Anda di halaman 1dari 21

IMPLEMENTASI MEDIA SCRAPBOOK UNTUK MENUMBUHKAN PENDIDIKAN

KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang
A. Pendidikan Karakter
Pendidikan menurut UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran,
beriman, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta sebagai warga
negara yang bermartabat dan bertanggung jawab (Lubis, S. 2019). Pendidikan merupakan
faktor yang penting karena pendidikan salah satu penentu mutu SDM (Sumber Daya
Manusia), di mana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat
(Indra, N. P. 201). Pendapat Indra, N.P didukung dengan pendapat Sriwilujeng (2017)
bahwa pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi, pelatihan, atau
penelitian.
Pendidikan merupakan suatu proses perkembangan dilakukan dengan usaha sadar dan
terencana untuk mengembangkan potensi diri yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi, pelatihan, atau penelitian.
Karakter menurut Endhang Suhilmiati (2017) adalah kualitas, mental atau kekuatan
moral, moral atau karakter individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi
dorongan dan mobilisasi, dan membedakan individu dari individu lain. karakter adalah
pola perilaku individu, keadaan moral seseorang sehingga seseorang memiliki karakter
(Jauhar Fuad. 2013). Karakter dapat dikatakan sebagai nilai-nilai dan sikap hidup yang
positif, yang dimiliki seseorang sehingga mempengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan
bertindak orang itu, dan akhirnya menjadi tabiat hidupnya (Suparno, 2015:29).
Karakter adalah watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian yang membedakan seorang
individu dengan individu lainnya.
Pendidikan karakter Menurut Suparno (2015:29) berarti pendidikan yang bertujuan
untuk membantu agar peserta didik mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat
yang diinginkan. Misalnya, kalau ingin karakter jujur terbentuk, maka pendidikan karakter
berarti suatu usaha membantu peserta didik agar nilai kejujuran itu menjadi miliknya dan
menjadi bagian hidupnya yang mempengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak dalam
hidupnya. Penguatan Pendidikan Karakter yaitu gerakan pendidikan di bawah tanggung
jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan
pendidikan, keluarga, dan masyarakat (Perpres No. 87 Tahun 2017). Pendidikan karakter
sangatlah luas dan harus dimulai sejak usia dini yang menjadi tujuan keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu strategi dalam mengajarkan pendidikan karakter menjadi
sangat penting (Chatib, M. 2019).

B. Cinta Tanah Air


Soekanto (2010:10) Cinta tanah air merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan sikap kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan, budaya, dan ekonomi. Cinta tanah air terhadap bangsa sendiri yaitu
bangsa Indonesia, bangga terhadap produk asli Indonesia, bangga terhadap kesenian yang
terdapat di dalamnya yang sesuai dengan landasan nilai-nilai luhur Pancasila (Wahyu
Permatasari, Intan, & Sholeh, M. 2019). Didukung dengan pendapat Ismawati, Y. T., &
Suyanto, T. (2015) Cinta tanah air adalah suatu kasih sayang dan suatu rasa cinta terhadap
tempat kelahiran atau tanah airnya. Rasa cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa
memiliki, rasa menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap
individu pada negara tempat di mana ia tinggal. Yang tercermin dari perilaku membela
tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada dinegaranya dengan
melestarikannya dan melestarikan alam dan lingkungannya.
Susanto (2008) menyatakan bahwa cinta tanah air bukan hanya penghayatan saat
upacara bendera saja, tetapi juga pada pelafalan lagu nasional, nama pahlawan beserta
perjuangannya, dan menghafal Pancasila. Wahyudi dalam Utami, M. L. B. (2018). cinta
tanah air dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya memelihara persatuan dan
kesatuan, menyumbangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk
membangun bangsa dan negara. Kita harus menyadari bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia tetap menghadapi rong-rongan dan ancaman. Oleh karena itu kita harus siap
menghadapi segala bentuk rong-rongan dan ancaman, demi keutuhan NKRI.
Cinta tanah air merupakan wujud dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, sekolah dan
masyarakat. Oleh karena itu, rasa cinta tanah air perlu ditumbuh kembangkan dalam jiwa
setiap individu sejak usia dini yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar
tujuan hidup bersama dapat tercapai. Salah satu cara untuk menumbuh kembangkan rasa
cinta tanah air adalah dengan menumbuhkan rasa bangga terhadap tanah airnya melalui
proses pendidikan.

C. Media Scrapbook
Scrapbook atau buku tempel, berasal dari bahasa inggris, “scrap” yang berarti sisa,
carik, guntingan, atau potongan. Sedangkan “book” sendiri berarti buku. Scrapbook
biasanya digunakan untuk membuat album kenangan yang memuat bukan hanya poto akan
tetapi berbentuk kliping atau catatan penting yang berhubungan dengan momen penting
(Putri dalam Wardhani, S. W. 2018). Senada dengan pendapat Mahbuddin, A. N. G. (2018)
bahwa scrapbook merupakan suatu seni menempel kertas baik kertas bekas maupun
khusus atau foto yang berisikan makna atau cerita yang tersusun sesuai alur untuk dapat
dipahami oleh pembaca. Media tersebut juga dapat diaplikasikan dalam suatu proses
pembelajaran dengan mengaitkan materi di dalamnya untuk membantu siswa memahami
materi tersebut. scrapbook merupakan kegiatan menempel pada lembar kertas kosong
dengan menggunakan bahan atau barang sisa untuk menghiasnya sehingga menjadi karya
yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi yang banyak di kenal
sebagai memorabilia (Nurdiana, I., & Murjainah, M. 2018). Media scrapbook adalah
media berupa tempelan gambar atau hiasan lain yang diaplikasikan di atas kertas dan
menghiasinya menjadi karya kreatif (Sprachforum dalam Heryaneu, Amir dan Pepen
2015: 4).
Dewi, T. K., & Yuliana, R. (2018) adapun kelebihan dari media scrapbook, yaitu
scrapbook mencerminkan keunikan dari pemikiran, hidup, dan aktivitas penulisnya,
sifatnya kongkrit dan lebih realistis menunjukan pokok permasalahan yang dibahas,
scrapbook dapat mengatasi ruang dan waktu, scrapbook dapat mengatasi keterbatasan
pengamatan kita, dan bahan-bahan membuat scrapbook mudah didapat, tanpa
menggunakan peralatan khusus. Kemudian, terdapat ciri khas dari media pembelajaran
scrapbook yang akan dikembangkan ini yaitu bertemakan lingkungan dan sesuai dengan
konteks siswa. Jadi, siswa akan dilatih untuk belajar menulis karangan deskripsi dan
mengenal nama-nama tempat yang berada di sekitar siswa (lingkungan siswa). Sependapat
dengan Maita Damayanti, U.Z (2017) terdapat beberapa kelebihan dari media scrapbook
yaitu, a) Menarik, scrapbook disusun dari berbagai foto, gambar, catatan penting, dan lain
sebagainya dengan beberapa hiasan. Sehingga tampilannya akan terlihat indah dan
menarik. b) Bersifat realistis dalam menunjukkan pokok pembahasan, dengan scrapbook,
kita dapat menyajikan sebuah objek yang terlihat nyata melalui gambar atau foto. c) Dapat
mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, media scrapbook dapat menjadi salah satu solusi
mengenai banyaknya peristiwa atau objek yang sulit disajikan secara langsung dan sulit
diulang. d) Mudah dibuat, cara pembuatan scrapbook tidaklah sulit. Kita hanya perlu
menyusun dan memadu padankan antara gambar, catatan, dan hiasan sedemikian rupa. e)
Bahan yang digunakan untuk membuat scrapbook mudah didapatkan. Bahan – bahan yang
diperlukan dalam pembuatan scrapbook mudah didapatkan. f) Dapat dibuat atau didesain
sesuai keinginan, scrapbook dapat dibuat atau didesain sesuai keinginan pembuatnya.
Misalnya gambar, foto, catatan, warna, tulisan, dan lain sebagainya.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah apakah implementasi media scrapbook dapat menumbuhkan pendidikan
karakter cinta tanah air?
3. Tujuan’
Untuk mengetahui apakah implementasi media scrapbook dapat menumbuhkan
pendidikan karakter cinta tanah air
4. Manfaat
A. Bagi siswa
- Mengenal Media Scapbook lebih dalam
- Sebagai upaya untuk meningkatkan karakter cinta tanah air melalui pemanfaatan
media pembelajaran, khususnya dengan media Scapbook

B. Bagi guru
- Sebagai bahan masukan bagi guru melakukan inovasi dalam mengajar karakter
cinta tanah air
- Dapat meningkatkan kualitas mengajar bagi guru
C. Bagi sekolah
- Sebagai masukan bagi Lembaga-lembaga Pendidikan, guru/pendidik agar lebih
cenderung atau sering memanfaatkan multimedia pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa.
- Sebagai bahan masukan bagi pengembang media scrapbook

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendidikan Karakter
A. Hakikat Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila;
bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya
kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi
permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter
sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-
2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang
diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk
melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas
program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana
Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan
keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya
sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan
karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga
peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan
pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral
feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan
perilaku dan sikap hidup peserta didik.

Bagan 1. Alur Pikir Pembangunan Karakter


Berdasarkan alur pikir pada Bagan 1 di atas, pendidikan merupakan salah satu strategi
dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan
secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup: sosialisasi atau
penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama seluruh komponen bangsa.
Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan
melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif,
media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Sumber: Buku Induk Pembangunan
Karakter, 2010).

B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter
bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang
berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang
multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan
mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia;
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif,
mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter


Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai
pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini
merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya
diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud
seperti: keagamaan, gotong royong, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan,
kerja keras, dan sebagainya.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7)
Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air,
(12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
(16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Sumber: Pusat Kurikulum.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan
pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai
prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari
kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui
analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis
nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan
lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari
nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi,
nyaman, disiplin, sopan dan santun.

Bagan 2: Implementasi Nilai-Nilai

Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak
peringatan Hardiknas di Istana Negara (Selasa, 11 Mei 2010) mengutarakan:

”…Saudara-saudara, kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering


mendampingi saya, sebelum saya dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju,
yang membanggakan, Saya lihat kamar mandi dan WC-nya bersih tidak, bau tidak,
airnya ada tidak. Ada nggak tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan
secara umum, ketertiban secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama
10 tahun lebih tiap hari berada dalam lingkungan yang bersih, lingkungan yang
tertib, lingkungan yang teratur itu ada values creation. Ada character building dari
segi itu. Jadi bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya….”

D. Proses Pendidikan Karakter


Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural
pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan serta masyarakat. Totalitas
psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam
Bagan 3 berikut:

Bagan 3: Konfigurasi Pendidikan Karakter

Berdasarkan Bagan 3 tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada


pertimbangan bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan
perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks
interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural
dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4)
olah rasa dan karsa. Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan
saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai
luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar
di atas (Sumber: Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).
2. Media Scrapbook
Salah satu inovasi yang dapat menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran
adalah dengan menggunakan media yang kreatif dan inovatif. Raharjo (dalam Cecep &
Bambang, 2011:7) menjelaskan pengertian media adalah suatu wadah yang digunakan
untuk menyampaikan pesan agar penerima pesan lebih mudah untuk memahami pesan
atau materi yang disampaikan. Dengan menggunakan media, proses pembelajaran akan
lebih menarik. Selain itu tujuan pembelajaran akan mudah dicapai karena materi yang
diajarkan oleh guru akan lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa.
Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam meilih media yang akan
digunakan, yaitu: 1) Guru telah mengetahui cara penggunaan media yang akan dipakai. 2)
Media yang akan digunakan dirasa lebih efektif untuk menyampaikan materi pembelajaran
dibandingkan jika guru hanya menjelaskan materi secara verbal. 3) Media yang akan
digunakan dapat membuat siswa antusias untuk mengikuti pembelajaran. (Sukiman, 2012)
Selain itu, pertimbangan lain yang diperlukan guru saat memilih media pembelajaran
adalah kesesuaian media dengan tahapan perkembangan kognitif siswa. Merujuk pada
teori perkembangan kognitif Jean Piaget, perkembangan kognitif (intelektual) individu
berlangsung dalam 4 tahap, yaitu: 1) Tahap sensorimotor, Tahap ini berkembang dari
mulai 0 - 2 tahun. 2) Tahap pra operasional, mulai dari 2 - 7 tahun. 3) Tahap operasional
konkret, tahap ini berkembang dari 7 - 11 tahun. 4) Operasi formal, yakni dimulai dari 11
tahun sampai dewasa. (Nursalim, 2007 : 26).
Siswa kelas IV sekolah dasar pada umunya berusia antara 7 sampai 8 tahun. Dengan
demikian, tahapan berpikir siswa kelas IV berada dalam tahap perkembangan operasional
kongkrit. Dalam tahapan ini, siswa belum mampu menguasai simbol verbal dan ide secara
abstrak namun siswa sudah dapat berfikir logis mengenai peristiwa kongkrit serta
mengelompokkan benda ke dalam bentuk yang berbeda. oleh karena itu, siswa
membutuhkan kejadian dan pengalaman kongkrit dalam belajar untuk memahami suatu
objek. Dengan demikian diperlukan media pembelajaran untuk mempermudah siswa
memahami materi pelajaran.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka salah satu alternatif media yang
dapat digunakan guru untuk menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran dan
mempermudah siswa dalam memahami materi keragaman rumah adat di Indonesia adalah
dengan menggunakan media scrapbook (buku tempel).
Seiring perkembangan zaman, media scrapbook atau yang sering disebut dengan buku
tempel memiliki banyak kegunaan, salah satunya dapat digunakan sebagai media
pembelajaran. Scrapbook berasal dari bahasa Inggris. “scrap” yang berarti sisa, potongan,
atau guntingan. Sedangkan “book” berarti buku. Scrapbook dapat didefinisikan sebagai
seni menempel gambar atau foto pada media kertas dan menghiasnya menjadi karya
kreatif. Selain berisikan gambar atau foto, scrapbook juga dapat memuat potongan catatan
penting yang berkaitan dengan gambar.
Melalui penggunaan media scrabook yang dikemas dalam bentuk yang menarik siswa
dapat memadukan berbagai potongan gambar dan penjelasan singkat yang sesuai dengan
gambar sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Selain itu,
siswa dapat menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam bahasa Inggris scrapbook berasal dari kata “scrap” yang artinya sisa, potongan,
atau guntingan dan “book” yang artinya buku. Menurut Lia (2014 : ii) mengatakan bahwa
scrapbook adalah suatu seni merangkai foto atau memorabilia yang sering dikaitkan
dengan suatu kejadian atau momen spesial. Di antaranya adalah momen kelahiran,
pernikahan, kelulusan, persahabatan, dan travelling. Selain itu, John Poole (dalam
Hardiana, 2015 : iii) menyatakan bahwa buku tempel atau yang dikenal dengan nama
scrapbook adalah sekumpulan memorabilia, foto, catatan, cerita, narasi, puisi, quote,
kliping, tiket, bon pembayaran, dan lain sebagainya yang dirangkai dan disusun dalam
sebuah album atau hand-made book. Menurut Hardiana (2015 : ii) meskipun namanya
“scrap” atau sisa, namun kini bahan pembuatan scrapbook semakin berkembang. Bahan –
bahan tersebut tidak selalu menggunakan barang bekas, tetapi kini telah tersedia bahan
khusus untuk membuat scrapbook. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, disimpulkan
bahwa scrapbook adalah media dua dimensi yang berbentuk sebuah buku dengan tema
tertentu yang terdiri dari memorabilia, foto, gambar, catatan, kliping, quote, dan lain - lain
yang dirangkai menjadi sebuah karya kreatif hand made atau buatan tangan menggunakan
teknik menempel.
Terdapat beberapa karakteristik scrapbook yang dapat digunakan sebagai media
pembelajaran, yaitu, a) Berbentuk buku. b) Tema harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran. c) Data yang dimasukkan dalam scrapbook harus fokus pada pokok
pembahasan atau materi yang diajarkan. d) Tidak telalu banyak hiasan, karena tujuan
utamanya adalah sebagai media pembelajaran. Dari beberapa karakteristik scrapbook di
atas maka diharapkan dapat menjadi gambaran atau acauan dalam pembuatan media
scrapbook agar sesuai dengan tujuan pemanfaatan media yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Terdapat beberapa kelebihan dari media scrapbook yaitu, a) Menarik, scrapbook
disusun dari berbagai foto, gambar, catatan penting, dan lain sebagainya dengan beberapa
hiasan. Sehingga tampilannya akan terlihat indah dan menarik. b) Bersifat realistis dalam
menunjukkan pokok pembahasan, dengan scrapbook, kita dapat menyajikan sebuah objek
yang terlihat nyata melalui gambar atau foto. Karena gambar atau foto dapat memberikan
detail dalam bentuk gambar apa adanya, dengan demikian kita dapat lebih mudah
mengetahui dan mengingatnya dengan lebih baik. c) Dapat mengatasi keterbatasan waktu
dan ruang, media scrapbook dapat menjadi salah satu solusi mengenai banyaknya
peristiwa atau objek yang sulit disajikan secara langsung dan sulit diulang. d) Mudah
dibuat, cara pembuatan scrapbook tidaklah sulit. Kita hanya perlu menyusun dan memadu
padankan antara gambar, catatan, dan hiasan sedemikian rupa. Sehingga anak-anak
maupun orang dewasa akan mampu membuat scrapbook sendiri. e) Bahan yang digunakan
untuk membuat scrapbook mudah didapatkan. Bahan-bahan yang diperlukan dalam
pembuatan scrapbook mudah didapatkan. Karena kita bisa menggunakan barang-arang
yang sudah tidak terpakai atau barang bekas. Bahkan saat ini sudah tersedia bahan khusus
untuk membuat scrapbook. f) Dapat dibuat atau didesain sesuai keinginan, scrapbook
dapat dibuat atau didesain sesuai keinginan pembuatnya. Misalnya gambar, foto, catatan,
warna, tulisan, dan lain sebagainya.
Sedangkan beberapa kelemahan scrapbook yaitu, a) Waktu yang digunakan relatif lama
untuk membuat scrapbook, waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan scrapbook relatif
lama tergantung dari kerumitan penyusunannya. Semakin rumit rancangan dan
penyusunan media scrapbook maka waktu yang dibutuhkan akan lebih lama.b) Gambar
yang kompleks kurang efektif dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan gambar yang
terlalu kompleks dan berlebihan akan berdampak pada kurangnya pemusatan perhatian
pada pokok bahasan (materi) sehingga kegiatan pembelajaran tidak akan berlangsung
secara efektif. Dari beberapa kelemahan yang telah disebutkan di atas maka ada beberapa
solusi untuk meminimalisir kekurangan media scrapbook yaitu desain dan susun
scrapbook dengan tidak terlalu rumit namun tetap terlihat menarik dan pergunakan
gambar-gambar seperlunya yang sesuai dengan pokok bahasan (materi) tanpa
menggunakan hiasan yang berlebihan.
Seiring perkembangan zaman fungsi scrapbook tidak hanya sebagai media untuk
mempercantik album foto atau gambar. Namun, kini scrapbook dapat digunakan sebagai
a) Mahar pernikahan, kini scrapbook dapat menjadi pilihan yang dapat digunakan sebagai
mahar pernikahan karena scrapbook merupakan karya yang kreatif dan inovatif yang dapat
dijadikan kenang-kenangan saat momen spesial. b) Hobi, scrapbook merupakan karya
yang yang unik dan menarik. Sehingga, tanpa disadari akan mampu memikat sebagian
orang untuk membuat atau mengoleksi scrapbook sebagai hobi barunya. c) Hadiah,
scrapbook dapat menjadi salah satu pilihan sebagai hadiah ulang tahun, anniversary,
pernikahan, kelahiran, dan sebagainya. Scrapbook dapat dibuat secara handmade (buatan
tangan) sehingga dapat disesuaikan dengan keinginan pembuatnya. d) Media
pembelajaran, kini perkembangan media pembelajaran semakin beraneka ragam. Tidak
semua media pembelajaran diperoleh dari toko. Namun, media pembelajaran dapat dibuat
dari benda – benda yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Seperti halnya scrapbook
yang dapat dibuat dari benda – benda di lingkungan sekitar, akan dapat digunakan sebagai
media pembelajaran jika disusun dengan kreatif dan menarik serta dilengkapi gambar
maupun materi yang akan diajarkan.

3. Pendidikan Karakter Cinta Tanah Air Melalui Scrapbook


Karakter rasa cinta tanah air merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus di
bentuk mulai dari generasi muda terutama para pelajar, sehingga ketika mereka sudah
mempunyai karakter cinta tanah air maka baik perilaku maupun perbuatan mereka akan
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh bangsa ini. Karakter itu berupa kejujuran, sikap
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, kemandirian, sikap demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, sikap bersahabat, cita damai,
gemar membaca, peduli terhadap lingkungan, peduli sosial, rasa tanggung jawab, dan
religius. Semua karakter tersebut harus dipahami dan diamalkan oleh para generasi muda
di era yang semakin canggih ini.
Generasi muda sekarang cenderung malas untuk mempelajari suatu hal jika hal tersebut
tidak menarik perhatiannya, penggunaan smartphone sekarang pun sudah merambat ke
berbagai macam tingkatan usia. Oleh karena itu perlu adanya inovasi dalam pembelajaran
di sekolah mereka berupa inovasi media pembelajaran. Media pembelajaran sangat
berperan penting bagi proses belajar dan mengajar di sekolah. Media scrapbook
merupakan media yang tepat untuk menumbuhkan karakter dari siswa tersebut, karena
melalui penggunaan media scrapbook yang dikemas dalam bentuk yang menarik siswa
dapat memadukan berbagai potongan gambar dan penjelasan singkat yang sesuai dengan
gambar sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Selain itu,
siswa dapat menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Melalui scrapbook siswa lebih dibentuk karakternya, scrapbook bisa di buat sendiri
oleh siswa dan guru sesuai dengan kreasinya masing-masing. Dengan ditambahkan materi
mengenai 18 karakter tersebut siswa dapat lebih tertarik untuk mempelajarinya dan ilmu
yang terkandung dalam scrapbook tersebut lebih dapat mudah dicerna dan dicontohkan
oleh siswa yang mempelajarinya. Guru juga dalam menyampaikan materi akan lebih
menyenangkan sehingga apa yang diterangkan oleh guru tersebut bisa dipahami lebih jelas
oleh siswanya. Dalam media scrapbook dapat ditambahkan gambar, contoh perilaku yang
mencerminkan 18 karakter tersebut, serta sedikit teori dan bisa juga diselipkan permainan
di scrapbook itu sehingga siswa akan lebih antusias untuk mempelajarinya.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor (Moleong, 2005 : 4) menyatakan bahwa “penelitian kualitatif adalah sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati‟.
Metode penelitian adalah suatu cara sistematis yang ditempuh oleh seorang peneliti
dalam usaha mengadakan penelitian agar tercapainya tujuan penelitian. Menurut Sugiyono
(2013:6), metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan
dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Untuk memecahkan suatu masalah dan mendapatkan data yang tepat, maka diperlukan
metode yang dapat menunjang penyelesaian suatu masalah. Metode penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan. Adapun yang
menjadi alasan penulis dalam menggunakan metode penelitian kepustakaan adalah karena,
metode tersebut sangat cocok sekali dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis,
yaitu tentang Implementasi Media Scrapbook untuk menumbuhkan Pendidikan Karakter.
Peneliti dalam rangka pelaksanaan pengumpulan data, harus menentukan sumber-
sumber data serta lokasi di mana sumber data tersebut dapat ditemukan dan diteliti.
Berbeda dengan penelitian lapangan lokasi pengumpulan data untuk penelitian
kepustakaan jauh lebih luas bahkan tidak mengenal batas ruang. Setting penelitian
merupakan patokan di mana lokasi tersebut dilaksanakan. Sebelum menyebutkan lokasi
penelitian, ada baiknya untuk menyebutkan ciri khusus dari penelitian kepustakaan untuk
membedakan setting penelitian kepustakaan dengan penelitian lain seperti penelitian
lapangan.
Penelitian kepustakaan memiliki beberapa ciri khusus, antara lain; Pertama, penelitian
ini berhadapan langsung dengan teks atau data angka, bukan dengan lapangan atau saksi
mata (eyewitness), berupa kejadian, orang atau benda-benda lain. Kedua, data bersifat siap
pakai (readymade), artinya peneliti tidak pergi ke mana-mana, kecuali hanya berhadapan
langsung dengan sumber yang sudah ada di perpustakaan. Ketiga, data di perpustakaan
umumnya adalah sumber data sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh data dari
tangan kedua bukan asli dari tangan pertama di lapangan. Keempat, kondisi data di
perpustakaan tidak dibagi oleh ruang dan waktu. Berdasarkan ciri tersebut, penelitian ini
dilakukan di perpustakaan yang mengoleksi data-data mengenai Implementasi Media
Scrapbook untuk menumbuhkan Pendidikan Karakter.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif Sesuai dengan obyek kajian karya tulis
ini, maka jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library
research), yaitu, pertama, dengan mencatat semua temuan mengenai Scrapbook secara
umum pada setiap pembahasan penelitian yang didapatkan dalam literatur–literatur dan
sumber-sumber, dan atau penemuan terbaru mengenai Scrapbook yang dapat
mempengaruhi karakter. Setelah mencatat, kedua, memadukan segala temuan, baik teori
atau temuan baru pada karakter peserta didik.
Ketiga, menganalisis segala temuan dari berbagai bacaan, berkaitan dengan kekurangan
tiap sumber, kelebihan atau hubungan masing-masing tentang wacana yang dibahas di
dalamnya. Terakhir adalah mengkritisi, memberikan gagasan kritis dalam hasil penelitian
terhadap wacana-wacana sebelumnya dengan menghadirkan temuan baru dalam
mengkolaborasikan pemikiran-pemikiran yang berbeda, utamanya dalam tulisan ini adalah
pemikiran.........
Menurut Kaelan, dalam penelitian kepustakaan kadang memiliki deskriptif dan juga
memiliki ciri historis (Kaelan, 2010:134). Dikatakan historis karena banyak penelitian
semacam ini memiliki dimensi sejarah, termasuk di dalamnya penelitian agama, misalnya
tentang karya tokoh pemikir keagamaan masa lalu seperti imam al-Ghazali dan lain
sebagainya. Penelitian karya-karya tokoh agama tersebut termasuk penelitian kepustakaan.
Penelitian kepustakaan ini bisa meliputi kritik pemikiran, penelitian sejarah agama, dan
dapat pula penelitian tentang karya tertentu atau naskah tertentu. Oleh karenanya
penelitian kepustakaan akan menghadapi sumber data berupa buku-buku yang jumlahnya
sangat banyak sehingga memerlukan metode yang memadai. Untuk itu dalam penelitian
kepustakaan, mengumpulkan buku harus secara bertahap, sebab akan kesulitan apabila
tidak demikian.
Untuk mendapatkan segala kebutuhan tersebut di atas, bisa dihasilkan melalui
perpustakaan, toko buku, pusat penelitian dan jaringan internet dengan mengakses wacana
dan info mengenai pendidikan karakter. Dengan menggunakan data-data dari berbagai
referensi baik primer maupun sekunder. Data-data tersebut dikumpulkan dengan teknik
dokumentasi, yaitu dengan jalan membaca (text reading), mengkaji, mempelajari, dan
mencatat literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam tulisan ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Scrapbook adalah album yang di dalamnya tidak hanya memuat photo atau gambar,
tetapi terdapat juga catatan atau klipingan yang berhubungan dengan photo atau gambar
tersebut yang dihias dengan kreatif.
Media pembelajaran scrapbook merupakan salah satu jenis media pembelajaran visual
tiga dimensi. Media tiga dimensi merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem
instruksional (Haryono, 1984 :4). Sedangkan menurut Degeng (1989:320), media tiga
dimensi merupakan satu komponen penting dari strategi penyampaian. Media tiga dimensi
memiliki peranan penting dari strategi penyampaian pengajaran untuk penyampaian hasil
belajar tertentu. Media tiga dimensi bukan sekedar alat bantu mengajar bagi guru,
melainkan merupakan bagian yang tidak terpisah dari sistem pengajaran karena media tiga
dimensi dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran.
Menurut Anderson (1983:29), media tiga dimensi memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Mencakup rupa benda-benda natural, termasuk objek (benda yang
sesungguhnya), specimen (manikin), dan model atau mock-up. mencakup rupa
benda-benda natural, termasuk objek (benda yang sesungguhnya), specimen
(manikin), dan model atau mock-up.
2. Menggunakan saluran penerimaan semua indra manusia yakni mencakup indra
visual, dengar, taktil, penciuman, dan pengecapan.
3. Memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi (volume).
4. Pesan yang terkandung dituangkan di dalam bentuk fisiknya.
5. Dilihat dari aspek cara penyajian isinya, ada media tiga dimensi yang
menyajikan pesan kandungnya secara spontan dan total.
Produksi media tiga dimensi tidak dapat lepas dari pengembangan instruksional
terutama terhadap tujuan yang akan dicapai. Di samping itu, dalam memproduksi media
tiga dimensi ini tidak boleh melupakan karakteristik media itu sendiri, karakteristik
siswa, sifat pesan, dan prosedur penggunaanya. Membuat media ini tidak asal buat saja
meskipun hasilnya baik. Tetapi harus memperhatikan prisip- prinsip dan unsur
pembuatannya.
Menurut Sadiman, dkk. (1993:121), prinsip-prinsip penggunaan media pembelajaran
tiga dimensi adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada satu media yang harus digunakan dengan meniadakan yang lain.
2. Sesuaikan kelebihan dan kekurangan media dengan karakteristik bidang studi
tertentu.
3. Tidak ada satu media pun yang dapat sesuai untuk segala macam pembelajaran.
4. Menggunakan media yang terlalu banyak sekaligus, dapat membingungkan dan
dapat merancu suasana pelajaran
5. Menggunakan media yang terlalu banyak sekaligus, dapat membingungkan dan
dapat merancu suasana pelajaran
6. Senantiasa dilakukan persiapan yang cukup
7. Media harus merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, bukan
sekedar hiasan.
8. Siswa harus dipersiapkan dan diperlakukan secara aktif.
9. Perlu diusahakan penampilan yang positif dari pada yang negatif.
10. Media jangan digunakan sekadar sebagai selingan atau hiburan, pengisi waktu,
kecuali memang tujuannya demikian
11. Gunakan media yang dapat melatih perkembangan bahasa baik lisan maupun
tertulis.
Prinsip-prinsip penggunaan media pembelajaran tiga dimensi tersebut harus dilakukan
secara konsekuen untuk dapat menggunakan media sesuai dengan fungsinya, sehingga
pada akhirnya dapat di capai efektivitas pembelajaran secara optimal.
Adapun tujuan dari penggunaan media tiga dimensi dalam pembelajaran menurut
Sadiman, dkk (1993:128) adalah sebagai berikut :
1. Meletakkan dasar-dasar konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengurangi
verbalisme.
2. Memperbesar minat perhatian dan motivasi belajar siswa.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar dan oleh
karena itu membuat pelajaran lebih menetap.
4. Memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret dan riil, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan, hal ini terutama
terdapat dalam gambar hidup
6. Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu
perkembangan kemampuan berbahasa
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan penggunaan media tiga dimensi
antara lain yaitu meletakkan dasar-dasar berpikir yang konkret, mengurangi verbalisme,
memperbesar perhatian siswa, memberikan pengalaman nyata, membantu tumbuhnya
pengertian dan perkembangan kemampuan berbahasa.
Penelitian mengenai pop-up dan scrapbook pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian
mengenai media scrapbook dilakukan oleh Arum Astuti (2013) dengan judul
“Peningkatan Keterampilan Menulis Poster dengan Pendekatan Kontekstual
Menggunakan Media Scrapbook Bertema Konservasi Bahasa dan Budaya Pada Siswa
Kelas VIII B SMP Negeri 2 Mertoyudan Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus, dengan subyek penelitian sebanyak 33 siswa. Siklus
pertama dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan kontekstual dan pemanfaatan
media buku tempel (scrapbook) bertema konservasi bahasa dan budaya. Kemudian siklus
kedua guru memberikan reward bagi siswa yang berprestasi dan mengalami perkembangan
keterampilan menulis poster. penelitian menunjukkan peningkatan keterampilan menulis
siswa dari siklus I dan II sebesar 8,47%. Selain itu, terjadi perubahan perilaku siswa
menjadi lebih aktif, serius, dan bersemangat dalam pembelajaran.
Selanjutnya, penelitian mengenai pop up pernah dilakukan oleh Septi Rohni Undari,
dkk. (2015) dengan judul “Pobundo (Pop-Up Budaya Indonesia) sebagai Media
Pembelajaran Berbasis Kebudayaan untuk Siswa Kelas VI Sekolah Dasar” Penelitian
bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan media pembelajaran yang
mempermudah siswa menyerap materi pelajaran IPS yang berkaitan dengan budaya
Indonesia. Hasil uji validasi media pada aspek tampilan media memperoleh persentase
nilai sebesar 100%, aspek media memperoleh persentase sebesar 75%, dan aspek materi
memperoleh persentase 71,5% dengan k ategori sesuai. Hasil uji lapangan dilakukan pada
dua kelas yaitu kelas eksperim en dan kelas kontrol, dimana kelas eksperimen yang
menggunakan media Pobundo mengalami kenaikan yang signifikan dari 2,695 menjadi
7,522. Sedangkan kenaikan pada kelas kontrol yaitu 2,391 menjadi 5,043.

B. Pembahasan
Scrapbook sudah banyak dikembangkan sebagai media pembelajaran, namun belum
terdapat inovasi dalam pengembangan media tersebut sehingga perlu dikembangkan.
Penelitian pengembangan media scrap book didasarkan pada teori ekologi media dan teori
uses and gratification. Teori ekologi media disampaikan oleh Marshall McLuhan (dalam
Batubara, 2014: 134) yang mengasumsikan bahwa media merupakan segala sesuatu yang
digunakan oleh manusia serta mampu membentuk persepsi terhadap sesuatu. Sedangkan
teori uses and gratification disampaikan oleh Blumer, Katz, dan Gurevitch (dalam Fajrie,
2015: 24-27) mengasumsikan bahwa penggunaan media disesuaikan dengan kebutuhan
dan keinginan pengguna. Sesuai asumsi dari teori uses and gratification bahwa pengguna
media berpartisipasi aktif menentukan media, maka dalam pengembangan media popscrap
book melibatkan pengguna yaitu guru dan siswa untuk memilih desain media melalui
kuesioner yang diberikan.
Adapun penggunaan media dalam pembelajaran berdasarkan teori kognitif yang
disampaikan oleh Bruner, di mana terdapat tiga tahap perkembangan kognitif yang dialami
oleh anak. Tahap perkembangan tersebut yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap
enaktif pemahaman siswa diperoleh melalui pengalaman langsung. Sementara pada tahap
ikonik pemahaman siswa diperoleh melalui imageri atau gambaran suatu objek melalui
gambar, video, maupun tiruan dari objek tersebut. Selanjutnya pada tahap simbolik siswa
sudah dapat berpikir secara abstrak. Berkaitan dengan hal ini sebagai guru maupun
pendidik haruslah menggunakan alat bantu media pembelajaran guna membantu siswa
memahami konsep-konsep yang diajarkan.
Penggunaan alat bantu media pembelajaran diperkuat dengan adanya asas mengajar
yang dikemukakan oleh Mandigers (dalam Rifa’i dan Anni, 2012: 164-166) bahwa dalam
pembelajaran hendaknya menggunakan alat peraga atau media agar pembelajaran yang
dilaksanakan tidak verbalistis.
Pendidikan karakter mempelajari kehidupan manusia dan lingkungannya memiliki
bidang kajian yang luas, sehingga tidak memungkinkan apabila materi pembelajaran
hanya disampaikan secara verbal. Untuk mempermudah pemahaman siswa dan
menjadikan pembelajaran lebih menarik diperlukan adanya media pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudjana dan Rivai (2011:5) bahwa bahan pelajaran yang sifatnya
fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi memerlukan media agar lebih mudah dipahami
siswa. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Gunawan (2013:52) bahwa
pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dengan menerapkan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang didukung dengan
pemanfaatan berbagai sumber dan alat bantu belajar serta pemanfaatan lingkungan agar
pembelajaran lebih efektif.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

A. Penulis Pertama
1. Identitas
a. Nama :
b. Tempat/Tanggal Lahir :
c. NIDN :
d. Alamat :
e. No Hp :
2. Riwayat Pendidikan:
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan tinggi
3. Pengalaman Berorganisasi:
4. Pengalaman kejuaraan:
5. Moto Hidup:

B. Penulis Kedua
1. Identitas
a. Nama :
b. Tempat/Tanggal Lahir :
c. NIDN :
d. Alamat :
e. No Hp :
2. Riwayat Pendidikan:
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan tinggi
3. Pengalaman Berorganisasi:
4. Pengalaman kejuaraan:
5. Moto Hidup:

Anda mungkin juga menyukai