Anda di halaman 1dari 17

TEORI SOSIOLOGI KLASIK

EMILE DURKHEIM

A. RIWAYAT HIDUP
Emile Durkheim lahir di Epinal,
Perancis, 15 April 1858. Ia keturunan
pendeta yahudi. Emile Durkheim (1858-
1917), dibesarkan di Prancis dan
merupakan salah seorang akademisi
yang sangat mapan dan sangat
berpengaruh. Ia berhasil dalam
melembagakan sosiologi sebagai satu
disiplin akedemisi yang sah. Pengaruh
Dukheim pada perkembangan sosiolagi
di Amerika masa kini, sangatlah besar,
baik dalam metodologi maupun teori.

Kajiannya mengenai kenyataan gejala sosial yang berbeda dari gejala individu, analisanya
mengenai tipe struktur sosial, dasar solidaritas serta integrasinya, maupun pemecahan
sosiologinya mengenai gejala seperti penyimpangan, bunuh diri dan individualisme, serta
studi statistiknya yang cermat mengenai angka bunuh diri membuatnya menjadi pemikir yang
banyak memberikan sumbangan terhadap sosiologi sebagai ilmu.
Selain itu pengaruh Durkheim sangat menyolok dalam aliran fungsionalisme sosiologi
modern. Fungsionalisme juga menekankan integrasi dan solidaritas, dan juga pentingnya
memisahkan analisa tentang konsekuensi – konsekuensi sosial dari gejala sosial, dari analisa
tentang tujuan dan motivasi yang sadar dari individu. Durkheim meninggal pada 15 November
1917. Karya diantaraya : The Division of Society, The Rules of Sociological Methods, The
Elementary Forms of Religious Life, dan The Structure of Social Action.
B. TEORI – TEORI EMILE DURKHEIM
1. FAKTA SOSIAL
Durkheim (1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa
studi atas fakta sosial (lihat Gane, 1988; Gilbert, 1994; dan edisi special sociological
perspectives [1995]). Secara singkat fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya, dan
nilai yang berada diluar dan memaksa actor.
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada
diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta
sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat
yang sama keberadaan nya terlepas dari manifestasi – manifestasi individual.

Kutipan ini menjelaskan bahwa Durkheim memberikan dua definisi untuk fakta sosial
agar sosiologi bisa dibedakan dari psikologi. Pertama, fakta sosial adalah pengalaman sebagai
suatu paksaan eksternal eksternal dan bukannya dorongan internal; kedua, fakta sosial umum
meliputi seluruh masyarakat dan tidak terikat pada individu partikular apapun.

a. Fakta Sosial Material dan Nonmaterial


Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, dan hukum dan
perundang-undangan, relative lebih mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara
langsung. Fakta sosial material sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih
besar dan kuat yang sama – sama berada di luar individu dan memaksa mereka. Kekuatan
moral inilah disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
Contoh fakta sosial material Contoh fakta sosial non material
Berkenanan dengan dorongan seseorang
Norma atau aturan yang dijalankan kepada orang lain yang sedang mengalami
masyarakat. Prilaku masyarakat yang permasalahan (problem). Setiap orang
beranekaragam menimbulkan polemik bila pada faktanya selalu memiliki identitas
tidak dilakukan pengatasan berupa aturan, menghargai kepada sesama. Melalui
kesadaran atas tindakan dalam aturan munculnya sikap untuk memberikan
inilah menjadi salah satu bagian daripada saran, dorongan atupun simpati kepada
fakta sosial. orang lain disebuatkan sebagai salah satu
pola non material dalam fakta sosial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial non material memiliki batasan tertentu, ia
ada dalam pikiran individu. Akan tetapi ia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi
secara sempurna maka interaksi itu akan “mematuhi hukumannya sendiri”(Durkheim,
[1912] 1965: 471). Individu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial,
namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu.
Oleh karena itu, dalam karya yang sama Durkheim menuliskan: pertama, bahwa “Hal –
hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasikan melalui manusia; mereka adalah
prodok aktivitas manusia” (1895 / 1982: 17) dan kedua, “masyarakat bukan hanya semata
– mata kumpulan sejumlah individu” (1895/1982: 103).

b. Jenis – Jenis Fakta Sosial Nonmaterial


Moralitas
Fokus pada moralitas sesungguhnya dasar sosiologi sebagai sebuah disiplin sendiri.
Persepktif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin
bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara
empiris, Karen aia berada diluar individu, dan bias dijelaskan dengan fakta – fakta sosial
lain. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya di dorong
oleh kepeduliannya pada “kesehatan” moral masyarakat modern. Sebenarnya salah
seorang teman Durkheim telah menulis dalam sebuah ulasan tentang perjalanan hidupnya
bahwa “kita tidak akan bisa memahami karya Durkheim jika kita belum memahami fakta
bahwa moralitas adalah inti dan objek dari karya – karya nya (Davy, ter., dalam Hall,
1987: 5).
Perhatian Durkheim terhadap moralitas berhubungan dengan definisi tentang
kebebasan yang cukup janggal. Dalam pandangan Durkheim, orang selalu terancam
kehilangan ikatan moral, dan hal ini adalah “patologi”. Ikatan moral tersebut sangat
penting bagi Durkheim karena tanpa itu individu akan diperbudak oleh nafsu yang tidak
pernah puas.

Kesadaran Kolektif

Usaha awalnya untuk menangani persoalan moralitas adalah dengan


mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif. Dalam bahasa prancis, kata conscience
memiliki makna “kesadaran” (inggris: consciousness) dan “hati nurani” (Inggris: moral
conscience). Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut.

Seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah


masyarakat akan memebntuk suatu system yang tetap yang punya kehidupan sendiri; kita
boleh menyebutnya dengan kesdaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian,
dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran
– kesadaran partikular.

Beberapa hal yang patut dicatat dari definisi. Pertama, kesadaran terdapat dalam
kehidupan masyarakat ketika dia menyebutkan “keseluruhan” kepercayaan dan sentiment
bersama. Kedua, kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu
menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan
dari basis material sebagai mana yang dikemukan oleh Marx. Ketiga, memandang
kesadaran kolektif seperti diatas, namun dia juga menuliskan kalau kesadaran kolektif
akan terwujud melalui kesadaran – kesadaran individual.

Representasi Kolektif

Kesadaran kolektif merupakan sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak memiliki
bentuk yang tetap, oleh karena itu tidak mungkin dipelajari secara langsung, akan tetapi
meski di dekati melalui relasi fakta sosial material. Karena Durkheim tidak puas dengan
keterbatasan ini, dia akhirnya tidak terlalu banyak menggunakan konsep menggunakan
konsep kesadaran kolektif dan lebih memilih konsep yang lebih spesipik yaitu
reprensentasi kolektif (Nemedi, 1995; Schmaus, 1994). Dalam bahasa prancis karena
repsentation secara harpiah berarti “gagasan”. Sedangkan Durkheim menggunakan istilah
ini untuk mengacu konsep kolektif maupun daya sosial yang memaksa individu. Contoh
representasi kolektif adalah symbol agama, mitos, dan legenda popular. Semua yang
tersebut ini adalah cara – cara dimana masyarakat merepresentasikan dirinya (Durkheim,
1895/1982: 40). Semuanya merepresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif,
dan mendorong kita menyesuaikan diri dengan klaim kolektif.
Arus sosial

Sebagai besar fakta sosial yang dirujuk Durkheim sering kali diasosiasikan dengan
organisasi sosial. Akan tetapi ia menjelaskan bahwa fakta sosial “tidak menghadirkan
diri dalam bentuk yang jelas”(1895/1982:52). Durkheim menyebutnya dengan arus
sosial. Dia mencontohkan dengan luapan semangat, amarah dan rasa kasihan yang
terbentuk dalam kumpulan publik (Durkheim, 1895/1982: 52 – 53). Meskipun arus sosial
kurang kongkret di banding fakta sosial, itu dikarena kan fakta sosial tidak bisa direduksi
pada individu. Kita diseret oleh arus sosial, dan ia memiliki kekuatan untuk memaksa kita
meski kita baru bisa menyadarinya ketika kita bergulat melawan perasaan bersama ini.

Pikiran kelompok

Adanya penekanan pada norma, nilai, dan budaya dalam sosilogi kontemporer, kita
tidak akan terlalu kesulitan menerima minat Durkheim terhadap fakta sosial nonmaterial.
Namun konsep arus sosial memang menyodori kita beberapa persoalan. Yang paling
menyulitkan adalah ide tentang serangkaian arus sosial independen yang berkeliaran
dalam dunia sosial seolah – olah mereka dalam ruang hampa sosial. Persoalan ini
memancing kritik terhadap Durkheim karena pemikirannya berorientasi pada kelompok.

Kenyataan nya ada kesamaan yang begitu kuat anatara teori fakta sosial dari
Durkheim dengan teori – teori mutakhir tentang hubungan otak dengan pikiran seseorang
individu (Sawyer, 2002). Keduanya sama – sama menggunakan gagasan bahwa sistem
kompleks dan terus berubah akan menunjukan ciri – ciri baru yang “tidak bisa
diperkirakan berdasarkan deskripsi sempurna dan utuh atas unit – unit pembentuk system
tersebut” (Sawyer, 2002: 228).

2. THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY

The division of labor in society dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian,
1994). Didalam, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan
masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya
untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi
pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, “Buku ini adalah sebuah karya
yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik”.

Tesis the division of labor adalah masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara
orang – orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang
mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatan
pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan
tetapi Durkheim (1893/1964: 17) berpendapatan bahwa “fungsi ekonomis yang di mainkan
oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang
dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan
solidaritas antara dua orang atau lebih”.

a. Solidaritas Mekanis dan Organis


Masyarakat yang ditandai dengan solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena
seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka
terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya,
masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan
perbedaan yang ada di dalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan
dan tanggung jawab yang berbeda – beda.

Solidaritas Mekanis Solidaritas Organis


Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi
Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif lemah
Hukum represif dominan Hukum restitutif dominan
Individualitas rendah Individualitas tinggi
Consensus terhadap pola normative Consensus terhadap nilai-nilai abstrak
itu penting dan umum itu penting
Keterlibatan komunitas dalam Badan-badan control sosial yang
menghukum orang yang menghukum orang yang menyimpang
menyimpang Secara relative saling ketergantungan
Secara relative saling ketergantungan itu tinggi
itu rendah Bersifat industrial atau perkotaan
Bersifat primiti atau pedesaan
b. Dinamika Penduduk
Bagi Durkheim, pembagian kerja adalah fakta material karena bagian dari interaksi
dalam dunia sosial. Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi
solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk. Konsep ini merujuk pada jumlah
orang dalam masyarakat dan banyaknya interaksi yang terjadi diantara mereka. Semakin
banyak orang berarti makin meningkatnya kompetisi memperebutkan sumber – sumber
yang terbatas, sementara makin meningkatnya perjuangan untuk bertahan diantara
komponen – komponen masyarakat yang pada dasarnya sama.

c. Hukum Represi dan Restitutif


Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh
hukum represi. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan
karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran
terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main – main oleh setiap individu.
Pencurian akan melahirkan hukuman berat seperti potong tangan,; penghinaan akan
dihukum dengan potong lidah. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya
pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
Sebaliknya, masyarakat dengan organis dibentuk oleh hukum restitutif, dimana
seorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Dalam
masyarakat seperti ini pelanggaran dilihat sebagai serangkaian terhadap individu tertentu
atau segmen tertentu dari masyarakat dari masyarakat dan bukannya terhadap system moral
itu sendiri. Meskipun berbagai hukum restitusi tetap ada dalam masyarakat dengan
solidaritas organis (missal, hukum mati) namun hukum resitusi dapat dikatakan lebih
menonjol khususnya bagi pelanggar ringan.

3. BUNUH DIRI

Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena
konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan
utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan
disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di
Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan
bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk
melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya
merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana
penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari
suatu kehidupan masyarakat.

Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam
masyarakat:

a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama. Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan
bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan
penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan
yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga. Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa
semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula
keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada
kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik. Dari data yang dikumpulkan, Durkheim
menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan
baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.

Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil
pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi
pergolakan politik.

Selanjutnya, Durkheim juga menjelaskan tentang jenis-jenis bunuh diri:

1) bunuh diri egoistic


Bunuh diri egoistic adalah bunuh diri yang dilakukan karena individu merasa kepentingan
diri sendiri lebih diutamakan daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Individu yang
tidak mampu memenuhi peranan yang diharapkan dalam kehidupan sosialnya, akan
merasa frustasi sehingga melakukan bunuh diri.
2) bunuh diri anomik
Bunuh diri ini terjadi apabila dalam masyarakat nya terjadi ketidakjelasan norma yang
mengatur cara berpikir dan merasa masyarakat. Gangguan itu mungkin dapat membuat
individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka. Menurut
Durkheim suatu kejadian anomik dapat dilihat dengan indicator ekonomi ataupun
domestic. Dalam analisa durheim bahwa krisis ekonomi membuat orang kehilangan arah
yang membuatnya harus beradaptasi dengan kondisi baru yang menimpanya. Dengan
membayangkan penderitaan yang harus dihadapinya, bahkan sebelum kehidupan barunya
tersebut terjadi.
3) bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistic ini terjadi karena individu merasa menjadi beban dalam masyarakat.
4) bunuh diri fatalism
Bunuh diri ini terjadi karena individu merasa putus asa. Tidak ada lagi semangat untuk
melanjutkan kehidupannya.

4. ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE

Durkheim dianugerahi gelar bapak sosiologi oleh salah satu seorang teoretisi sosiologi
Amerika yang paling terkenal yaitu Talcott Parsons (1937), dan hal ini kemudian
mempengaruhi pandangan orang Amerika terhadap Durheim. Menurut parsons, teori
Durkheim mengalami perubahan antara suicide dan the elementary forms. Dia percaya bahwa
Durkheim awal adalah seorang positivistic yang mencoba menerapkan metode ilmu alam
untuk mempelajari masyarakat, sementara Durkheim akhir adalah seorang idealis yang
meneliti perubahan demi perubahan sosial kedalam ide – ide kolektif.

Teori Agama

Menurut Durkheim sosiologi agama , agama terdiri dari usaha mengidentifikasi hakikat
agama yang selalu ada sepanjang zaman dengan menganalisis bentuk-bentuk agama yang
paling primitif . Singkat kata dia menemukan hakikat agama dengan cara memisahkan yang
sakral dari provan . Yang sakral tercipta melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral
masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok .
Durkheim mengatakan bahwa ikatan moral ini dapat berubah menjadi ikatan kognitif karena
kategori-kategori pemahaman semisal klasifikasi waktu, tempat dan penyebab semuanya
berasal dari ritual keagamaan. Masyarakat melalui individu menciptakan agama dengan
mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai
provan . Aspek realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral inilah yaitu sesuatu yang
terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Sementara itu provan
adalah suatu yang bisa dipakai aspek kehidupan duniawi. Durkheim tidak percaya bahwa
agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih dari sekedar sebuah ilusi setiap fenomena
sosial yang mudah menyebar pasti memiliki kebenaran. Namun kebenarannya tersebut belum
tentu sama dengan yang diyakini oleh para penganutnya. Sebenarnya , sebagai orang agnostik
Durkheim tidak percaya dengan realitas supranatural apapun yang menjadi sumber perasaan
agama tersebut. Agama adalah sistem simbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari
dirinya, inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap masyarakat memiliki
kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan berbeda satu sama lain.
Masyarakat merupakan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan kita yang melampaui kita
menuntut pengorbanan kita, menekan sifat egois kita dan mengisi kita dengan energi .
Masyarakat menurut Durkheim menggunakan kekuatan melalui representasi, Durkheim
melihat tak lebih dari sekedar hasil pengejawantangan wujud Tuhan dan simbolisnya. Dengan
kata lain masyarakat adalah sumber dari kesakralan itu sendiri .

Kepercayaan Ritual dan Gereja , perbedaan antara yang sakral dan provan serta
terangkatnya beberapa aspek kehidupan sosial ke level yang sakral memang merupakan syarat
mutlak bagi keberadaan agama , namun belum cukup sebagai syarat kemungkinannya.
kepercayaan adalah representasi yang mengekspresikan hakikat hal yang sakral dan hubungan
yang mereka miliki, baik dengan sesama hal yang sakral dengan hal yang profan. Kedua mesti
ada ritual agama yaitu aturan tingkah laku yang mengatur bagaimana yang mengatur
bagaimana seorang manusia mesti bersikap terhadap hal-hal yang sakral tersebut. Ketiga
agama membutuhkan tempat ibadah atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh
anggotanya. Hubungan timbal balik antara yang sakral, kepercayaan, ritual dan gereja
mendorong durkheim untuk mengemukakan defini agama sebagai berikut : agama adalah
kesatuan sistem kepercayaan dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral
tunggal yang dinamai gereja, semua yang melekat kepadanya.
Durkheim sering berasumsi bahwa arus sosial dengan mudah di serap oleh individu
melalui bentuk penularan akan tetapi disini ia merinci bagaimana proses tersebut bisa terjadi.
Individu mempelajari sesuatu yang sakral dan kepercayaan yang berbaur melalui
keikutsertaan dia dalam ritual dan komunitas gereja. Sebagaimana yang akan kita lihat berikut,
juga bagaimana mempelajari kategori pemahaman. Lagi pula ritual dan gereja menjaga
representasi masyarakat dari kehilangan tekanan mereka dengan mengulangi reaksi ingatan
kelompok kolektif secara dramatis. Terakhir mereka menghubungkan kembali individu
dengan sosial, sumber kekuatan paling tinggi yang memberi inspirasi mereka kembali pada
kesenangan dunia mereka.

Sosiologi Pengetahuan

Durkheim berpendapat bahwa pengetahuan manusia bukanlah hasil pengalaman sendiri


dan bukan pula karena kategori yang telah dimiliki sejak lahir yang dapat kita pakai untuk
memilah – milah pengetahuan. Sebenarnya, kategori tersebut adalah ciptaan manusia.

Semangat Kolektif

Momen yang aling bagus dalam sejarah adalah ketika kolektifitas menerima kegairahan
kolektif baru yang levelnya lebih tinggi yang kemudian bisa mendorong terjadinya perubahan
yang baik dalam struktur masyarakat semangat kolektif menentukan momen perkembangan
sosial. Semangat kolektif adalah fakta sosial sejak awal. Durkheim menyatakan bahwa
masyarakat adalah sumber agama, konsep tentang tuahan, dan segala sesuatu yang dianggap
sakral. Dalam pengertian yang riil kita dapat menyimpulkan bahwa yang sakral, tuhan dan
masyarakat adalah satu dan sama. Agama adalah sesuatu yang menghubungkan masyarakat
dan individu , karena melalui ritual terhadap yang sakrallah kategori sosial menjadi dasar bagi
konsep individu.

Durkheim percaya bahwa problem utama masyarakat modern adalah moral alami dan
bahwa solusi satu-satunya hanya ada dalam penguatan daya moralitas kolektif. Meskipun
durkheim bahwa tidak mungkin mengembalikan kekuatan kesadaran kolektif masyarakat
solidaritas mekanis, namun dia yakin kalau bentuk modern solidaritasnya dapat diwujudkan.
Individualisme moral berasal dari masyarakat “, individualisme adalah produk sosial sama
seperti moralitas dan agama. Bahkan dari masyarakat individu menerima keyakinan moral
yang membuatnya menjadi tuhan”. Pembelaan terhadap individu adalah pembelaan terhadap
masyarakat, dan politik yang di dasarkan diatasnya memiliki kualitas religius. Kepercayaan
terhadap seorang individu adalah satu-satunya kesadaran kolektif yang tersisa dalam
masyarakat modern. Inilah sebabnya kepercayaan durkheim terhadap individu tidak
berlawanan dengan teori sosiologinya.

Kasus dreyfus, individualisme, dan cendekiawan

Pada tahun 1894, seorang opsir perancis bernama dryfus dinyatakan bersalah melakukan
pengkhianatan karena di duga membocorkan dokumen rahasia perancis kepada kedutaan
besar jerman. Hal yang membuat kasusu ini menarik adalah dreyfus adalah seorang yahudi
dan militer perancis memiliki reputasi buruk karena anti-semitismenya. Dua tahun kemudian
ketika bukti-bukti sudah ditemukan justru malah membebaskan dreyfus, militer tetap
mencoba menahannya. Untuk merespons hal ini emile zola menulis surat terkenal yang
menuduh pemerintah perancis telah menghukum orang yang tidak bersalah. Banyak
pemimpin intelektual perancis membela kasusu dreyfus dan mengutuk tradisi anti-semitisme
dan otoriterisme dalam militer. Karena besarnya keprihatinan publik, kasusu ini kemudian
segera menjadi konflik antara hak-hak individu dengan otoritas tradisional.

Meski seorang yahudi dan karena itu secara pribadi turut peduli dengan masalah anti-
semitisme, namun durkheim melihat perdebatan di pihak dreyfus dari posisi yang lebih
abstrak. Dalam esainya berjudul “ individualisme and the intellectuals “ dia sepenuhnya
mengembangkan idenya tentang individualisme moral. Dia dengan jelas menunjukkan
bagaimana pembelaan hak individu adalah cara yang paling tepat untuk memeperkuat tradisi
kita dan untuk menjaga masyarakat dari ancaman egoisme. Individualisme menjadi tradisi
modern kita, dan menyerangnya tidak hanya berarti mengambil resiko kekacauan sosial, tetapi
juga pemfitnahan.

5. PEMUJAAN INDIVIDI

Didalam diri manusia terdapat dua hakikat (homo duplex), yaitu (1) didasarkan pada
individualitas tubuh manusia yang terisolasi, dan (2) hakikat manusia sebagai makhluk sosial
yang merupakan nilai tertinggi dan merepretasikan segala sesuatu yang deminya, manusia rela
mengorbankan kedirian dan kepentingan jasmaniah manusia sendiri.

Pengertian tentang individualitas berkembang sebagaimana berkembangnya masyarakat.


Hal ini terjadi dengan pembagian kerja yang memahami diri manusia sebagai bagian dari
individu. Ketika manusia sadar tentang individu manusia itu sendiri, kebutuhan dan hasrat
non-sosial tersebut adalah egoisme. Dipihak lain, individu yang menjadi representasi kolektif
dan oleh karena itu mengikat harapan kohesi sosial disekitar ide individualitas disebut
individualitas moral. Homo duplex merepresentasikan perbedaan antara mengejar ego dan
hasrat individualis yang manusia percaya bahwa semua orang memiliki keadaan yang sama.

6. PENDIDIKAN MORAL DAN REFORMASI SOSIAL

Program reformasi dan pendekatan reformis Durkheim berkaitan dengan keyakinannya bahwa
masyarakat adalah sumber moralitas yang ditentukan oleh fakta bahwa masyarakat perlu
memiliki kemampuan untuk saling menghasilkan tuntutan moral bagi individu. Moralitas bagi
Durkheim memiliki tiga komponen, yaitu:

a. Disiplin
Otoritas yang menghalangi dorongan-dorongan idiosinkratis.
b. Keterkaitan
Keterkaitan yang dimaksud adalah keterikatan seseorang dengan kelompok sosialnya atau
masyarakatnya karena masyarakat adalah sumber dari moralitas itu sendiri
c. Otonomi
Dimana individu bertanggung jawab dengan atas tindakan mereka. Otonomi baru
memiliki kekuatan penuh dalam modernitas ketika mitos dan simbol-simbol sistem moral
terdahulu yang digunakan untuk menerapkan disiplin dan menciptakan keterikatan sudah
mandul.

C. RELEVANSI TEORI EMILE DURKHEIM


Berbicara masalah relevansi dari Teori Durkheim dengan masa sekarang. Nampaknya
kita harus menelaah terlebih dahulu pengertian dari masing-masing teorinya. Pertama fakta
sosial, menurut saya relevansi dari fakta sosial ini adalah diambil dari kutipannya, yakni Fakta
sosial adalah objek studi sosiologi yang paling utama sekaligus mendasar, teori ini sepaham
dengan saya karena ilmu sosiologi itu sendiri berbicara tentang masyarakat nah, oleh sebab
itu jika kita ingin mengetahui konsep masyarakat dan lingkungannya kita perlu adakan yang
namanya penelitian dilapangan untuk mendapatkan fakta sosial sehingga kita tidak hanya
sekedar mengarang tanpa ada bukti.
Teori fakta sosial menurut saya merupakan teori yang mendekati sempurna. Karena jika
kita kaji lebih dalam, memang benar manusia itu bertindak sesuai dengan lingkungan yang
dia tempati. Bukan hanya memikirkan dirinya dan egonya sendiri. Karena bagaimanapun juga,
manusia hidup dengan orang lain. Sehingga dia harus bisa menyesuaikan dirinya. Misalnya
saja ke kampus menggunakan baju yang sopan. Ini merupakan fakta sosial yang berada di luar
individu dan individu melakukan itu sebagai tuntutan. Menurut pandangan saya, fakta sosial
ini dapat diterapkan di masa sekarang. Fakta sosial ada yang bersifat memaksa ada juga yang
tidak. Yang bersifat memaksa seperti halnya norma sedangkan yang tidak memaksa
contohnya adalah kebiasaan dan perasaan pribadi.
Berbicara masalah relevansi dari teori Durkheim yang Kedua yakni Solidaritas Mekanis
dan Solidaritas Organis. Menurut saya relevansi teori solidaritas ini di ambil dari kutipannya,
Solidaritas mekanis biasanya ditemukan pada masyarakat primitif. Adapun Solidaritas
Organis terdapat pada masyarakat era-modern. Menurut saya relevansi pada masyarakat
sekarang yakni lebih mengarah kepada suatu sikap saling membutuhkan dan ketergantungan
kepada orang lain, dimana baik masyarakat modern maupun masyarakat primitive diikat oleh
factor kebutuhan, masyarakat modern membutuhkan masyarakat primitive sebagai tenaga
pekerja untuk menjalankan roda kegiatan ekonominya, begitu pula sebaliknya masyarakat
primitive membutuhkan masyarakat modern untuk mendapatkan pekerjaan.
Selanjutnya, relevansi teori bunuh diri Durkheim pada masa sekarang yakni jika kita mau
melihat kejadian di sekitar kita, sekarang ini juga banyak terjadi bunuh diri. Akibat dari
masalah ekonomi, putus dari pacar, orang tua yang selalu berantem, setres, dan lain
sebagainya. Hal ini sebenarnya berporos pada satu titik yaitu anomi. Di mana norma-norma
terutama norma agama dianggap sudah tidak berlaku lagi dalam kehidupan. Individu merasa
tidak ada solidaritas dan kebersamaan. Dia cenderung merasa sendiri dan akhirnya
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
RINGKASAN

Ada dua tema utama sosiologi Durkheim, yaitu pengutamaan masyarakat daripada individu dan
ide bahwa sosiologi bisa dipelajari secara ilmiah. Tema tersebut menegaskan konsepnya tentang
fakta sosial. Fakta sosial bisa dipelajari secara empiris, ia berada diluar individu, memaksa
individu, dan dijelakan oleh fakta sosial yang lain. Durkheim menjelaskan dua jenis fakta sosial
yaitu material dan nonmaterial. Fokus yang paling penting bagi Durkheim adalah fakta sosial
nonmaterial. Dia mengkaji sejumlah fakta sosial nonmaterial diantaranya moralitas, kesadaran
kolektif, representasi kolektif dan arus sosial. Sebagai contoh munculnya sikap memberi saran,
dorongan atau simpati kepada orang lain sebagai salah satu pola nonmaterial.

Karya utama dan pertama Durkheim adalah The Division of Labor in Society, dimana ia
berpendapat bahwa kesadaran kolektif masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis di ganti oleh
solidaritas organis yang didasarkan pada kesalingtergantung dalam organisasi masyarakat dengan
pembagian kerja. Dia meneliti perbedaan antara solidaritas mekanis dan organis dengan
menganalisis perbedaan system legal mereka. Dia juga berpendapat bahwa solidaritas mekanis
terkait dengan hukum represif sementara solidaritas organis terkait dengan system legal restitutif.
Hukum represif adalah kaidah hukum yang sanksinya mendatangkan penderitaan bagi mereka
yang melanggar kaidah – kaidah hukum yang bersangkutan seperti hukum pidana. Sedangkan
hukum restitusi adalah kaidah hukum ini tidaklah perlu mendatangkan penderitaan pada mereka
yang melanggar, tapi untuk mengendalikan kaidah pada situasi semula. Kaidah tersebut mencakup
hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi dan hukum Negara.

Buku Durkheim kedua, adalah studi bunuh diri, yang merupakan ilustrasi terbaik tentang
signifikansi fakta sosial nonmaterial dalam karyanya. Dalam model kausal dasarnya, perubahan
fakta sosial nonmaterial melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Durkheim membedakan empat
jenis bunuh diri yaitu egoistic, altruistic, anomik, dan fatalistis dan memperhatikan bagaimana
jenis – jenis ini dipengaruhi perbedakan perubahan arus sosial. Studi tentang bunuh diri diambil
oleh Durkheim dan pengikutnya sebagai bukti bahwa sosiologi punya tempat yang sah dalam ilmu
sosial. Kemudian, ia berpendapat, jika sosiologi bisa menjelaskan sifat individualistis sebuah
tindakan misalnya bunuh diri, jelaslah ia bisa digunakan untuk menjelaskan yang lain, setidaknya
aspek individual dari kehidupan sosial.
Dalam karya ketiga, The Elementary Forms Of Religious Life, Durkheim memfokuskan pada
aspek budaya lain; agama. Dalam analisisnya tentang agama primitive, Durkheim mencoba
melihat akar agama dalam struktur sosial masyarakat. Masyaraklah yang menetapkan sesuatu
sebagai yang sacral dan yang lain sebagai yang profan. Durkheim menunjukan sumber sosial dari
agama dalam analisisnya tentang totemisme dan akarnya dalam struktur sosial klan. Durkheim
menyimpulkan bahwa agama dan masyarakat adalah satu dan sama, dua manisfestasi dari proses
umum yang sama. Dia juga mempresentasikan sosiologi pengetahuan dalam karyanya. Dia
mengklaim bahwa konsep dan bahkan kategori mental fundamental kita adalah reprentasi kolektif
yang diciptakan masyarakat, setidaknya pada awalnya, melalui ritual agama.

Dalam sejumlah karyanya, Durkheim membahas gagasan tentang pemujaan individu yang
memberi budaya modern reprentasi kolektif yang sanggup mengintegrasikan dan mengatur
masyarakat. Pemujaan individu dibedakan dari egoisme. Dalam egoisme, individu hanya peduli
dengan kepentingannya sendiri, sementara dalam pemujaan individu, orang rela mengorbankan
kepentingan mereka atas nama suatu individualitas yang di yakini sama – sama dimiliki oleh setiap
manusia.

Meskipun Durkheim menentang setiap perubahan radikal dalam bentuk apapun, namun
konsentrasi utamanya pada moralitas mendorong dia untuk mengusulkan dua pembaharuan dalam
masyarakat yang diharapkan bisa melahirkan moralitas kolektif yang lebih kuat. Bagi anak – anak,
dia berhasil menerapkan program baru pendidikan moral di prancis yang fokus pada pengajaran
disiplin anak – anak, keterikatan dengan masyarakat, dan kemandirian. Bagi orang dewasa, dia
mengusulkan kelompok kerja untuk memperbaiki moralitas kolektif dan untuk mengatasi beberapa
patologi akibat pembagian kerja modern.
SUMBER REFERENSI

Ritzer, George & Douglass J. Goodman, 2014, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik
sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi Wacana

Ritzer, George & Barry Smart, 2012, Handbook: Teori Sosial, Bandung: Nusa Media

Anda mungkin juga menyukai