Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

TETES MATA KLORAMFENIKOL

Disusun oleh :
Nama : Fika Ardiani
NIM : 12.0310
Tanggal praktikum : 21 Maret 2014
Hari : Jumat
Dosen Pengampu : Monica Kristiani, S.Farm.,Apt
Siska Devi, S.Farm, Apt

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
TETES MATA KLORAMFENIKOL

I. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami praformulasi sediaan tetes mata
(kloramfenikol) yang dibuat.
2. Mahasiswa dapat menghitung tonisitas dan jumlah bahan untuk
membuat sediaan tetes mata kloramfenikol.
3. Mahasiswa dapat membuat tetes mata kloramfenikol.
4. Mahasiswa dapat melakukan pengujian (pH larutan, kebocoran, partikel
dan kejernihan, keseragaman volume) terhadap sediaan yang dibuat.

II. Dasar Teori


Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing,
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian
khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan
dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet)
sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan
untuk sediaan hidung dan telinga (Depkes RI, 1995).
Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai : Bahan-bahan
yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman pada selaput
lendir mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol, basitrasina, dan
sebagainya. Dan bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender
mata (adstringentia), misalnya seng sulfat. Untuk pembuatan obat mata ini
perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang stabil, dan
mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada
pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan
obat tetes mata harus disterilkan (Anief, 1999).
Obat tetes mata sering digunakan pada mata, maka obatnya harus
stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terapi yang optimal, hatus
tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus jernih,
harus bebas mikroorganisme yang hidup dan tetap demikian selama
penyimpan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus :
- steril
- jernih
- bebas partikel asing
- sedapat mungkin isotonis
- sedapat mungkin isohidris (Widjajanti, 1989).

III. Alat dan Bahan


Alat :
1. Beaker glass 7. Kertas saring
2. Pengaduk gelas 8. Botol tetes mata
3. Corong kaca 9. Masker
4. Gelas ukur 10. Sarung tangan
5. Timbangan digital
Bahan :
1. Kloramfenikol 5. Aqua destilata
2. Asam borat 6. HCl 0,1 N
3. Natrium tetraborat 7. NaOH 0,1 N
4. Preservative (Phenylhidragiri nitras)

IV. Pemerian
1. Kloramfenikol
Nama lain : Chloramphenicolum
Organoleptis : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit; larutan
praktis netral terhadap lakmus;stabil dalam larutan
netral atau larutan agak asam.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
propilenglikol, dalam aseton dandalam etil asetat.
Kegunaan : Antibiotika
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
(Depkes RI, 1995)
2. Asam borat
Nama lain : Kalii Chloridum
Organoleptis : Serbuk, kristal, jernih, berbau lemah, rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air,3,6 bagian air panas, 16
bagian alkohol, 4 bagian Gliserol. Mudah larut dalam
minyak menguap, praktis tidak larutdalam eter P.
Kegunaan : Pengawet antibakteri pada sediaan tetes mata
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1979)
3. Natrium tetraborat
Nama lain : Calcii Chloridum
Organoleptis : Serbuk putih bersifat basa perhadap PP, pada waktu
mekar di udara sering muncul serbuk putih.
Kelarutan : Larut dalam air terutama dalam air mendidih, tidak
larut dan etanol.
Kegunaan : Sumber ion kalsium
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
4. Phenylhidragiri nitras
Nama lain : Fenilraksa (II) nitras
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol
dan dalam gliserin, lebihmudah larut dalam dengan
adanya asam nitrat atau alkali hidroksida.
Kegunaan : Preservatif pada sediaan mata.
(Depkes RI, 1995)
5. Aqua destilata
Nama lain : Aqua Destilata
Organoleptis : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Depkes RI, 1979)

V. Formula
R/ Kloramfenikol 50 mg
Asam borat 150 mg
Na tetraborat 30 mg
Phenylhidragiri nitras 200 mcg
Aqua ad 10 ml

VI. Perhitungan Bahan


Rumus :
B = 0,52 – b1 . C
b2
Keterangan :
B : Jumlah bahan pembantu yang diperlukan (g/100 ml larutan)
0,52 : Titik beku cairan badan / mata
b1 : Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% b/v zat khasiat
b2 : Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1%
b/v zat tambahan
Diketahui :
PTB Kloramfenikol = 0,080
PTB Asam borat = 0,288
PTB Na Tetraborat = 0,241
PTB NaCl = 0,576
(Depkes RI, 1979)
Perhitungan :
B = 0,52 – (0,080 x 0,5) + (0,288 x 1,5) + (0,241 x 0,3)
0,576
B = 0,52 – 0,5443
0,576
B = - 0,0423g / 10ml, maka hipertonis.
Jadi tidak perlu penambahan NaCl.

Jumlah Bahan :
Jumlah botol perorang = 10 botol @ 10ml
1 kelompok 6 orang = 100ml x 6 = 600ml
Overmatt 10 % = 600ml + (10% x 600ml) = 660ml
Nama Bahan Jumlah Bahan 1 Orang Jumlah Bahan 1 Kelompok
Kloramfenikol 50 mg = 0,05 g 660ml/10ml x 0,05g = 3,3 g
Asam borat 150 mg = 0,15 g 660ml/10ml x 0,15g = 9,9 g
Na tetraborat 30 mg = 0,03 g 660ml/10ml x 0,03g = 1,98 g
Phenylhidragiri 660ml/10ml x 0,0002g =
200 mcg = 0,0002 g
nitras 0,0132 g
Ad 10 ml Ad 660ml
Aqua 10ml – (0,05 + 0,15 + 0,03 660ml – ( 3,3 + 9,9 + 1,98 +
+ 0,0002) = 9,78 ml 0,0132 ) = 644,8 ml

VII. Cara Kerja


A. Pembuatan Sediaan
Timbang asam borat dan natrium tetraborat, larutkan dalam aquadest

Larutkan preservatif (Phenylhidragiri nitras) dalam aquadest dan


tambahkan pada larutan diatas

Tambahkan kloramfenikol hingga larut, tambahkan sisa aquadest


Lakukan sterilisasi dengan cara penyaringan menggunakan kertas
saring

Larutan dimasukkan ke dalam wadah dan beri etiket

Lakukan uji pH, keseragaman volume, kejernihan dan kebocoran.

B. Pengujian
1. Uji pH larutan
Masukan kertas pH dalam sediaan

Baca harga pH, catat hasilnya

2. Uji kebocoran
Ambil 500 ml aquadest masukkan beaker glass

Tambahkan 3 tetes metilen blue ke dalam aquades

Masukkan 5 botol tetes mata yang akan di uji ke dalam larutan,


diamkan hingga ± 10 menit

Amati hasilnya. Buang ampul yang larutannya tercampur warna


biru

3. Uji partikel dan kejernihan


Letakkan botol dibawah penerangan cahaya yang baik, dengan latar
belakang hitam dan putih

Periksa secara visual apakah bebas dari partikel atau kecil yang
dapat dilihat dengan mata
4. Uji keseragaman volume
Larutan dalam botol dikeluarkan dan diukur

Dicatat hasilnya.

VIII. Hasil Percobaan


NO EVALUASI (PENGUJIAN) HASIL
1. Uji pH 7

2. Uji Kebocoran Tidak Bocor


3. Uji Partikel dan kejernihan Jernih, tidak ada partikel asing
4. Uji Keseragaman Volume a. 10,0 ml
b. 10,0 ml
c. 9,8 ml
d. 10,0 ml
e. 10,0 ml
Rata-rata = 9,96 ml

Jadi, pH 7 yaitu nilai pH yang sesuai dengan cairan pada mata. Untuk uji
kebocoran didapat hasil tidak terjadi kebocoran dan pada uji kejernihan
hasilnya jernih dan bebas partikel asing. Maka dapat disimpulkan tetes mata
kloramfenikol ini layak pakai karena memenuhi syarat larutan steril tetes
mata.

IX. Pembahasan
Pada praktikum steril kali ini, dibuat sediaan tetes mata dengan zat
aktif kloramfenikol. Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel
asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga
sesuai digunakan pada mata (Depkes RI,1995). Kelebihan sediaan tetes
mata adalah tidak menimbulkan gangguan penglihatan jika dibandingkan
dengan salep mata Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu
kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi dan
berhubungan dengan dosis, bahan obat yang keluar hanya dapat 2 atau 3
tetes. Sediaan steril tetes mata, tidak harus dibuat bebas pirogen karena tetes
mata memberikan efek lokal dan tidak masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada formulasi pembuatan obat tetes mata ini digunakan bahan -
bahan yaitu kloramfenikol, asam borat, natrium tertraborat, phenylhidragiri
nitras dan aquadest. Asam borat dan Na tetraborat di sini digunakan sebagai
bahan buffer. Bahan pembuffer digunakan untuk meningkatkan kenyamanan
mata dan stabilitas umur pakai yang cukup. Nilai pH produk tetes mata
harus dicapai pada pH kurang lebih 7,4 yaitu nilai pH alami air mata, untuk
meminimalkan ketidaknyamanan. Pemilihan sistem buffer berpengaruh
pada potensi iritasi. Iritasi mata menyebabkan refleks keluarnya cairan mata,
sehingga dapat mempercepat pembuangan obat pada mata dan menurunkan
bioavailabilitasnya.
Pembawa sediaan tetes mata ini adalah air, dimana air mudah untuk
ditumbuhi jamur dan bakteri sehingga perlu dilakukan penambahan
pengawet atau preservatif agar zat aktif yang berkhasiat antibiotik tersebut
dapat memberikan efek yang maksimal ketika diteteskan pada mata yang
sakit. Sedangkan jika tidak diberi pengawet, maka antibiotik
(kloramfenikol) tersebut lebih dahulu bekerja membunuh bakteri yang ada
pada sediaan, sehingga tetes mata tidak dapat memberikan efek yang
maksimal. Pengawet atau preservatif yang digunakan yaitu phenylhidragiri
nitras.
Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung tonisitas dari
formula tersebut. Dari perhitungan berdasarkan penurunan titik beku didapat
bahwa formula tersebut hipertonis, sehingga tidak perlu penambahan
pengisotonis (NaCl). Jika larutan hipertonis (tekanan osmotiknya lebih besar
daripada darah) maka dapat terjadi hilangnya air dari sel darah sehingga sel
darah akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat reversible. Jika larutan
hipotonis (tekanan osmotik lebih kecil daripada darah) maka dapat terjadi
hemolisis yaitu eritrosit akan pecah. Hal ini karena air masuk kedalam
eritrosit dengan melewati membran semipermiabel sehingga terjadi
peningkatan volume sel darah merah yang jika terjadi berkelanjutan sel
tersebut akan pecah. Pada peritungan jumlah bahan perlu dilebihkan 10%
dari volume awal. Hal ini dilakukan karena dimaksudkan untuk mengganti
kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan, yaitu pada waktu
penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat praktikum.
Tetes mata kloramfenikol dibuat dengan melarutkan asam borat dan
natrium tetraborat terlebih dahulu dalam aquadest. Setelah larut semua baru
ditambah preservative yang telah dilarutkan dalam aquadest. Hal ini
dilakukan supaya kelarutan bahan yang didapatkan lebih sempurna dan
optimal kemudian ditambahkan kloramfenikol dan sisa aquadest. Bila perlu
larutan kloramfenikol dipanaskan terlebih dahulu agar larut sempurna.
Dilakukan sterilisasi dengan cara C terhadap larutan kloramfenikol yaitu
sterilisasi dengan penyaringan menggunakan kertas saring secara aseptis
(Farmakope Indonesia III), akan tetapi pada praktikum tidak memungkinkan
dilakukan secara aseptis, oleh karena itu pada pengerjaannya dilakukan
sebersih mungkin. Larutan yang telah disaring dimasukkan dalam wadah
botol tetes mata terbuat dari plastik dengan volume 10 ml.
Dilakukan evaluasi terhadap larutan yaitu pH, kebocoran, partikel
dan kejernihan, serta keseragaman volume. Pada pengujian pH larutan, pH
yang didapat adalah 7 yang berarti memenuhi persyaratan pH untuk
sediaan tetes mata karena pH tersebut sesuai dengan nilai pH cairan mata
dan cairan tubuh lainnya (6,8 – 7,4). Pengaturan pH untuk mempertinggi
stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga
obat tersebut mempunyai aktivitas dan potensi. Selain itu untuk
memberikan kenyamanan pada saat pemakaian atau pemberian pada mata.
Kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran. Botol dibalikkan
sehingga posisi tutup dibawah. Jika terdapat kebocoran (terdapat
lubang/celah) maka dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau
kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi dari vial dapat bocor ke
luar, menyebabkan volume larutan berkurang. Dari pemeriksaan yang
dilakukan, didapat bahwa tidak terjadi kebocoran.
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap adanya
partikel dan kejernihan. Pada praktikum ini pemeriksaan dilakukan secara
visual dibawah cahaya, berlatar belakang hitam dan putih, dan dilakukan
dengan memutar wadah. Dari pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh
bahwa larutan tetes mata kloramfenikol yang dibuat memenuhi syarat
kejernihan dan bebas partikel asing.
Pada uji keseragaman volume terhadap 5 botol didapat masing-
masing volume yaitu 10,0ml, 10,0ml, 9,8ml, 10,0ml dan 10,0ml.
Ketidaktepatan volume sediaan dapat disebabkan karena penglihatan atau
pembacaan skala pada saat memasukan larutan dalam wadah maupun saat
pengujian.
Sediaan ini dibuat dalam kemasan botol dengan volume 10 ml.
Wadah botol tetes mata memiliki bentuk sedemikian rupa sehingga
memudahkan untuk meneteskan larutan obat ke dalam mata. Kemudian
dikemas dalam kemasan sekunder (dos) yang sesuai, diberi penandaan
obat golongan keras dan dicantumkan “harus dengan resep dokter”, serta
dilengkapi dengan nomor registrasi, nomor batch, tanggal pembuatan dan
tanggal kadaluarsa obat.
Nama produk : FLORIKOL®

X. Kesimpulan
Mahasiswa dapat menghitung tonisitas sediaan dengan berdasarkan
penurunan titik beku dan dapat menghitung jumlah bahan dengan overmat
10% untuk membuat sediaan tetes mata kloramfenikol.
Mahasiswa dapat membuat tetes mata kloramfenikol dengan prosedur
pembuatan yang baik dan benar.
Mahasiswa dapat melakukan pengujian (pH larutan, kebocoran,
partikel dan kejernihan, keseragaman volume) terhadap sediaan injeksi
yang dibuat. Didapat bahwa pH larutan yaitu 7, yang berarti isohidris
dengan nilai pH cairan mata dan cairan tubuh lainnya (6,8-7,4). Pada uji
kebocoran didapat bahwa sediaan dalam botol tidak bocor. Pada uji
partikel dan kejernihan diperoleh bahwa larutan tetes mata kloramfenikol
yang dibuat jernih dan bebas partikel asing. Pada uji keseragaman volume
terhadap 5 botol didapat masing-masing volume yaitu 10,0ml, 10,0ml,
9,8ml, 10,0ml dan 10,0ml.
Jadi, sediaan tetes mata kloramfenikol yang dibuat memenuhi
persyaratan sediaan steril tetes mata.

XI. Daftar Pustaka


Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Depkes RI, Jakarta
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta
Anief, M., 1999. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek, UGM Press,
Yogyakarta
Widjajanti, Nuraini. 1989. Obat-Obatan. Kanisius. Jakarta

Semarang, 27 Maret 2014


Dosen Pembimbing Praktikan

Fika Ardiani

Anda mungkin juga menyukai