Anda di halaman 1dari 2

LEMBAR TUGAS MANDIRI: TUGAS PROFESIONALISME

Ujang Khoerur Rizqi/1406527993


Modul Praktik Klinik Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Juli 2019

Kode Etik AMSA Dibandingkan dengan Janji Kepaniteraan

Dalam menjalankan profesinya, seorang dokter harus bertindak dan berperilaku sesuai
kode etik yang berlaku, yang dalam hal ini digunakan Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) dan Sumpah Hipokrates di Indonesia. Layaknya seorang dokter, mahasiswa
kedokteran yang sudah bertemu langsung dengan pasien dalam proses pendidikannya perlu
juga adanya sebuah kode etik yang digunakan, di mana tentu tidak dapat disamakan dengan
seorang dokter. Oleh karena itu, di FKUI dilakukan Janji Kepaniteraan sebelum mahasiswa
kedokteran masuk ke jenjang klinik. Selain itu, terdapat landasan lain yang dikeluarkan oleh
Australian Medical Students Association (AMSA) berupa Kode Etik AMSA bagi mahasiswa
kedokteran dalam menjalani kerja klinik terkait bagaimana harus bersikap dan hal-hal apa yang
dilarang.
Janji kepaniteraan menjadi prasyarat bagi mahasiswa kedokteran FKUI yang akan
menjalani pendidikan di praktik klinik. Janji kepaniteraan ini berisikan sembilan bait yang
harus ditepati oleh mahasiswa kedokteran dalam menjalani praktik klinik, baik berupa
kewajiban ataupun larangan. Janji kepaniteraan ini mengacu pada KODEKI. Di lain sisi, kode
etik AMSA merupakan standar etika dalam menjalankan kerja klinik sehari-hari yang disusun
oleh badan perwakilan mahasiswa kedokteran Australia (AMSA). Kode etik AMSA ini berisi
delapan prinsip yang didasarkan pada empat kaidah dasar bioetik, yaitu beneficence, non-
maleficence, justice, dan autonomy.
Janji kepaniteraan dan kode etik AMSA memperlihatkan gambaran yang hampir sama
sebagai dasar bagimana mahasiswa kedokteran dalam jenjang klinik bersikap. Beberapa
kesamaan poin dalam keduanya menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran dalam menjalankan
praktik klinik harus menghormati dan memperlakukan pasien sesuai dengan norma dan kultur
yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Menjaga kerahasiaan informasi pasien juga tertuang
dalam keduanya. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga sebaiknya mawas diri dan dapat
bertindak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, terkait tidak dapatnya memberikan terapi
secara mandiri tanpa pengawasan, menerima imbalan dari pasien, dan sebagainya. Mahasiswa
kedokteran juga diminta untuk selalu belajar dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan
pengetahuan dan menjaga kesehatan fisik serta mental masing-masing. Kesamaan lain yang
terdapat dalam kedua landasan itu adalah kewajiban mahasiswa kedokteran untuk selalu
menghormati dan menghargai para guru yang selalu membantu dalam proses pembelajaran.
Janji kepaniteraan dan kode etik AMSA meskipun memiliki poin-poin yang hampir
sama, menurut saya terdapat perbedaan yang menjadi fokus keduanya. Janji kepaniteraan lebih
memfokuskan pada bagaimana seorang mahasiswa kedokteran untuk senantiasa belajar dan
mengamalkan apa yang sudah didapat dalam kegiatan praktik klinik untuk turut membantu
upaya pemeliharaan kesehatan pasien. Poin bagaimana bersikap layaknya seorang dokter
disebutkan dengan sebagiknya mengikuti KODEKI. Pada kode etik AMSA, poin yang
dijadikan fokus lebih kepada bagaimana interaksi dokter-pasien seharusnya, termuat kewajiban
menghargai pasien, tidak mengeksploitasi pasien, menjaga kerahasiaan pasien, dan melakukan
informed consent sebelum melibatkan pasien dalam proses pembelajaran. Poin terakhir ini
yang tidak termuat secara jelas dalam janji kepaniteraan, meskipun tentu sudah termuat dalam
KODEKI. Selain itu, dalam kode etik AMSA, tidak hanya disebutkan poin-poin umum tetapi
juga dijabarkan lebih lanjut terkait delapan poin yang ada sehingga tentu ini lebih membantu
mahasiswa kedokteran dalam memberikan panduan bersikap dalam kegiatan praktik kliniknya.

Referensi:
1. AMSA. Australian Medical Student’s Association: Code of Ethic. 2003.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Pedoman Praktik Klinik Mahasiswa
FKUI. 2009.

Anda mungkin juga menyukai