Great Man Theory atau Teori Orang Hebat ini berasumsi bahwa sifat kepemimpinan dan
bakat-bakat kepemimpinan ini dibawa dari sejak orang tersebut dilahirkan. Great Man
Theory ini berkembang sejak abad ke-19. Meskipun tidak dapat diidentifikasikan dengan
kepastian ilmiah tentang karakteristik dan kombinasi manusia seperti apa yang dapat
dikatakan sebagai pemimpin hebat, namun semua orang mengakui bahwa hanya satu
orang diantara mereka yang memiliki ciri khas sebagai pemimpin hebat.
Great Man Theory ini menyatakan bahwa pemimpin hebat itu ditakdirkan lahir untuk
menjadi pemimpin. Teori tersebut juga menganggap seorang pemimpin hebat akan
muncul saat dalam menghadapi situasi tertentu. Teori tersebut dipopulerkan oleh Thomas
Carlyle dalam bukunya yang berjudul “On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in
History”.
Teori Sifat Kepribadian atau Trait Theory ini mempercayai bahwa orang yang dilahirkan
atau dilatih dengan kepribadian tertentu akan menjadikan mereka unggul dalam peran
kepemimpinan. Artinya, kualitas kepribadian tertentu seperti keberanian, kecerdasan,
pengetahuan, kecakapan, daya tanggap, imajinasi, fisik, kreativitas, rasa tanggung jawab,
disiplin dan nila-nilainya lainnya dapat membuat seseorang menjadi pemimpin yang
baik.
Teori kepemimpinan ini berfokus pada analisis karakteristik mental, fisik dan sosial
untuk mendapatkan lebih banyak pemahaman tentang karakteristik dan kombinasi
karakteristik yang umum diantara para pemimpin. Keberhasilan seseorang dalam
kepemimpinan sangat tergantung pada sifat kepribadiannya dan bukan saja bersumber
dari bakat namun juga berasal dari pengalaman dan hasil belajarnya.
Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas
kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang
lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta
dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada
kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
1. Bagaikan surya
1. Bagaikan bumi
1. Bagaikan samudra
Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seia sekata.
Dari penjelasan diatas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang
diperoleh kemudian dikembangkan pada kemudian.
Sebagai reaksi dari Teori Sifat Kepribadian, Teori Perilaku atau Behavioural Theories ini
memberikan perspektif baru tentang kepemimpinan. Teori ini berfokus pada perilaku
para pemimpin daripada karakteristik mental, fisik dan sosial mereka. Keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi
kepemimpinan dan perilaku tersebut dapat dipelajari atau dilatih. Teori Perilaku ini
bertolak belakang dengan Teori Great Man (Teori Orang Hebat) yang mengatakan
seorang pemimpin adalah dibawa dari lahir dan tidak dapat dipelajari. Teori Perilaku ini
menganggap bahwa kepemimpinan yang sukses adalah didasarkan pada perilaku yang
dapat dipelajari dan bukan hanya dari bawaan sejak lahir.
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan
terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan
dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap
orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan
serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada
sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi
memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam
mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah
kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini
memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku,
dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat
seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan
bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih
dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara
efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa
perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai
dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini
keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner,
1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok
yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared
leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota
lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena
seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan
peran lainnya.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya.
Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap
seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil atau tuags dan terhadap bawahan atau hubungan kerja.
JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan bahwa kecenderungan
perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah
fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang
pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki
perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi
juga.
Teori Kontingensi atau Contingency Theory beranggapan bahwa tidak ada cara yang
paling baik untuk memimpin dan menyatakan bahwa setiap gaya kepemimpinan harus
didasarkan pada situasi dan kondisi tertentu. Berdasarkan Teori Kontingensi ini,
seseorang mungkin berhasil tampil dan memimpin sangat efektif di kondisi, situasi dan
tempat tertentu, namun kinerja kepemimpinannya akan menurun apabila dipindahkan ke
situasi dan kondisi lain atau ketika faktor di sekitarnya telah berubah. Teori Kontingensi
atau Contingency Theory ini juga sering disebut dengan Teori Situasional.
Beberapa Model Teori Kontingensi atau Situasional yang terkenal diantaranya adalah
Teori Kepemimpinan Kontigensi Fiedler, Teori Kepemimpinan Situasional Hersey-
Blanchard, Teori Kepemimpinan Kontigensi Vroom-Yetten, Teori Kontingensi Path-
Goal Robert House dan Teori Kontigensi Strategis.
1. Kekuasaan
2. Kewibawaan
3. Kemampuan
Sifat atau kemampuan berbicara, menafsirkan, dan bernalar dari seorang pemimpin harus
lebih kuat daripada para anggota atau bawahan yang dipimpinnya.
Gaya Kepemimpinan
Dalam memimpin sebuah organisasi atau kelompok, setiap pemimpin pasti memiliki
gaya kepemimpinannya masing-masing. Ada beberapa contoh gaya kepemimpinan yang
dapat dijadikan referensi dalam memimpin organisasi atau perusahaan. Berikut
penjelasan mengenai beberapa gaya kepemimpinan.
Otokratis
Partisipasif
Kendali Bebas
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari
Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi
pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan
yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku
pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan
situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau
menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat
menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum
memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau
apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa
yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya
terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan
kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan,
pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan.
Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga
menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya
yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu
membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
Supporting
Delegating
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat
tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga
kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai
”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana
seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang
dipimpinnya.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin.
Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa
memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti.
Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat
yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.