Anda di halaman 1dari 7

Kisah Ja'far bin Abi Thalib, Pria yang Mirip Nabi Muhammad SAW

Alhamdulillah alhamdulillahirabbil alamin wassala tuassala muala asyrafil ambiya iwal


mursalin waala alihi wasahbihi ajmain amma bakdu

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kita kesehatan
dan kesempatan sehingga kita dapat berkumpul di mushalla yang kita cintai ini

Salawat dan salam kita sanjungkan ke pangkuan nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti
yang kita rasakan pada saat ini

Penghormatan saya kepada kepala sekolah SDIK Nurul Qur’an beserta wakil – wakilnya,
penghormatan saya kepada seluruh dewan guru dan karyawan SDIK Nurul Qur’an

Pada siang yang berbahagia ini saya akan berceramah tentang

Ja’far Bin Abi Thalib merupakan satu diantara lima sahabat Nabi SAW yang memiliki
kemiripan dengan Rasulullah SAW. Namun diantara kelimanya Ja’far tercatat paling mirip
dengan Rasulullah SAW. Hingga diriwayatkan, jika dilihat dari belakang, sulit
membedakan antara Ja’far dan Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya tampilan fisik,
karakter Ja’far juga mirip dengan Rasulullah SAW.

Di riwayatkan dari Muhammad bin Usamah bin Zaib bahwa Rasulullah SAW pernah
berkata kepada Ja’far “Bentuk wajahmu serupa dengan wajahku, dan akhlakmu serupa
dengan akhlak ku karena kamu berasal dari ku dan merupakan keturunanku.”

Karena akhlak dan karakternya inilah Ja’far bin Abi thalib mudah menerima Islam saat
kemiripan diterangkan dengan sahabat yakni Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia tercatat menjadi
orang ke-31 yang memeluk Islam. Bagaimanakah perjalanan seorang Ja'far bin Abi Thalib
dan apa sajakah pengaruh beliau dalam agama Islam?

Ja’far yang merupakann sepupu Nabi Muhammad SAW ini langsung menyatakan
Keislamannya begitu mengetahui bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Putra Abu Thalib ini kemudian menyampaikan keislamannya kepada sang Istri, istrinya
Asma bin Umais.Ja’far pun lalu mengajak istrinya untuk kemudian masuk Islam. Ia begitu
yakin bahwa mengikuti ajaran Islam akan membawanya pada kebaikan dunia dan
akhirat.

Kelembutan serta kecerdasan seorang Ja'far bin Abi Thalib berhasil mengantarkan istrinya
Asma bin Umais ke jalan yang hidayah, hingga nanti disepanjang jalan hidupnya,
keduanya bersama-sama mengarungi pahit manis sebagai seorang muslim yang
bertakwa.
2

Meski kebahagiaan Islam telah menyelimti hatinya, namun kebahagian kakak Ali Bin Abi
Thalib ini belum utuh. Sebab sang ayah yang sangat dicintainya, Abu Thalib enggan
mengikuti kebenaran yang dibawa keponakannya, Nabi Muhammad SAW. Padahal Ia
selalu dibarisan terdepan membela Rasulullah SAW dari kedengkian kaum Quraisy.
Hanya doalah yang bisa dipanjatkan Ja’far bin Abi Thalib agar sang ayah mau membuka
hatinya menerima hidayah Islam.

Maka ketika Islam semakin menyebar di Kota Mekah kaum Quraisy semakin berang dan
tidak terima. Mereka membuat banyak gangguan untuk menjatuhkan Islam serta
melemahkan iman kaum Muslimin. Maka ketika Quraisy tidak bisa menghalangi dakwah
Rasulullah SAW lantaran sang Nabi mendapatkan pembelaan dari keluarga besarnya,
mereka pun mulai melampiaskan amarah dengan menyiksa kaum miskin dan lemah.

Tapi siksaan demi siksaan yang diterima kaum muslimin justru membuat iman mereka
semakin kokoh dan kebal. Demikia kejam siksaan kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin,
hingga keinginan melawan semakin besar, termasuk Ja’far Bin Abi Thalib. Ia begitu kesal
dengan perlakuan kaumnya tapi Ia begitu tidak bisa berbuat apa-apa, sebab Rasulullah
SAW melarang kaum Muslimin untuk melawan dan hanya meminta agar bersabar.

Disaat kekejaman kaum Quraisy memuncak Rasulullah SAW meminta agar kaum
muslimin hijrah ke negeri Habasyah, negeri yang dipimpin Raja Najashi, seorang Raja
Nasrani yang adil dan tidak pernah berbuat dzalim.

Rasulullah SAW memilih Ja’far Bin Abi Thalib memimpin kaum muslimin hijrah
menyelamatkan akidahnya ke negeri Habasyah. Rasulullah SAW begitu mengenal Ja’far
sepertit mengenal dirinya sendiri. Ja’far diplih karena memiliki kecerdasan, keberanian
sekaligus ketenangan semuanya itu semakin didukung karena Ia memiliki kemiripan
dengan Rasulullah SAW. Sehingga menjadi pelipur lara bagi kaum muslimin bila jauh dari

Nabi mereka.

Benar saja, di negeri Habasyah muslimin bisa hidup nyaman tanpa harus terganggu saat
beribadah. Namun kabar hijrahnya 100 kaum muslimin ke negeri Habasyah membuat
berang kaum musrik Quraisy. Mereka tidak tenang pengikut Nabi Muhammad SAW
beribadah dengan nyaman. Mereka kemudian berencana untuk memulangkan kaum
muslimin ke Mekah. Mereka mengutus Amar Bin Ash, pemuda Quraisy yang dikenal
paling jago berdiplomasi dan dekat dengan Raja Najashi.

Sambil membawa hadiah dari kaum Quraisy untuk dipersembahkan kepada Raja
Habasyah, Amr Bin Ash begitu yakin raja akan mengembalikan kaum muslimin ke Mekah.
Di hadapan Raja Najashi yang beragama Nasrani, Amr Bin Ash mulai bersilat lidah. Amar
memprofokasi raja bahwa agama Islam yang dianut oleh penduduk Mekah yang hijrah ke
Habasyah berbeda dengan Nasrani, bahkan agama yang dibawa Muhammad ini dituduh
memandang buruk terhadap agama Nasrani.
3

Raja Habasyah yang begitu kokoh imannya pada Nasrani sangat marah. Namun Ia tidak
langsung mengusir kaum muslimin. Di sinilah kebenaran hadist Nabi tentang keadilan
Raja Najashi terbukti. Raja Nasrani yang shaleh ini tidak mau bertindak sebelum
mendengar langsung dari kaum Muslimin yang tinggal dinegerinya.

Lalu Ja’far maju menjelaskan tentang Islam mewakili umat Islam dan mengapa Ia datang
ke negeri Habasyah. Dengan tutur kata yang amat baik serta jujur apa adanya pernyataan
Ja’far justru mengundang simpati raja. Bahkan Ja’far menjelaskan tentang ajaran Islam
tentang Maryam dan Al Masih yang dituturkan Al-Qur’an. Mendengar itu Raja Najashi
bergetar hatinya tidak kuasa menahan haru. Apa yang disampaikan Ja’fat dan ajaran
Nasrani yang Ia yakini berasal dari satu sumber yang sama. Maka saat itu pula, Najashi
menjamin keamanan kaum Muslimin di Habasyah.

Menurut beberapa sumber, Raja Najashi memeluk Islam, namun tetap merahasiakannya
kepada rakyatnya. Tidak hanya itu, murid-murid Ja’far di Habsyah kemudian menyebarkan
ajaran tauhid disana hingga Islam mulai tersebar di negeri Habasyah.

Di negeri hijrah pertamanya itu, Asma, istri Ja’far melahirkan putra pertama mereka dan
diberi nama Abdullah. Sebuah nama yang menujukan keislaman seseorang sebagai
hamba yang hanya mengabdi kepada Allah. Kelahiran putra Ja’far disambut bahagia oleh
Najashi. Sang raja memberinya hadiah, sang raja pun menamainya dengan nama yang
serupa dengan putra Ja’far.

Selama tujuh tahun di negeri Habasyah, Ja’far dan kaum muslimin begitu merindukan
Rasulullah SAW. Sebuah kabar datang membuat hati Ja’far hancur, Abu Thalib, sang ayah
yang amat dicintainya wafat dalam keadaan tidak beriman.

Di lain pihak, kaum muslimin mendapatkan kemenangan gemilang pada perang Haibar,
Jafar Bin Abi Thalib meninggalkan Habasyah menuju Madinah. Kedatangannya begitu
membahagiakan Rasulullah SAW, hingga Nabi sendiri tidak menyadari kebahagiaan yang
dirasakannya apakah karena kemenangannya dalam perang Haibar, atau karena
kedatangan Ja’far.

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah pada awal tahun ke delapan hijriyah,
Rasulullah SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di
Mut’ah. Beliau mengangkat Zait bin Haritsah menjadi komandan pasukan. Jika Zait bin
Haritsah gugur, maka digantikan oleh Ja’far Bin Abi Thalib, jika Ia cidera dan tewas pula,
Ia digantikan oleh Abdullah bin Rawaha dan apabila Abdullah Bin Rawaha cidera dan
gugur pula, hendaklah kaum muslimin memilih komandan diantara mereka.
4

Sampai di Mut’ah, sebuah kota dekat Syam daerah Yordania mereka mendapati pasukan
Romawi dengan 100 ribu pasukan yang terlatih. Diperkuat dengan 1000 milisi Nasrani dari
kabilah-kabilah Arab, sementara tentara kaum muslimin yang dipimpin oleh Zait Bin
Haritsah hanya berkekuatan 3000 tentara.

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang ini bertemu dan peperangan dahsyat pun
terjadi. Komandan Muslimin, Zait Bin Haritsah gugur sebagai shahid, melihat Zait gugur,
Ja’far kemudian melompat dan mengambil alih bendera Rasulullah SAW dari tangan Zaid.
Lalu diacungkan dengan tinggi-tinggi dan kini pimpinan beralih kepadanya. Ja’far
mengayunkan pedang ditengah musuh yang mengepungnya dia mengamuk menyerang
musuh ke kanan dan kekiri dengan hebat.

Hingga suatu ketika sebuah tebasan pedang mengenai tangan kanannya, maka tangan
kirinya langsung mengambil bendera dari tangan kanannya yang puntung, tangan kirinya
putus pula terkena sabetan pedang musuh. Tapi Ia tidak gentar dan putus asa, dipeluknya
bendera Rasulullah dengan kedua lengannya dengan terus menerjang musuh hingga
akhirnya tubuh Ja’far ditebas musuh hingga gugur sebagai syahid di medan Mut’ah.

Rasulullah SAW sangat sedih mendengar kabar gugurnya Jafar beliau pergi kerumah
Ja’far di dapatinya Asma, istri Ja’far yang sedang bersiap-siap menunggu kedatangan
suaminya, memandikan dan memakaikan baju bersih kepada anak-anaknya. Asma sendiri
menuturkan kedatangan Rasulullah SAW.

“Ketika Rasulullah SAW mengujungi kami, terlihat wajah Rasulullah diselubungi kabut
sedih, hatiku cemas tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku
takut mendengar berita buruk, beliau memberi salam dan menanyakan anak-anak kami,”

Asma kemudian memanggil mereka semua, dan disuruhnya menemuii Rasulullah. Anak-
anak Ja’far kemudian melompat kegirangan mengetahui kedatangan Beliau. Mereka
berebutan untuk bersalaman dengan Rasulullah SAW. Rasulullah SAWA langsung
memeluk erat anak-anak Ja’far sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata Beliau
berlinang membasahi pipi mereka.
Kisah Sahabat Nabi: Abdurrahman bin Auf,
"Manusia Bertangan Emas"
28 Mei 2011 pukul 19:26

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia
juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga
dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah
Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah
berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah
memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan
rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari
setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf
tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar
dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk
menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman
menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah
mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya
dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah
padaku di mana letak pasar di kota ini!"

Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman
berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang
yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin
menikah, ya Rasulullah," katanya.

"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.

"Emas seberat biji kurma," jawabnya.

Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan


menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan


sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang
diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat Bertangan Emas'.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam
perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin
Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah
ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak
segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk,
Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka.
Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan
menyerahkan dua ratus uqiyah
emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, "Sepertinya
Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk
keluarganya."

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk
istrimu?"

"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang
kusumbangkan."

"Berapa?" tanya Rasulullah.

"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan


Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu
shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam
shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di
belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan
utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu
Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan
keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab
memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu
bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya
kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra
disampaikan kepadanya, ia bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"

"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.

Aisyah berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian
sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa
melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat.
Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh
semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar
pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang
diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat
mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali
bin Abi Thalib berkata, "Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau
berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu." Amin.

Anda mungkin juga menyukai