Promosi Kesehatan Sebagai Program Kesehatan Prioritas Di Era Desentralisasi
Promosi Kesehatan Sebagai Program Kesehatan Prioritas Di Era Desentralisasi
Pendahuluan
Promosi Kesehatan (Health Promotion) didefinisikan oleh WHO dengan
"the process of enabling people to control over and improve their health" (proses
membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap, dan meningkatkan
kesehatan mereka). Definisi WHO tersebut mengandung arti sebagai suatu proses
tetapi juga mengandung arti suatu tujuan (membuat orang mampu meningkatkan
kontrol terhadap, dan meningkatkan kesehatan mereka) dengan basis filosofi yang
jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment).
Istilah "Health Promotion" di dunia baru tumbuh pada tahun 1980-an,
sedangkan di Indonesia baru pada tahun 1990-an. Sebelumnya dikenal istilah :
Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, Komunikasi-Informasi-Edukasi,
Pemasaran Sosial Bidang Kesehatan, Penggerakan Peran serta Masyarakat, dan
lain-lain. Istilah-istilah tersebut mempunyai kesamaan arah, tetapi masing-masing
istilah mempunyai tekanan sendiri-sendiri. Kesamaan arah islilah-istilah tersebut
adalah upaya untuk membantu masyarakat agar dapat meningkatkan
kesehatannya. Penggunaan istilah promosi kesehatan sebagai payung untuk
serangkaian aneka kegiatan adalah paling berarti dan praktis di masa mendatang.
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada dasarnya menawarkan perubahan penting. Perubahan yang dimaksud yaitu
mengubah skema sentralisasi menjadi desentralisasi dan mengubah dari
pendekatan top-down menjadi bottom-up, sehingga daerah (kabupaten/kota)
memegang kewenangan penuh terhadap program promosi kesehatan. Oleh karena
itu komitmen, dukungan dan peran pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten/
Kota sangat menentukan keberhasilan program promosi kesehatan.
1
Pada masa yang akan datang masalah dan tantangan kesehatan
diperkirakan akan semakin kompleks. Semakin berkembangnya penetrasi budaya
asing sehubungan dengan era globa!isasi, dan mulai berlakunya otonomi dalam
era desentralisasi, serta belum stabilnya situasi politik, ekonomi, keamanan, dll
akan menambah kompleksnya masalah dan tantangan yang dihadapi.
Di pihak lain pembangunan kesehatan nasional sudah mempunyai visi,
misi dan strategi yang jelas, yang menempatkan promosi kesehatan pada peran
strategis dan sebagai kegiatan utama. WHO juga jelas memberi dukungan,
demikian pula badan dunia lainnya. Pada masa yang akan datang istilah Promosi
Kesehatan cenderung tetap dipakai, karena dipandang dapat menampung
pengertian istilah-istilah yang lain seperti Pendidikan Kesehatan (yang tekannya
pada perubahan dan penumbuhan perilaku sehat), Penyuluhan Kesehatan (tekanan
pada penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran),
Pemasaran Sosial (tekanan pada menawarkan kesehatan sebagai komoditi yang
perlu dimanfaatkan oleh masyarakat), dan lain-lain.
Promosi kesehatan pada dasarnya adalah upaya penyampaian inovasi
(pembaharuan) yang dapat dilihat sebagai suatu proses pengambilan keputusan,
yang secara bertahap sampai pada suatu ketetapan untuk menerima atau menolak
inovasi. Rogers (1999: 164) menguraikan lima tahapan model pengambilan
keputusan inovasi, yaitu: (1) Tahap pengetahuan: terjadi ketika individu
mendapatkan adanya inovasi dan beberapa pengertian keuntungan-keuntungan
dari kegunaan inovasi, (2) Tahap persuasi: terjadi ketika individu membentuk
sikap menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap inovasi, (3) Tahapan
keputusan: terjadi ketika individu menggunakan dalam kegiatan-kegiatan yang
menggiring untuk memilih, menerima, atau menolak inovasi, (4) Tahap
implementasi: terjadi ketika individu mengambil inovasi untuk digunakan, dan (5)
Tahap penegasan: terjadi ketika individu meminta penguatan dari keputusan
inovasi yang baru dibuat, tetapi ia dapat melakukan kebalikan atas keputusan
sebelumnya jika mendapatkan pesan yang bertentangan tentang inovasi.
Prioritas program Promosi Kesehatan pada era desentralisasi yang perlu
mendapat perhatian adalah: (1) Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam
2
kesehatan; (2) Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan; (3)
Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kemampuan
perorangan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan; (5)
Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.
3
dalam upaya kesehatan, dan menjadi daerah studi lapangan banyak negara di
dunia. Selain itu pada tahun 1978-1980 ada proyek "Nutrition Education"
yang diteruskan dengan proyek ”Nutrition & Community Health II” (1988-
1992) yang antara lain menghasilkan model penyuluhan gizi dan kesehatan
yang menggunakan metode pemasaran sosial.
3. Era Promosi Kesehatan (1995-sekarang). Istilah yang dipergunakan
bervariasi. Penyuluhan Kesehatan masih tetap bertahan sampai menjelang
tahun 2000. Demikian pula istilah KIE yang dikembangkan oleh BKKBN.
Namun di masyarakat sudah berkembang berbagai istilah lain seperti:
Pemasaran Sosial, Mobilisasi Sosial, dll. Sementara itu konsep Promosi
Kesehatan sudah mulai bergema di Indonesia. Seiring dengan itu pada tahun
1995 mulai diperkenalkan PHBS (Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) yang merupakan embrio promosi kesehatan di Indonesia, yang juga
mengacu pada Paradigma Sehat.
Pada tahun 1997 Indonesia dipercaya sebagai penyelenggara Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan dan menghasilkan Deklarasi Jakarta yang
menyebutkan : (1) Pendekatan komprehensif dalam pembangunan kesehatan
adalah yang paling efektif; (2) Pendekatan melalui tatanan memudahkan
implementasi penyelenggaraan promosi kesehatan; (3) Peranserta masyarakat
sangat penting untuk melestarikan setiap upaya; (4) Pembelajaran kesehatan
mendorong partisipasi; (5) Perlunya kerjasama yang lebih erat, dengan
menghilangkan sekat-sekat penghambat serta mengembangkan mitra baru antar
berbagai sektor di semua tingkatan pemerintahan dan segenap lapisan masyarakat.
Deklarasi Jakarta juga menyebutkan bahwa studi kasus dari seluruh dunia
memberikan bukti yang meyakinkan bahwa promosi kesehatan dapat
mengembangkan dan mengubah gaya hidup, kondisi sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang mempengaruhi kesehatan. Promosi kesehatan diakui merupakan
pendekatan yang praktis untuk mencapai pemerataan yang lebih baik dalam
kesehatan.
Sementara itu pada bulan Agustus tahun 2000 oleh Meneg Pendayagunaan
Aparatur Negara ditetapkan Jabatan Fungsional tenaga Penyuluh Kesehatan, yaitu
4
tenaga khusus penyuluh kesehatan masyarakat yang diharapkan dapat
meningkatkan profesionalisme tenaga promosi kesehatan di Pusat dan Daerah. Era
ini juga ditandai dengan dikembangkannya Paradigma Sehat dan dicanangkannya
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan pada tanggal 1 Maret 1999 oleh
Presiden Rl, yang diikuti dengan penetapan visi, misi dan strategi pembangunan
kesehatan. Seperti diketahui dalam paradigma sehat tersebut promosi kesehatan
merupakan program yang sangat strategis untuk mendukung pencapaian visi
Indonesia Sehat 2010.
5
5. Bertahap, berulang dan memperhatikan kepuasan sasaran: sesuai dengan
daya serap dan kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku
yang diharapkan;
6. Menyenangkan: penyampaian yang kreatif dan inovatif dilakukan melalui
pendekatan "pendidikan yang menghibur" (edu-tainment) yang merupakan
kombinasi dari education (pendidikan) dan entertainment (hiburan) di mana
sasaran/klien diajak berfikir melalui rangsangan rasional sehingga
mendapat informasi yang bermanfaat sekaligus diberi rangsangan
emosional berupa hiburan menarik yang membuat mereka merasa senang
(terhibur);
7. Berkesinambungan: semua kegiatan promosi kesehatan tidak berhenti pada
penyampaian pesan-pesan saja, akan tetapi harus diikuti dengan tindak
lanjut yang berkesinambungan.
6
a. Advokasi kesehatan
Advokasi menurut Webster’s Encyclopedic Unabridged Dictonary of the
English Language (1989) adalah: act of pleading for, supporting, or
recommending, active espousal (tindakan pembelaan, dukungan, atau
rekomendasi, dukungan aktif). Menurut Foss & Foss, at.al (1980) dan Toulmin
(1980) dalam Sendjaya (2000), advokasi adalah salah satu upaya persuasi
yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan
rekomendasi tindakan lanjut mengenai sesuatu hal. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, advokasi salah upaya komunikasi yang dilakukan satu pihak
kepada pihak lainnya dengan tujuan utama memberikan dukungan,
pembelaan, dan rekomendasi sehubungan dengan suatu persoalan yang
dihadapi oleh pihak lain tersebut.
Konsep advokasi memiliki beberapa karakteristik dan prinsip dasar
sebagai berikut: (a) advokasi diperlukan ketika muncul suatu persoalan akibat
ketidaktahuan, ketidakpedulian, ketidakberdayaan, adanya penyimpangan,
atau karena adanya konflik kepentingan; (b) persoalan yang dihadapi berkaitan
dengan sistem nilai yang esensial (hak, kewajiban, norma, etika, moral, dll)
yang perlu dipegang teguh oleh semua pihak baik secara kelembagaan ataupun
secara individual dan kelompok; (c) advokasi lebih menitikberatkan pada
penegakan sistem nilai yang esensial baik yang menyangkut kepentingan
publik secara luas, kepentingan komunitas tertentu, ataupun kepentingan
perorangan sebagai warga masyarakat; (d) dalam konteks perorangan,
advokasi berkenaan dengan hak azasi dan eksisitensi.
Advokasi kesehatan adalah upaya memasyarakatkan program kesehatan,
mempengaruhi kebijakan publik, serta mendapatkan komitmen dan dukungan
dari para pemangku kepentingan dan para pengambil kebijakan untuk
melakukan perubahan tata nilai atau peraturan yang ada , sehingga tujuan
program kesehatan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dukungan dapat
berupa kebijakan, penyediaan sumber daya seperti tenaga, dana, sarana dan
sebagainya. Kelompok sasaran untuk strategi advokasi adalah kelompok
sasaran tersier yaitu para pemangku kepentingan dan para pengambil kebijakan
7
pada semua jenjang administrasi pemerintahan di pusat, provinsi, kabupaten/
kota, kecamatan, dan desa/kelurahan.. Strategi advokasi dilakukan melalui
berbagai bentuk komunikasi persuasif kepada pimpinan/institusi tertinggi
setempat. Advokasi yang bersifat publik dapat dilakukan melalui media massa
secara intensif melalui penyiaran televisi, radio, surat kabar bahkan internet.
Tujuan advokasi kesehatan adalah: (a) mempengaruhi peraturan dan
kebijakan yang mendukung kesehatan, (b) mempengaruhi pihak lain
(program, sektor, LSM peduli kesehatan, profesional) agar mendukung
kesehatan melalui kemitraan dan jaringan kerja), (c) meningkatkan kerjasama
antara masyarakat dan pemerintah khususnya kesehatan lingkungan di tempat-
tempat umum, (c) menggalang dukungan pendapat umum melalui media
komunikasi terhadap program kesehatan.
Secara umum menurut John Hopkins University, advokasi kesehatan
ditempuh melalui 6 langkah yaitu: (a) Melakukan analisis, meliputi: identifikasi
masalah, kebijakan yang ada, program-program komunikasi yang telah
dilaksanakan untuk membuat kebijakan, perubahan kebijakan yang ingin
diinginkan oleh tingkat tertentu, stakeholders (pemangku kepentingan) yang
terkait dengan pelaksanaan kebijakan; (b) Menyusun strategi, yang termasuk
strategi adalah: membentuk kelompok kerja (Pokja), identifikasi sasaran primer
dan sekunder, mengembangkan tujuan “SMART” (spesific/spesifik,
measurable/dapat diukur, appropriate/tepat, time bound/sesuai jadwal),
menentukan indikator, menyiapkan dukungan sumberdaya dan kebijakan
pelaksanaan, menempatkan isu yang pantas mendapatkan dukungan dari
penentu kebijakan, dan merencanakan perbaikan sarana komunikasi; (c)
Menggalang kemitraan (mobilisasi): menyusun POA (plan of ection),
mendorong kemitraan, mendelegasikan tanggungjawab, serta merencanakan
koordinasi peliputan berita dan data oleh media; (d) Tindakan/Pelaksanaan:
melakukan tindakan dengan tepat, seksama, dan cermat. Tindakan/pelaksanaan
mengacu pada rencana yang telah disusun berdasarkan hasil analisis, persiapan
strategi yang telah dituangkan dalam POA yang dipersiapkan bersama mitra.
Beberapa tindakan dalam pelaksanaan advokasi: melaksanakan rencana
8
advokasi (POA), mengumpulkan mitra, menyajikan pesan yang tepat, menepati
jadwal, dan mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra. Kegiatan yang
bernuansa advokasi dapat berupa seminar sehari, orientasi, lobby, kampanye,
sarasehan, dan bentuk kegiatan lain yang sesuai; (e) Evaluasi: Dilakukan
dengan mengukur pencapaian tujuan (proses dan output) melalui pengecekan
dokumen kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksanakan, materi KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi) yang telah diterbitkan dan disebarluaskan
serta produk-produk kebijakan yang dibuat; (f) Kesinambungan proses:
Melaksanakan proses komunikasi secara terus menerus dengan memanfaatkan
hasil evaluasi.
9
mencapai Indonesia Sehat, (b) memperluas wawasan dalam mengadakan
kemitraan, (c) mengembangkan gagasan pembangunan kesehatan agar efektif
dan efisien, (d) menggalang sumber daya baik tenaga, dana, dan sarana, serta
(e) menjalin jaringan kemitraan di bidang pembangunan kesehatan.
Pengembangan kemitraan kesehatan dapat dilakukan melalui : (a) Pemanfatan
forum komunikasi yang sudah ada, (b) Memanfaatkan kegiatan mitra yang
sudah berjalan, (c) Pemanfaatan tatanan budaya setempat, (d) Membentuk
forum komunikasi kemitraan baru.
Dukungan sosial (social support) adalah upaya menciptakan opini publik
atau lingkungan sosial dengan berbagai kelompok opini yang ada masyarakat
yang mendorong individu anggota masyarakat melakukan kegiatan dan
program kesehatan seperti: tokoh masyarakat, tokoh agama, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi
profesi, pemerintah, dan lain-lain. Strategi ini biasanya digunakan untuk
kelompok sasaran sekunder atau petugas pelaksana di berbagai tingkatan
administrasi pemerintahan (dari pusat hingga desa) yaitu para pimpinan
masyarakat dan/atau orang-orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran utama. Dukungan sosial
dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi sasaran
sekunder sehingga dapat menjadi motor penggerak pemberdayaan masyarakat
secara partisipatif dan kemitraan. Bentuk operasional dari strategi ini
biasanya berupa pelatihan, sosialisasi program, semiloka, pertemuan-
pertemuan, konferensi pers, dialog terbuka, sarasehan, penyuluhan,
pendidikan, lokakarya mini, pertunjukan tradisional, diskusi meja bundar
(round table discussion), pertemuan berkala di desa, kunjungan lapangan,
study banding; dapat memanfaatkan metode komunikasi modern dan formal
maupun metode sederhana (tatap muka) dan informal.
c. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah segala upaya fasilitasi
yang bersifat non instruktif untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
10
masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan sarana
yang ada, baik dari instansi lintas sektor maupun LSM dan tokoh masyarakat
(Departemen Kesehatan dan UNICEF, 1999). Dengan demikian
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah cara untuk
menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat
mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan kata lain
pemberdayaan masyarakat merupakan proses membantu sasaran/penerima
manfaat agar berubah menjadi tahu/sadar, mau dan mampu melaksanakan
kegiatan dan program kesehatan melalui peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yang diikuti dengan perubahan perilaku mereka sehingga dapat
mengatasi masalah yang dihadapi. Strategi ini ditujukan pada sasaran primer
yaitu mereka yang terkena masalah kesehatan atau mereka yang pengetahuan
dan perilakunya hendak diubah.
Pelaksanaan startegi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang
diharapkan adalah: (1) sebagai suatu upaya dalam peningkatan kemampuan
masyarakat guna meningkatkan harkat hidup, martabat, dan derajat kesehatan;
(2) sebagai upaya peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan
dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat
sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan. Oleh karena itu
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangat ditentukan oleh
pemahaman, kemahiran, dan semangat dalam menerapkan pendekatan sosial
kemasyarakatan. Dalam era desentralisasi, pemerintah pusat berperan dalam
menentukan standarisasi, regulasi, monitoring, dan evaluasi, sedangkan daerah
berperan dalam penyediaan sumber daya, serta pelaksanaan dan pemantauan
setempat.
Startegi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dilakukan dengan
pemberian informasi, maupun pengembangan/pengorganisasian masyarakat
(community organization). Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa
tatap muka atau penyuluhan kelompok, dan lebih sering memanfaatkan metode
komunikasi sederhana (tatap muka) dan informal, misalnya melakukan latihan
11
bagi kader PKK, kader Posyandu, kader Poskesdes dll, sehingga mereka
menjadi tahu tentang program kesehatan dan dapat memberi tahu masyarakat di
lingkungannya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara
keseluruhan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dilakukan melalui
pendekatan komunikasi informasi edukasi (KIE), pengembangan institusi
masyarakat, pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan (insentif dan
disinsentif), serta pendekatan ekonomi produktif (income generating).
Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan perlu
memperhatikan karakteristik masyarakat setempat yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut: (a) masyarakat pembina (caring community) yaitu masyarakat
yang peduli kesehatan, misalnya LSM kesehatan, organisasi profesi yang
bergerak di bidang kesehatan; (b) masyarakat setara (coping community) yaitu
masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat
memelihara kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya
memeriksakan kehamilan, tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak
adanya transportasi si ibu tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan; dan (c)
masyarakat pemula (crisis response community) yaitu masyarakat yang tidak
tahu akan pentingnya kesehatan dan belum didukung oleh fasilitas yang
tersedia. Misalnya masyarakat di lingkungan kumuh dan daerah terpencil.
Ada 2 (dua) cara pendekatan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan yaitu: (a) Makro, dilakukan dengan: membangun komitmen di
setiap jenjang, membangkitkan opini masyarakat (critical mass), menyediakan
petunjuk teknis operasional (PTO) atau petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan
biaya operasional, serta monitoring dan evaluasi serta koordinasi; (b) Mikro,
dilakukan dengan: (1) menggali potensi yang belum disadari masyarakat:
potensi dapat muncul dari adanya kebutuhan masyarkat (demand creation),
yang diperoleh melalui pengarahan, pemberian masukan, dialog, kerjasama,
dan pendelegasian, (2) membuat model-model percontohan dan prototype
pengembangan masyarakat, seperti menerapkan pendekatan edukatif dan
manajemen ARRIF (Departemen Kesehatan, Buku Panduan Strategi Promosi
Kesehatan di Indonesia, 2000: 6-14).
12
Agar promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik, kita perlu memahami
benar tentang masalah kesehatan, perilaku, kaitan antara keduanya dan juga
tentang berbagai hal yang berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Analisis
masalah kesehatan; (2) Menetapkan sasaran promosi kesehatan, meliputi: (a)
Menetapkan sasaran primer dan tatanan serta analisisnya, (b) Menetapkan
sasaran sekunder dan tatanan serta analisisnya, dan (c) Menetapkan sasaran
tersier dan tatanan serta analisisnya; (3) Menetapkan tujuan promosi
kesehatan, meliputi tujuan umum dan tujuan khusus; (4) Menetapkan strategi
promosi kesehatan: advokasi, kemitraan dan dukungan sosial, serta
pemberdayaan masyarakat,; (5) Menetapkan pesan pokok dan promosi
kesehatan; (f) Menetapkan metode dan saluran promosi kesehatan; (g)
Menetapkan rencana kegiatan operasional promosi kesehatan; dan (h)
Menetapkan pemantauan dan penilaian promosi kesehatan.
13
kemasyarakatan, kalangan swasta, dll dalam semangat kesetaraan.
keterbukaan dan saling memberikan manfaat;
3. Dukungan sosial/bina suasana lebih digencarkan melalui berbagai media
dan sarana dengan pesan-pesan yang lebih meresap dalam tata nilai
masyarakat;
4. Pemberdayaan Masyarakat perlu lebih digalakkan, sesuai dengan keadaan,
permasalahan, potensi dan sosial budaya yang secara nyata ada di lapangan;
5. Tatanan perlu lebih diberdayakan: Rumah Tangga, Institusi Pendidikan,
Institusi Tempat Kerja, Tempat-tempat umum, Institusi Kesehatan, dan
tatanan-tatanan lainnya, yang perlu disinergikan untuk menumbuhkan
kawasan sehat (Desa sehat, kecamatan sehat, kabupaten/kota sehat, dst);
6. Program difokuskan pada peningkatan ketahanan keluarga dalam bidang
kesehatan dan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar yang dikembangkan
sesuai dengan program unggulan di bidang kesehatan dengan memperhatikan
keadaan, masalah, serta potensi setempat;
7. Pengembangan infra struktur Promosi Kesehatan di Daerah melalui
program pemberdayaan daerah dalam promosi kesehatan;
8. Peningkatan profesionalisme petugas (capacity building) di Daerah serta
para mitra di bidang promosi kesehatan. Pendidikan dan pelatihan tenaga
promosi kesehatan perlu memperoleh perhatian utama apabila kita ingin
memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan.
Penutup
Sebagai penutup makalah ini kiranya perlu diingat kata-kata orang bijak
bahwa "Action speaks louder", bahwa yang lebih penting adalah kegiatan nyata di
lapangan. Untuk itu kita semua diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas
dan mudah dipraktekkan di lapangan, namun mempunyai dasar-dasar pemikiran
yang mantap.
Saat ini, sudah saatnya kita melaksanakan pola pikir Paradigma Sehat,
seperti yang diamanahkan oleh visi pembangunan kesehatan. Paradigma Sehat
berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya di
14
bidang kesehatan, minimal memberikan sumbangan dalam pengembangan
lingkungan dan perilaku sehat. Secara mikro Paradigma Sehat berarti bahwa
pembangunan kesehatan harus menekankan pada upaya promotif dan preventif,
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Adapun arti penting promosi kesehatan adalah dapat meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, negara dan bangsa, mempertinggi
kualitas hidup bagi semua penduduk, mengurangi kematian dini, dan dengan
menitikberatkan pada pencegahan dapat mengurangi biaya untuk pengobatan.
Salah satu upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah
melalui promosi kesehatan dan penerapan PHBS. Promosi kesehatan dan
penerapan PHBS yang dibina sejak dini pada setiap manusia Indonesia akan
menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas, baik fisik, mental,
intelektual dan spiritual.
Promosi kesehatan merupakan upaya untuk membantu masyarakat
memberdayakan dirinya sehingga dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Dengan demikian masyarakat dapat hidup secara lebih produktif
dan berkualitas. Upaya yang mulia ini kiranya perlu dilandasi dengan niat yang
tulus dan ikhlas, disertai dengan semangat kerja yang tinggi dengan penuh
optimis, serta sebagai salah satu bentuk ibadah kita kepada Tuhan.
Akhirnya untuk membuat perubahan atau perbaikan di masyarakat kiranya
perlu dimulai dari tempat di mana kita dapat berbuat, dan itu perlu dimulai dari
diri sendiri; "Ibda’ bi nafsika" (Mulailah dari dirimu sendiri).
DAFTAR PUSTAKA
Dachroni 1998. Dari Alma Ala Ke Ottawa Sampai Jakarta. Jakarta. Departemen
Kesehatan.
15
197
Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 serta Pedoman
Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Maldonado, RW. 2002. Building Partnership with the Community: Lessons from
the Camden Health Improvement Learning Collaborative. Journal of Health
Care Management 45: 3 May/June 2002. Diakses 12 Juli 2010.
16
Nasution, SK. 2004. Meningkatkan Status Kesehatan Melalui Pendidikan
Kesehatan Dan Penerapan Pola Hidup Sehat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Digitized by USU digital library. diakses 10
Agustus 2010.
Sendjaja SD. 2000. Advokasi: Konsepsi dan Prinsip Dasar. Program Studi Ilmu
Komunikasi Program Pascasarjan UI.
Rogers EM. 1999. Diffusion of Innovations, Third Edition, The Free Press, ollier
Macmillan Publishers, London.
Topatimasang R dkk (Tim Penyusun & Penyunting). 2005. Sehat Itu Hak:
Panduan Advokasi Masalah Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua. Koalisi
untuk Indonesia Sehat. INSIST, Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan
Kesehatan. FKM UI.
United Nations Population Fund. 2002. Buku Sumber Untuk Advokasi Keluarga
Berencana, Kesehatan Reproduksi. Gender, dan Pembangunan
Kependudukan. Jakarta.
World Health Organization, 2008, Primary Health Care Now More Than Ever.
The World Health Report.
17