Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Awan ialah gumpalan uap air yang terapung di atmosfer. Ia kelihatan seperti asap
berwarna putih atau kelabu di langit. Awan dipelajari dalam ilmu tentang awan atau
awan fisika cabang meteorologi. Awan berwarna disebabkan radiasi sinar matahari
dengan kombinasi panjang gelombang (warna) yang berbeda-beda. Pembauran sinar
dengan panjang gelombang yang berbeda secara merata itu menghasilkan warna
putih.
Radiasi sinar matahari yang terbaur memang bisa menambah besar atau kecilnya
radiasi matahari yang datang. Tergantung tipe awannya. Lapisan awan yang tipis dan
awan yang tersebar akan memantulkan sinar matahari yang datang serta
meningkatkan pembauran radiasi. Sebaliknya, awan yang tebal akan mengurangi
bauran itu.
Dalam awan padat memperlihatkan pantulan tinggi (70% sampai 95%) di seluruh
terlihat berbagai panjang gelombang. Mereka sehingga tampak putih, setidaknya dari
atas. Tetesan awan cenderung menyebarkan cahaya efisien, sehingga intensitas
radiasi matahari berkurang dengan kedalaman ke gas, maka abu-abu atau bahkan
gelap kadang-kadang penampilan mereka di dasar awan. awan tipis mungkin tampak
telah memperoleh warna dari lingkungan mereka atau latar belakang dan awan
diterangi oleh cahaya non-putih, seperti saat matahari terbit atau terbenam, mungkin
tampak berwarna sesuai. Awan terlihat lebih gelap di dekat inframerah karena air
menyerap radiasi matahari pada saat panjang gelombang.
Secara umum, sistem perawanan memang berperan untuk menyaring,
mengurangi bahkan mengeliminasi radiasi matahari sama sekali. Tapi, jika matahari
tampak mengintip dari awan misalnya, pendaran radiasi matahari dari awan itu justru
akan membuat radiasi matahari meningkat dibanding tidak ada awan sama sekali.
Di bumi substansi kondensasinya uap air . Dengan bantuan partikel higroskopis
udara seperti debu dan aerosol, tetesan air kecil terbentuk pada ketinggian rendah dan
kristal es pada ketinggian tinggi. Ketika udara naik mengembang sebagai tekanan
berkurang. Proses ini mengeluarkan energi yang menyebabkan udara dingin. Ketika

1
dikelilingi oleh milyaran tetesan lain atau kristal mereka menjadi terlihat sebagai
awan. Dengan tidak adanya inti kondensasi, udara menjadi jenuh dan pembentukan
awan terhambat.

1.2 Tujuan
Tujuan dari adanya makalah ini yaitu untuk mengetauhi tentang awan meliputi
teori pembentukan awan, ITCZ dan updraff.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Awan
Menurut John Malam (2005) awan adalah titik-titik massa air atau kristal es di
udara. Air selalu terdapat di udara dalam bentuk gas yang di sebut uap air. Uap
air berubah menhadi titik-titik air atau kristal es dan turun sebagai hujan atau
salju. Awan terbagi menjadi 3 kelompok yaitu cirrus (helaian), cumulus
(tumpukan) dan stratus (lapisan). Awan-awan ketinggian tinggi terbentuk dari
kristal-kristal es, awan-awan ketinggian sedang terbentuk dari titik-titik air dan
kristal-kristal es. Sementara awan-awan ketinggian rendah terbentuk hanya dari
titik-titik air saja.

2.2 Teori Pembentukan Awan


Ada 2 teori di dalam proses pembentukan awan yaitu teori kristal es dan
teori tumbukan atau koalesensi. Proses pembentukan awan dalam teori kristal es
terjadi karena adanya partikel mikroskopis yang bergabung dengan inti es pada
saat suhu udara dibawah 0˚C, namun pada suhu tertentu, air akan berubah
menjadi kristal es tanpa bantuan inti es sesuai dengan pendapat Soni
Darma ,et.al (2014) ‘…Pada suhu lebih rendah dari -40˚C tetesan air membeku
tanpa bantuan inti es…”. Kristal es akan menjadi semakin besar karena
pengendapan uap air yang sangat dingin dari butiran awan dan akan jatuh
menjadi tetesan air saat beratnya sudah melampaui gaya dorong ke atas (updraft)

2
sehingga kristal es akan menjadi tetesan air hujan setelah melewati lapisan udara
yang lebih panas.
Sedangkan proses pembentukan awan dalam teori koalesensi terjadi karena
bergabungnya tetesan tetesan air karena saling bertumbukan/bertabrakan.
Menurut Soni Darma ,et.al. (2014) “…Koalesensi adalah peristiwa pecahnya
emulsi karena adanya penggabungan partikel-partikel kecil fase terdispersi
membentuk lapisan atau endapan yang bersifat irreversibel dimana emulsi tidak
dapat terbentuk kembali seperti semula melalui pengocokan…” . Jadi, tetesan air
yang sudah saling bertabrakan tidak akan kembali seperi semula dan akan
bergabug menjadi semakin besar. Semakin banyak tetesan air yang bertabrakan
akan membuat kumpulan tetesan air yang terlalu berat untuk mengambang di
udara dan melawan daya angkat udara (updraft) sehingga akan jatuh ke tanah
sebagai hujan.
 Updraft
Pada proses pembentukkan awan, butir-butir air yang terbentuk akibat proses
kondensasi akan mengalami gaya vertikal ke atas yang dikenal sebagai updraft.
Menurut Djazim Syaifullah , “…Butir-butir air dalam awan akan terus membesar
melalui proses tumbukan dan penggabungan (collision dan coalesence) (Rogers,
1979; Salby, 1996), sampai mencapai ukuran butir maksimum dalam kondisi
lingkungan yang dimilikinya. Dalam tahap ini masih terus berlangsung
kondensasi dan pembesaran butir secara simultan, sehingga gerakan vertikal di
dalam awan ada yang masih ke atas (up draft) dan ada yang mulai ke bawah
(down draft)..”
Updraft dipengaruhi oleh suhu dan radiasi matahari. Semakin tinggi radiasi
matahari maka updraft akan semakin kuat. Menurut Derri (2015) “..Awan
konvektif dan awan kumulus terbentuk arena adanya pemanasan radiasi dari
permukaan tanah. Pertumbuhan selanjutnya disebabkan adanya pelepasan panas
aten kondensasi yang merupakan sumber energi yang cukp besar untuk
menggiatkan awan kumulus. Karena pemanasnya di permukaan, maka udara di

3
atasnya menjadi tidak stabil sehingga parsel udara naik ke atas hingga mencapai
level kondensasi..”

2.3 ITCZ ( Inter Tropical Convergence Zone )


ITCZ merupakan kawasan dengan pemanasan yang tinggi yang disebabkan
penyinaran matahari yang sangat intensif terjadi disepanjang garis khatulistiwa.
Kemiringan poros bumi dan rotasinya menyebabkan permukaan bumi yang
terkena sinar matahari langsung berubah sepanjang tahun. Dengan demikian
seola-olah matahrari berbeda dalam lintasannya sampai ke garis balik utara dan
selatan. Sehingga wilayah ITCZ pun dapat bergereser sepanjang tahun.

2.4 Klasifikasi Awan


Menurut John Malam ( 2005 ) dalam bukunya yang berjudul Planet Bumi
awan diklasifikasikan menjadi beberapa golongan. Jika ditinjau dari morfologi
nya awan terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Awan Cirrus ( helaian )
Awan yang berrdiri sendiri, halus dan berserat, berbentuk seperti bulu burung.
Sering terdapat kristal es tetapi tidak dapat menimbulkan hujan.
2. Awan Cumulus ( tumpukan )
Awan yang bentuknya bergumpal-gumpal (bundar-bundar) dan dasarnya
horizontal.
3. Awan Stratus ( lapisan )
Awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapa menutupi langit secara
merata. Dalam arti khusus, awan stratus adalah awan yang rendah dan luas.

Sedangkan jika ditinjau berdasarkan ketinggiannya, awan terbagi menjadi :


1. Awan Ketinggian Tinggi
Bentuk awan tinggi antara 10.000 dan 25.000 kaki (3.000 dan 8.000 m) di
daerah kutub , 16.500 dan 40.000 kaki (5.000 dan 12.000 m) di daerah

4
beriklim sedang dan 20.000 dan 60.000 kaki (6.000 dan 18.000 m) di daerah
tropis dibagi menjadi :
 Cirrus
Awan ini berwarna putih dengan pinggiran tidak jelas.Awan Sirus
kelihatan seperti kapas tipis dan awan ini menunjukkan cuaca agak cerah.
 Cirrocomulus
Awan Cirro Cumulus adalah awan tipis putih terpisah-pisahseperti biji-
bijian, sisik ikan, bulu domba yang tipis yang berwarna putih bersih.
 Cirrostratus
Awan Cirrostratus adalah awan tipis berbentuk seperti tirai dan menutup
sebagian besar langit. Letak awan ini neh, berada di ketinggian diatas
6000 m dari permukaan bumi. Nih awan muncul, berarti menandakan
bahwa ujan bakalan datang dalam 12 jam ke depan.

2. Awan Ketinggian Sedang


Pada umumnya awan ini berada pada ketinggian diantara 3000m sampai
dengan 6000m dibagi menjadi :
 Altostratus
Awan menengah yang terdiri atas gumpalan- gumpalan awan, umumnya
relatif tak besar dan agak tipis, sering sekali ujung-ujung gumpalan awan
itu bersambung satu dengan yang lain.Awan Alto Cumulus adalah awan
yang seperti bulu dombaatau sisik ikan tetapi agak melebar 10 s/d 50
dengan warnaputih bersi, atau abu-abu atau campuran dari dua-duanya.
 Altocomulus
Awan kekelabuan (bergantung kepada ketebalan) peringkat pertengahan
yang menghasilkan hujan apabila cukup tebal. Awan-awan ini terjadi
dalam lapisan atmosfera stabil dan boleh menjadi tebal apabila cukup
kelembapan dan penyejukan. Awan Altostratus lebih padat, berwarna
kelabu dan kelihatan seperti air.
3. Awan Ketinggian Rendah

5
Awan ini berada pada ketinggian sekitar kurang lebih 3000 M di atas
permukaan bumi di bagi menjadi beberapa bagian adalah sebagian berikut:
 Stratocomulus
Awan berwarna kelabu/putih yang terjadi apabila bahagian puncak awan
kumulus yang terbentuk pada waktu petang menghampar dibawah
songsangan suhu. Awan stratocumulus berupa lapisan awan yang terdiri
dari unsur bulatan pipih/memanjang berwarna kelabu
 Nimbostratus
Awan Nimbostratus gelap dan mempunyai lapisan-lapisan jelas dan
dikenali juga sebagai awan hujan lapisan awan yang keabu-abuan, awan
ini sering menimbulkan hujan lebat, matahari akan tertutup oleh jenis
awan ini.
 Stratus
Stratus ialah awan berupa cebisan kain koyak terbentuk dalam udara
lembab bergelora pada paras rendah atmosfera selepas hujan. Awan yang
berlapis-lapis tipis denganwarna abu-abu dengan dasar hampir serba
sama, dapat menimbulkan hujan es.

BA III KESIMPULAN
Dari makalah yang telah dibuat ini dapat disimpulkan bahwa awan merupakan
titik-titik massa air atau kristal es di udara. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
tentang proses dari pembentukan awan yaitu teori kristal, teori tumbukan dan
penyatuan. Dalam proses pembentukan awan sendiri terdapat beberapa fase yang
terjadi diantaranya dijelaskan dalam makalah ini tentang updraff, yaitu proses
pembentukkan awan dimana butir-butir air yang terbentuk akibat proses kondensasi
akan mengalami gaya vertikal ke atas. Pembentukan awan sangat dipengaruhi oleh
adanya rotasi bumi yang menyebabkan adanya perbedaan intensitas panas di kawasan
tertentu yang disebut ITCZ.

DAFTAR PUSTAKA

6
Febri, Derri Haryoni. 2015 . Sensivitas Model Wrf-Ems Dalam Memprediksi
Kejadian Hujan pada Musim Basah dan Kering di Sumatera Barat.
Departemen Geofosika dan Meteorologi . FMIPA Institut Pertanian Bogor
Bogor
Malam, John et al,. 2005 . INTISARI ILMU PLANET BUMI . London : Marshall
Edition Ltd.
Syaifullah, Djazim. 2010. Potensi Atmosfer Dalam Pembentukan Awan Konvektif
Pada Pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca di Das kotopanjang dan Das
Singkarak 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan
Pesisir: Jakarta Utara
Soni, Darma et.al. 2014. Analisis Data Parameter Hujan Menggunakan Fitur Guide
Pada Matlab Berdasarkan Hasil Pengukuran Instrumen Optical Rain Gauge di
Loka Pengamatan Atmosfer Kototabang Lapan. FMIPA UNP
Qayim, Dr. Ir. Ibnul. Hujan Tropis dan Faktor Lingkungan : Modul 1. Diakses pada
20 November 2017. Hal 19

7
LAMPIRAN

8
9
10

Anda mungkin juga menyukai