Anda di halaman 1dari 35

Jurnal Manajemen, Bahan Kuliah Manajemen

Jurnal Manajemen, Jurnal Manajemen SDM, Jurnal International, Bahan Kuliah Manajemen, Bahan Skripsi,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Keuangan, Manajemen Pemasaran, Kepemimpinan

Home » Manajemen Konflik » Manajemen Konflik : Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi Mengatasi Konflik

Manajemen Konflik : Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi


Mengatasi Konflik
Diposkan oleh Denny Bagus

Definisi Konflik :

Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa
aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara
beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau
oposisi atas berbagai kepentingan”.

Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau
pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat
melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan
pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama
halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa
proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif,
artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus
mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.

Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan
kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak
yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam
keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.

Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam
hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu
bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud
dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another.

yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang
saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau
dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya
yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:

1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.

2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :


1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu
interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam
mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling
berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk
saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh
keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik:
sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus,
atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan
dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-
larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan
kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan
sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :


1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan
sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya,
kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda,
perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu,
kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik
dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan
dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap
kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

Sumber-SumberKonflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)


A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak
dicapai (goal conflict), yaitu:

1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap
dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap
persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk
melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan
negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.

3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang
negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil
dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius

Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam
tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah
ditetapkan dalam suatu organisasi.

Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran
dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok
yaitu :

1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.

2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam
pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam
organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi
dalam organisasi misalnya adanya:

1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-
orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.

2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu
langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.

Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua
pihak tetap tidak puas.

3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap
menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang
sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada
tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan
melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di
dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah
meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap
mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada
penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi
secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah
konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Dampak Konflik

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :

1. Dampak Positif Konflik


Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara
efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh
karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak
pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada
waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.

3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar
kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab,
dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.

4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan


produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan
aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan
karier dan potensi dirinya secara optimal.

5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui
pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan
produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik

Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam
pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari
terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja
berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan
mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau
datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.

2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang
adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.

Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan
yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.

3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-
perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil
pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag
ataupun yang lainnya.

4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan,
misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau
peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan
orang lain.

5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi
semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena
produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan
memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya,
oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada
hal-hal seperti:

1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan
diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena
mungkin Manajer harus memecat mereka.

2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap
dapat mencapai prestasi.

3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk
memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.

4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor
“kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung
banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung.
Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi
dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.

6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada
yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila
semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang
sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Langkah – Langkah Mengatasi Konplik


Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa
pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan

Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-
satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah
atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

2. Diagnosis

Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa,
dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan
bukan pada hal-hal sepele.

3. Menyepakati suatu solusi

Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali
menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan

Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini
terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.

5. Evaluasi

Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak
tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak
boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:

1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang
tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian
pula sebaiknya.

2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik
dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.

3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi
pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan
yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)


Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak
tujuh strategi yaitu:

1) Menciptakan kontak dan membina hubungan

2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan

3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri

4) Menentukan tujuan

5) Mencari beberapa alternative

6) Memilih alternative

7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)

Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak
tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)


Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok
yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat
dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila
perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-
pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam
campur tangan pihak ketiga yaitu:

a. Arbitrasi (Arbitration)

Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih,
pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui
suatu perjanjian yang mengikat.

b. Mediasi (Mediation)

Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh
abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak
yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)

Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang
sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:

a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas
sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).

b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak
lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-
batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).

c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan
informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi
(communication barriers).

d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan
kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai
suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang
berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)

Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan
keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang
terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian
konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara
didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara
mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.

b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui
konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)

Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi
terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)

Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi
konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure)
dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala
aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik
seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk
mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi
bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral


Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer
langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)

Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model


pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem
(system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran
dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)

Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi
struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah
pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang
berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam
mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut
menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk
meningkatkan mutu organisasi.

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam
suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di
luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang
situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan
terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku
atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik
dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa
bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku)
para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama
halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa
proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif,
artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus
mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.

Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen
konflik meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat
maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk
mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam
mengelola konflik.

Transformasi Konflik
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam
menggambarkan situasi secara keseluruhan, yaitu:

1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras


2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan
damai.
3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan
mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru
dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas
dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan
politik yang positif.

Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik.
Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik
akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Proses Manajemen Konflik


Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama
halnya dengan perencanaan merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses
manajemen konflik perencanaan merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya
bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan secara terus menerus mengalami
penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.

Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen
konflik perencanaan meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik
(dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik
(jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang
dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau
pihak ketiga dalam mengelola konflik.

Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan dan melibatkan perencana
sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.

Teori-Teori Utama Mengenai Sebab-sebab Konflik

1. Teori Hubungan Masyarakat. Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang
terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam
suatu masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara
kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih
bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2. Teori Kebutuhan Manusia. Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal
yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi,
dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka
yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3. Teori Negosiasi Prinsip. Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang
tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami
konflik. Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi
dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi
berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian
melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
4. Teori Identitas. Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang
sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan
membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya. Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh
ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak
lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori Transformasi Konflik. Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan
ekonomi.

Penyebab Konflik
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena alternatif yang
bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin
mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap.

Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak
memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri
mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama
bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.

1. Faktor Manusia: Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya


kepemimpinannya, Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku, dan
timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental,
sikap fanatik, dan sikap otoriter.
2. Faktor Organisasi

 Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa uang,


material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam
penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam
suatu organisasi.
 Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai
spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik
minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah
dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan
harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
 Interdependensi Tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena
menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
 Perbedaan Nilai dan Persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif,
karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda
memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit,
sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana.
 Kekaburan Yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu
adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
 Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap
sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
 Hambatan Komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan,
koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.

Akibat Konflik

 Dampak Negatif: Menghambat komunikasi, Mengganggu kohesi (keeratan


hubungan), Mengganggu kerjasama atau “team work”, Mengganggu proses produksi, bahkan
dapat menurunkan produksi. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Individu
atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan
kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme. Apabila konflik mengarah pada
kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam
organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap
perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa
demonstrasi.
 Dampak Positif: Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis, Berusaha menyesuaikan
diri dengan lingkungan, Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-
baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan
organisasi, Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Memunculkan
persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat. Konflik bisa jadi merupakan sumber
energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat
menggerakan suatu perubahan: Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang
perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, Memberikan saluran baru untuk
komunikasi, Menumbuhkan semangat baru pada staf, Memberikan kesempatan untuk
menyalurkan emosi, Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam
organisasi.

Metode Menangani Konflik/ cara menangani konplik


Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi
konflik, dan kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu
cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing
down).

Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya.
Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok
tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya
mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.

1. Metode Dominasi atau Supresi


Metode dominasi dan supresi biasanya memiliki dua macam persamaan, yaitu:

 Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik
tersebut menghilang “di bawah tanah”,
 Mereka menimbulkan suatu situasi menang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa
mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka
biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.

Tindakan metode supresi dan dominasi dalam menangani konflik yaitu:

 Memaksa (Forcing)

Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya
berkuasa di sini, dan saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis
sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik
yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap
permusuhan (Malicious Obedience). Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam
bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa
diterapkan.

 Membujuk (Smoothing)

Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan
cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti
keinginannya. Apabila sang manager memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak
lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi
andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak
memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.

 Menghindari (Avoidence)

Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta
keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan
tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap
pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain
adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan
berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”.

 Keinginan Mayoritas (Majority Rule)

Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak
menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap
prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang
memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri
lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Metode Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari
dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan
yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang
maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini
bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi,
hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.

Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:

 Akomodasi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan


keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.
Proses tersebut adalah taktik perdamaian.

 Sharing

Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu
pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak
lengkap, tetapi memuaskan.

Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan
menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai
sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak
akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap
bermusuhan.

Tetapi dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian
konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling
baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang
dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya.

Strategi Mengatasi Konflik


Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik,
maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi.

Beberapa strategi mengatasi konflik antara lain adalah:

1. Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu
pihak atau pihak lain;
2. Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari
apa yang sebetulnya diinginkan;
3. Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi
kedua belah pihak;
4. With Drawing (menarik diri) yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik
maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi.
5. Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu
langkah berikut dari pihak lain, entah sampai kapan.

Konflik Sebagai Suatu Oposisi


Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam
perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan perbedaan pendapat,
keyakinan, dan ide.

Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya,
maka wajar seandainya dalam waktu yang cukup lama terjadi perbedaan-perbedaan pendapat di
antara mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena bersentuhan dengan
piring lainnya.

Tahap-Tahap Berlangsungnya Konflik


Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial,
konflk terasakan, pertenangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.

1. Tahap Potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkunan
merupakan potensi terjadinya konflik;
2. Konflik Terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu,
dan mereka mulai memikirkannya;
3. Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara
individu atau kelompok yang saling bertentangan;
4. Konflik Terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan
secara terbuka;
5. Akibat Konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan
kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan,
seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan
baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan.

Latar Belakang Konflik


Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Faktor-faktor Penyebab Konflik

1. Perbedaan Individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan;


2. Perbedaan latar belakang Kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya;
3. Perbedaan Kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang
ekonomi, politik, dan sosial; dan
4. Perubahan-Perubahan Nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Tingkatan Konflik

1. Konflik Intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik
intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling
bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan.
2. Konflik Interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi
ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama
sangat menentuan.
3. Konflik Intragrup, yaitu konflik antara angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok
dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya
latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan
kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena
tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4. Konflik Intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi
karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, da
meningkatkatnya tuntutan akan keahlian.
5. Konflik Interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi terjadi
karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung
pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain.
Misalnya konflik yang terjadi antara lembaga pendidikan dengan salah satu organisasi
masyarakat.
6. Konflik Intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalam suatu organisasi,
meliputi:

 Konflik Vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara Rektor dengan tenaga
kependidikan;
 Konflik Horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi
yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;
 Konflik Lini-Staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan
staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konflik antara Rektor
dengan tenaga administrasi.
 Konflik Peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya Rektor
menjabat sebagai ketua dewan pendidikan;

Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:

 Disiplin

Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer
perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika
belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

 Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan


Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan
untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

 Komunikasi

Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu
upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara
hidup.

 Mendengarkan secara aktif

Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan
bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat
merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah
mendengarkan.

 Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik

Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada: Konflik itu sendiri, Karakteristik orang-orang
yang terlibat di dalamnya, Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik, Pentingnya
isu yang menimbulkan konflik, dan Ketersediaan waktu dan tenaga

Tipe Pengelolaan Konflik


Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik
yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa
melupakan continous re-empowerment.

Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M.
Baskerville, 1993:65), yaitu:

 Avoiding: gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya
konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari
sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
 Accomodating: gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan
tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
 Compromising: merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi
terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan
tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
 Competing: artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan
konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya
demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose
solution).
 Collaborating: dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama
memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis
dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
 Conglomeration (mixtured type): cara ini menggunakan kelima style bersama-sama
dalam penyelesaian konflik.

Bentuk-bentuk Kompromi:

 Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu
pemecahan
 Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga
(yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri)
 Settling by Chance (Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan), keputusan
tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan
yang berlaku (resort to rules), dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk
menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku;
 Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik
terjadi.

3. Metode Pemecahan Problem Integrative


Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi
pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan
masalah (problem solving).

Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya


mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi
organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya
kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan
persoalan.

Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu: (Winardi, 1994:84- 89)

 Consensus (Concencus)
 Konfrontasi (Confrontation); dan
 Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)

4. Metode Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

Win-Lose Orientation Terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:

 Win-Lose (Menang-Kalah)

Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung
menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa
yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa
berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain
menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia
diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak
yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.

Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk:

1. Menggunakan orang lain, baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
2. Mencoba untuk berada di atas orang lain.
3. Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
4. Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
5. Iri dan dengki ketika orang lain berhasil

 Lose-Win (Kalah-Menang)

Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat
menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau
penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang
bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga
akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran
darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.

 Lose-Lose (Kalah-Kalah)

Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena
keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang ,
lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa
menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.

 Win (Menang)

Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah
mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan
akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab
dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim.

 Win-Win (Menang-Menang)

Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan
bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa
senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini
memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan
menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.

Gaya Dalam Penyelesaian Konflik


Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di
dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi,
kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang
dianut oleh seseorang atau organisasi.
Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari
kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik
tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut.

Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan
seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang
diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan
budayanya. (M. Kamil Kozan, 2002:93-96)

Teknik Penyelesaian Konflik

 Rujuk, merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani
hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
 Persuasi, yaitu usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang
mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita
menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
 Tawar-menawar, suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling
mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi
tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
 Pemecahan masalah terpadu, usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan
kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan
berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan
merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi
kedua pihak.
 Penarikan diri, suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri
dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan
tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
 Pemaksaan dan penekanan, cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan
lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak
terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi
lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah
secara terpaksa.
 Intervensi (campur tangan) pihak ketiga, Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia
berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan
dalam penyelesaian konflik.

Penyelesaian Konflik dengan Pihak Ketiga

 Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi
sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak
menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi
muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
 Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi
sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang
terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk
pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan
ciri perilaku mediator.
 Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak
mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la
menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah
laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian
masalah yang menjadi pokok sengketa.

Pendekatan Dalam Penanganan & Penyelesaian Konflik

1. Pendekatan KAPOW (Knowledge, Authority, Power, Other, Winning)

 KNOWLEDGE (Pengetahuan): Sejauh mana anda mengetahui isu pihak lain?, Sejauh mana
pihak lain mengetahui isu anda?. dan Sejauh mana anda mengetahui masalahnya?
 AUTHORITY (Wewenang): Apakah anda punya wewenang untuk mengambil
keputusan?, Apakah pihak lain punya wewenang untuk mengambil keputusan?
 POWER (Kekuatan): Sejauh mana anda dapat memberi pengaruh terhadap situasi, Seberapa
besar kekuatan yang dimiliki pihak lain atas diri anda?
 OTHER (Relasi): Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi anda?, Seberapa tinggi pentingnya
relasi bagi pihak lain?
 WINNING (Kemenangan): Seberapa pentingnya unsur kemenangan?, Apakah anda harus
menang?, Apakah pihak lain harus menang?, Apakah kompromi dapat diterima?, Apakah
kekalahan dapat diterima?

2. Pendekatan ACES (Asses, Clarify, Evaluated, Solve)

 Asses the Situation (Mengenali Situasi)


 Clarify the Issues (Memperjelas Permasalahan)
 Evaluate Alternative Approaches (Menilai Pendekatan-pendekatan Alternatif)
 Solve the Problem (Mengurai Permasalahan)

Petunjuk pendekatan pada situasi konflik diawali melalui penilaian diri sendiri, Analisa isu-isu
seputar konflik, Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri, Atur dan
rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik, Memantau sudut pandang
dari semua individu yang terlibat, Mengembangkan dan menguraikan solusi, Memilih solusi dan
melakukan tindakan, dan Merencanakan pelaksanaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi konflik yaitu Ciptakan sistem dan pelaksanaan
komunikasi yang efektif, cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi, tetapkan peraturan dan
prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan, atasan mempunyai peranan penting
dalam menyelesaikan konflik yang muncul, ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis,
bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja, semua pihak hendaknya
sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan
ada yang merasa paling hebat, dan bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling
pengertian antar unit/departemen/eselon.
MANAJEMEN KONFLIK
DALAM ORGANISASI
13
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia
senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota
organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik
(destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai
manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara
pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga
dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan
suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif,
kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk
perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan
perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik
perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen
konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang
representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa
manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik
(dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat
maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta
menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses
tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola
konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
• Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus
mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari
bantuan untuk memahaminya.
• Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan
hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan
yang lebih tinggi.
• Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat
dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan
sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
• Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan
para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan
para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik


• Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
• Konflik itu sendiri
• Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
• Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
• Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
• Ketersediaan waktu dan tenaga

Metode untuk Menangani Konflik


Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan
menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan
mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya
belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para
anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya
juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Dominasi (Penekanan)
Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan konflik, dan bahkan
menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka
menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi,
atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a. Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan
Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang
dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya
ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak
macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
b. Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih
diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba
secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak
informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat
bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak
memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
c. Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya,
tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan
mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan
seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan
mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang
(majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan
sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai
kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan
persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving).
Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba
menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam
prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur
untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan. . Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik
secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan
tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)
3. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian
bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

Win-Lose Orientation
Terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
a. Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan
kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan
mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain
kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya
kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti
mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
• Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
• Mencoba untuk berada di atas orang lain.
• Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
• Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
• Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
b. Lose-Win (Kalah – Menang).
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau
memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini
lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan
yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas,
saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang
mendalam.
c. Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa
bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka
berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah
sama saja dengan bunuh diri.
d. Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan
apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika
hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja
sama dalam tim.
e. Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua
interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah
atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan.
Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.
4. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang
berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah
pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari
pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang
terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau
berkonflik.
Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:
a. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya
penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
b. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi
dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
5. Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan
Konflik jenis ini relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan pihak karyawan
lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu
organisasi adalah agar setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik menjadi
makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu organisasi “menemukan” konflik atau
sumbernya sedini mungkin. Cara yang ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward
channel of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk
menemukan konflik atau sumbernya, yaitu :
o Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)
Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak
adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi
organisasi/perusahaan.
o Observasi langsung
Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat
mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.
o Kotak saran (suggestion box)
Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para
karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan
identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran
tersebut.
o Politik pintu terbuka
Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi
karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh
karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara
semacam ini.
o Mengangkat konsultan personalia
Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian
personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada
konsultan psikologi ini.
o Mengangkat “ombudsman”
Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh
karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran
dan keadilannya.
Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik
a. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan
kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
b. Mengumpulkan keterangan/fakta
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau
pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah
dilakukan denganm hati-hati
c. Menganalisis dan memutuskan
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap
keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
d. Memberikan jawaban
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota
organisasi.
e. Tindak lanjut
Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
f. Pendisiplinan
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan
main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan
(peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif dan yang bersifat
negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-
cara yang negatif mulai dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
* diberi peringatan secara lesan
* diberi peringatan secara tertulis
* dihilangkan/dikurangi sebagian haknya
* didenda
* dirumahkan sementara ( lay-off )
* diturunkan pangkat/jabatannya
* diberhentikan dengan hormat
* diberhentikan tidak dengan hormat
Menurut Heidjarachman Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
* Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya memberikan teguran kepada
bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan yang ditegur (meskipun mungkin benar
bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa dendam.
* Pendisiplinan haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan saran tentang
bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.
* Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda pemberian
pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih segar teguran akan lebih efektif daripada
diberikan selang beberapa waktu.
* Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang
sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih.
* Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.
* Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali.
Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci bawahan yang telah
melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.

APLIKASI MANAJEMEN KONFLIK

Salah satu contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik adalah UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan
Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26 tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik
yang ada di tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri.
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap
kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan
dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus dijalankan.
Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan
musyawarah untuk mufakat.
Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum tertinggi untuk menentukan
program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan
program kerja harus dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus Operasional) dan di
Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik yang kerap muncul adalah knflik
interpersonal dankepentingan golongan. Hal ini sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang
berlandaskan prinsip kekeluargaan.
Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-hari di Sanggar Bakti (semacam
secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi yang terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik
antar anggota. Baik yang sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai perjalanan dan
kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah
tantangan bagi pimpinan dalam mengntisipasinya.
Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang secara fungsional bertanggungjawab adalah
pemangku adat. Peran yang biasanya dipegang oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah
sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara personal, terdapat beberapa badan
yang dijadikan alat untuk menyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemangku
adat secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan Kehormatan.
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas mendampingi adiknya (calon pandega) untuk
menempuh SKU Pand Pendamping, Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan
untk melakukan proses komunikasi antaranggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka Pendek 2006-2007
Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi).
Sebagai seorang pendamping, ia bertanggungjawab atas perilaku dan watak adik dampingannya itu. Begitu pula
dengan konflik yang mungkin muncul dari hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi laiknya orangtua
yang mengawasi dan memantau perkembangan kepribadian dan segala macam kegiatan adik dampingannya itu.
Maka tak jarang seorang dampingan seringkali memiliki karakter yang sama dengan pendampingnya. Dengan
pendampingnya inilah seorang anggota bercerita dan berkomunikasi lebih intens dibandingkan anggota atau kakak
lainnya. Seorang dampingan dan pendamping memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi bila dibandingkan anggota
lainnya.
Selain itu juga terdapat Badan Kehormatan. Badan Dewan Kehormatan sedikitnya dihadiri oleh Ketua Racana,
Pemangku Adat, dan Pembina selaku penasihat. Bahkan jika dipandang perlu, dapat pula dihadiri oleh seluruh
anggota Dewan Racana (yang telah Pandega).
Konflik atau permasalahan yang dibawa ke badan ini adalah yang menyangkut persoalan serius terkait pelanggaran
Dasa Dharma dan Tri Satya Gerakan Pramuka, Adat Racana, GBHKR, AD/ ART Gerakan Pramuka, maupun
konflik laten antarpersonal yang sulit dipecahkan. Sementara posisi Pembina dalam badan ini adalah sebagai
penasihat yang hanya dimintai bantuan ketika persoalan dipandang sulit diselesaikan.

SUMBER :
http://defickry.wordpress.com/2007/09/13/manajemen-konflik-dalam-organisasi/ (diakses pada 21 November 2009)
http://dinny182.multiply.com/journal/item/2 (diakses pada 21 November 2009)
http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/manajemen-konflik-definisi-dan-teori-teori-konflik/ (diakses pada 23
November 2009)
http://www.rajawana.com/artikel/pendidikan-umum/253-manajemen-konflik.html (diakses pada 21 November
2009)
http://www.um-pwr.ac.id/web/artikel/225-manajemen-konflik-dalam-organisasi.html (diakses pada 21 November
2009)

MANAJEMEN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL


NORMAL TRIMESTER II
24JAN2012 Tinggalkan komentar
by wizzlybidan in Puisi Nitha
NO. REGISTER : –
MASUK KLINIK TANGGAL, JAM : 15-01-2012
Biodata Ibu Suami
Nama : Ny. I Tn. F
Umur : 21 tahun 25 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/bangsa : Melayu/Indonesia Melayu/Indonesia
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Alamat : Desa Lama Desa Lama
No. Telp/ Hp : – –
DATA SUBJEKTIF
1. Kunjungan saat ini (-) Kunjungan Pertama () Kunjungan ulang
Keluhan utama : Tidak ada
2. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali. Kawin pertama umur 17 tahun. Dengan suami sekarang sekarang 4 tahun.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche umur 13 tahun. Siklus 28 hari. Teratur . Lama 7 hari. Sifat darah encer. Bau fluor
albus tidak ada. Dismenorhea tidak. Banyaknya 2-3 kali gati doek.
HPM 24-07-2011 HPL : 01-05-2012
4. Riwayat kehamilan ini
5. Riwayat ANC
a. ANC sejak umur kehamilan 8 minggu. ANC di klinik
b. Frekuensi : Trimester I 2 kali.
Trimester II 3 kali.
Trimester III – kali.
c. Pergerakan janin yang pertama pada kehamilan 20 minggu, pergerakan janin dalam 24 jam
terakhir 20 kali.
d. Keluhan yang dirasakan : tidak ada keluhan.
Pola nutrisi Makan Minum
Frekuensi 3 kali sehari 8 gelas sehari
Macam nasi+lauk air putih
Jumlah 1 piring 8 gelas sehari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Pola eliminasi BAB BAK
Frekuensi 1 kali sehari 5-6 kali sehari
Warna kuning jernih Kuning
Bau – –
Konsistensi Padat Cair
Jumlah – –
Pola aktivitas
Kegiatan sehari-hari : Melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci
Istirahat/ tidur : Teratur/ Tidak ada gangguan
Seksualitas : Frekuensi : 2 kali seminggu
Keluhan : Tidak ada
e. Personal hygiene
Kebiasaan mandi 2 kali/ hari
Kebiasaan membersihkan alat kelamin : Ya
Kebiasaan mengganti pakaian dalam : Ya
Jenis pakaian dalam yang digunakan : Katun
f. Imunisasi
TT 1 tanggal – TT 2 tanggal –
TT 3 tanggal – TT 4 tanggal –
TT 5 tanggal –
6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
G I P – Ab – Ah –
Hamil ke Persalinan Nifas
Tgl lahir Umur kehamilan Jenis persalinan Penolong Komplikasi Jenis kelamin BB lahir Laktasi
Komplikasi
Ibu Bayi
Hamil ini – – – – – – – – – –
7. Riwayat kontrasepsi yang digunakan
No Jenis kontrasepsi Mulai Memakai Berhenti/ Ganti Cara
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
8. Riwayat kesehatan
a. Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita : Tidak ada
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga : Tidak ada
c. Riwayat keturunan kembar : Tidak ada
d. Kebiasaan-kebiasaan
Merokok : Tidak ada
Minum jamu-jamuan : Tidak ada
Minum-minuman keras : Tidak ada
Makanan/minuman pantangan : Tidak ada
Perubahan pola makan (termasuk ngidam, nafsu makan turun, dan lain-lain) : Tidak ada
9. Keadaan psiko sosial spiritual
a. Kelahitan ini : () diinginkan (-) tidak diinginkan
b. Pengetahuan ibu tentang kehamilan dan keadaannya : Baik
c. Penerimaan ibu terhadap kehamilan saat ini : Diterima
d. Tanggapan keluarga tehadap kehamilan : keluarga senang terhadap kehamilan.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik kesadaran : Composmentis
b. Tanda vital
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Suhu : 36,7°C
c. BB : sebelum hamil 40 kg, BB sekarang : 48 kg
TB : 160 cm
IMT : –
LLA : 23,5 cm
d. Kepala dan leher
Edema wajah : Tidak ada
Cloasma gravidarum (-)
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus
Mulut : Lidah bersih, tidak ada caries pada gigi, tidak ada epulis gigi.
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar thiroid
e. Payudara
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Aerola mammae : Coklat kehitaman
Putting susu : Menonjol
Colostrum : Tidak ada
f. Abdomen
Bentuk : Simetris
Bekas luka : Tidak ada
Strie gravidarum : Strie albican
Palpasi leopold
Leopold I : Setinggi pusat
Leopold II : PUKA
Leopold III : Presentase kepala
Leopold IV : Convergen
Osborn test : Tidak ada kelainan
TBJ : –
Auskultasi DJJ : Punctum maksimum kuadran kanan bawah
Frekuensi : 140 x/i
g. Ekstremitas
Edema : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Reflek patela : + pada kanan dan kiri
Kuku : Bersih
h. Genetalia luar
Tanda chadwich : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Bekas luka : Tidak ada
Kelenjar bartholini : Tidak ada kelainan
Pengeluaran : Tidak ada
i. Anus
Haemoroid : Tidak ada
2. Pemeriksaan panggul luar (bila perlu)
Distansia spinarum : – cm
Distansia kristarum : – cm
Boudelogue : – cm
Lingkar panggul : – cm
3. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan
ASSASSMENT
1. Diagnosis kebidanan
Ibu primi, 24 minggu 3 hari, hidup, tunggal, PUKA, presentase kepala, convergen, ibu dan janin
dalam keadaan sehat.
2. Masalah : Tidak ada
3. Kebutuhan : Tidak ada
4. Diagnosis potensial : Tidak ada
5. Masalah potensial : Tidak ada
6. Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi kehamilan
a. Mandiri : Tidak ada
b. Kolaborasi : Tidak ada
c. Merujuk : Tidak ada
PLANNING (termasuk pendokumentasian, implementasi dan Evaluasi)
Tanggal : 15-01-2012 Pukul : 20.15 wib
1. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
2. Beri penkes tentang :
a. Gizi ibu hamil
b. Personal hygiene
c. Pola istirahat
d. Perawatan payudara
e. Tanda bahaya kehamilan TM II
3. Beri obat-obatan
4. Beritahu jadwal kunjungan ulang
IMPLEMENTASI
1. Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kehamilan yaitu bahwa keadaan dirinya dan
janinnya dalam keadaan sehat usia kehamilan 24 minggu 3hari.
TD : 110/60 mmHg RR : 20 x/i
Pols : 80 x/i Temp : 36,7°C
2. Memberikan penkes tentang :
a. Nutrisi
Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran, buah-buahan,
ikan, dan ditambah dengan susu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil.
b. Pola istirahat
Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup dengan tidur siang ± 2 jam, dantidur malam ± 7-8
jam.
c. Personal hygiene
Ibu dianjurkan untuk mandi 2 kali sehari untuk menjaga kebersihan tubuhnya, mengganti
pakaian bila terasa kotor. Ibu juga harus melap kelaminnya setelah BAK dan mengganti pakaian
dalam bila terasa lembab dan basah.
d. Perawatan payudara
Menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara yaitu dengan cara : mengoleskan baby
oli ke kedua putting susu untuk membersihkan ke-2 putting susu dari kuman, lalu mengoleskan
ke payudara dan ke-2 telapak tangan lalu mengurut kedua payudara secara melingkar kemudian
dari pangkal payudara kearah putting susu dihentakan sebanyak 30x lalu menyokong payudara
kiri dengan tangan kiri kemudian 2 atau 3 jari tangan kanan membuat gerakan seperti mengurut/
metode sisir sambil ditekan perlahan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada putting susu
 lakukan hal yang sama pada payudara kanan. Menarik putting susu keluar secara perlahan
terutama jika putting masuk ke dalam, mengompres payudara dengan washlap yang dibasahi
dengan air hangat dan air dingin dikompres selama + 5 menit ibu dapat melakukan perawatan
payudara setiap ada waktu luang.
e. Tanda bahaya TM II
Memberitahu ibu tentang tanda bahaya TM II yaitu keluar darah pervaginam, pandangan kabur,
nyeri kepala hebat, pergerakan janin tidak dapat dirasakan, pembengkakan pada wajah dan
ekstremitas. Apabila ditemukan salah satu tanda-tanda tersebut, ibu diharapkan segra datang ke
petugas kesehatan terdekat untuk mendapat pertolongan.
3. Memberikan obat-obatan, yaitu :
Injeksi B12 secara IM 1 mL
Hufabion 1×1
Calsium lactate 2×1
Bcomp 3×1
4. Memberitahukan jadwal kunjungan ulang 4 minggu berikutnya atau apabila ibu mengalami
keluhan.
EVALUASI
1. Informasi tentang hasil pemeriksaan telah diberitahukan.
2. Penkes telah diberikan, dan buu telah mengerti tentang nutrisi ibu hamil, pola istirahat,
personal hygiene, perawatan payudara, dan tanda bahaya TM II.
3. Obat-obatan telah diberikan dan ibu telah mengerti cara mengkonsumsinya.
4. Jadwal kunjungan ulang telah diberitahukan, dan ibu berjanji akan datang kembali sesuai
dengan
Iklan waktu yang telah ditentukan.
Memuat...

Terkait
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA KELUARGA BERENCANA (KB) SUNTIK GESTIN F1 DI KLINIK
SAFRIDAHdalam "Puisi Nitha"
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL NORMAL TRIMESTER IIIdalam "Puisi Nitha"
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NORMAL DI KLINIK SAFRIDAHdalam "Puisi Nitha"
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
PREVIOUS
NORMAL TRIMESTER III
Tinggalkan Balasan

Anda mungkin juga menyukai