Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENELITIAN DOSEN

I ILM
GG U
IN K
E
T

S
EH
A
S EKO L

AT A N
SY E NT I K A
D Z A SA I

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB OBESITAS PADA REMAJA DI


SMA NEGERI 3 PADANG PANJANG TAHUN 2018

PENGUSUL

Ketua : Rahmi Novita Yusuf, S.SiT, M.Biomed

Anggota : Niken, M.Pd

Ibrahim, S.Kep, M. Biomed

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG


2018
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Hubungan status gizi anak usia 5-6 tahun dengan

perkembangan anak

2. Tim Peneliti

No. Nama Jabatan Bidang Instansi Alokasi Waktu


Keahlian Asal (jam/minggu)
1. Rahmi Novita Ketua Kebidanan STIKES 32 minggu
Yusuf, S.SiT, SYEDZA (4 jam/minggu)
M. Biomed SAINTIKA
2. Niken, M.Pd Anggota Biologi STIKES 32 minggu
SYEDZA (4 jam/minggu)
SAINTIKA
3 Ibrahim, Anggota Keperawatan STIKES 32 minggu
S.Kep, SYEDZA (4 jam/minggu)
M.Biomed SAINTIKA

3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian) :

sebagian remaja putri yang diambil dari keseluruhan remaja SMAN 3 padang

panjang

4. Masa Pelaksanaan :

Mulai : Oktober Tahun : 2018

Berakhir : November Tahun : 2018

5. Usulan Biaya: Rp. 7.500.000,-

6. Lokasi Penelitian : SMAN 3 Padang Panjang

7. Instansi lain yang terlibat :

a. SMAN 3 Padang Panjang.


8. Temuan yang ditargetkan :

Anak usia 5-6 tahun dengan status gizi baik perkembangan yang baik.

9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu :

Dari penelitian akan terlihat luaran yang ditimbulkan dari status gizi baik dari

anak usia 5-6 tahunmaka menghasilkan perkmebangan yang baik pula. Hasil

penelitian diharapkan digunakan untuk meningkatkan deteksi komplikasi pada

gizi anak usia 5-6 tahun, dan peningkatan pemberdayaan masyarakat sehingga

keluarga dapat mempersiapkan gizi anggota keluarga dengan baik, mampu

menghasilkan generasi yang sehat dan lebih produktif.

10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran :

Jurnal Medika Saintika


Faktor – Faktor Penyebab Obesitas Pada Remaja Di SMA Negeri 3
Padang Panjang Tahun 2018

ABSTRAK

Peningkatan prevalensi obesitas yang dramatis merupakan masalah serius


karena obesitas berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas serta
penurunan angka harapan hidup.Data obesitas tertinggi di Kota Padang Panjang
ditemukan di Puskesmas Plus Bukit Surungan yaitu 2,67%. Penelitian ini
bertujuan mengetahui faktor–faktor penyebab obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan dilaksanakan pada
bulan November – Desember 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
remaja SMAN 13 Padang Panjang dengan jumlah 722 orang, sample dengan
jumlah 82 orang dan dipilih menggunakan teknik Proposional Random
Sampling.Pengolahan data dilakukan menggunakan analisis univariatdan bivariat
dengan Uji Chi-Square.
Dari hasil analisis univariat didapatkan 3,7% responden memiliki status gizi
obesitas. Terdapat 95,1% responden memiliki aktifitas ringan, 23,2% cukup tidur,
51,2% mempunyai factor genetic obesitas, 90,2% responden memiliki kebiasaan
konsumsi fast food. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara obesitas dengan faktor-faktor aktifitas fisik, lama
tidur, factor genetic, konsumsi fast food,dengan nilai p berturut-turut (p= 1, p=1,
p= 0.611, p=1, kesimpulan penilitian ini adalah aktifitas fisik, lama tidur, faktor
genetic, konsumsi fastfoodtidak menyebakan obesitas.
Diharapkan kepada pihak sekolah selalu meningkatkan derajat kesehatan
disekolah pada remaja khususnya. Disamping itu siswi juga disarankan lebih aktif
dalam peningkatan pemahaman tentang status gizi remaja.

Daftar Pustaka: 29 (2000-2014)


Kata Kunci : Obesitas; aktifita sfisik; lama tidur; genetik; fast food; remaja
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... i


IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ............................................................ ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4 Luaran Penelitian .......................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep anak usia 5-6 tahun ...........................................................7
2.2 Faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak .........................8
2.3 Konsep perkembangan pada usia balita .........................................13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .....................................................15
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................15
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ......................15
3.4 Prosedur dan Pengambilan data .....................................................16
3.5 Analisi Data ..................................................................................16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Interprestasi Hasil Penelitian ..........................................................17
4.2 Pembahasan.....................................................................................20
BAB V PENUTUP
5. 1 Kesimpulan ....................................................................................24
5.2 Saran ...............................................................................................24
BAB VI BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 Anggaran Biaya ............................................................................25
4.2 Jadwal Penelitian ..........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyebutkan obesitas akan menimbulkan


konsekuensi kesehatan yang serius dan merupakan resiko mayor untuk mengalami penyakit
kronik seperti Kardiovaskular, Diabetes Mellitus, gangguan Muskuloskeletal dan Kanker jadi
obesitas bertanggung jawab dapat meningkatkan morbilitas dan mortalitas. Obesitas saat ini
disebut sebagai the New World Syndrome , angka kejadiannya terus meningkat termasuk di
Indonesia. Jika gizi kurang sering dihubungkan dengan penyakit infeksi maka obesitas
dianggap sebagai sinyal pertama munculnya penyakit non infeksi yang telah menimbulkan
beban ekonomi dan kesehatan masyarakat yang besar (Hadi, 2005).
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, dapat
dilihat dari berbagai indikator, yaitu angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan
dan status gizi masyarakat.Hasil Riset Kesehatan Dasar juga menunjukkan adanya
peningkatan kasus penyakit tidak menular cukup bermakna, menjadikan Indonesia
mempunyai beban ganda yaitu penyakit infeksi dan penyakit degeneratif. Pengaruh globalisasi
di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan
pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan
pola konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik, dan meningkatnya pencemaran
lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya
transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular yaitu
obesitas yang harus diatasi sejak dini karena banyaknya dampak buruk obesitas terhadap
kesehatan sangat berhubungan erat dengan penyakit serius, dengan meningkatnya kasus
obesitas pada masyarakat Indonesia sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti :
Penyakit Jantung Koroner (PJK),
Kanker, Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi dan penyakit pernafasan (Depkes RI 2008).
Dampak lain yang sering diabaikan adalah obesitas dapat mengganggu kejiwaan pada anak,
yakni sering merasa kurang percayadiri. Apalagi jika anak sedang dalam masa remaja dan
mengalami obesitas, biasanya akan menjadi pasif dandepres ikarena sering tidak dilibatkan
pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya (Manuaba, 2004). Banyak sekali resiko
gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada anak atau remaja yang mengalami obesitas. Anak
dengan obesitas dapat mengalami masalah dengan sistem jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) yaitu hipertensi dan dislipidmedia (kelainan pada kolesterol). Anak juga bisa
mengalami gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkatan SGOTdan SGPT serta hati yang
membesar. Bisa juga terbentuk hati empedu dan penyakit kencing manis (diabetes mellitus)
(Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013).
Pada system pernafasan dapat terjadi gangguan fungsi paru, mengorok saat tidur, dan
sering mengalami tersumbatnya jalan nafas (obstructive sleepapnea). Halter sebut akan
membuat anak kurang konsentrasi dalam menangkap pelajarannya karena mengantuk dan
nantinya dikhawatirkan bias mempengaruhi prestasinya disekolah. Obesitas juga bisa
mempengaruhi kesehatan kulit dimana dapat terjadi striae atau garis-garis putih terutama di
daerah perut (white/purplestripes). Selain itu gangguan psikologis juga dapat terjadi pada anak
dengan obesitas. Badan yang terlalu gemuk sering membuat sianak sering diejek oleh teman-
temanya. Sehingga memiliki dampak yang kurang baik pada perkembangan psikologis anak
(Palilingan, 2010).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 prevalensi obesitas di Indonesia naik
dari 26% menjadi 35%, pada usia remaja dari 1,4% tahun 2007 menjadi 3,7% tahun 2010 dan
7,3% tahun 2013. Sumatera Barat termasuk 15 provinsi yang memiliki prevalensi obesitas
tinggi yaitu 6,5%. Berdasarkan data Kota Padang Panjang ditemukan kategori gemuk pada
remaja sebanyak 3,7%. Data obesitas yang didapatkan dari masing-masing puskesmas dan
diketahui Puskesmas Bukit Surungan memiliki kejadian obesitas tertinggi yaitu 2,67% dari 10
Sekolah tingkat SMA dan SMP di wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan, SMA 3 tertinggi
jumlah obesitas yaitu 35 orang (4,5%) diikuti oleh Puskesmas KotoKatik 0,8%, Puskesmas
Gunung 0,19%, Puskesmas Kebun Sikolos 0,03%(DKK Padang Panjang, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi (2015), Faktor-faktor penyebab obesitas yaitu
faktor genetik, faktor lingkungan, faktor nutrisional, dan faktor sosial ekonomi.Parental
fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80%
anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 %
dan bila kedua orang tua tidak obesitas, kejadian obesitas, prevalensi menjadi 14 %.
Menurut penelitian oleh Wulandari dkk (2016) menjelaskan bahwa pada kelompok
remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi tidur yang kurang. hal ini
dikarenakan masa remaja yang masih mengalami masa pubertas sehingga cenderung memiliki
kebiasaan tidur larut malam atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan
tertentu seperti mengerjakan tugas sekolah, main game online, menggunakan sosial media,
bahkan hanya sekedar chating atau smsan dengan teman dekat atau pacar.
Abdul Salam (2010) menjelaskan, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian obesitas pada remaja seperti : faktor genetik, kerusakan pada salah satu bagian otak,
adanya pola makan yang berlebih, kurang gerak / olah raga, adanya pengaruh emosional,dan
pengaruh faktor lingkungan. Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan menahun,
sehingga penangananya tidak akan efektif bila hanya dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan observasi peneliti di lapangan tingginya kejadian obesitas di Kota Padang
Panjang disebabkan karena masyarakat yang kurang aktif dalam melakukan aktifitas fisik
seperti jalan kaki, olah raga, suka mengkonsumsi fast food, dikarenakan daerah beriklim
dingin dan juga kuantitas tidur yang berlebih. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
aktifitas fisik dapat mengurangi total lemak dan berat badan. Kualitas dan kuantitas tidur juga
mempengaruhi obesitas. Peningkatan aktifitas fisik waktu bekerja ternyata berhubungan
dengan berkurangnya berat badan. Hereditas (keturunan) menjadi salah satu faktor penyebab
kegemukan. Peluang seorang anak mengalami kegemukan adalah 10% meskipun bobot badan
orang tua termasuk dalam kategori normal. Bila salah satu orang tua mengalami obesitas
peluangnya menjadi 40% - 50%, dan kalau kedua orang tua obesitas peluang si anak
meningkat sebesar 70% - 80% (Kurdanti, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan mengadakan penelitian dengan judul”
Faktor – Faktor Penyebab Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 3 Padang Panjang tahun
2018”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi obesitas pada remaja SMAN 3
Kota Padang Panjang ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor–faktor yang mempengaruhi obesitas pada remaja putri di wilayah
kerja Puskesmas Plus Bukit Surungan Kota Padang Panjang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui aktivitas fisik pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
b. Mengetahui lama tidur pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
c. Mengetahui faktor genetic pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
d. Mengetahui konsumsi fast food pada remaja di SMAN 3 Kota Padang Panjang.
e. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
f. Mengetahui hubungan lama tidur dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
g. Mengetahui hubungan fakto genetik dengan kejadian obesitas pada remaja di SMAN 3
Kota Padang Panjang.
h. Mengetahui hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di
SMAN 3 Kota Padang Panjang

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan, pengetahuan
tentang penyebab obesitas pada penderita obesitas. Selain itu penelitian ini juga menjadi
sarana bagi penulis untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama
mejalani perkuliahan.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
siswa,meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan untuk meningkatkan mutu
hidup dan derajat
kesehatan yang lebih tinggi.

3. Bagi Pihak SMA Negeri 3


Hasil penelitian ini diharapkan agar sekolah lebih memperhatikan siswa siswinya
terutama remaja putri yang bermasalah dengan berat badannya dan memberikan motivasi,
arahan dan bimbingan agar mereka dapat mengatasi masalah tersebut dan dapat meningkatkat
derajat kesehatan dan memperbaiki penampilan fisiknya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dapat digunakan sebagai bahan referensi, untuk pengembangan penelitian selanjutnya
tentang faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas serta pencegahan dan
penanggulangannya di wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas
2.1.1 Pengertian Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan ataupun penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara lebih. Obesitas merupakan keadaan yang
menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak
dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal. Obesitas
merupakan resiko awal terjadinya berbagai penyakit dan gangguan tubuh dan akan beresiko
tinggi untuk mengalami penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, dislipidemia (Wirjadmadi, 2012).
Menurut Krisno (2002) dalam Simatupang (2008), obesitas adalah suatu keadaan yang
melebihi dari berat badan relatif seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama
karbohidrat, lemak dan protein.Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan
kebutuhan atau pemakaian energi.Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan di
dalam badan atau kegemukan yang berlebihan. Obesitas atau kegemukan terjadi jika individu
mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka butuhkan. Sedangkan dalam
Psikologi, menurut Indika (2006) obesitas adalah simpanan energi yang berlebihan dalam
bentuk lemak, yang berdampak buruk bagi kesehatan dan perpanjangan usia. Kegemukan
terjadi karena tidak terjadi keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang
keluar, maka energi yang tersimpan itu menjadi lemak di dalam tubuh.Kegemukan merupakan
biang segala penyakit, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan
stroke.Penyakit-penyakit tersebut membutuhkan biaya mahal untuk pengobatannya.

2.1.2 Cara Menilai Obesitas.


Status gizi individu dapat ditentukan secara langsung maupun tidak langsung. Penentuan
secara langsung dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan penilaian klinis, tes
laboratorium, biofisik dan pengukuran antropometri seperti IMT dan rasio lingkar pinggang
lingkar panggul. Sedangkan penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan
statistik kesehatan dan dengan penilaian variabel ekologi (Supariasa, 2002).
Pengukuran secara antropometri merupakan salah satu metode pengukuran yang sering
digunakan dalam penilaian status gizi. Salah satu cara pengukuran antropometri untuk
mengetahui keadaan gizi orang dewasa adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh
(IMT). Menurut Shankuan, et.al (2002), Indek Massa Tubuh adalah salah satu indikator yg
paling sesuai untuk menentukan kelebihan berat badan/obesitas pada orang dewasa dengan

membagi BB (kg) dengan TB(m)2 dengan rumus sebagai berikut :


Berat Badan (kg)

IMT = Tinggi Badan (m) 2

Dikatakan obesitas bila IMT ≥ 25. Pengukuran tinggi badan maupun berat badan
mempunyai koefisien variasi yang sangat kecil yaitu 1 – 2% dibandingkan dengan pengukuran
antropometri lainnya, menyatakan bahwa IMT juga mempunyai koefisien korelasi yang tinggi
dengan teknik pengukuran lemak tubuh lainnya dengan angka 0,7 – 0,8. Pengukuran IMT
tidak membedakan kelebihan berat badan yang disebabkan oleh jaringan lemak, otot atau
karena oedema. Walaupun demikian IMT mempunyai korelasi yang tinggi dengan jumlah
lemak tubuh. Untuk menentukan status gizi remaja, pada penelitian ini dapat di tentukan
dengan merujuk kepada buku Antropometri Tahun 2010.IMT :

a. Kurang : Jika laki-laki IMT 15,7 - 17,3


Jika Perempuan IMT 14,7 - 16,4
b. Normal : Jika laki-laki IMT 19,2 - 24,9
Jika perempuan IMT 18,4 - 24,5
c. Lebih /Obesitas : Jika Laki-laki IMT 29,2 - 36,4
Jika perempuan IMT 29,3 - 36,3
Adapun cara pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang dan lingkar
panggul, pada obesitas yang merupakan pengukuran antropometri adalah sebagai berikut:
a. Cara Pengukuran Berat Badan

Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat badan dengan ketelitian 0,1
kilogram. Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri tegak tepat ditengah dari timbangan dan
tanpa menggunakan alas kaki. Pembacaan angka dilakukan setelah jarum penunjuk tidak
bergerak (Waspadji, 2003).
b. Cara Pengukuran Tinggi Badan
Tinggi badan diukur dengan menggunakan pengukur tinggi badan mikrotoise yang
memiliki ketelitian 0,1 sentimeter. Cara pengukurannya adalah dengam mempelkan paku
mikrotoa pada dinding yang lurus datar setinggi tepat 2 meter. Setelah itu subjek diukur
dalam posisi tegak tanpa sendal atau alas kaki, kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan
kepala bagian belakang harus menempel pada dinding. Muka lurus kedepan, dan kepala
tanpa menggunakan penutup. Besi pengukur yang vertikal diturun naikkan hingga batang
pengukur yang horizontal menyentuh tepat di atas kepala subjek. Posisi subjek
membelakangi alat ukur. Pembacaan dilakukan dari sebelah kiri atau kanan sampel.

c. Cara Pengukuran Lingkar Pinggang (Waist Circumference)


Lingkar pinggang diukur dengan cara mengukur panjang lingkar daerah antara batas
bawah tulang rusuk (arkus kosta) dengan puncak iliaka melewati secara horizontal
umbilikus/pusar. Diukur dengan pita meteran non elastis/ meterline, pita pengukur
menyentuh tapi tidak menekan kulit, dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.

d. Cara Pengukuran Lingkar Panggul (Hip Circumference)


Hasil pengukuran panjang lingkar daerah pelvis (lingkaran yang paling menonjol pada
panggul), diukur dengan pita meteran non elastis/ meterline, pita pengukur menyentuh kulit
mengelilingi daerah pantat secara horizontal tapi tidak menekan kulit, dengan tingkat
ketelitian 0,1 cm.

3. Faktor- Faktor Yang Berperan Dengan Kejadian Obesitas


Faktor-faktor penyebab obesitas diantaranya adalah faktor genetik, disfungsi salah satu
bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang gerak/ olahraga.
a. Genetik
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan lemak tubuh. Seseorang
mempunyai faktor keturunan yang cenderung membangun lemak tubuh lebih banyak
dibandingkan orang lain. Bawaan sifat metabolisme ini menunjukan adanya gen bawaan pada
kode untuk enzim lipoprotein lipase (LPL) yang lebih efektif. Enzim ini memiliki suatu
peranan penting dalam proses mempercepat penambahan berat badan karena enzim ini
bertugas mengontrol kecepatan trigliserida dalam darah yang dipecah-pecah menjadi asam
lemak dan disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan sehingga lama kelamaan menyebabkan
penambahan berat badan (Purwati, 2005)
Ada penelitian yang mengungkapkan adanya gen obesitas, yang diekspresikan pada sel-
sel lemak dan kode-kode untuk protein leptin. Leptin bekerja sebagai hormon, terutama
ditingkat hipotalamus.Leptin berfungsi menekan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan
energi.Perubahan penggunaan energi berpengaruh terhadap perubahan basal metabolisme,
selain itu juga berpengaruh terhadap perubahan pola aktivitas fisik. Sangat sedikit orang
obesitas yang mempunyai kadar leptin rendah. Pada kenyataannya, kadar leptin pada darah
biasanya berhubungan dengan lemak tubuh, semakin banyak lemak tubuh maka kadar leptin
semakin tinggi. Orang yang obesitas pada umumnya mempunyai kadar leptin yang tinggi
(Whitney, 2002).

b. Kerusakan pada salahsatu bagian otak


Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang
disebut hipotalamus yaitu sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan
dengan bagian-bagian lain dari otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung
lebih banyak pembuluh darah dari daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi
oleh unsur kimiawi dari darah.
Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus
lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus
ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat
kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu
menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan
minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seseorang
akan menjadi rakus dan kegemukan.

c. Pola makan berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal
terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan.
Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia
lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan (Simatupang, 2008).
Almatsier (2002) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi yang
masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini
akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi
energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah
menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa
disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi
juga karena kurang gerak.
d. Aktivitas fisik
1) Pengertian aktivitas fisik
Aktivitas adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya.Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan
energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada
beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang
dilakukan (Almatsier, 2003)
Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek
dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa
aktivitas fisik adalah variable utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan
pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang
dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical ActivityLevel (PAL) atau
tingkat aktivitas fisik. PAL merupakanbesarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per
kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai Physical Avtivity Rate (PAR) untuk berbagai
jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004). PAL ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical avtivity rate dari masing-masing Aktivitas yang dilakukan untuk tiap
jenis (aktivitas per jam)
Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas
Tabel 2.1
TABEL PHYSICAL ACTIVITY RATIO (PAR) BERBAGAI
AKTIVITAS FISIK

Aktivitas Physical Activity Ratio/


Satuan waktu
Tidur 1.0
Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2
Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4
Makan 1.5
Duduk (bekerja kantor, menjaga toko) 1.5
Mengendarai 2.0
mobil/berjalan Memasak 2.1
Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2
Mandi dan berpakaian 2.3
Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8
Berjalan 3.2
Berkebun 4.1
Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2
Kegiatan yang dilakukan dengan Duduk 1.5
Transportasi dengan bus 1.2
Kegiatan ringan 1.4
Perhitungan di atas dapat dijelaskan dengan contoh kasus sebagai berikut:
Seorang wanita memiliki 8 jam waktu tidur (8 x 1,0=8), 4jam waktu melakukan
pekerjaan rumah tangga (4 x 2,8 = 11,2), 4 jam waktu menonton televisi (4 x 1,4=5.6), dan
waktu bekerja (8 x 1,5=12). Total PAR selama 24 jam diperoleh dengan menjumlahkan
seluruh hasil perkalian waktu (jam) dan PAR sehingga diperoleh nilai PAL selama 24 jam
adalah 36,8 kkal. Rata-rata nilai PAL selama 24 jam adalah 1,53kkal/jam. Hal ini berarti
wanita tersebut memiliki tingkat aktivitas fisik ringan.
Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL:
a. Ringan (sedentary lifestyle) 1.53-1.99
b. Berat(vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40

2) Hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas


Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang
dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik
memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak
berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung
mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan
mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat
sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan
mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting
dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena
dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
Seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik menyebabkan tubuh kurang
menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh.Oleh karena itu, jika asupan energi
berlebihan tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik yang sesuai maka secara berkelanjutan dapat
mengakibatkan obesitas.Cara yang paling mudah dan umum untuk meningkatkan pengeluaran
energi adalah dengan melakukan latihan fisik atau gerak badan.Aktifitas fisik merupakan
variabel untuk pengeluaran energi, oleh karena itu aktifitas fisik dijadikan salah satu perilaku
untuk penurunan berat badan.Berdasarkan beberapa penelitian mengungkapkan apabila
beraktivitas fisik dengan intensitas yang cukup selama 60 menit dapat menurunkan berat
badan dan mencegah untuk peningkatan berat badan kembali.
Menurut Brownell dan Stunkard dalam penelitian Rahmawati (2009), ada lima daftar
utama keuntungan dari meningkatkan aktifitas fisik pada seseorang yang mengalami obesitas :
a) Meningkatkan pengeluaran energy
b) Memungkinkan penekanan terhadap selera makan
c) Mengurangi kehilangan massa otot dalam tubuh selama pengaturan pola makan
d) Memperbaiki fungsi psikologis yang berhubungan dengan obesitas
e) Memungkinkan pengaturan pola makan.

e. Jenis kelamin

Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya obesitas, meskipun dapat
terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun wanita, tetapi obesitas lebih umum
dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause.

f. Lama Tidur

1) Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk melepaskan
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.Tidur merupakan keadaan seseorang memasuki
alam bawah sadarnya, dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian
rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lainnya.Tidur adalah keadaan tanpa sadar,
penuh ketenangan dan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas tidur dan dapat menyebabkan
gangguan tidur pada setiap individu yaitu, suara/ kebisingan, ventilasi yang baik, ruang
dan tempat tidur yang nyaman, suhu yang terlalu panas/ terlalu dingin, bau yang tidak
nyaman, serta cahaya/ lampu yang terlalu terang, sehingga kuantitas tidur menjadi tidak
teratur (Hidayat, 2008).
Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi oleh semua orang.
Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur sendiri
memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007). Tidur adalah
keadaan dimana tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang
dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar
(Hidayat, 2008).
Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja namun kini pada
remaja pun masalah tidur atau kuantitas tidur banyak mereka alami. Kuantitas tidur
remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun
terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan kuantitas tidur
pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian.
Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi
lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih
waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006).
Tabel 2
Kebutuhan Tidur Berdasarkan Usia (Hidayat, 2008)

Umur Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur


0-1 Masa baru lahir 14-18 jam/ hari
1-18 Masa bayi 12-14 jam/ hari
18-3 Masa anak 11-12 jam/ hari
3-6 Masa prasekolah 11 jam/ hari
6-12 Masa sekolah 10 jam/ hari
12-18 Masa remaja 8,5 jam/ hari
18-40 Masa dewasa 7-8 jam/ hari
40-60 Masa muda paruh baya 7 jam/ hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/ hari

Kebutuhan Tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Tabel


berikut diatas merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia. Data yang diperoleh
dalam satuan waktu yaitu menit dikategorikan menjadi :

a) beresiko obesitas : 8,5 jam per hari


b) beresiko obesitas : <8,5 jam atau > 8,5 jam per hari
2) Hubungan lama tidur dengan obesitas
Obesitas sangat erat kaitanya dengan sekresi hormon ghrelin dan leptin yang ada dalam
sirkulasi darah. Hormon ghrelin dan leptin merupakan dua hormon pencernaan yang
memberikan signal ke hipotalamus untuk mengatur nafsu makan yang bekerja sebagai sistem
penyeimbang yang mengatur rasa lapar dan kenyang. Ghrelin dihasilkan oleh saluran
pencernaan yang mempunyai peran dalam meningkatkan nafsu makan, sedangkan leptin
diproduksi dalam sel-sel lemak dan bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal ke otak
ketika kenyang. Ketika orang tidak mendapat tidur yang cukup, kadar leptin akan turun yang
artinya kita tidak merasa kenyang setelah makan.
Kurang tidur juga mendorong kadar ghrelin naik, yang artinya rasa lapar akan terus
terangsang dan meningkatkan nafsu makan.Terlalu banyak tidur dapat membuat tubuh merasa
lebih lelah,hal ini karena semakin lama tidur maka semakin rendah suhu tubuh yang akhirnya
bisa menyebabkan kelelahan dan kelesuan disaat bangun.Terlalu lama tidur ( Over sleeping )
lebih beresiko obesitas karena tubuh membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari tidur
yang berlebihan.Sebuah study pada kaitan antara tidur dan obesitas menunjukan bahwa orang
yang tidur selama > 9 jam setiap hari 21% beresiko mengalami obesitas. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa orang yang tidur kurang dari 7 jam sehari memiliki risiko mendapatkan
IMT lebih besar daripada orang yang tidur dengan jam lebih banyak (Hamidin, 2010).

g. Konsumsi Fast Food


1) Defenisi Fast Food
Fast food (makanan cepat saji) adalah makanan yang penyajiannya memakan waktu
singkat, yang dikonsumsi secara instan dan disukai banyak orang. Kehadiran makanan cepat
saji (fast food) dalam industry makanan Indonesia dapat mempengaruhi pola makan remaja
(Martha, 2009). Fast Food biasanya mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah,
diantaranya adalah kalsium, riboflavin, vitamin A, magnesium, vitamin C, Folat dan serat.
Selain itu kandungan lemak dan Natrium cukup tinggi pada berbagai Fast Food. Fast food
secara terbatas diartikan sebagai makanan siap santap yang berasal dari Negara
Barat.Umumnya fast food disukai anak-anak, remaja, maupun orang dewasa karena rasanya
sesuai dengan selera dan harganya terjangkau.
Beberapa penelitian mengklaim bahwa lebih dari 300.000 orang Amerika meninggal
karena obesitas setiap tahun dan jumlah itu meningkat setiap tahun. Angka ini juga termasuk
anak-anak.Banyak dokter mulai menyalahkan makanan cepat saji sebagai nomor satu alasan
karena beberapa orang dan keluarga yang makan lebih banyak makanan cepat saji dan junk
food setidaknya tiga kali seminggu sebagai makanan utama mereka.Sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa orang kurang tergantung pada bahan makanan dan konsumsi bahan
makanan sehat. Banyak toko kelontong melaporkan bahwa kebutuhan akan sayur-sayuran ini
akan tenggelam dan tidak banyak orang telah membeli mereka, khususnya sayuran dan salad
sayuran lain seperti wortel dan 11 mentimun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan
pada makanan cepat saji telah meningkat selama periode waktu (Anonim 2007).
Menurut WHO (2000), perkembangan industri makanan yang salah satunya
berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah
karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Banyaknya jenis
fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR=11.0). Ini berarti
mengonsumsi fast food akan berisiko 11 kali mengalami obesitas jika dibandingkan yang
tidak mengonsumsinya.
Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama orangtua yang sibuk atau konsumsi
ketika menghabiskan waktu bersama keluarga pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan
karena pengolahannya yang cenderung cepat karena menggunakan tenaga mesin, terlihat
bersih karena penjamahnya adalah mesin, restoran yang mudah ditemukan serta karena
pelayanannya yang selalu sedia setiap saat, bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington
& William 2000).
Pada hakekatnya fast food (makanan siap saji) tidak sama dengan junk food (makanan
sampah yang hanya padat kalori). Bahan penyusun fast food termasuk golongan pangan
bergizi. Hal yang paling penting adalah pengaturan frekuensi makannya agar tidak
mengonsumsinya secara berlebihan (Khomsan 2005). Menurut Khomsan (2002), fast food
dikatakan negatif karena ketidak seimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran
sehingga miskin akan vitamin dan mineral), tinggi garam dan rendah serat (merupakan faktor
pemicu munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol (mengandalkan
pangan hewani ternak sebagai menu utama). Ketidak seimbangan zat gizi dalam tubuh dapat
terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari.
Hasil penelitian Virgianto dan Purwaningsih (2006) mengatakan bahwa variasi jenis
makanan cepat saji bukanlah faktor risiko untuk terjadinya obesitas.Setelah dilakukan uji
korelasi, ternyata memang tidak didapatkan hubungan antara variasi jenis makanan cepat saji
dengan terjadinya obesitas. Jenis-jenis makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi adalah
hamburger, fried chicken, pizza dan donat.
Makanan cepat saji memberikan sumbangan kalori yang bervariasi terhadap total
konsumsi harian tergantung dari jenis makanan cepat saji tersebut. Kandungan energi, lemak,
kolesterol dan garam pada makanan cepat saji pada umumnya tinggi, namun sangat miskin
serat. Dalam 100 gram, burger 12 mengandung 261 kalori, french fries mengandung 342
kalori, fried chicken pada bagian dada ayam atau sayapnya mengandung 303 kalori, pizza
yang berisi keju mengandung 268 kalori, dan hotdog mengandung 247 kalori. Kandungan
serat dalam berbagai macam makanan cepat saji relatif rendah. Oleh karena itu, diperlukan
konsumsi serat sebagai tambahan untuk mengimbangi tingginya kolesterol dalam darah
(Virgianto & Purwaningsih 2006). Satu buah fried chicken mempunyai ukuran 116.51 gram
dan mempunyai kandungan energi sebesar 287.85 kkal. Satu porsi burger mempunyai ukuran
127.96 gram dan mempunyai kandungan energi sebesar 380.67 kkal. Satu porsi fried fries
berukuran 100 gram mempunyai kandungan energi sebesar 321.05 kkal (Anonim 2006).
Pengertian fast food lebih luas dari makanan yang dibuat dengan cepat dan dapat
dinikmati dalam waktu yang singkat. Jenis makanan ini memiliki ciri khas yaitu porsi yang
disajikan sangat besar, padat energi, sangat lezat, banyak mengandung gandum terproses,
banyak ditambahkan gula, tinggi lemak, tinggi lemak jenuh dan lemak trans dan rendah serat
(Feitag 2010). Dengan melihat ciri khas makanan itu, sudah dapat dipastikan bahwa ujung dari
fast food adalah obesitas. Tidak hanya di Amerika dan Negara-negara barat lainnya, fast food
juga sudah merambah ke negara-negara Asia termasuk Indonesia (Feitag 2010). Secara umum
produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food yang berasal dari Barat
dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat sering juga disebut fast food modern seperti Mc.
Donald, Kentucky Fried Chicken (KFC), Pizza Hut dan sejenisnya. Makanan yang disajikan
pada umumnya berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal sering
juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal, restoran padang, warung
sunda (Hayati 2000).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat sebanyak 6212 anak dan remaja yang berumur
antara 4-19 tahun ikut serta dalam penelitian ini dan dari keseluruhan sampel tersebut terdapat
30% lebih yang mengonsumsi makanan fast food. Penelitian ini telah membuktikan bahwa
orang yang sering mengonsumsi fast food akan lebih banyak mendapatkan energi tapi tidak
dengan zat gizi lainnya (Feitag 2010). Di dalam makanan fast food terdapat kalori dalam
jumlah tinggi, lemak dan gula sederhana yang mampu meningkatkan risiko untuk menjadi
gemuk bahkan obesitas. Selain itu, kandungan vitamin yang seharusnya ada didalam sayur
dan buah
menjadi lebih jarang dikonsumsi oleh penikmat fast food (Freitag 2010).

2) Pola dan Frekuensi Konsumsi Fast Food

Menurut Baliwati, dkk (2004), pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan
tertentu. Sedangkan Soegeng, dkk (2004) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan
yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu.
Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis makanan
dan jumlah makanan.Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan
makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan. Frekuensi makan di katakan baik
bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan
1 kali makanan selingan dan d inilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan
utama atau kurang. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh remaja dapat di kelompokkan
menjadi 2 yaitu makanan utama dan makanan selingan (Hudha, 2006).
Makan pagi merupakan hal penting bagi seseorang. Ada dua manfaat kalau kita membiasakan
sarapan pagi.
Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah, sehingga gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik
sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar. Kedua, sarapan pagi dapat memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang bermanfaat untuk proses fisiologis dalam tubuh. Tidak sarapan pagi
menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makan terakhir yang masuk ke
tubuh adalah makan malam pukul 19.00 wib (Khomsan, 2006).
Dengan membiasakan remaja untuk sarapan sebelum memulai aktivitas sangatlah
bermanfaat bagi remaja. Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya sarapan
merupakan hal yang penting. Sarapan yang bergizi akan memberi energi untuk menghadapi
aktivitas sepanjang hari. Selain itu, sarapan dapat mencegah remaja makan berlebihan pada
siang dan malam harinya (Nita, 2008).
Penelitian yang dilakukan terhadap 1800 wanita oleh City University di New York
menunjukkan bahwa waktu makan tidak mempengaruhi kenaikan berat badan. Banyaknya
kalori yang di konsumsilah yang akan menentukan kenaikan atau penurunan berat badan
seseorang (Foster, 2007).
Frekuensi konsumsi fast food di kalangan remaja perlu mendapat perhatian orang tua.
Banyak fast food yang mengandung tinggi kalori sehingga konsumsi yang berlebihan akan
menimbulkan masalah kegemukan, namun konsumsi seminggu 1-2 kali mungkin masih dapat
dianggap wajar (Khomsan, 2006).
Selain makanan utama dan makanan selingan, minuman juga diperlukan untuk
kebutuhan tubuh guna membantu dalam proses metabolisme dalam tubuh dan menghilangkan
rasa haus. Minuman dalam hal ini merupakan suatu cairan yang diperlukan oleh tubuh dalam
sehari sekitar 2 liter air. Cairan yang dimaksud berupa air putih, minuman manis mapun cairan
yang ada dalam masakan. Minuman air putih atau sejenisnya dikonsumsi setelah makanan
utama dan mengiringi makanan selingan minimal 5 kali atau lebih (Hudha, 2006).

3) Jenis Fast Food


Daging ayam pada restoran fast food berasal dari ayam broiler.Daging unggas ini kini sering
disebut white meat. Sementara itu , daging sapi yang menjadi bagian dari menu burger
dimasukkan dalam kelompok red meat. Di negara-negara Barat white meat dianggap lebih
sehat karena kolesterol dan lemak jenuhnya lebih rendah. Sedangkan ikan direstoran fast food
menjadi salah satu bagian menu ketika kita memesan burger (fish fillet). Kandungan gizi ikan
berdampak preventif terhadap penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner dan
stroke. Protein ikan memiliki komposisi dan kadar asam amino esensial yang cukup. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu protein ikan setingkat dengan mutu protein daging,
sedikit di bawah mutu protein telur, dan diatas protein serealia dan kacang-kacangan
(Khomsan, 2006).
Saat ini, pola makan masyarakat kita, terutama yang tinggal di kota-kota besar telah
mengalami pergeseran. Mereka cenderung tidak mau mengkonsumsi makanan tradisional
seperti gado-gado yang kaya serat dan gizi serta rendah kalorinya (Syamhudi, 2011).
Fast food memenuhi persyaratan bagi kehidupan modernkarena cara penyajiannya yang
cepat sehingga orang-orang sibuk bisa memesan fast food dan memakannya sambil berdiri
atau berjalan. Mereka juga bisa menikmati fast food di taman-taman di tengah kota sambil
beristirahat siang.
Zaman modern membawa perubahan besar dalam kehidupan keluarga sebab istri-istri
yang dahulu menjadi ibu rumah tangga beralih fungsi menjadi wanita bekerja.Mereka tidak
sempat lagi menyiapkan makanan untuk seluruh anggota keluarga dan akhirnya menjadikan
fast food sebagai salah satu pilihan menu makanan (Khomsan, 2006).
Makanan-makanan cepat saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi,
contohnya pizza, burger, nugget, ayam goreng, keripik kentang berkeju, cemilan-cemilan
lainnya seperti kentang goreng bermentega, permen, biscuit, donat, sereal, es krim, minuman
soda, milkshake, minuman kopi dengan “float” krim, coklat, donat (Lestari, 2009). Bahan-
bahan penyusun fast food terdiri dari makanan bergizi seperti kentang, nasi, daging sapi,
daging ayam, dan sebagainya (Khomsan, 2006).
Menurut WHO, ada 10 jenis makanan sampah yang perlu dikurangi, bahkan dihindari.
Karena jika terus menerus dikonsumsi akan mengakibatkan efek mengganggu kesehatan.
Makanan tersebut adalah : gorengan, mie instan dan makanan cepat saji, jeroan dan daging
berlemak, asinan, daging olahan (sosis, nugget, bakso, corned), makanan yang dipanggang
atau dibakar, sajian manis beku, manisan kering, makanan kaleng, dan olahan keju (Tabloid
Jasa Marga, 2010).
Berikut ini Daftar Jenis – jenis Makanan berdasarkan Jumlah Kalori per Porsi dari Beberapa
Jenis Fast Food
Tabel 2.3
Daftar Kandungan Kalori Fast Food
Jenis makanan Porsi Kalori

Nasi Gurih (nasi uduk) 1 piring 389 kal

Nasi goring 1 piring 637 kal

Dada ayam goreng KFC 1 potong 470 kal

Sate ayam 10 tusuk 365 kal

Satai Kambing 3 tusuk 353 kal

Bihun Goreng 1 piring 521 kal

Mie Instant 1 bungkus 330 kal

Mie bakso 1 piring 400 kal

Siomay 1 porsi 162 kal

Burger keju 1 buah 425 kal

Pizza hut 1 potong 510 kal

Kentang goring 1 porsi 405 kal

Selain air putih, soft drink merupakan salah satu minuman favorit remaja. Padahal soft
drik bisa menaikkan berat badan dan membuat orang gemuk. Minum soda sesekali saja
memang tidak masalah, namun yang terjadi efek kecanduan pada soda membuat orang
ketagihan meminumnya hingga akhirnya dampak buruk yang didapatkan. Orang yang sudah
kecanduan hampir tiap hari minum soda bahkan sehari bisa beberapa kali. Hal ini karena soda
mengandung kadar gula yang tinggi (Aifen, 2011). Di restoran fast food produk olahan susu
yang popular adalah es krim. Es krim umumnya mengandung protein setara dengan susu,
hanya saja kalorinya lebih tinggi (Khomsan, 2006).
Konsumsi fast food di ukur dengan menggunakan Food Frequency Quetionnairer (FFQ),
selanjutnya di kategorikan sebagai berikut :
a) Sering : 3-4x/Minggu
b) Jarang : 1-2x/Minggu
c) Tidak Pernah : Yidak pernah dikonsumsi/ minggu
Setiap alternatif jawaban “Sering” diberi nilai 3, jawaban “Jarang” diberi nilai 2, dan jawaban
“Tidak Pernah” diberi nilai 1.Skor tertinggi adalah 156 dan skor terendah adalah 52. Untuk
menentukan kategori setiap responden yaitu dengan cara membagi antara jumlah nilai
responden dengan skor tertinggi (45) dan dikalikan dengan 100%.

N= 100%).
Selanjutnya Konsumsi fast food dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a) Sering, bila n = 67-100%
b) Jarang, bila n = 0-66

Selain faktor-faktor diatas, WHO 2007 menyebutkan faktor-faktok lain yang


mempengaruhi obesitas diantaranya:

a. Umur
Dapat terjadi pada semua umur namun obesitas sering dianggap kelainan pada umur
pertengahan atau umur dewasa.

b. Komponen makanan dan nutrien yang tidak seimbang


Terjadinya kelebihan berat badan secara umum diakibatkan karena adanya kelebihan
asupan makanan yang dikonsumsi dari kebituhan fisik. Tubuh manusia dapat menyesuaikan
diri dengan berbagai macam zat makanan terutama karbohidrat dan lemak.Apabila dari zat
makanan tersebut berlebih dalam tubuh akan disimpan oleh tubuh kedalam jaringan adiposa
dalam bentuk lemak. Jika asupan energi kurang lemak tersebut akan dipecah menjadi sumber
energi tubuh agar metabolisme tubuh tetap berjalan. Hal yang menyebabkan berat badan lebih
adalah lemak yang tersimpan tidak digunakan akibat konsumsi makanan meningkat tetapi
tidak diiringi dengan aktivitas fisik yang baik.

c. Asupan Serat
Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut, karena serat dalam pencernaan
manusia tidak dapat dicerna akibat tidak memiliki enzim. Walaupun tidak dapat diserap, pada
sistem pencernaan terdapat bakhteri yang dapat merubah serat menjadi komponen yang dapat
dilepas dan diserap dalam tubuh sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi.
Serat dikategorikan menjadi dua yaitu serat kasar dan serat terlarut.Serat kasar memiliki
komponen polisakarida dan selulosa yang biasa terdapat pada wortel dan biji-bijian. Jika serat
ini dilarutkan dalam air akan bebrbentuk gel yang akan memperlambat dalam mendorong
komponen makanan diusus. Fungsi serat dalam tubuh adalah :

1) Mencegah terjadinya penyakit jantung koroner.Masyarakat yang mengkonsumsi serat akan


terhindar dari resiko PJK karena memiliki kadar kolesterol yang rendah.
2) Serat dapat mencegah terjadinya kanker kolon pada manusia karena dapat mengganggu
aktivtas mikroba akibat adanya benda asing yang masuk kedalam kolon.
3) Mencegah terjadinya penyakit divertikular (penonjilan bagian usus)
4) Dengan mengkonsumsi serat secara rutin dapat membuat penyerapan karbohidrat, protein
dan lemak berkurang sehingga dapat menghindari resiko terjadinya kegemukan.

4. Resiko terjadinya Obesitas


a. Segi fisik
Seseorang yang menderita kegemukan akan merasa rendah diri karena tidak
percaya diri dengan penampilannya sehingga seringkali mengalami depresi dan tekanan
baik yang datang dari dirinya maupun dari lingkungan.
b. Segi estetika
Resiko kegemukan yang sudah banyak disadari mayarakat adalah resiko
psikososial maka bias mudah terlihat bahwa penderita kegemukan mempunyai kesulitan
untuk melakukan aktifitas fisik sehingga mengurangi kesempatannya untuk mengikuti
kegiatan sosial. Penderita kegemukan biasa merasa rendah diri karena penampilannya
tidak ideal. Hal ini dapat berdampak lebih buruk yaitu muncul perasaan tertekan dan
keputusasaan.Kegiatan olahraga yang menyenangkan seperti berenang semakin
dihindari oleh orang gemuk karena tidak ingin seluruh orang melihat badannya terlihat
tambun.
c. Segi kesehatan
Obesitas tidak hanya persoalan estetika tetapi juga merupakan masalah kesehatan.
Kegemukan merupakan faktor resiko munculnya berbagai penyakit degeneratif
(penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kemunduran struktur fungsi jaringan
tubuh), maka berlebihan dan aktifitas yang kurang berperan terhadap timbulnya
penyakit degeneratif (Subardja, 2004). Obesitasjuga bias mempengaruhi kesehatan kulit
dimana dapat terjadi striae atau garis-garis putih terutama didaerah perut (white/purple
stripes). Selain itu, gangguan psikologis juga dapat terjadi pada anak dengan obesitas.
Badan yangterlalu gemuk sering membuat anak sering diejek oleh teman-temanya.
Sehingga memiliki dampak yang kurang baikpada perkembangan psikologis anak
(Pingkan Palilingan, 2010). Selain masalah kosmetik, kegemukan merupakan masalah
kesehatan yang sangat serius. Di Amerika, 300.000 kematian per tahun disebabkan oleh
karena faktor kegemukan. Kegemukan dapat memicu timbulnya beberapa penyakit
kronis yang sangat serius seperti :
1) Resistensi Insulin
Insulin dalam tubuh berguna untuk menghantar kan glukosa sebagai bahan bakar
pembentuk energi kedalam sel. Dengan memindahkan glukosa kedalam sel maka
insulinakan menjaga kadar gula darah tingkat yang normal.
Pada orang gemuk terjadi penumpukan lemak yang tinggi didalam tubuhnya,
sementara lemak sangat resisten terhadap insulin. Sehingga, untuk menghantarkan
glukosa ke dalam sel lemak dan menjaga kadar gula darah tetap normal, pancreas
sebagai pabrik insulin, di bagian pulau-pulaul angerhans, memproduksi insulin dalam
jumlah yang banyak. Lama kelamaan, pancreas tidak sanggup lagi memproduksi insulin
dalam jumlah besar sehingga kadar gula darah berangsur naik dan terjadilah apa yang
disebut Diabetes Melitus Tipe 2.
2) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi sangat umum terjadi pada orang gemuk. Para peneliti di Norwegia
menyebutkan bahwa peningkatan tekanan darah pada perempuan gemuk lebih mudah
terjadi jika dibandingkan dengan laki-laki gemuk. Peningkatan tekanan darah juga
mudah terjadi pada orang gemuk tipe apel (centralobesity, konsentrasi lemak pada
perut) bila dibandingkan dengan mereka yang gemuk tipe buah pear (konsentrasi lemak
pada pinggul dan paha).

3) Serangan Jantung

Penelitian terakhir menunjukan bahwa resiko terkena penyakit jantung koroner


pada orang gemuk tiga sampai empat kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang
normal. Setiap peningkatan 1 kilo gram berat badanterjadi peningkatan
kematian akibat penyakit jantung koroner sebanyak 1%.
4) Kanker
Walau masih menuai kontroversi, beberapa penelitian
menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko terjadinya kanker usus
besar, prostat, kandung kemih dan kanker rahim pada orang gemuk. Pada
perempuan yang telah menopause rawan terjadi kanker payudara. Selain itu,
obesitas juga dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan lain seperti :
Peningkatan kadar kolesterol (hypercholesterolemia), stroke, gagal jantung,
batu empedu, radang sendi (gout), osteoporosis dan gangguan tidur. Sebuah
penelitian menyimpulkan obesitas remaja, beresiko lebih besar mengidap
multiple sclerosis diusia dewasanya. Penelitian yang berlangsung selama 40
tahun ini melibatkan 238 ribu perempuan ini menemukan mereka yang
obese di usia 18 tahun dua kali lebih beresiko mengidap multiple sclerosis,
dibanding mereka yang lebih langsing diusia tersebut.
Studi menunjukan mereka yang obese atau BMI mencapai 30 atau
lebih diusia 18 tahun dua kali lebih beresiko nantinya mengidap multiple
sclerosis. Multiple Sclerosis adalah kondisi yang disebabkan hilangnya serat
saraf dan jaringan protektif dari myelin diotak dan saraft ulang belakang
yang mengakibatkan kerusakan system saraf. Penelitian yang dilaporkan di
jurnal Neurologi ini menggunakan data dari penelitian berskala besar
tentang diet, gaya hidup dan kesehatan. Diakhir penelitian, diketahui 593
wanita didiagnosa mengidap multiple sclerosis.
Para peneliti membandingkan resiko multiple sclerosis dengan indeks
massa tubuh (Body Massa Indeks/ BMI) atau perbandingan antara berat
badan dan tinggi badan pada para partisipan kala berusia 18 tahun
(Kassandra Munger, 2009).

5. Pencegahan Obesitas
Menurut Budiyanto (2002) dalam Simatopang (2008), beberapa usaha
yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya obesitas yaitu:

a. Olahraga
Dengan memperbanyak olahraga maka organ tubuh kita akan bekerja
dengan keras, sehingga lemak yang ditimbun dalam tubuh akan dibongkar
untuk menggantikan energi yang hilang akibat olah raga tersebut. Dengan
demikian berat badan seseorang akan berkurang dan kegemukan tidak akan
terjadi.
b. Mengurangi konsumsi lemak
Dengan mengurangi konsumsi lemak maka akan memberikan manfaat
berkurangnya jaringan lemak yang tidak aktif dalam tubuh. Di samping itu
dengan mengurangi konsumsi lemak terutama lemak jenuh akan mencegah
kita terkena penyakit jantung dan aterosklerosis.
c. Banyak konsumsi serat
Dengan mengkonsumsi serat akan membantu tubuh melancarkan
faeces yang akan dibuang dan membantu mencegah berbagai penyakit lain.
Sumber serat yang baik adalah dari golongan serealia, sayur-sayuran dan
beberapa buah-buahan.

6. Indeks Masa Tubuh


Obesitas dan kegemukan dapat dinilai paling mudah dengan berat dan
tinggi badan. Salah satunya adalah menghubungkan berat badan dengan
rentang tinggi badan rata-rata dan umur. Namun pengukuran ini bersifat
relatif, karena ukuran tubuh rata-rata setiap negara berbeda-beda. Sebuah
metode lainnya yang dapat digunakan untuk memperkirakan obesitas adalah
BMI (Body Mass Index) atau indeks masa tubuh (IMT). Pengukuran IMT
yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan
(dalam meter). Penilaian ini cukup baik dalam menghubungkan dengan
resiko efek-efek yang merugikan kesehatan dan kelanjutan usia (Wolinsky,
2004). Standar penilaian status gizi untuk menetukan obesitas, yaitu: lihat
pada lampiran.
Indeks Massa Tubuh digunakan untuk menentukan banyaknya lemak
yang tersimpan dalam tubuh dengan membandingkan berat badan (dalam
kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter) seseorang.
Pengukuran Indeks Massa Tubuh membagi berat badan menjadi empat
jenis, yaitu underweight (kekurangan berat badan),berat badan yang ideal,
overweight (kelebihan berat badan), dan obese (kegemukan).
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Obesitas (Suhendro, 2003 dalam Simatupang,
2008)

Genetik

Jenis Kelamin Pola Konsumsi:


 Frekuensi Makan
 Jumlah zat gizi
Umur
 Jenis makanan

Fisiologi
Gaya Hidup :
 Aktifitas fisik
Faktor Lingkungan  Pengetahuan gizi
 Lama tidur

Sosial Ekonomi
Pelayanan Kesehatan : Obesitas
 Demografi
Tingkat Pendidikan  Epidemiologi

Pekerjaan
Obesitas yang terjadi
pada umur
Kemudahan Hidup sebelumnya
C.
= Kerangka Konsep

Kemajuan
Kerangka Teknologi
konsep Hormonal
adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep
atau variabel variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang akan
dilakukan adapun variabel yang akan diteliti adalah 2 variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independen (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam
penelitian ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Genetik

Aktivitas Visik
Obesitas

Lama Tidur

Konsumsi Fast Food


D. Definisi Opersional
Tabel 2.4
Defenisi Operasional Faktor Faktor yang Mempengaruhi Obesitas pada
Remaja Putri di SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


operasional Ukur
1 Obesitas Obesitas adalah Berat badan Antropometri 1. Obesitas jika laki- Ordinal
suatu keadaan diukur (Menimbang laki IMT 29,2-
peningkatan dengan BB dan 36,4. jika
berat badan menggunakan mengukur perempuan IMT
ditentukan timbangan TB) 29,3-36,3
berdasarkan digital dan 2. tidak obesitas jika
Indeks Masa tinggi badan laki-laki IMT 19,2-
Tubuh (IMT) diukur 24,9 jika
(Garrows, 2000) dengan perempuan IMT
menggunakan 18,4-24,5
microtoise
2 Lama Waktu yang Formulir Angket Dikategorikan: Ordinal
Tidur dihabiskan aktivitas 1. Beresiko > 8,5 jam
seseorang untuk Fisik atau <8,5 jam
beristirahat 2. Tidak beresiko 8,5
dalam 24 jam jam/ Hari
(Hidayat, 2008)
3 Genetik Ada atau Formulir Angket Dikategorikan : Ordinal
tidaknya aktivitas fisik 1. Ada
kejadian 2. Tidak ada
obesitas pada
orang tua,
kakek atau
nenek kandung
(Whitney, 2002)
4 Konsumsi Frekuensi Food Angket 1. Sering jika 67- Ordinal
Fast Food konsumsi fast frekuensi 100%
food (makanan semi 2. Jarang jika 0-66%
yang kuantitatif
penyajiannya
memakan waktu
singkat, yang
dikonsumsi
secara instan)
(Martha, 2009)
5 Aktivitas Kegiatan fisik Formulir Angket Dikategorikan: Ordinal
fisik yang dilakukan aktifitas fisik 1. Berat 2.00-2.40
responden 2. Ringan 1.40-1.99
sehari-hari yang
terdiri dari
indeks kegiatan
waktu bekerja,
waktu berolah
raga dan waktu
luang (Baecke
et al., 1982 dan
1992)

E. Hipotesis
a. Adanya hubungan antara tingkat aktifitas fisik dengan obesitas
b. Adanya hubungan antara lama tidur total dengan obesitas
c. Adanya hubungan antara genetiktotal dengan obesitas
d. Adanya hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian yang mengkaji
hubungan antara variable dengan melibatkan minimal dua variable (Hidayat,
2007). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu
variable sebab (independent variable) maupun variable akibat (dependent
variable) atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan.(Notoadmodjo, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian telah dilakukan di SMAN 3 Padang Panjang pada bulan Oktober –
November Tahun 2018.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2015) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari atau kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di SMAN

3 Kota Padang Panjang yang berjumlah 722 orang.

2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian remaja putri yang diambil dari
keseluruhan remaja SMAN 3 Padang Panjang yang dianggap mewakili populasi.
Teknik pengambilan sampel berdasarkan rumus:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑 2 )
Keterangan:
Populasi (N) = 72 orang
Derajat ketepatan (d) = 10%
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑2 )
722
=
1 + 722(0,01)
𝟕𝟐𝟐
=
1 + 𝟕, 𝟐𝟐
= 82 orang
Jadi, sampel pada penelitian ini adalah remaja SMAN 3 Padang Panjang
dengan jumlah 82 orang. Pemilihan sampel menggunakan teknik Proporsional
Random Sampling.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana.
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Jumlah Sampel berdasarkan Tingkatan Kelas

No Kelas N Sampel Perkelas

1 X.IPA 1 38 7

2 X.IPA 2 38 7

3 X.IPA 3 35 6

4 X.IPS 1 35 6
5 X.IPS 2 35 6

6 X.IPS 3 35 5

7 XI.IPA 1 30 5

8 XI.IPA 2 31 5

9 XI.IPA 3 31 5

10 XI.IPS 1 27 5

11 XI.IPS 2 27 5

12 XI.IPS 3 26 5

13 XI.IPS 4 26 5

14 XI.IPS 5 26 5

15 XI.IPS 6 26 5

16 XII.IPA 1 26 4

17 XII. IPA 2 26 3

18 XII. IPA 3 26 3

19 XII. IPA 4 26 3

20 XII. IPS 1 26 3

21 XII. IPS 2 26 3

22 XII. IPS 3 26 3

23 XII. IPS 4 26 3

24 XII. IPS 5 25 3

25 XII. IPS 6 25 3

Jumlah 722 82

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


Jenis pengumpulan data menurut Notoatmodjo (2010) :

1. Jenis Pengumpulan Data


a. Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian
kuesioner kepada siswa berupa data tentang: umur, berat badan, tinggi badan,
aktifitas fisik, genetik, lama tidur, konsumsi fast food.
b. Data Sekunder
Adalah data pendukung yang didapat dari Puskesmas Bukit Surungan dan
Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang.

2. Teknik Pengumpulan Data


Responden diambil secara acak sederhana. Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuisioner yang telah disusun untuk mendapatkan informasi dari
responden. Responden mengisi langsung kuisioner yang disediakan oleh peneliti,
sebelumnya peneliti menjelaskan kepada responden cara pengisian kuisioner.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


1. Teknik Pengolahan data
Proses pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan
program SPSS dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Data ( Editing)
Hasil data dari lapangan dilakukan editing (penyuntingan). Editing
bertujuan untuk pencegahan dan perbaikan isian formulir atau kuisioner
tersebut.
b. Pengkodean Data (Coding )
Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
coding, yaitu mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka
atau bilangan.
c. Memasukan data (Data Entry)
Data resonden yang dalam bentuk kode dimasukan ke dalam program atau
software computer, pengolahan data menggunakan rumus Chi-Square

d. Pembersihan Data ( Cleaning )


Semua data dari setiap responden selesai dimasukan, lalu dicek kembali
untuk melihat adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidak lengkapan.

2. Teknik Analisis data


Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Teknik
analisa data dilakukan dengan uji:
a. Statistik univariate. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui presentase,
distribusi frekuensi, kecenderungan tengah, dan penyebaran (Notoatmodjo,
2010). Peneliti melakukan analisa univariate dengan analisa deskriptif yang
dilakukan untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti secara terpisah
dengan membuat tabel distribusi frekuensi dari masing-masing variabel.
b. Analisa bivariat, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan dua variabel yg
dapat bersifat simetris, saling mempengaruhi atau tidak saling mempengaruhi
antara satu variabel mempengaruhi variabel lain dengan menggunakan uji chi-
square dengan tingkat kemaknaan a=0.05. Hasil yang diperoleh pada analisa
chis-quare dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian
dibandingkan dengan a=0.05 apabila nilai p < dari a=0.05 maka ada hubungan
antara dua variabel.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
SMAN 3 Padang Panjang adalah SMA Negeri satu – satu nya SMA negeri
yang ada di Kecamatan Padang Panjang Barat Kota Padang Panjang. Berdiri pada
tanggal 2 Mei 2005 dengan alamat Jl. RPH Silaing Bawah Padang Panjang Barat.
Sampai saat ini SMAN 3 memiliki 45 orang guru tetap,1 orang guru SK
honor daerah, 7 orang guru SK Komite,1 orang guru bantu, 2 orang pegawai tata
usaha dan 7 orang PTT. Sarana dan prasarana yang ada di SMA Negeri 3 Kota
Solok tergolong lengkap yakni terdiri dari ruang belajar sebanyak 23 buah, ruang
guru 1 buah, ruang kepala sekolah, ruang pustaka, ruang labor Fisika, ruang labor
Kimia dan Biologi, ruang labor, ruang OSIS, pramuka, UKS, ruang BK, musholla,
dan kafe sebanyak 3 buah. Batas wilayah Kecamatan Padang Panjang Barat
adalah:
Sebelah Utara berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Selatan berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Barat berbatasan : Kabupaten TanahDatar
Sebelah Timurberbatasan : Kecamatan Padang Panjang Timur

2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-
masing variable penelitian, baik variable independen maupunvariabel dependen.
Adapun hasil analisis univariat pada penelitian ini adalah :

a. Status Gizi Remaja


Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh makanan
yang dikonsumsinya. Untuk memperoleh zat-zat gizi dan tingkat kesehatan
tersebut dapat dinilai dengan parameter gizi yang dibandingkan dengan standar
baku (Supariasa, 2002.p.18). Menurut Suhardjo (2005.p.55), status gizi adalah
keadaan kesehatan individu individu atau kelompok- kelompok yang ditentukan
oleh derajat kebutuhan fisik akan energy dan zat gizi lain yang diperoleh dari
pangan dan makanan yang dampak fisiknya secara antropometri.
Gambaran Status gizi responden akan dijabarkan ke dalam tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel4.1
Distribusi Frekuensistatus gizi pada remaja SMAN 3
Kota Padang Panjang Tahun2018
Status Gizi Lk Pr %
Obesitas 1 2 3,7
Tidak Obesitas 0 70 96,3
Total 1 72 100
Tabel 4.1 diketahui bahwa hanya sebagian kecil 3,7 % (3 orang) responden yang
mengalami obesitas 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, dan 96,3 % (79
orang) responden tidak obesitas.

b. Aktifitas Fisik
Pola Aktifitas Fisik Responden dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi aktivitas fisik pada remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018
Aktifitas Fisik n %
Ringan 78 95,1
Berat 4 4,9
Total 82 100
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa semua responden memiliki aktifitas fisik yang
ringan berjumlah 78 orang (95,1%), sedangkan 4 orang (4,9%) mempunyai
aktifitas yang berat.

c. Lama Tidur
Gambaran responden terhadap lama tidur terlihat pada tabel 4.3
Tabel4.3
Distribusi Frekuensi Lama Tidur pada
Remaja SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun2018

Lama Tidur n %
Tidak Cukup 63 76,8
Cukup 19 23,2
Total 82 100
Berdasarkan table 4.3 dapat diketahui bahwa hanya 76,8% responden tidak cukup
tidur dalam sehari sedangkan 23,2% responden (19 orang) yang cukup tidurnya
setiap hari.

d. Genetik (Keturunan)
Faktor genetik (keturunan) yang mengalami obesitas dari responden dapat terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Genetik (Keturunan) Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Kota Padang Panjang Tahun 2018

Keturunan n %
Ada 42 51,2
Tidak Ada 40 48,8
Total 82 100

Berdasarkan table 4.4 diketahui bahwa beda tipis responden yang mempunyai
genetic obesitas yaitu 51,2 % (42 orang) yang ada keturunan obesitas dan 48,8 %
(40 orang) yang tidak mempunyai keturunan obesitas.

e. Konsumsi Fast Food


Gambaran pola konsumsi responden terhadap Fast Food terlihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food pada Remaja SMAN 3
Kota Padang Panjang Tahun 2018

Konsumsi Fast Food n %


Sering 74 90,2
Jarang 8 9,8
Total 82 100

Berdasarkan table 4.5 dapat diketahui bahwahanya 8 orang (9,8%) yang jarang
konsumsi fast food, dan selebihnya 74 orang (90,2%) konsumsi fast food setiap
hari.

3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan dua variabel yaitu variabelin
dependen dan variabel dependen, peneliti menggunakan analisa statistic ujichi–
square.

a. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas


Hubungan Aktifitas Fisik dengan kajadian Obesitas di SMAN 3 Padang Panjang
dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018

Status Gizi
Aktivitas Obesitas Tidak Total P Value OR
Fisik Obesitas
n % n % n %
Ringan 3 3,8 75 96,2 78 100
Berat 0 0 4 100 4 100
Total 3 3,8 79 96,2 82 100 1,000 0,306

Tabel 4.6 diketahui bahwa dari 78 orang responden yang memiliki


aktifitas ringan, 3 orang (3,8 %) yang obesitas dan 75 orang (96,2%) yang tidak
obesitas sedangkan dari 4 orang responden yang memiliki aktifitas berat
semuanya tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara Aktifitas
Fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1

b. Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas


Hubungan Lama Tidur dengan kajadian Obesitas di SMAN 3 Padang

Panjang dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7
Hubungan Lama Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja
SMAN 3 Padang Panjang Tahun 2018

Status Gizi
Lama Obesitas Tidak Total P Value OR
Tidur Obesitas
n % n % n %
Tidak Cukup 3 4,8 60 95,2 63 100
Cukup 0 4 19 100 10 100
Total 3 3,7 79 96,3 82 100 1,000 1,616
Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 63 orang responden yang tidak cukup tidur,
3 orang (4,8%) responden yang obesitas dan 60 orang (95,2%) tidak obesitas,
sedangkan dari 19 orang responden yang cukup tidur 19 orangnya (100%) tidak
obesitas. Sehingga tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama tidur
dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1
c. Hubungan Faktor Genetik (riwayat keturunan) dengan Obesitas
Hubungan faktor genetik yang mengalami Obesitas terhadap remaja di
SMAN 3 Padang Panjang dapat dilihat pada table 4.8
Tabel 4.8
Hubungan Faktor Genetik dengan Obesitas pada Remaja SMAN3 Kota
Padang Panjang Tahun 2018
Status Gizi
Obesitas Tidak Total P Value OR
Keturunan
Obesitas
n % n % n %
Ada 1 2,4 41 97,6 42 100
Tidak Ada 2 3,7 38 95 40 100
Total 3 3,73,7 79 96,3 82 100 0,6111 1,406

Tabel4.8 diketahui bahwa dari 42 responden yang yang mempunyai


keturunan obesitas, 1 orang (2,4%) obesitas dan 41 orang (97,6%) tidak obesitas.
Sedangkan dari 40 orang responden yang tidak ada keturunan, 2 orang (5%) yang
obesitas dan 38 orang (95%) tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan
bermakna antara keturunan yang mengalami obesitas dengan kejadian obesitas
pada remaja dengan nilaip = 0,611.

d. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food dengan status gizi

Hubungan kebiasaan Fast Food dengan kejadian Obesitas pada remaja di


SMAN 3 Padang Panjang dapat terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.9
Hubungan Kebiasaan Konsumsi fast food dengan Obesitas pada Remaja
SMAN3 Kota Padang Panjang Tahun 2018

Status Gizi
Konsumsi Obesitas Tidak Total P Value OR
Fast Food Obesitas
n % n % n %
Ada 3 4,1 71 96,9 74 100 1 0,628
Tidak 0 0 8 100 8 100
Total 3 3,7,7 79 96,3 82 100
Tabel 4.9 diketahui bahwa dari 74 orang responden yang mempunyai kebiasaan
konsumsi fast food setiap hari, terdapat 3 orang (4,1%) responden memiliki status
obesitas dan 71 orang (95 %) yang tidak obesitas dan. Sedangkan dari 8 orang
yang tidak biasa konsumsi fast food setiap hari, 8 orang (100 %) responden tidak
obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast
food dengan status gizi remaja, dengan nilai p = 0,995

D. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Gambaran Kejadian Obesitas pada Remaja
Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa hanya sebagian kecil 3,7 %
(3 orang) responden yang mengalami obesitas 1 orang laki-laki dan 2 orang
perempuan, dan 96,3 % (79 orang) responden tidak obesitas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian responden masih mempunyai status gizi normal.
Dari hasil penelitian ditemukan 3,7 % remaja mengalami obesitas, hal tersebut
hamper sama dengan data pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4,5% remaja
mengalami obesitas. Hal tersebut masih menjadi masalah tentang status gizi pada
remaja di SMA Negeri 3 Padang Panjang.
Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Widyantara (2013) pada
mahasiswa Universitas Lampung dengan desain penelitian crosssectional.
Widyantara (2013) menyatakan mahasiswa yang status gizi overweight lebih
dominan (40%) dibandingkan mahasiswa yang kurus (26,4%) dan normal
(33,6%). Namun releven dengan penelitian Miko (2009) pada siswa SMA di Kota
Banda Aceh dengan rancangan penelitian crosssectional. Miko (2009)
menyatakan bahwa siswa yang mempunyai status gizi normal lebih dominan
(56,1%) dibandingkan siswa yang tidak normal (43,9%).
Status gizi baik dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu tingkat ekonomi
keluarga yang baik, sehingga dengan baiknya perekonomian keluarga
menyebabkan sebuah keluarga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan. Selain itu gizi yang baikjuga disebabkan karena tingginya
pengetahuan keluarga tentang pentingnya gizi serta keluarga tahu cara pengolahan
makanan yang baik dan keluarga menyadari bahwa jika status gizi anak buruk,
maka anak akan mudah terserang penyakit. (Supriansa, 2010).
Ada dua factor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yaitu secara
langsung maupuntidak langsung. Secara langsung yaitu makanan dan penyakit
dapat secaralangsung mempengaruhi status gizi. Timbulnya masalah gizi tidak
hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anakyang
mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit pada akhirnya menderita
kurang gizi. Demikian juga pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang penyakit. Adatiga
penyebab tidak langsung antara lain, ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan yang
kurang memadai (UNICEF).
Status gizi pada kelompok dewasa diatas 18 tahun didominasi dengan
masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Angka
obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan
karakteristik masalah obesitas cenderung lebihtinggi pada penduduk yang tinggal
diperkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang
tertingg pula (Balitbang Depkes RI, 2010). Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku memilih makanan, yang menentukan
mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang
dikonsumsi Sediaoetama (2002).
Menurut analisa peneliti, responden yang memiliki status gizi obesitas
dengan disebabkan oleh faktor keturunan, sering mengkonsumsi fast food dan
tidur yang beresiko.

b. Gambaran Aktifitas Fisik


Berdasarkan hasil penelitian diiketahui bahwa responden yang memiliki
aktifitas fisik yang ringanl lebih dominan dari pada yang memiliki aktifitas fisik
berat. Dari semua responden memiliki aktifitas fisik yang ringan berjumlah 78
orang (95,1%), sedangkan 4 orang (4,9%) mempunyai aktifitas yang berat.
Hasil ini sama dengan penelitian Nuri (2009) pada pada Siswa SD Islam
Al-Azhar 1 Jakarta Selatan Tahun 2009 dengan desain penelitian Cross Sectional.
Nuri menyatakan bahwa siswi dengan aktifitas fisik ringan lebih banyak (61%),
dibandingkan siswi dengan aktifitas fisik berat (39%). Tetapi berbeda dengan
penelitian Triwinarto (2007) pada anak di Kota Bogor yang menyatakan bahwa
responden dengan aktifitas fisik ringan lebih sedikit dibandingkan responden
dengan aktifitas fisik berat.
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka
yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pegeluaran tenaga (dinyatakan kilo-kalori),
yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan aktivitas sehari- hari. Aktivitas fisik
tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan
perbaikan memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan
perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto, 2007). Seseorang
yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang menggunakan
energi yang tersimpan didalam tubuh (Mangoenprasodho, 2005).
Menurut asumsi peneliti, banyaknya responden dengan aktifitas fisik yang
berat disebabkan karena jauhnya jarak kesekolah yang jarang ditempuh. Hal
tersebut juga didukung dari wawancara aktifitas fisik yang sering dilakukan
pulang dari sekolah, seperti olah raga sepak bola termasuk aktifitas santai
dankegiatan ringan.

c. Lama tidur
Menurut hasil penelitian ini dari 82 responden terdapat 63 orang (76,8%)
yang mempunyai waktu tidur yang beresiko untuk obesitas dan 19 orang (23,2%)
memiliki waktu tidur yang tidak beresiko.
Hasil penelitian menggunakan SDSC dari 52 subyek anak obesitas, 42
subyek mengalami gangguan tidur yang menunjukkan prevalensi gangguan tidur
80,8% terjadi pada anak obesitas. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian Adelina (62,9%) dan penelitian Bruni (73,4%). Gangguan tidur yang 8
sering terjadi pada anak obesitas adalah sleep apnea. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan lemak terutama di batang tubuh dan leher yang dapat menyebabkan
gangguan napas saat tidur karena fungsi pernapasan terganggu. Namun, pada
penelitian ini jenis gangguan tidur terbanyak yang dialami oleh 30 subyek
(55,8%) adalah gangguan transisi tidur-bangun.
Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi oleh semua
orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007).
Tidur adalah keadaan dimana tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu
urutansiklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim,memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).
Terdapat 76,8% remaja memiliki pola tidur yang tidak baik yaitu tidur
cukup atau berlebihan. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap metabolisme dan
penyerapan makanan dalam tubuhnya.

d. Genetik
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 42 orang (51,2%)
responden memiliki keturunan obesitas. Jumlahtersebut sangat tinggi
dibandingkan responden yang tidak memiliki keturunan obesitas.
Berdasarkan penelitian Juliantini dkk terdapat 32 orang (75%) anak obesitas
dari 43 orang responden yang memiliki keturunan obesitas dengan nilai p = 0,001.
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi pembentukan lemak tubuh. Seseorang
mempunyai faktor keturunan yang cenderung membangun lemak tubuh lebih
banyak dibandingkan orang lain. Bawaan sifat metabolisme ini menunjukan
adanya gen bawaan pada kode untuk enzim lipoprotein lipase (LPL) yang lebih
efektif. Enzim ini memiliki suatu peranan penting dalam proses mempercepat
penambahan berat badan karena enzim ini bertugas mengontrol kecepatan
trigliserida dalam darah yang dipecah-pecah menjadi asam lemak dan disalurkan
ke sel-sel tubuh untuk disimpan sehingga lama kelamaan menyebabkan
penambahan berat badan (Purwati, 2005).
Menurut asumsi peneliti orang yang mengalami obesitas karena faktor
genetik, tidak berarti tidak dapat dikontrol. Jika kita mengikuti pola hidup yang
sehat dan pola makan yang baik, aktivitas fisik, maka dipastikan kita bisa menjaga
berat badan dengan baik.

e. Gambaran Kebiasaan Konsumsi Fast Food


Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden
memiliki kebiasaan konsumsi fast food setiap hari yaitu berjumlah 74 orang
(90,2%). Jadi siswi yang memiliki kebiasaan konsumsi fast food sering lebih
dominan dibandingkan siswi yang memiliki kebiasaan konsumsi fast food jarang.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Mardatillah (2008) pada remaja
SMAIslamPB Soedirmandi Jakarta Timur yang menunjukkan bahwa siswi yang
memiliki kebiasaan sering mengkonsumsi fast food lebih banyak (73,5%),
dibandingkan yang jarang memiliki kebiasaan mengkonsumsi fast food (26,5%).
Namun tidak sejalan dengan penelitian Hayati (2000) pada remaja SMU Negeri di
Jakarta Selatan, yang menyatakan bahwa responden yang memiliki kebiasaan
sering mengkonsumsi fast food sebanyak 48,5%. Jumlah tersebut lebih sedikit
dibandingkan responden dengan yang jarang mengkonsusmi fast food yaitu
51,5%.
Menurut WHO (2003) yang menyebabkan konsumsi fast food dengan gizi
lebih atau obesitas adalah kemungkinan ukuran dan jumlah porsi yang dimakan
berlebihan. Ukuran porsi yang besar menyebabkan peningkatan berat badan.
Terdapat beberapa factor yang terkait fastfood yaitu seberapa sering fast food
dikonsumsi, kandungan gizi dalam fast food. Dalam 100 gram, burger
mengandung 261 kkal, kentang goreng 342 kkal, fried chicken pada bagian dada
atau sayap 303 kkal, pizza yang mengandung keju 26 kkal, dan
hot dog mengandung 247 kkal (Badjeber, 2009).
Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi kalori,
tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap fast food atau
makanan siap saji dapat menyebabkan terjadinya gizi lebih atau kegemukan
karena kandungan dari fast food tersebut. Fast food adalah makanan bergizi tinggi
yang dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas terhadap anak-anak yang
mengkonsumsi, selain itu dapat menyebabkan penyakit jantung, penyumbatan
pembuluh darah dan sebagainya. Fast food dianggap negative karena ketidak
seimbangannya (Khomsan, 2004). Fast food dapat diartikan sebagai makanan
yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin atau
juga dapat diartikan sebagai makanan yang dikonsumsi secara cepat.
Pada umumnya komposisi fast food mengandung lebih tinggi energi, garam
dan lemak termasuk kolesterol dan hanya sedikit mengandung serat (Bowman
dkk., 2011). Individu dan keluarga memiliki banyak alasan mencari makanan
cepat saji terutama karena waktu dan biaya makanan cepat saji yang murah, cepat,
mudah untuk mendapatkannya, dan lezat (Sharkey J Retal, 2011). Makanan cepat
saji dapat digolongkan menjadi dua yaitu makanan jajanan tradisional dan
makanan jajanan modern. Yang termasuk makanan jajanan tradisional yaitu
seperti bakwan, bakso, bihun goreng, gado-gado, risoles, pisang goreng dan
sebagainya. Sedangkan yang termasuk makanan jajanan modern yaitu humberger,
fried chicken, pizza, frenchfries (Khomsan, 2002).
Menurut analisa peneliti, responden yang memiliki kebiasaan sering
mengkonsumsi fast food (60,2%) disebabkan waktu dan biaya makanan cepat saji
yang murah, cepat, mudah untuk mendapatkannya, dan lezat. Sebagian besar
responden beranggapan bahwa mereka biasa mengkonsumsi fast food 3-5 kali/
minggu dan makannya lebih dari satu porsi.
Selain itu berdasarkan wawancara dengan siswi ditempat penelitian
diketahui bahwa siswi selalu berkumpul di café sambil mengkonsumsi fast food
pada saat pulang sekolah. Sedangkan bagi responden yang memiliki kebiasaan
jarang konsumsi fast food disebabkan dukungan keluarga yang selalu
menyediakan bekal untuk anaknya selama disekolah sehingga mengurangi
kebiasaan konsumsi fast food di luar rumah dan mereka juga cenderung
dibatasi uangjajannya disekolah.

2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 78 orang responden yang memiliki
aktifitas ringan, 3 orang (3,8 %) yang obesitas dan 75 orang (96,2%) yang tidak
obesitas sedangkan dari 4 orang responden yang memiliki aktifitas berat
semuanya tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara Aktifitas
Fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1 Hasil penelitianini tidak sejalan
dengan penelitian Dieny pada siswa SMA di Kota Semarang, menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan status gizi (dengan
nilai p = 0,002). Sedangkan pada penelitian Widyantara (2013) didapatkan hasil
aktivitas fisik dengan status gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna secara
statistic dimana didapatkan nilai p=0,06.
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot- otot rangka
yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan kilo-
kalori), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan aktivitas sehari-hari.
Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat
menyebabkan perbaikan memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat
menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur (Triwinarto,
2007). Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh
kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh (Mangoenprasodho,
2005).
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara aktifitas fisikdengan status gizi karena
Keseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energy merupakan faktor
yang berhubungan dengan status gizi. Jadi untuk mencapai keseimbangan antara
asupan energy dan pengeluaran energi maka pemberian makanan sebaiknya harus
memperhatikan umur, jenis kelamin, jenis aktifitas kondisi lain seperti sakit,
hamil dan menyusui.

b. Hubungan Lama Tidur dengan dengan Obesitas


Hasil penelitian diketahui bahwa dari 63 orang responden yang tidak cukup
tidur, 3 orang (4,8%) responden yang obesitas dan 60 orang (95,2%) tidak
obesitas, sedangkan dari 19 orang responden yang cukup tidur 19 orangnya
(100%) tidak obesitas. Sehingga tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
lama tidur dengan kejadian obesitas dengan nilai p = 1.
Menurut Syamsinar Wulan dari menunjukkan bahwa dari 89 responden
dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden (57.3%) dan durasi tidur cukup
sebanyak 38 responden (42.7%).
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaput (2011)
pada anak-anak di Quebec yang mengatakan bahwa durasi tidur pendek memiliki
hubungan yang berbanding lurus dengan kenaikan berat badan.
Tidur merupakan kebutuhan dasar mutlak yang harus dipenuhi oleh semua
orang. Dengan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007).
Tidur adalah keadaan dimana tidak sadarkan diri yang relative bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan
siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).
Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja namun kini
pada remaja pun masalah tidur atau kuantitas tidur banyak mereka alami.
Kuantitas tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa
sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari
perbedaan perubahan kuantitas tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam
biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase
tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur
lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan
menjadi lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006).
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasilpenelitian diketahui bahwa
respondenyang memilikilama tidur beresiko tidak mengalami obesitas
dikarenakan faktor lain seperti aktivitas fisik yang berat,sehingga responden tidak
mengalami obesitas, sedangkan yang mengalami obesitas dengan pola tidur tidak
beresiko disebabkan karena responden memiliki aktivitas fisik yang ringan.
c. Hubungan Genetik (Keturunan) dengandengan Obesitas
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 responden yang yang mempunyai
keturunan obesitas, 1 orang (2,4%) obesitas dan 41 orang (97,6%) tidak obesitas.
Sedangkandari40 orang responden yang tidak ada keturunan, 2 orang (5%) yang
obesitas dan 38 orang (95%) tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan
bermakna antara keturunan yang mengalami obesitas dengan kejadian obesitas
pada remaja dengan nilaip = 0,611.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mella, dkk (2014),
menyatakan bahwa keturunan obesitas memiliki resiko lebih untuk obesitas dari
pada tidak ada keturunan obesitas. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi
pembentukan lemak tubuh. Seseorang mempunyai faktor keturunan yang
cenderung membangun lemak tubuh lebih banyak dibandingkan orang lain. Enzim
ini memiliki suatu peranan penting dalam proses mempercepat penambahan berat
badan karena enzim ini bertugas mengontrol kecepatan trigliserida dalam darah
yang dipecah-pecah menjadi asam lemak dan disalurkan ke sel-sel tubuh untuk
disimpan sehingga lama kelamaan menyebabkan penambahan berat badan
(Purwati, 2005)
Ada penelitian yang mengungkapkan adanya gen obesitas, yang
diekspresikan pada sel-sel lemak dan kode-kode untuk protein leptin. Leptin
bekerja sebagai hormon, terutama ditingkat hipotalamus. Leptin berfungsi
menekan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan energi. Perubahan
penggunaan energi berpengaruh terhadap perubahan basal metabolisme, selain itu
juga berpengaruh terhadap perubahan pola aktivitas fisik. Sangat sedikit orang
obesitas yang mempunyai kadar leptin rendah. Pada kenyataannya, kadar leptin
pada darah biasanya berhubungan dengan lemak tubuh, semakin banyak lemak
tubuh maka kadar leptin semakin tinggi. Orang yang obesitas pada umumnya
mempunyai kadar leptin yang tinggi (Whitney, 2002).
Menurut Asumsi peneliti keturunan tidak ada hubungan dengan obesitas,
karena dibarengi dengan aktivitas fisik cukup maka bisa menyeimbangkan berat
badan kita.

d. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi


Hasil penelitian diketahui bahwa dari 74 orang responden yang mempunyai
kebiasaan konsumsi fast food setiap hari, terdapat 3 orang (4,1%) responden
memiliki status obesitas dan 71 orang (95%) yang tidak obesitas dan Sedangkan
dari 8 orang yang tidak biasa konsumsi fast food setiap hari, 8 orang (100 %)
responden tidak obesitas. Jadi tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan
konsumsi fast food dengan status gizi remaja, dengan nilai p = 0,995.
Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian Allo (2013) bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian
gizi lebih pada siswa SD Negeri Sudirman I Makassar (p = 0,000<0,05). Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan Zulfa = (2011) dalam Yueniwati dan
Rahmawati (2001) yang menemukan adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi
fast food dengan kejadian gizi lebih pada siswa sekolah di Kota Bogor, tetapi
sama dengan hasil penelitian Nury (2003) dalam Rahmawat (2009) tidak
menemukan hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan cepat
saji dengan kejadian obesitas pada siswa SD Islam Al Azhar Jakarta Selatan.
Menurut WHO (2003) yang menyebabkan konsumsi fast food dengan gizi
lebih adalah kemungkinan ukuran dan jumlah porsi yang dimakan berlebihan.
Namun, WHO (2000) menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi fast food
diyakini merupakan satu masalah, karena masalah obesitas meningkat pada
masyarakat yang keluarganya banyak keluar mencari makanan cepat saji dan tidak
mempunyai waktu lagi untuk menyiapkan makanan di rumah. Ukuran porsi yang
besar menyebabkan peningkatan berat badan. Terdapat beberapa factor yang
terkait fast food yaitu seberapa sering fast food dikonsumsi, kandungan gizi dalam
fast food. Dalam 100 gram, burger mengandung 261 kkal, kentang goreng 342
kkal, fried chicken pada bagian dada atau sayap 303 kkal, pizza yang mengandung
keju 268 kkal, dan hot dog mengandung247kkal (Badjeber, 2009).
Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi kalori,
tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap fast food atau
makanan siap saji dapat menyebabkan terjadi nyagizi lebih atau kegemukan
karena kandungandar fast food tersebut. Fastfood adalah makanan bergizi tinggi
yang dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas terhadap anak-anak yang
mengkonsumsi,selain itu dapat menyebabkan penyakit jantung, penyumbatan
pembuluh darah dan sebaginya. Fast food dianggap negatif karena ketidak
seimbangannya.(Khomsan, 2004).
Menurut asumsi peneliti, kebiasaan makan atau pola makan dapat
menggambarkan frekuensi makan siswa dalam sehari dan hal ini bergantung pada
kebiasaan makan keluarganya di rumah maupun di sekolah. Pola makan anak
sangat berkaitan erat dengan gizi karena semakin sering anak mengkonsumsi
makanan dalam sehari, maka kecenderungan untuk mengalami gizi normal sangat
tinggi.
Fast food adalah makanan favorit yang dikonsumsi oleh kebanyakan anak-
anak, selain itu makan fast food memiliki nilai sosial dimana kebanggaan ketika
memakannya. Fast food memiliki keterbatasan dalam kandungan zat gizi.
Sebagian responden yang sering mengkonsumsi fast food tetapi mengalami
gizi normal. Hal ini diduga disebabkan karena siswa tersebut mengimbangi
dengan aktivitas fisik yang tinggi. Aktivitas yang dapat dilakukan anak usia
sekolah adalah dengan rutin berolah raga sehingga pengeluaran energy dapat
seimbang. Selain itu dapatpula meningkatkan aktivitas fisiknya dengan mengikut
kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah maupun diluar sekolah.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 responden yang
berada di SMANegeri 3 Kota Padang Panjang, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hanya sebagian kecil responden yang mengalami obesitas (3,7%).


2. Lebih dari separuh responden memiliki aktifitas ringan ( 95,1%).
3. Sebagian kecil responden yang hanya tidur cukup waktu (23,2%)
4. Hampir seimbang responden yang mempunyai faktor keturunan obesitas,
yang ada faktor keturunan 51,2% sedangkan 48,8% tidakada faktor
keturunan obesitas.
5. Sebagian besar responden memiliki kebiasaan konsumsi fast food setiap hari
90,2%.
6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan status
gizi dengan nilai p =1.
7. Tidak terdapat hubungan bermakna antara lama tidur dengan kejadian
obesitas dengan nilai p=1.
8. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keturunan obesitas dengan
kejadian obesitas dengan nilai p =0,611.
9. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food
dengan obesitas dengan nilai p=0,995.

B. Saran
1. Puskesmas
Diharapkan pemegang program UKS, pemegang program Gizi dan pemegang
program Promkes Puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan tentang
Pengetahuan Gizi pada remaja di Sekolah.

2. Bagi Sekolah
Diharapkan kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan siswa yang
bermasalah berat badanya melalui penyuluhan, dan kegiatan-kegiatan inovatif
dalam meningkatkan status gizi. Selain itu diharapkan agar pihak sekolah mampu
menjalin kerjasama yang baik dengan petugas kesehatan dan orang tua (ibu) siswi
dalam memberikan informasi tentang status gizi, serta meningkatkan aktivitas
fisik siswa dalam pelajaran ekstra kurikuler karena aktivitas fisik terbukti dapat
meningkatkan derjat kesehatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan kepada peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi untuk
penelitiannya yang berhubungan dengan kejadian obesitas serta pencegahan dan
penanggulangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama,

Arisman, 2004.Obesitas, Diabetes Melitus . Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Atmadja, Beny. 2002. “Fisiologi Tidur”. Jurnal Kedokteran Maranatha. Bandung


: Universitas Padjadjaran Bandung, Vol. 1, No. 2

Depkes RI. 2013. Permenkes No.75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan
Giziyang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.Jakarta : Depkes RI

Departemen Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013


Jakarta : Badan Peneliti dan Pengenbangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI 2013.

Departemen Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2008


Jakarta : Badan Peneliti dan Pengenbangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI 2008.

Darmoutomo, Endang. Mencegah Penyakit Akibat Kegemukan dengan


AsupanNutrisi. http://www.obesitas.web.id/news.html

Hadi,Hamam. 2005. “Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap


kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional”. (online) dari :
http;//gizi.depkes.go.id/wp-content/upload/2011/08/Beban-ganda-masalah-
gizi.pdf

Hamidin, A.S. 2011.Kebaikan Air Putih.Yogyakarta : Media Pressindo.

Hardinsyah &, Briawan D. 1994.Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.


Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Bogor : Fakultas
Pertanian, IPB

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2008. Keterampilan


DasarPraktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Hurlock,E.B 2012. “Psikologi Perkembangan”. Suatu pendekatan sepanjang


rentang kehidupan (edisi kelima) Jakarta : Erlangga

Hudha , 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Khomsan A, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.Jakarta : Penebar Swadaya,


Mardatillah. 2008.Hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern
(fastfood), aktifitas fisik, dan faktor lainnya dengan kejadian gizi lebih pada
remaja SMA islam PB.Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.
Depok.Universitas Indonesia.

Mubarak, W. & Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Medaria, 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik,
status gizi dan body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan
gemuk/ obes di sma budi mulia bogor

Meri. 2005. konsumsi suplemen makanan dan factor-faktor yang berhubungan


pada remaja SMA Islam Al–Azhar 3 Jakarta Selatan tahun 2005

Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan .Edisi Revisi, Rineka


Cipta, Jakarta

NHS .Statistik on Obesity Psyical Activity and Diet. England 2012

Supariasa, I Dewa Nyoman.dkk. 2002.Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku


Kedokteran,EGC.

Simatupang, 2008.Pengaruh Pola Konsumsi ,Aktifitas Fisik dan keturunan


terhadap Kejadian Obesitas di Kecamatan Medan Baru Kota Medan .
(Online) dari : http//repository.usu.ac.id

WHO West Pacific Religion. 2000. The Asia- Pacific Prespective: Redevining
Obesity and its treatmen. Australia : Healt Communications Australian
PtyLimited

WHO West Pacific Religion. 2000. The Asia- Pacific Prespective:


RedeviningObesity and its treatmen. Australia : Healt Communications
Australian PtyLimited

WHO, 2009. Obesity Preventing and managing the global epidemicReport on a


WHO Consultation on Obesity, Genewa

Waspadji, Sarwono dan Suyono, Slamet, 2003 Pengkajian Status Gizi Studi
Epidemiologi, Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi
RSCM,Jakarta

Wiramihardja, Kunkun.2004 .Obesitas dan Penanggulanganya. Granada. Bandung

Wirjatmadi, B. 2012.Pengantar Gizi Masyarakat Jakarta : PT Kencana.

Wolinsky, Ira. Dorothy Klimis - Zacas. 2004. Nutritional Concerns of Women,


Second Edition. CRC Press. Boca Raton London New York Washington.
D.C

Anda mungkin juga menyukai