Anda di halaman 1dari 18

Denni J Karundeng, M.Pd.

I. Aspek-Aspek Keapemimpinan
1. Physicality (Fisik)
Aspek pertama yang menjadi sorotan utama dari pemimpin ialah fisiknya. Jika kita
melihat seseorang, pasti hal yang pertama kita lihat fisiknya bukan?
Aspek fisik ini sangat erat kaitannya dengan visual, seperti cara berpakaian, postur
tubuh, kebersihan dan kerapian.
Selain itu intonasi,
dan warna suara juga
sangat berpengaruh bagi
kepemimpinan seseorang.
Pernah nggak mendengar
bagaimana dulu Bung
Karno berpidato, sehingga
membangkitkan semangat
rakyat Indonesia.
Suaranya yang
lantang, dan penuh semangat membuat banyak orang menaruh kepercayaan besar
terhadap sosoknya sebagai pemimpin saat itu.
2. Intellectuality (Intelektual)
Setelah melihat fisiknya, kemudian beralih kepada kecerdasan itelektualnya. Aspek
yang kedua ini sangatlah berpengaruh bagi kepemimpinan seseorang, karena bertahan
tidaknya sebuah perusahaan, tergantung pada kreativitas pemimpinnya.
3. Sociability (Sosial)
Aspek ini juga perlu dimilki dari seorang pemimpin. Karena seorang pemimpin
akan mudah menyampaikan visinya, dan menjalankan misinya jika bawahannya merasa
senang dengan pemimpin tersebut.

4. Emotionality (Emosional)
Kenali emosi kamu saat diposisikan menjadi pemimpin, terutama berkaitan dengan
masalah pribadi. Jangan campurkan masalah pribadi dengan masalah perusahaan, karena
berdampak buruk bagi perusahaan yang kamu pimpin.

1|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

Tularkan emosi secara positif, dan tentunya jangan berlebihan. Analisis data, dan
fakta ketika terjadi permasalahan. Lakukan story telling untuk mengungkapkan
permasalahan yanga ada, dan jangan langsung meng-judge suatu hal, apalagi
menyalahkan orang lain.
5. Personability (Personal)
Dalam aspek personabilty ini yang perlu dipahami ialah kesadaran kita dalam
memahami tujuan hidup, memegang nilai-nilai yang dipercayai, dan tahu apa yang anda
inginkan serta mengetahui cara mendapatkannya.
Oleh karena itu harus banyak belajar dari pengalaman sukses pribadi, dan orang
lain. Masukan positif, sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri.
Selain itu juga dibutuhkan motivasi diri, caranya dengan menjauhi pikiran negatif
ketika gagal, mencari solusi untuk menyelesaikan masalah, dan tetap tenang, serta fokus
ketika ada tekanan.
6. Morality (Moral)
Hal-hal yang berkaitan dengan moral ini, cukup subtstansial. Hal ini menyangkut
tentang integrity yaitu mau dan mampu mengatakan hal yang benar secara konsisten.
Mampu bertanggung jawab atas seluruh keputusan yang diambil, dan mau berkorban
untuk kepentingan orang lain.

Itulah 6 aspek yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Jadi jika kamu berniat menjadi
pimpinan di sebuah perusahaan, baik perusahaan orang ataupun perusahaan sendiri,
pelajarilah 6 aspek tersebut. Supaya kamu menjadi pemimpin yang disukai, dan disenangi
oleh bawahan, kolega, serta lawan bisnismu.

2|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

II. Kecerdasan Kepemimpinan


Kecerdasan SQ dan PQ jarang, jika pernah, dibicarakan di kalangan kepemimpinan.
tetapi dua yang termasuk kecerdasan intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ)
tetapi bukti semakin berkembang bahwa Kecerdasan Spiritual (SQ) dan Kecerdasan Fisik
(PQ) sebenarnya merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan baik
pemimpin maupun organisasi.
Pada tahun 1983 Howard Gardner, dalam bukunya Frame Of Mind, menulis tentang
tujuh jenis kecerdasan ganda pada manusia. Gardner berpendapat bahwa ada berbagai
kemampuan kognitif, dan bahwa kekuatan atau kelemahan dalam satu bidang atau
kemampuan tidak selalu berkorelasi dengan kecerdasan lain. Gardner tidak menyebut
kepemimpinan dalam kecerdasan majemuknya. Namun mudah dikenali bahwa untuk
menjadi pemimpin yang efektif, efisien dan produktif, kecerdasan sangat diperlukan
secara alami. Dengan demikian, sekarang ada pemahaman yang berkembang bahwa ada
empat jenis kecerdasan yang secara langsung memengaruhi kemampuan dan metodologi
kepemimpinan seseorang untuk menjadi seorang praktisi kepemimpinan yang sukses.
Pendekatan holistik untuk kepemimpinan membutuhkan pengetahuan, yaitu
kecerdasan, adalah bidang-bidang ini: Fisik (PQ); Intelektual (IQ); Emosional (EQ); dan
Spiritual (SQ). Mereka saling terkait karena mereka membangun satu sama lain karena
tingkat intelektual seseorang meningkat seiring waktu melalui pengalaman hidup normal,
prestasi akademik, dan keahlian profesional di bidang pilihan kami. Saya berpendapat
bahwa urutan kepentingan harus SQ, EQ, IQ dan PQ. Saya bahkan mungkin berpendapat
bahwa PQ datang sebelum IQ. IQ, saya melihat sebagai fondasi dasar daripada lapisan
gula di atas,
Pentingnya Kecerdasan Fisik (PQ) bagi keseluruhan kesejahteraan kesehatan dan
kebugaran pribadi. Kecerdasan Fisik berkaitan dengan kecerdasan kinestetik tubuh
Gardner. Selain itu, penelitian dan temuan saat ini membuktikan perlunya
mempertahankan tingkat kebugaran yang kuat untuk meningkatkan umur panjang dan
fungsi tubuh. Teori PQ mengatakan bahwa individu perlu memiliki pengetahuan dalam
kebugaran, nutrisi, dan kesehatan tubuh. Cindy Wigglesworth, dalam bukunya SQ 21,
menguraikan dari penelitiannya 21 elemen kunci menuju Spiritual Intelligence (SQ); yang

3|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

dengan tegas dia bedakan dari keyakinan agama dan agama. Dia percaya bahwa SQ
dikembangkan dari waktu ke waktu, dengan praktik yang signifikan.

Kecerdasan Spiritual (SQ)


SQ dapat didefinisikan sebagai: "Kemampuan untuk berperilaku dengan
kebijaksanaan dan kasih sayang, sambil mempertahankan kedamaian batin dan luar,
terlepas dari situasinya." Kebijaksanaan dan belas kasih menjadi pilar SQ.
 Pemahaman yang lebih dalam tentang pandangan dunia seseorang, tujuan
hidup, hierarki nilai dan mengendalikan ego pribadi untuk
mempertimbangkan diri yang lebih tinggi.
 Penguasaan diri atas pertumbuhan spiritual seseorang, menjalani tujuan Anda,
nilai-nilai dan visi Anda, mempertahankan iman dalam dan mencari
bimbingan dari kekuatan yang lebih tinggi.
 Kesadaran universal akan pandangan dunia tentang orang lain, keterbatasan
dan kekuatan persepsi manusia, kesadaran akan hukum spiritual dan kesatuan
transendental
 Penguasaan Sosial / Kehadiran Spiritual: mentor yang bijaksana dan efektif
untuk prinsip-prinsip spiritual; agen perubahan kepemimpinan; membuat
keputusan yang bijaksana dan penuh kasih; dan disejajarkan dengan pasang
surut kehidupan.

Kecerdasan Emosional (EQ)


Daniel Goleman, yang menulis dalam What Makes A Leader, mengatakan bahwa
temuannya telah menunjukkan bahwa para pemimpin yang paling efektif semuanya
memiliki tingkat Kecerdasan Emosional (EQ) yang tinggi.
Pusat Kepemimpinan Kreatif (CCL) mengatakan EQ dikaitkan dengan kinerja yang
lebih baik di sembilan bidang kepemimpinan dan manajemen yang berbeda. Penelitian
Goleman dengan jelas menunjukkan bahwa EQ adalah persyaratan mutlak bagi
kepemimpinan.

4|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

 Pelajari prinsip dan praktik untuk peningkatan Kesadaran Diri dan


Manajemen Diri: kepercayaan diri; kontrol diri; kemampuan beradaptasi;
prakarsa.
 Menjadi lebih sosial: berempati; orientasi layanan kepada orang lain dan
organisasi.
 Manajemen Hubungan: praktik kepemimpinan inspirasional; manajemen
perubahan; keterampilan penyelesaian konflik; teknik membangun kerja tim.

Intelligence Quotient (IQ)


Pembelajaran seumur hidup secara luas dianggap sebagai peningkatan tingkat
intelektual - IQ - dari semua orang yang ingin meningkatkan pikiran, keahlian profesional,
dan posisi dalam hidup. IQ berkontribusi secara signifikan pada "kebijaksanaan" pribadi
yang dicapai seseorang selama proses pendewasaan.
Henri Bergson, dalam bukunya Creative Evolution mengingatkan kita: "Menjadi
ada adalah mengubah, mengubah adalah menjadi matang, menjadi matang adalah terus
menciptakan diri sendiri tanpa akhir." Pendidikan berkelanjutan adalah proses tanpa akhir
dalam meningkatkan tingkat intelektual seseorang, yaitu IQ.
Pembelajaran seumur hidup secara luas dianggap sebagai peningkatan tingkat
intelektual - IQ - dari semua orang yang ingin meningkatkan pikiran, keahlian profesional,
dan posisi dalam hidup. IQ berkontribusi secara signifikan pada "kebijaksanaan" pribadi
yang dicapai seseorang selama proses pendewasaan.
 Mendaftar di kelas-kelas pendidikan tinggi, memperoleh gelar kedua, kelas
peningkatan keahlian teknis.
 Meneliti topik-topik intelektual seperti filsafat, agama, simbolisme,
kepemimpinan, psikologi.
 Kelilingi diri Anda dengan orang atau organisasi tempat pembelajaran seumur
hidup ada.
Ini telah dianggap sebagai jam bangunan utama dalam belajar selama beberapa
tahun tetapi pentingnya EQ dan saat ini pada tingkat yang lebih rendah SQ dan PQ
memiliki profil yang lebih rendah. Namun ini berubah dengan cepat untuk memenuhi
perubahan kebutuhan dalam generasi penerus dan kebutuhan dan keinginan mereka.

5|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

Kecerdasan Fisik (PQ)


 Kemampuan untuk mendengarkan, mengidentifikasi dan menanggapi pesan
internal tentang diri fisik seseorang. Rasa sakit, lapar, depresi, kelelahan dan
frustrasi adalah contohnya.
 Pelajari dan pahami hubungan tubuh pikiran. Misalnya: perut yang memberi
tahu pikiran sudah waktunya untuk berhenti makan; memahami perbedaan
antara suara internal keinginan dan kebutuhan; tubuh perlu berolahraga ketika
kita ingin menjadi lesu.
 Menentukan berat badan, tingkat kebugaran, dan diet sempurna tubuh kita.

6|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

I. Teologi Kepemimpinan Kristen


A. Dasar Teologi Kepemimpinan Kristen
Dasar teologis-filosofis yang harus dipahami dan harus ada pada seorang
pemimpinan Kristen ialah:
1. Pemimpin Kristen harus memahami dasar kepemimpinan Kristen bahwa ia
terpanggil sebagai – “pelayan-hamba” (Makus 10:42-45). Sebagai pelayan,
pemimpin terpanggil kepada tugas yang olehnya ia menjadi pemimpin. Sebagai
hamba, ia terpanggil dengan status menghamba kepada TUHAN, yang harus
diwujudkan dalam sikap, sifat, kata, dan perbuatan.
2. Pemimpin Kristen harus memiliki motif dasar kepemimpinan Kristen yaitu; Satu:
“membina hubungan” dengan orang yang dipimpinnya dan orang lain pada
umumnya (Markus 3:13-19; Matius 10:1-4; Lukas 6:12-16). Dalam kaitan ini,
perlulah disadari bahwa kadar hubungan-hubunganlah yang menentukan
keberhasilan seseorang sebagai pemimpin. Dua: “mengutamakan pengabdian”
(Lukas 17:7-10). Mengutamakan pengabdian menekankan bahwa “kerja” adalah
fokus, prioritas, sikap serta tekanan utama, sehingga ia akan mengabdikan diri untuk
melakonkan tugas kepemimpinan dengan sungguh-sungguh.
3. Pemimpin Kristen harus memahami PROSES KEPEMIMPINAN serta ketrampilan
memimpin, antara lain:
a. Ia harus mengetahui tujuan (tujuan Allah, tujuan organisasi, tujuan operasi
kerja) dari institusi/organisasi yang dipimpinnya.
b. Ia perlu mengenal tanggung jawab serta tugas yang dipercayakan kepadanya.
c. Ia harus memahami dan mengenal fungsi pengelolaan kerja (manajemen) –
(Lukas 14:28-30).
d. Ia harus berupaya mengenal setiap orang yang dipimpinnya untuk
mempermudah penggalangan serta pembinaan hubungan antara pemimpin-
bawahan, sebagai dasar untuk melaksanakan kinerja kepemimpinan yang
berkualitas. Kondisi hubungan baik antara pemimpin dengan para bawahan
sangat menentukan pelaksanaan kerja yang dapat dilakukan dengan baik pula.

7|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

e. Ia harus mengerti dengan baik bagaimana caranya mencipta hubungan,


kondisi yang kondusif, serta pemenuhan kebutuhan dari bawahannya dalam
upaya memperlancar uapaya dan kinerja kepemimpinan.[4]
B. Figur kepemimpianan Kristen yang diharapkan masa kini
1. Dekat dengan masyarakat dan jemaat. Seorang pemimpin terutama
pemimpin Kristen yang bergerak di gereja maka figur seorang pemimpin yang
diingin adalah pemimpin yang memiliki relasi yang erat dengan masyarakat
sekitar gereja. Hal ini disebabkan agar gereja dapat dapat menjadi berkat bagai
orang-orang disekitar ataupun masyarakat yang tinggal. Dengan ikut serta
dalam kegiatan masyarakat bergaul dengan masyarakan maka gereja dan
jemaat akan sangat mudah diterima di tengah masyarakat. Selain itu seorang
pemimpin harus dekat dengan jemaat, mau membaur dengan jemaat, dapat
melayani pastoral, dsb.
2. Memiliki wawasan pengetahuan umum yang luas. Sebagai seorang
pemimpin bukan hanya selalu mengutamakan penegtahuan mengenai
Alkitab, namun ia perlu mengembangkan diri melalui media-media yang ada.
Sehingga dapat menujang pelayanan dan tidak terlamabat informasi. Jika
jemaat bertanya maka pemimpin dapat menjelaskan dengan tepat walaupun
hal itu diluar konteks kekristenan.
3. Membawa jemaat kepada doktrin yang jelas. Perkembangan doktrin yang
berkembang saat ini, banyak yang salah seperti teologia kemakmuran, saksi
YHWH, Marmon, dsb. Jemaat perlu memiliki dasar doktrin yang benar
sehingga jemaat tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran ataupun teologi yang
salah. Maka seorang pemimpin Kristen perlu memiliki dasar teologi
Reformed yang sangat dalam, sehingga dapat mengajarkannya dengan baik
dan benar.
4. Mampu melihat kedepan. Seperti halnya dengan Nehemia, yang da[at
melihat jauh kedepan, begitupulalah seorang pemimpin harus dapat melihat
jauh kedepan. Sehingga ia harus dapat menyususn visi dan misi yang jelas,
berserta dengan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

8|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

5. Menjadi teladan. Menjadi teladan bukan hanya di depan jemaat saja ataupun
dio depan orfang yang dipimpinnya. Melainkan menjadi teladan mulai dari
dalam keluarga taupun rumah, masyarakat dan juga gereja. Seorang pempin
haraus dapat menjaga perkataan, perbuatan yang sesuai dengan Firman
Tuhan.
C. Pentingnya Visi, Misi Pemimpin Kristen
Pemimpin harus tahu apa misi dari pelayanan yang dia tangani. Misi mengingatkan
“ mengapa kita ataupun organisasi ini ada”. Gereja ada bukan sekedar untuk membuat
serangkaian kegiatan yang menyenangkan, tapi misi utamanya adalah mememnagkan
jiwa yang terhilang dengan Injil
Kristus. Pemimpin juga harus
memiliki visi, yaitu pandangan
kedepan untuk membuat rencana,
supaya dia dapat menentukan
sasaran, arah, tujuan yang kelas, sehingga ia dapat mengajak semua orang
untuk mencapai visi itu. Seorang pemimpin yang memiliki visi selalu melangkah
kedepan dengan penuh keberanian atas dasar imannya. Seorang pemimpin harus lebih
banyak melihat kedepan dari pada yang dipimpin. Seperti halnya dengan Nehemia (Neh
2:8) yang meilhat jauh kedepan. Seorang pemimpin haruslah mempunyai visi, tanpa visi
maka tidak mungkin seorang pemimpin dapat mencapai tujuan. Tujuannya bukan hanya
untuk generasi ataupun masa jabatannya saat ini melainkan juga kepada generasi yang
akan datang.
D. Kriteria Ideal Kepemimpinan Kristen
Di dalam 1 Timotius 3:1-13, Paulus memberikan Kriteria bagi pemimpin Kristen
ataupun pemimpin rohani yang memiliki beberapa kwalifikasi, bukan hanya asal memiliki
jabatan dan hendaknya kualifikasi ini menjadi tolak ukur minimal yang dimiliki oleh
seorang pemimpin Kristen.
 Sosial: memiliki nama baik di dalam lingkungan jemaat maupun di lingkungan
masyarakat. Haruslah orang yang terhormat.
 Moral: suami dari satu istri demikian sebaliknya, dapat menegendalikan diri,
bukan seorang pemabuk.

9|STT Pais Jakarta Kepemimpinan Kristen


Denni J Karundeng, M.Pd.K

 Mental, bijaksana, sopan dan dapat mengajarkan kebenaran Firman Tuhan dengan
baik.
 Kepribadian: bukan pemarah melainkan orang yang ramah terhadap orang lain,
suka damai dan pembuat damai, mau memberikan tumpanagn, bukan hamba uang
ataupun serakah, tidak bercabang lidah ataupun jujur, tidak suka memfitnah,
memiliki hati nurani yang murni dan dapat dipercaya.
 Kehidupan Rumah tangga: kepala keluarga yang baik, disegani, dihormati, oleh
anggota keluarga, mampu membimbing anak dan istrinya dijalan yang benar.
 Kedewasaan iman: bukan seorang yang baru bertobat, maka perlu dilakukan
pengujian terlebih dahulu.
E. Keteladanan Kepemimpinan Kristen
Kasih. Pemimpin yang memiliki “kasih” kepada Tuhan adalah pemimpin
yang selalu bersyukur dalam keadaan apapun, dan pemimpin yang selalu bersyukur
adalah pemimpin yang selalu menyenangkan hati Tuhan. Hukum dasar dari seorang
pemimpin adalah Kasih, kasih kepada Allah maupun kepada manusia.
Rendah hati. Seorang yang ingin menjadi pemimpin hendaklah mempunyai
kerendahan hati. Sama seperti Kristus yang adalah pemimpin Kristen yang sejati, Ia
mau merendahkan dirinya. Di dalam Markus 10:44 mengatakan siapa yang ingin
menjadi pemimpin hendaklah memiliki hati seorang hamba.
Memiliki wawasan yang luas. Ia harus bisa melihat lebih jauh ke depan dari
lain-lain dan harus bisa membedakan lebih terang daripada golongan yang
dipimpinnya. Dengan demikian akan mendorong yang dipimpin untuk berfikir lebih
maju lagi dari biasanya.
Sabar. Dalam menjalankan kepemimpian, seorang pemimpin pasti memiliki
tantangan dan msalah demi masalah yang harus dihadapi. Maka ia harus memiliki
sikap yang sabar dalam menghadapinya dan menganggapnya bukan sebagai beban.
Kesabaran yang dimiliki akan menjadi perhatian dari pada jemaat atau yang
dipimpin.
Ramah. Ramah bukan hanya pada warga gereja ataupun jemaat, namun
kepada siapapun. Dengan memiliki sikap yang ramah maka ia akan mudah untuk
diterima dimanapun.

10 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

F. Pentingnya Pendelegasian
Pendelegasian ialah tindakan mempercayakan tugas (yang pasti dan jelas),
kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan
secara individu dalam setiap posisi tugas. Pendelegasian dilakukan dengan cara membagi
tugas, kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, serta pertanggungjawaban, yang
ditetapkan dalam suatu penjabaran/deskripsi tugas formil dalam organisasi. Dasar
pendelegasian adalah kepercayaan. Dengan adanya pendelegasian yang jelas maka
manfaatnya adalah
 Pekerjaan akan mudah dan ringan dengan beberapa orang yang bergerak bersama-
sama di dalamnya.
 Pemimpin dapat mempelajari hal yang baru lagi yang dapat menujang kinerja
pelayanan dan dapat mencapai tujuan dengan pasti dan terstruktur.
 Penyelesaian tugas ataupun tujuan pelayanan akan cepat tercapai.
 Mengajarkan bawahan untuk dapat bertanggung jawab dalam kepercayaan yang
telah dipercayakan.
Dengan melihat adanya manfaat dalam pendelegasikan, maka pendelegasian
dalam pelayanan sangat penting. Perbedaan talenta yang Tuhan berikan harus digunakan
untuk saling membangun dengan memiliki satu tujuan, yaitu menyenangkan hati Tuhan
dan memenangkan jiwa sebanyak mungkin (1 Kor 12:12-31).
Bahaya Atau Penyebab Kegagalan Kepemimpinan Kristen Di Gereja Lokal
Bahaya atau penyebab yang biasanya muncul dari kegagalan bagi seorang
pemimpin ataupun kepemimpinan adalah :
1. Tidak ada pendelegasian 5. Tinggi hati
2. Kurangnya kepercayaan kepada orang lain; 6. Emosional
3. Tidak hidup dalam kebenaran Firman 7. Tidak bertanggung jawab
Tuhan
4. Ketidak matangan pribadi pemimpin

11 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

II. MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN


1. Model Continuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihaddapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus
diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik
akan mengambil keputusan sendiri, cirri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai
perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin bergaya
demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Cirri kepemimpinan yang
menonjol disini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan
perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
2. Model “Interaksi Atasan-Bawahan” .
Menurut model ini, efektifitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interakksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi
tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seseorang akan menjadi Pemimpin yang efektif apabila:
o Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik.
o Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi.
o Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
3. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat
kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini
adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan
atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat
digunakan adalah: Memberitahukan, Menjual, Mengajak bawahan berperan
serta, Melakukan pendelegasian
4. Model “Jalan-Tujuan”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu
mneunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan

12 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin


berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan factor motivasional bagi bawahannya.
5. Model “Pemimpin-Peran sera Bawahan”
Perhatian utama model ini adalah prilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputuusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas
yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan
yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukkan bentuk dan tingkat pperan serta
bawahan dalam mengambil keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut
“didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui
proses pengambilan keputusan.
6. Model Kontigensi Fiedler
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena
model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga
faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the
task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan
bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh
bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan
rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya)
menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions).

13 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

7. Model Kepemimpinan Vroom – Jago


Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling
efektif dalam situasi tertentu. Dua gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis
dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama. Dalam
pengembangan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu :
a) Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus
dipakai dalam berbagai situasi
b) Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi
c) Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi
dimana masalah ini terjadi
d) Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh
membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain
e) Beberapa proses social berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan
dalam pemecahan masalah.
8. Model Kepemimpinan Jalur Tujuan
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh
pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental.
Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi
ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas
pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal
organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model
kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian
model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
9. Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard
Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi,
mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini,
dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang

14 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan


situasional.
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang
berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas
organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat
bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada
pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit
pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku
kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif, partisipatif, supportif sampai laissez-
faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan
pengikut. Sedangkan kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada sampai dimana
pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Namun, pendekatan situasional dari Hersey dan Blanchard ini menurut Kreitner dan
Kinicki (2005) tidak didukung secara kuat oleh penelitian ilmiah, dan inkonsistensi hasil
penelitian mengenai kepemimpinan situasional ini dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki
(2005) dalam berbagai penelitian sehingga pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya
hanya digunakan dengan catatan-catatan khusus.

Sumber :
Ivancevich, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : salemba Empat
Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta : salemba empat

15 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

Leadership Intelligences
SQ and PQ intelligences are rarely, if ever, talked about in leadership circles. but
two that are include intellectual intelligence (IQ) and Emotional Intelligence (EQ) but
evidence is growing that Spiritual Intelligence (SQ) and Physical Intelligence (SQ) are in
fact major factors in determining the success of both leaders and organisations alike.
In 1983 Howard Gardner, in his book Frames Of Mind, wrote about seven types of
multiple intelligences in human beings. Gardner argues that there is a wide range of
cognitive abilities, and that strength or weakness in one area or ability does not necessarily
correlate to another intelligence. Gardner did not mention leadership in any of his multiple
intelligences. However it is easily recognizable that to be an effective, efficient and
productive leader, intelligence is quite naturally required. As such, there is now growing
understanding that there are four kinds of intelligence that directly affect one’s leadership
capabilities and methodologies to become a successful leadership practitioner.
A holistic approach to leadership requires knowledge, i.e. intelligence, is these
areas: Physical (PQ); Intellectual (IQ); Emotional (EQ); and Spiritual (SQ). They are
interrelated in that they build on each other as one’s intellectual level increases over time
through normal life experiences, academic achievements and professional expertise in our
chosen fields. I would argue that the order of importance should be SQ, EQ, IQ and PQ.
I might even argue that PQ come before IQ. IQ, I see as the basic foundations rather than
the icing on top,
The importance of Physical Intelligence (PQ) to the overall well-being of personal
health and fitness. Physical Intelligence relates to Gardner’s bodily-kinesthetic
intelligence. Furthermore, current studies and findings prove the necessity of maintaining
a strong fitness level to improve longevity and body functions. PQ theory says that
individuals need be knowledgeable in fitness, nutrition, and bodily wellness.Cindy
Wigglesworth, in her book SQ 21, outlines from her research 21 key elements to Spiritual
Intelligence (SQ); which she emphatically differentiates from religious and religious
beliefs. She believes that SQ is developed over time, with significant practice.
Spiritual Intelligence (SQ)

16 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

SQ may be defined as: “The ability to behave with wisdom and compassion, while
maintaining inner and outer peace, regardless of the situation.” Wisdom and compassion
being the pillars of SQ.
 Deeper understanding of one’s own world view, life purpose, value hierarchy and
controlling personal ego to consider the higher self.
 Self-mastery of one’s spiritual growth, living your purpose, values and vision,
sustaining faith in and seeking guidance from a higher power.
 Universal awareness of world view of others, limitations and power of human
perception, awareness of spiritual laws and transcendental oneness
 Social Mastery/Spiritual Presence: wise and effective mentor of spiritual
principles; leadership change agent; making wise and compassionate decisions; and being
aligned with the ebb and flow of life.
Emotional Intelligence (EQ)
Daniel Goleman, writing in What Makes A Leader, says that his findings have
shown that the most effective leaders all have a high degree of Emotional Intelligence
(EQ).
The Center for Creative Leadership (CCL) says EQ is associated with better
performance in nine different areas of leadership and management. Goleman’s research
clearly shows that EQ is the sine qua non – absolute requirement – of leadership.
 Learn principles and practices for improvements in Self-Awareness and Self-
Management: self-confidence; self-control; adaptability; initiative.
 Becoming more socially: empathetic; service orientation to others and the
organization.
 Relationship Management: inspirational leadership practices; change
management; conflict resolution skills; teamwork building techniques.
Intelligence Quotient (IQ)
Life-long learning is widely regarded as the increase in the intellectual level – IQ –
of everyone wishing to improve one’s mind, professional expertise, and position in life.
IQ contributes significantly to the personal “wisdom” one attains throughout the maturing
process.

17 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen
Denni J Karundeng, M.Pd.K

Henri Bergson, in his book Creative Evolution reminds us: “To exist is to change,
to change is to mature, to mature is to go on creating oneself endlessly.” Continuing
education is a never-ending process in raising one’s intellectual level, i.e. IQ.
Life-long learning is widely regarded as the increase in the intellectual level – IQ –
of everyone wishing to improve one’s mind, professional expertise, and position in life.
IQ contributes significantly to the personal “wisdom” one attains throughout the maturing
process.
 Enrolling in classes of higher learning, obtaining a second degree, technical
expertise improvement classes.
 Research intellectual topics such as philosophy, religion, symbolism, leadership,
psychology.
 Surrounding yourself with people or organizations where life-long learning exists.
This has been regarded as the key building clock in learning over a number of years
but the importance of both EQ and at the moment to a lesser extent SQ and PQ have had
lower profiles. This is however changing quickly in order to meet changing needs in
succeeding generations and their needs and desires.
Physical Intelligence (PQ)
 Ability to listen, identify and respond to internal messages about one’s physical
self. Pain, hunger, depression, fatigue and frustration are examples.
 Learn about and understand the mind body connection. For instance: stomach
telling mind it is time to stop eating; understanding the difference between the internal
voice of wants vs. needs; the bodies need for exercise when we want to be lethargic.
 Determining our body’s perfect weight, fitness level and perfect diet.
David McCuiston wrote on this topic in About Leaders in May 2013.

18 | S T T P a i s J a k a r t a Kepemimpinan Kristen

Anda mungkin juga menyukai