badan
Tinggi badan diukur dengan menggunakan pengukur tinggi badan mikrotoise yang
memiliki ketelitian 0,1 sentimeter. Cara pengukurannya adalah dengam mempelkan paku
mikrotoa pada dinding yang lurus datar setinggi tepat 2 meter. Setelah itu subjek diukur
dalam posisi tegak tanpa sendal atau alas kaki, kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan
kepala bagian belakang harus menempel pada dinding. Muka lurus kedepan, dan kepala
tanpa menggunakan penutup. Besi pengukur yang vertikal diturun naikkan hingga batang
pengukur yang horizontal menyentuh tepat di atas kepala subjek. Posisi subjek
membelakangi alat ukur. Pembacaan dilakukan dari sebelah kiri atau kanan sampel.
Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal
terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan.
Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia
lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan (Simatupang, 2008).
Almatsier (2002) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi yang
masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini
akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi
energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah
menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa
disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi
juga karena kurang gerak.
d. Aktivitas fisik
1) Pengertian aktivitas fisik
Aktivitas adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya.Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan
energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada
beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang
dilakukan (Almatsier, 2003)
Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek
dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa
aktivitas fisik adalah variable utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan
pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang
dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical ActivityLevel (PAL) atau
tingkat aktivitas fisik. PAL merupakanbesarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per
kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai Physical Avtivity Rate (PAR) untuk berbagai
jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004). PAL ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical avtivity rate dari masing-masing Aktivitas yang dilakukan untuk tiap
jenis (aktivitas per jam)
Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas
Tabel 2.1
TABEL PHYSICAL ACTIVITY RATIO (PAR) BERBAGAI
AKTIVITAS FISIK
e. Jenis kelamin
Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya obesitas, meskipun dapat
terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun wanita, tetapi obesitas lebih umum
dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause.
f. Lama Tidur
1) Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk melepaskan
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.Tidur merupakan keadaan seseorang memasuki
alam bawah sadarnya, dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian
rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lainnya.Tidur adalah keadaan tanpa sadar,
penuh ketenangan dan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas tidur dan dapat menyebabkan
gangguan tidur pada setiap individu yaitu, suara/ kebisingan, ventilasi yang baik, ruang
dan tempat tidur yang nyaman, suhu yang terlalu panas/ terlalu dingin, bau yang tidak
nyaman, serta cahaya/ lampu yang terlalu terang, sehingga kuantitas tidur menjadi tidak
teratur (Hidayat, 2008).
Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi oleh semua orang.
Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur sendiri
memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007). Tidur adalah
keadaan dimana tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang
dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar
(Hidayat, 2008).
Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja namun kini pada
remaja pun masalah tidur atau kuantitas tidur banyak mereka alami. Kuantitas tidur
remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun
terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan kuantitas tidur
pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian.
Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi
lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih
waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006).
Tabel 2
Kebutuhan Tidur Berdasarkan Usia (Hidayat, 2008)
Menurut Baliwati, dkk (2004), pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan
tertentu. Sedangkan Soegeng, dkk (2004) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan
yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu.
Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis makanan
dan jumlah makanan.Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan
makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan. Frekuensi makan di katakan baik
bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan
1 kali makanan selingan dan d inilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan
utama atau kurang. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh remaja dapat di kelompokkan
menjadi 2 yaitu makanan utama dan makanan selingan (Hudha, 2006).
Makan pagi merupakan hal penting bagi seseorang. Ada dua manfaat kalau kita membiasakan
sarapan pagi.
Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah, sehingga gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik
sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar. Kedua, sarapan pagi dapat memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang bermanfaat untuk proses fisiologis dalam tubuh. Tidak sarapan pagi
menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makan terakhir yang masuk ke
tubuh adalah makan malam pukul 19.00 wib (Khomsan, 2006).
Dengan membiasakan remaja untuk sarapan sebelum memulai aktivitas sangatlah
bermanfaat bagi remaja. Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya sarapan
merupakan hal yang penting. Sarapan yang bergizi akan memberi energi untuk menghadapi
aktivitas sepanjang hari. Selain itu, sarapan dapat mencegah remaja makan berlebihan pada
siang dan malam harinya (Nita, 2008).
Penelitian yang dilakukan terhadap 1800 wanita oleh City University di New York
menunjukkan bahwa waktu makan tidak mempengaruhi kenaikan berat badan. Banyaknya
kalori yang di konsumsilah yang akan menentukan kenaikan atau penurunan berat badan
seseorang (Foster, 2007).
Frekuensi konsumsi fast food di kalangan remaja perlu mendapat perhatian orang tua.
Banyak fast food yang mengandung tinggi kalori sehingga konsumsi yang berlebihan akan
menimbulkan masalah kegemukan, namun konsumsi seminggu 1-2 kali mungkin masih dapat
dianggap wajar (Khomsan, 2006).
Selain makanan utama dan makanan selingan, minuman juga diperlukan untuk
kebutuhan tubuh guna membantu dalam proses metabolisme dalam tubuh dan menghilangkan
rasa haus. Minuman dalam hal ini merupakan suatu cairan yang diperlukan oleh tubuh dalam
sehari sekitar 2 liter air. Cairan yang dimaksud berupa air putih, minuman manis mapun cairan
yang ada dalam masakan. Minuman air putih atau sejenisnya dikonsumsi setelah makanan
utama dan mengiringi makanan selingan minimal 5 kali atau lebih (Hudha, 2006).
Selain air putih, soft drink merupakan salah satu minuman favorit remaja. Padahal soft
drik bisa menaikkan berat badan dan membuat orang gemuk. Minum soda sesekali saja
memang tidak masalah, namun yang terjadi efek kecanduan pada soda membuat orang
ketagihan meminumnya hingga akhirnya dampak buruk yang didapatkan. Orang yang sudah
kecanduan hampir tiap hari minum soda bahkan sehari bisa beberapa kali. Hal ini karena soda
mengandung kadar gula yang tinggi (Aifen, 2011). Di restoran fast food produk olahan susu
yang popular adalah es krim. Es krim umumnya mengandung protein setara dengan susu,
hanya saja kalorinya lebih tinggi (Khomsan, 2006).
Konsumsi fast food di ukur dengan menggunakan Food Frequency Quetionnairer (FFQ),
selanjutnya di kategorikan sebagai berikut :
a) Sering : 3-4x/Minggu
b) Jarang : 1-2x/Minggu
c) Tidak Pernah : Yidak pernah dikonsumsi/ minggu
Setiap alternatif jawaban “Sering” diberi nilai 3, jawaban “Jarang” diberi nilai 2, dan jawaban
“Tidak Pernah” diberi nilai 1.Skor tertinggi adalah 156 dan skor terendah adalah 52. Untuk
menentukan kategori setiap responden yaitu dengan cara membagi antara jumlah nilai
responden dengan skor tertinggi (45) dan dikalikan dengan 100%.
N= 100%).
Selanjutnya Konsumsi fast food dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a) Sering, bila n = 67-100%
b) Jarang, bila n = 0-66
a. Umur
Dapat terjadi pada semua umur namun obesitas sering dianggap kelainan pada umur
pertengahan atau umur dewasa.
c. Asupan Serat
Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut, karena serat dalam pencernaan
manusia tidak dapat dicerna akibat tidak memiliki enzim. Walaupun tidak dapat diserap, pada
sistem pencernaan terdapat bakhteri yang dapat merubah serat menjadi komponen yang dapat
dilepas dan diserap dalam tubuh sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi.
Serat dikategorikan menjadi dua yaitu serat kasar dan serat terlarut.Serat kasar memiliki
komponen polisakarida dan selulosa yang biasa terdapat pada wortel dan biji-bijian. Jika serat
ini dilarutkan dalam air akan bebrbentuk gel yang akan memperlambat dalam mendorong
komponen makanan diusus. Fungsi serat dalam tubuh adalah :
3) Serangan Jantung
5. Pencegahan Obesitas
Menurut Budiyanto (2002) dalam Simatopang (2008), beberapa usaha
yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya obesitas yaitu:
a. Olahraga
Dengan memperbanyak olahraga maka organ tubuh kita akan bekerja
dengan keras, sehingga lemak yang ditimbun dalam tubuh akan dibongkar
untuk menggantikan energi yang hilang akibat olah raga tersebut. Dengan
demikian berat badan seseorang akan berkurang dan kegemukan tidak akan
terjadi.
b. Mengurangi konsumsi lemak
Dengan mengurangi konsumsi lemak maka akan memberikan manfaat
berkurangnya jaringan lemak yang tidak aktif dalam tubuh. Di samping itu
dengan mengurangi konsumsi lemak terutama lemak jenuh akan mencegah
kita terkena penyakit jantung dan aterosklerosis.
c. Banyak konsumsi serat
Dengan mengkonsumsi serat akan membantu tubuh melancarkan
faeces yang akan dibuang dan membantu mencegah berbagai penyakit lain.
Sumber serat yang baik adalah dari golongan serealia, sayur-sayuran dan
beberapa buah-buahan.
Genetik
Fisiologi
Gaya Hidup :
Aktifitas fisik
Faktor Lingkungan Pengetahuan gizi
Lama tidur
Sosial Ekonomi
Pelayanan Kesehatan : Obesitas
Demografi
Tingkat Pendidikan Epidemiologi
Pekerjaan
Obesitas yang terjadi
pada umur
Kemudahan Hidup sebelumnya
C.
= Kerangka Konsep
Kemajuan
Kerangka Teknologi
konsep Hormonal
adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep
atau variabel variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang akan
dilakukan adapun variabel yang akan diteliti adalah 2 variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independen (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam
penelitian ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Genetik
Aktivitas Visik
Obesitas
Lama Tidur
E. Hipotesis
a. Adanya hubungan antara tingkat aktifitas fisik dengan obesitas
b. Adanya hubungan antara lama tidur total dengan obesitas
c. Adanya hubungan antara genetiktotal dengan obesitas
d. Adanya hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian yang mengkaji
hubungan antara variable dengan melibatkan minimal dua variable (Hidayat,
2007). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu
variable sebab (independent variable) maupun variable akibat (dependent
variable) atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan.(Notoadmodjo, 2010).
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari atau kemudian ditarik
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian remaja putri yang diambil dari
keseluruhan remaja SMAN 3 Padang Panjang yang dianggap mewakili populasi.
Teknik pengambilan sampel berdasarkan rumus:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑 2 )
Keterangan:
Populasi (N) = 72 orang
Derajat ketepatan (d) = 10%
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑2 )
722
=
1 + 722(0,01)
𝟕𝟐𝟐
=
1 + 𝟕, 𝟐𝟐
= 82 orang
Jadi, sampel pada penelitian ini adalah remaja SMAN 3 Padang Panjang
dengan jumlah 82 orang. Pemilihan sampel menggunakan teknik Proporsional
Random Sampling.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana.
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Jumlah Sampel berdasarkan Tingkatan Kelas
1 X.IPA 1 38 7
2 X.IPA 2 38 7
3 X.IPA 3 35 6
4 X.IPS 1 35 6
5 X.IPS 2 35 6
6 X.IPS 3 35 5
7 XI.IPA 1 30 5
8 XI.IPA 2 31 5
9 XI.IPA 3 31 5
10 XI.IPS 1 27 5
11 XI.IPS 2 27 5
12 XI.IPS 3 26 5
13 XI.IPS 4 26 5
14 XI.IPS 5 26 5
15 XI.IPS 6 26 5
16 XII.IPA 1 26 4
17 XII. IPA 2 26 3
18 XII. IPA 3 26 3
19 XII. IPA 4 26 3
20 XII. IPS 1 26 3
21 XII. IPS 2 26 3
22 XII. IPS 3 26 3
23 XII. IPS 4 26 3
24 XII. IPS 5 25 3
25 XII. IPS 6 25 3
Jumlah 722 82
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
SMAN 3 Padang Panjang adalah SMA Negeri satu – satu nya SMA negeri
yang ada di Kecamatan Padang Panjang Barat Kota Padang Panjang. Berdiri pada
tanggal 2 Mei 2005 dengan alamat Jl. RPH Silaing Bawah Padang Panjang Barat.
Sampai saat ini SMAN 3 memiliki 45 orang guru tetap,1 orang guru SK
honor daerah, 7 orang guru SK Komite,1 orang guru bantu, 2 orang pegawai tata
usaha dan 7 orang PTT. Sarana dan prasarana yang ada di SMA Negeri 3 Kota
Solok tergolong lengkap yakni terdiri dari ruang belajar sebanyak 23 buah, ruang
guru 1 buah, ruang kepala sekolah, ruang pustaka, ruang labor Fisika, ruang labor
Kimia dan Biologi, ruang labor, ruang OSIS, pramuka, UKS, ruang BK, musholla,
dan kafe sebanyak 3 buah. Batas wilayah Kecamatan Padang Panjang Barat
adalah:
Sebelah Utara berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Selatan berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Barat berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Timurberbatasan : Kecamatan Padang Panjang Timur
2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-
masing variable penelitian, baik variable independen maupunvariabel dependen.
Adapun hasil analisis univariat pada penelitian ini adalah :
Tabel4.1
Distribusi Frekuensistatus gizi pada remaja SMAN 3
Kota Padang Panjang Tahun2018
Status Gizi Lk Pr %
Obesitas 1 2 3,7
Tidak Obesitas 0 70 96,3
Total 1 72 100
Tabel 4.1 diketahui bahwa hanya sebagian kecil 3,7 % (3 orang) responden yang
mengalami obesitas 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, dan 96,3 % (79
orang) responden tidak obesitas.
b. Aktifitas Fisik
Pola Aktifitas Fisik Responden dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi aktivitas fisik pada remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018
Aktifitas Fisik n %
Ringan 78 95,1
Berat 4 4,9
Total 82 100
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa semua responden memiliki aktifitas fisik yang
ringan berjumlah 78 orang (95,1%), sedangkan 4 orang (4,9%) mempunyai
aktifitas yang berat.
c. Lama Tidur
Gambaran responden terhadap lama tidur terlihat pada tabel 4.3
Tabel4.3
Distribusi Frekuensi Lama Tidur pada
Remaja SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun2018
Lama Tidur n %
Tidak Cukup 63 76,8
Cukup 19 23,2
Total 82 100
Berdasarkan table 4.3 dapat diketahui bahwa hanya 76,8% responden tidak cukup
tidur dalam sehari sedangkan 23,2% responden (19 orang) yang cukup tidurnya
setiap hari.
d. Genetik (Keturunan)
Faktor genetik (keturunan) yang mengalami obesitas dari responden dapat terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Genetik (Keturunan) Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018
Keturunan n %
Ada 42 51,2
Tidak Ada 40 48,8
Total 82 100
Berdasarkan table 4.4 diketahui bahwa beda tipis responden yang mempunyai
genetic obesitas yaitu 51,2 % (42 orang) yang ada keturunan obesitas dan 48,8 %
(40 orang) yang tidak mempunyai keturunan obesitas.
Berdasarkan table 4.5 dapat diketahui bahwahanya 8 orang (9,8%) yang jarang
konsumsi fast food, dan selebihnya 74 orang (90,2%) konsumsi fast food setiap
hari.
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan dua variabel yaitu variabelin
dependen dan variabel dependen, peneliti menggunakan analisa statistic ujichi–
square.
Tabel 4.6
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi
Aktivitas Obesitas Tidak Total P Value OR
Fisik Obesitas
n % n % n %
Ringan 3 3,8 75 96,2 78 100
Berat 0 0 4 100 4 100
Total 3 3,8 79 96,2 82 100 1,000 0,306
Tabel 4.7
Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi
Lama Obesitas Tidak Total P Value OR
Tidur Obesitas
n % n % n %
Tidak Cukup 3 4,8 60 95,2 63 100
Cukup 0 4 19 100 10 100
Total 3 3,7 79 96,3 82 100 1,000 1,616
Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 63 orang responden yang tidak cukup tidur,
3 orang (4,8%) responden yang obesitas dan 60 orang (95,2%) tidak obesitas,
sedangkan dari 19 orang responden yang cukup tidur 19 orangnya (100%) tidak
obesitas. Sehingga tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama tidur
dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1
c. Hubungan Faktor Genetik (riwayat keturunan) dengan Obesitas
Hubungan faktor genetik yang mengalami Obesitas terhadap remaja di
SMAN 3 Padang Panjang dapat dilihat pada table 4.8
Tabel 4.8
Hubungan Faktor Genetik dengan Obesitas pada Remaja SMAN3 Kota
Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi
Obesitas Tidak Total P Value OR
Keturunan
Obesitas
n % n % n %
Ada 1 2,4 41 97,6 42 100
Tidak Ada 2 3,7 38 95 40 100
Total 3 3,73,7 79 96,3 82 100 0,6111 1,406
Status Gizi
Konsumsi Obesitas Tidak Total P Value OR
Fast Food Obesitas
n % n % n %
Ada 3 4,1 71 96,9 74 100 1 0,628
Tidak 0 0 8 100 8 100
Total 3 3,7,7 79 96,3 82 100
Tabel 4.9 diketahui bahwa dari 74 orang responden yang mempunyai kebiasaan
konsumsi fast food setiap hari, terdapat 3 orang (4,1%) responden memiliki status
obesitas dan 71 orang (95 %) yang tidak obesitas dan. Sedangkan dari 8 orang
yang tidak biasa konsumsi fast food setiap hari, 8 orang (100 %) responden tidak
obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast
food dengan status gizi remaja, dengan nilai p = 0,995
D. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Gambaran Kejadian Obesitas pada Remaja
Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa hanya sebagian kecil 3,7 %
(3 orang) responden yang mengalami obesitas 1 orang laki-laki dan 2 orang
perempuan, dan 96,3 % (79 orang) responden tidak obesitas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian responden masih mempunyai status gizi normal.
Dari hasil penelitian ditemukan 3,7 % remaja mengalami obesitas, hal tersebut
hamper sama dengan data pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4,5% remaja
mengalami obesitas. Hal tersebut masih menjadi masalah tentang status gizi pada
remaja di SMA Negeri 3 Padang Panjang.
Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Widyantara (2013) pada
mahasiswa Universitas Lampung dengan desain penelitian crosssectional.
Widyantara (2013) menyatakan mahasiswa yang status gizi overweight lebih
dominan (40%) dibandingkan mahasiswa yang kurus (26,4%) dan normal
(33,6%). Namun releven dengan penelitian Miko (2009) pada siswa SMA di Kota
Banda Aceh dengan rancangan penelitian crosssectional. Miko (2009)
menyatakan bahwa siswa yang mempunyai status gizi normal lebih dominan
(56,1%) dibandingkan siswa yang tidak normal (43,9%).
Status gizi baik dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu tingkat ekonomi
keluarga yang baik, sehingga dengan baiknya perekonomian keluarga
menyebabkan sebuah keluarga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan. Selain itu gizi yang baikjuga disebabkan karena tingginya
pengetahuan keluarga tentang pentingnya gizi serta keluarga tahu cara pengolahan
makanan yang baik dan keluarga menyadari bahwa jika status gizi anak buruk,
maka anak akan mudah terserang penyakit. (Supriansa, 2010).
Ada dua factor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yaitu secara
langsung maupuntidak langsung. Secara langsung yaitu makanan dan penyakit
dapat secaralangsung mempengaruhi status gizi. Timbulnya masalah gizi tidak
hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anakyang
mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit pada akhirnya menderita
kurang gizi. Demikian juga pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang penyakit. Adatiga
penyebab tidak langsung antara lain, ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan yang
kurang memadai (UNICEF).
Status gizi pada kelompok dewasa diatas 18 tahun didominasi dengan
masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Angka
obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan
karakteristik masalah obesitas cenderung lebihtinggi pada penduduk yang tinggal
diperkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang
tertingg pula (Balitbang Depkes RI, 2010). Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku memilih makanan, yang menentukan
mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang
dikonsumsi Sediaoetama (2002).
Menurut analisa peneliti, responden yang memiliki status gizi obesitas
dengan disebabkan oleh faktor keturunan, sering mengkonsumsi fast food dan
tidur yang beresiko.
c. Lama tidur
Menurut hasil penelitian ini dari 82 responden terdapat 63 orang (76,8%)
yang mempunyai waktu tidur yang beresiko untuk obesitas dan 19 orang (23,2%)
memiliki waktu tidur yang tidak beresiko.
Hasil penelitian menggunakan SDSC dari 52 subyek anak obesitas, 42
subyek mengalami gangguan tidur yang menunjukkan prevalensi gangguan tidur
80,8% terjadi pada anak obesitas. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian Adelina (62,9%) dan penelitian Bruni (73,4%). Gangguan tidur yang 8
sering terjadi pada anak obesitas adalah sleep apnea. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan lemak terutama di batang tubuh dan leher yang dapat menyebabkan
gangguan napas saat tidur karena fungsi pernapasan terganggu. Namun, pada
penelitian ini jenis gangguan tidur terbanyak yang dialami oleh 30 subyek
(55,8%) adalah gangguan transisi tidur-bangun.
Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi oleh semua
orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007).
Tidur adalah keadaan dimana tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu
urutansiklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim,memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).
Terdapat 76,8% remaja memiliki pola tidur yang tidak baik yaitu tidur
cukup atau berlebihan. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap metabolisme dan
penyerapan makanan dalam tubuhnya.
d. Genetik
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 42 orang (51,2%)
responden memiliki keturunan obesitas. Jumlahtersebut sangat tinggi
dibandingkan responden yang tidak memiliki keturunan obesitas.
Berdasarkan penelitian Juliantini dkk terdapat 32 orang (75%) anak obesitas
dari 43 orang responden yang memiliki keturunan obesitas dengan nilai p = 0,001.
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan lemak tubuh. Seseorang
mempunyai faktor keturunan yang cenderung membangun lemak tubuh lebih
banyak dibandingkan orang lain. Bawaan sifat metabolisme ini menunjukan
adanya gen bawaan pada kode untuk enzim lipoprotein lipase (LPL) yang lebih
efektif. Enzim ini memiliki suatu peranan penting dalam proses mempercepat
penambahan berat badan karena enzim ini bertugas mengontrol kecepatan
trigliserida dalam darah yang dipecah-pecah menjadi asam lemak dan disalurkan
ke sel-sel tubuh untuk disimpan sehingga lama kelamaan menyebabkan
penambahan berat badan (Purwati, 2005).
Menurut asumsi peneliti orang yang mengalami obesitas karena faktor
genetik, tidak berarti tidak dapat dikontrol. Jika kita mengikuti pola hidup yang
sehat dan pola makan yang baik, aktivitas fisik, maka dipastikan kita bisa menjaga
berat badan dengan baik.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 78 orang responden yang memiliki
aktifitas ringan, 3 orang (3,8 %) yang obesitas dan 75 orang (96,2%) yang tidak
obesitas sedangkan dari 4 orang responden yang memiliki aktifitas berat
semuanya tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara Aktifitas
Fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1 Hasil penelitianini tidak sejalan
dengan penelitian Dieny pada siswa SMA di Kota Semarang, menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan status gizi (dengan
nilai p = 0,002). Sedangkan pada penelitian Widyantara (2013) didapatkan hasil
aktivitas fisik dengan status gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna secara
statistic dimana didapatkan nilai p=0,06.
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot- otot rangka
yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan kilo-
kalori), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan aktivitas sehari-hari.
Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat
menyebabkan perbaikan memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat
menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto,
2007). Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh
kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh (Mangoenprasodho,
2005).
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara aktifitas fisikdengan status gizi karena
Keseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energy merupakan faktor
yang berhubungan dengan status gizi. Jadi untuk mencapai keseimbangan antara
asupan energy dan pengeluaran energi maka pemberian makanan sebaiknya harus
memperhatikan umur, jenis kelamin, jenis aktifitas kondisi lain seperti sakit,
hamil dan menyusui.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 responden yang
berada di SMANegeri 3 Kota Padang Panjang, dapat disimpulkan sebagai berikut:
B. Saran
1. Puskesmas
Diharapkan pemegang program UKS, pemegang program Gizi dan pemegang
program Promkes Puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan tentang
Pengetahuan Gizi pada remaja di Sekolah.
2. Bagi Sekolah
Diharapkan kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan siswa yang
bermasalah berat badanya melalui penyuluhan, dan kegiatan-kegiatan inovatif
dalam meningkatkan status gizi. Selain itu diharapkan agar pihak sekolah mampu
menjalin kerjasama yang baik dengan petugas kesehatan dan orang tua (ibu) siswi
dalam memberikan informasi tentang status gizi, serta meningkatkan aktivitas
fisik siswa dalam pelajaran ekstra kurikuler karena aktivitas fisik terbukti dapat
meningkatkan derjat kesehatan.
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama,
Depkes RI. 2013. Permenkes No.75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan
Giziyang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.Jakarta : Depkes RI
Mubarak, W. & Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
Medaria, 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik,
status gizi dan body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan
gemuk/ obes di sma budi mulia bogor
WHO West Pacific Religion. 2000. The Asia- Pacific Prespective: Redevining
Obesity and its treatmen. Australia : Healt Communications Australian
PtyLimited
Waspadji, Sarwono dan Suyono, Slamet, 2003 Pengkajian Status Gizi Studi
Epidemiologi, Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi
RSCM,Jakarta