Chapter PDF
Chapter PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus
kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung
empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih
kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar ,
yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung
empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi:
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum (Avunduk, 2002).
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju
ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan
dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis.
5
Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus
komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis
secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati
duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri
(Avunduk, 2002).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap
tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan (Debas, 2004).
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena
vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati
dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya
menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran
venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus
sistika dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan
limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu
diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati
pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf
postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama
dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf
parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus (Welling & Simeone, 2009).
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri
dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa
6
2.3.2. Epidemiologi
Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia,
terutama untuk pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi
7
2.3.3. Patogenesis
a. Batu kolesterol: adanya ketidakseimbangan antara kolesterol, garam
empedu, dan fosfolipid yang menyebabkan terbentuknya empedu
litogenik.
b. Batu bilirubinat : dikaitkan dengan hemolisis kronik, infeksi bakteri yang
memproduksi beta glukuronidase.
c. Batu campuran : dikaitkan dengan abnormalitas anatomi, stasis, riwayat
operasi sebelumnya, dan riwayat infeksi terdahulu (Cuschieri, 2003).
8
2.3.5. Pemeriksaan
a. Ultrasonografi (USG): merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan
untuk mendeteki batu empedu. USG memiliki sensitivitas 95% dalam
mendiagnosis batu kandung empedu yang berdiameter 1,5mm atau lebih.
b. Computed Tomography (CT) : berguna untuk mendeteksi atau
mengeksklusikan batu empedu, terutama batu yang sudah terkalsifikasi,
namun lebih kurang sensitif dibandingkan dengan USG dan membutuhkan
paparan terhadap radiasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Cholangiopancreatography
(MRCP) : lebih berguna untuk menvisualisasi saluran pankreas dan
saluran empedu yang terdilatasi.
d. Endocospic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) : lebih untuk
mendeteksi batu pada saluran empedu
4) (Paumgartner&Greenberger, 2006).
2.3.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non operatif untuk batu empedu yaitu terapi pengenceran
dengan asam empedu dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy).
Penatalaksanaan oral dengan asam empedu hanya dapat dilakukan untuk batu
kolesterol, namun tetap memiliki angka rekuren yang tinggi sehingga zaman
sekarang jarang digunakan. ESWL merupakan terapi yang cocok untuk pasien
dengan batu soliter berdiameter 0.5 -2 cm, dan angka rekurennya lebih rendah
dibandingkan terapi oral. Namun hanya sebagian kecil orang yang cocok dengan
terapi ini. Tindakan operatif yaitu kolesistektomi merupakan penalataksanaan
yang telah menjadi baku emas untuk batu empedu saat ini (Mullholland et al,
2006).
2.4. Kolesistektomi
Kolesistektomi atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah satu
prosedur abdominal yang paling umum. Kolesistektomi adalah penatalaksanaan
10
yang definitif untuk batu empedu simtomatik (Chari & Shah, 2007).
Kolesistektomi terbuka merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk
kolesistitis akut dan kronik. Namun, dua dekade terakhir kolesistektomi
laparoskopi telah mengambil alih peran kolesistektomi terbuka, dengan prosedur
minimal invasive (Brunicardi, 2010).
dibawah batas iga kanan. Insisi keempat di abdomen bagian atas dekat dengan
tulang dada. Insisi ini dilakukan untuk memasukkan instrument seperti gunting
dan forsep untuk mengangkat dan memotong jaringan. Klip surgikal ditempatkan
pada duktus dan arteri yang menuju kandung empedu untuk mencegah kebocoran
ataupun perdarahan. Kandung empedu kemudian diangkat dari dalam abdomen
melalui salah satu dari insisi tersebut. Bila batu yang dijumpai berukuran besar,
maka insisi dapat diperlebar. Pada beberapa keadaan, dapat juga dilakukan X-ray
yang disebut kolangiogram bila dicurigai terdapat batu di saluran empedu.
Operasi umumnya berlangsung 30 hingga 90 menit, tergantung dari ukuran
kandung empedu, seberapa berat inflamasinya, dan tingkat kesulitan operasi
(Soonawala, 2012).
pada hepatitis viral akut. Peningkatan hebat dapat terjadi pada kondisi seperti
iskemik, keracunan (misalnya: asetaminofen), dan hepatitis fulminan (Brunicardi,
2010).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
PASIEN
KOLELITIASIS
KOLESISTEKTOMI KOLESISTEKTOMI
LAPAROSKOPI TERBUKA