Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“Memahami Basis Kas versus Basis Akrual pada Akuntansi Anggaran”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik

Dosen Pengampuh : Ibu Dr. Nina YusnitaYamin, SE., M.Si., Ak., CA

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

Mohamad Ilyas : C 302 19 003

Nilam Anggraeni : C 302 19 010

Bayu Isriawan : C 302 19 012

FAKULTAS PASCASARJANA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan baik dan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis membuat makalah yang berjudul “Memahami
Basis Kas versus Basis Akrual pada Akuntansi Anggaran”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik di Universitas Tadulako, Fakultas
Pascasarjana Program Studi Akuntansi.

Makalah ini dibuat beberapa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Nina YusnitaYamin, SE., M.Si., Ak., CA selaku Dosen Mata Kuliah Akuntansi
Sektor Publik di Universitas Tadulako, Fakultas Pascasarjana Program Studi Akuntansi
2. Teman-Teman Kelompok 2 yang turut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Palu, 11 September 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Tujuan Makalah ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perjalanan Reformasi Akuntansi Keuangan Pemerintah di Indonesia .... 4

a. Tahap pertama ................................................................................... 5

b. Tahap kedua ....................................................................................... 5

c. Tahap ketiga....................................................................................... 5

d. Tahap keempat .................................................................................. 6

2.2 Konsep dan Implementasi Basis Kas dan Basis Akrual .......................... 6

2.3 Perkembangan Akuntansi Berbasis Akrual di Berbagai Negara ............. 9

2.4 Pro-Kontra Mengadopsi Akuntansi Akrual Dalam Sektor Publik .......... 11

2.5 Dilematika Akrualisasi Sektor Publik……............................ .................. 12

2.6 Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual di Indonesia............................ 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama beberapa tahun terakhir wacana mengenai good government governance sangat
gencar di perbincangkan oleh para politisi dan masyarakat dalam ranah akuntansi pemerintahan.
Pada era reformasi saat ini tuntutan masyarakat agar pengelolaan negara dijalankan dengan
transparan dan akuntabel, dimana tuntutan ini lebih menekankan pemerintah untuk bagaimana
pemerintah bertanggung jawab menggunakan uang rakyat dalam pengelolaan pemerintahannya.

Sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat, pada akhirnya berdampak pada sistem
akuntansi pemerintahaan di Indonesia. Hasilnya, pada tahun 2010, Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) menerbitkan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang
ditetapkan melalui PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
yang menggantikan PP Nomor 24 Tahun 2005 yang menggunakan basis kas menuju akrual (cash
toward accrual).

Pada dasarnya, hanya terdapat dua basis akuntansi atau dasar akuntansi yang dikenal
dalam akuntansi, yaitu akuntansi berbasis kas (cash basis) dan akrual (accrual basis) sedangkan
jika ada basis akuntansi yang lain seperti basis kas modifikasian, atau akrual modifikasian atau
kas menuju akrual, merupakan modifikasi diantara basis kas dan basis akrual untuk masa transisi
(Halim dan Kusufi, 2012).

Akuntansi basis kas pencatatan dilakukan ketika transasksi terjadi , dimana uang benar-
benar diterima atau dikeluarkan, penerapan dasar akuntansi ini dianggap banyak kelemahan,
terutama laporan keuangan yang dihasilkan tidak informatif. Sedangkan basis akrual pencatatan
sudah dapat dilakukan ketika transaksi terjadi walaupun uang belum benar-benar diterima atau
dikeluarkan. Akuntansi berbasis akrual dianggap memiliki sejumlah manfaat untuk organisasi
sektor publik, oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya memahami
penerapan dasar akuntansi pada organisasi sektor publik, mulai dari perjalanan sejarah
penerapannya di indonesia, perbedaan konsep dan implementasinya dalam akuntansi anggaran,
perkembangan di berbagai negara, pro kontra mengadopsi akuntansi sektor public, dilematika
akrualisasi sektor publik dan tinjauan nya atas PP No 71 tahun 2010.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami merumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perjalanan reformasi akuntansi keuangan pemerintahan di Indonesia?
2. Apa saja konsep dan implementasi basis kas dan basis akrual dalam akuntansi anggaran?
3. Bagaimanakah perkembangan akuntansi berbasis akrual di berbagai negara?
4. Bagaimanakah pro-kontra mengadopsi akuntansi akrual dalam sektor publik?
5. Apa saja dilematika akrualisasi sektor publik?
6. Bagaimanakah tinjauan atas PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka kami
menyusunbeberapa tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perjalanan reformasi akuntansi keuangan pemerintahan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa saja konsep dan implementasi basis kas dan basis akrual dalam
akuntansi anggaran.
3. Untuk mengetahui tentang perkembangan akuntansi berbasis akrual di berbagai negara.
4. Untuk mengetahui pro kontra yang terjadi dalam mengadopsi akuntansi akrual dalam
sektor publik.
5. Untuk mengetahui dilematika yang terjadi dalam akrualisasi sektor publik.
6. Untuk mengetahui tinjauan atas PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Perjalanan Reformasi Akuntansi Keuangan Pemerintah Di Indonesia


Perjalanan panjang penerapan akuntansi pemerintahan di Indonesia tidak bisa lepas dari
perkembangan sosial politik yang memengaruhi perubahan sistem politik dan pemerintahan di
Indonesia. Perubahan sistem politik dan pemerintahan tersebut berdampak pada perubahan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan Negara termasuk
akuntansinya, karena penerapan sistem akuntansi pemerintahan dari suatu negara akan sangat
bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada negara yang bersangkutan
(Dwi Ratna, 2010)
Adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 yang diikuti oleh era
reformasi tahun 1998, dan pelaksaan otonomi daerah pada tahun 1999 sering disebut-sebut
sebagai trigger dari reformasi keuangan dan akuntansi pemerintahan (Indrawati, 2008). Dalam
konteks akuntansi pemerintah daerah, Ritonga (2010) membaginya menjadi tiga tahap yaitu dari
mulai tahun 1974 sampai dengan saat ini.Tahap pertama adalah periode mulai tahun 1974 sampai
dengan tahun 1999 yang dikenal sebagai masa akuntansi tradisional. Regulasi yang menjadi acuan
pada periode ini adalah UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di Daerah, PP
Nomor 5 Tahun 1975 dan PP Nomor 6 Tahun 1975. Tahap kedua, yaitu periode antara tahun
2000 sampai dengan tahun 2005, yang merupakan tahap reformasi akuntansi tahap pertama pada
era otonomi daerah. Pada periode tahap kedua ini relugasi yang menjadi acuan adalah UU Nomor
22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang menjadi tonggak otonomi daerah. Tahap
ketiga adalah tahap reformasi akuntansi tahap lanjutan (kedua), yang dimulai tahun 2005 sampai
dengan tahun 2010. Pada periode ketiga ini, regulasi yang menjadi acuan adalah PP Nomor 24
Tahun 2005 dan PP Nomor 58 Tahun 2005 yang merupakan penjabaran dari paket undang-
undang pengelolaan keuangan negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun
2004, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004. Titik awal dimulainya tahap
baru (tahap ke-4) dalam perkembangan akuntansi pemerintah, yaitu tahap penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Penerapan akuntansi berbasis akrual ini masih dalam rangka
memenuhi apa yang diamanatkan dalam Pasal 36 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan
negara.
a. Tahap Pertama : Periode Tahun 1974-1999

Pada periode ini disebut juga dengan periode pra reformasi. Pada masa ini belum ada
undang-undang yang mengatur secara spesifik tentang akuntansi pemerintahan. Semua
pengelolaan keuangan negara, termasuk akuntansi pemerintahan diatur menggunakan aturan
perundang-undangan yang merupakan warisan Belanda. Sistem pencatatan yang dilakukan
masih sangat sederhana, yaitu menggunakan sistem tata buku tunggal berbasis kas, sehingga
disebut juga periode sistem akuntansi tradisional, yang lebih berbentuk kegiatan
“pembukuan” bukan kegiatan “akuntansi”.

b. Tahap Kedua : Periode Reformasi Awal antara Tahun 2000-2005

Pada periode kedua perjalanan praktik akuntansi pemerintahan di Indonesia ini juga
tidak bisa lepas dari pengaruh reformasi politik yang terjadi pada saat itu. Pada periode ini
merupakan masa reformasi dengan ditandai jatuhnya rezim orde baru yang telah berkuasa
selama 32 tahun. Perubahan mendasar lainnya pada sistem akuntansi pemerintahan adalah
adanya pergeseran dari sistem pencatatan single entry dan berbasis kas menjadi double entry
dan berbasis kas modifikasian. Pada masa prareformasi diterapkan sistem pencatatan single
entry dengan alasan utama untuk kemudahan dan kepraktisan saja.

c. Tahap Ketiga : Periode Reformasi Lanjutan antara Tahun 2005-2010

Pada periode ini merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya yaitu melanjutkan
reformasi pengelolaan keuangan negara (daerah) dengan diterbitkannya tiga paket undang-
undang tentang keuangan negara, yakni UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Perubahan
mendasar pada sistem akuntansi pemerintahan periode ini adalah perlunya penyusunan sistem
akuntansi keuangan daerah yang mensyaratkan adanya standar akuntansi pemerintahan dan
prosedur akuntansi keuangan daerah untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan keuangan.
d. Tahap Keempat : Periode Penerapan Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
antara Tahun 2010-Sekarang

Sama halnya dengan tahap ketiga, periode ini merupakan lanjutan dari bagian reformasi
keuangan negara (daerah), terutama dalam hal akuntansi pemerintahan. Reformasi yang
terjadi adalah dimulainya penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dengan
dikeluarkannya PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP yang menggantikan PP Nomor 24
Tahun 2005 tentang SAP yang telah berlaku selama lima tahun.

2.2. Basis Kas Versus Basis Akrual : Konsep Dan Implementasinya Dalam Akuntansi
Anggaran

Sistem akuntansi kas adalah sistem pencatatan yang mencatat pendapatan dan beban di
dalam periode terjadinya penerimaan dan pembayaran kas. Sementara sistem akuntansi akrual
adalah sistem pencatatan yang mencatat pendapatan pada saat pendapatan tersebut diperoleh
(earned) kas diterima maupun tidak dan beban dicatat pada saat beban tersebut terjadi (incurred)
kas dibayarkan atau tidak. Dalam sistem basis akrual harus diterapkan sistem alokasi yang
umumnya dilakukan secara subjektif arbitrer karena pembebanan biaya, pengakuan pendapatan,
dan prinsip “matching” nya harus mematuhi prinsip “time period”. Artinya, jika terdapat biaya
yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan pada periode tahun buku yang dilaporkan, maka
walaupun belum di bayar harus diperhitungkan karena memang sudah merupakan hak atau
kewajiban entitas. Dalam basis kas murni, pembelian aset tetap misalnya bangunan harus
dianggap sebagai “beban” pada saat dikeluarkan sehingga tidak ada alokasi depresiasi selama
sisa umur penggunaannya.
a. Akuntansi Kas versus Akuntansi Akrual

Karakteristik Akuntansi Kas Akuntansi Akrual


Operasionalisasi Relatif sederhana Relatif
rumit/kompleks
Hubungannya dengan Relatif kuat Relatif lemah
sistem pendapatan dan
anggaran tradisional
Cakupan transaksi Mencatat hanya transaksi Mencatat transaksi
yang menghasilkan nonkas yang
pembayaran dan diestimasi dengan
penerimaan kas baik
Waktu Mencatat hanya transaksi Mencatat pengaruh
yang terjadi pada periode estimasi di masa
akuntansi yang relevan mendatang dari
transaksi saat ini dan
perubahan kebijakan
Audit dan Relatif sederhana Relatif harus
pengendalian dilakukan

Karena sistem akuntansi kas relatif sederhana, maka relatif mudah untuk
diimplementasikan dan dijalankan. Kelebihannya juga relatif mudah dalam audit dan
pengendaliannya. Namun, sistem ini cakupannya hanya terbatas pada transaksi yang
menghasilkan pembayaran atau penerimaan kas, dan sistem ini hanya mempertimbangkan
transaksi yang terjadi pada periode akuntansi yang relevan. Sedangkan akuntansi akrual relatif
rumit untuk diimplementasikan dan dijalankan dan keharusan untuk melakukan audit dan
pengendalian. Meskipun demikian, kelebihannya adalah mencakup pencatatan transaksi nonkas
sebaik transaksi kas dan mengakui pengaruh di masa mendatang (future effect) dari transaksi dan
perubahan kebijakan.

Ritonga (2010) menyimpulkan tiga kelemahan mendasar sistem akuntansi berbasis kas,
yaitu :

1. Informasi yang lebih kompleks dan tidak dapat dihasilkan;


2. Hanya terfokus pada aliran kas dan mengabaikan aliran sumber daya lain;
3. Pertanggungjawaban kepada publik jadi terbatas hanya pada penggunaan kas dan
tidak pada sumber daya lainnya;
Penerapan dasar akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan
sebagai berikut (Ahyani, 2007:35)
1. Memberikan ketelitian dalam penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dan
memungkinkan untuk melakukan penilaian secara lengkap terhadap kinerja
pemerintah.
2. Lebih akurat dalam melaporkan nilai aset, kewajiban, maupun pembiayaan
pemerintah.
3. Memungkinkan dilakukan cutt off (pemisahan suatu periode dengan periode yang
lain) secara lebih sempurna dan menginformasikan nilai-nilai ekonomis yang
terkandung dalam suatu periode tertentu.
4. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam
rangka akuntabilitas publik.
Akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang paling berkembang dan banyak
digunakan di organisasi sektor publik, terutama pemerintah. Akuntansi anggaran mencatat
dan menyajikan akun operasinya sejajar dengan anggarannya. Jumlah rekening belanja yang
dianggarkan dikreditkan terhadap rekening yang sesuai, kemudian apabila belanja tersebut
direalisasikan maka akun tersebut didebit kembali. Saldo yang ada tersebut dengan demikian
menunjukan jumlah anggaran yang belum dibelanjakan. Teknik akuntansi anggaran dapat
membandingkan secara sistematik dan kontinu jumlah anggaran dengan realisasi anggaran.
Tujuan utama teknik ini adalah untuk menekankan peran anggaran dalam siklus perencanaan,
pengendalian dan akuntabilitas. (Mardiasmo, 2009: 150: Ritonga, 2010;15).

2.3. Perkembangan Akuntansi Berbasis Akrual Di Berbagai Negara


Penggunaan akuntansi berbasis akrual saat ini makin diminati dan penggunaannya
berkembang dengan pesat baik di Internasional maupun di Indonesia sendiri, selain karena
tekanan IMF juga sebagai salah satu faktornya. Di negara-negara anggota OECD, basis akrual
sejauh ini lebih banyak diterima untuk pelaporan keuangan daripada untuk tujuan penganggaran.
Dua alasan yang sering dikemukakan atas hal ini adalah pertama, penganggaran secara akrual
dipercaya akan menimbulkan risiko disiplin anggaran. Keputusan politik untuk mengeluarkan
uang harus dikaitkan dengan kapan pengeluaran itu dilaporkan dalam anggaran, hanya basis kas
yang dapat memenuhi hal tersebut. Alasan kedua, yaitu bahwa legislator cenderung resisten
untuk mengadopsi anggaran akrual karena kompleksitas dari konsep akrual itu sendiri (OECD-
PUMA/SBO, 2002/10).
Review atas status akuntansi dan penganggaran akrual di negara-negara anggota OECD
yang digambarkan dalam Tabel-1, menunjukkan bahwa sebagian besar negara anggota telah
mengenalkan aspek akuntansi akrual dan akan lebih aktif lagi untuk menyosialisasikannya pada
masa-masa berikutnya (Athukorala dan Reid, 2003).
Tabel I

Status Akuntansi dan Penganggaran Akrual di Negara-Negara Anggota OECD

Akuntansi Akrual untuk Laporan


Nama
No. Individual Konsolidasian Penganggaran Akrual
Negara
Departemen/Lbg Akrual

New
1. sejak T.A. 1992 sejak T.A. 1992 Sejak T.A. 1995
Zealand

ESA 95 sedang
2. Swedia sejak T.A. 1994 sejak T.A. 1994 dikenalkan akrual
penuh

3. Kanada Sejak, T.A. 2002 Sejak, T.A. 2002 Ya

4. Finlandia Sejak, T.A. 1998 Sejak, T.A. 1998 ESA 95. Ya

Amerika
5. sejak T.A. 1998 sejak T.A. 1998 Beberapa
Serikat

6. Australia sejak T.A. 1995 sejak T.A. 1997 sejak T.A. 2000

ESA 95. Kas


7. Spanyol Akrual Modifikasian Akrual Modifikasian
modifikasian

Sedang dikenalkan
8. Swiss Ya Tidak
akrual penuh

Laporan Kas, didukung ESA 95. Dalam


9. Jerman Tidak
dengan informasi akrual persiapan

ESA 95. Untuk Lembaga-


Lembaga (Agencies)
10. Belanda Sejak 1994 Sedang dikenalkan
sejak 1997. Sedang
dikenalkan akrual penuh.
Keterangan:

1. ESA 95 (European System of Accounts 1995) mengamanatkan penggunaan akrual basis


untuk penyusunan laporan keuangan. Negara-negara anggota EU diharuskan menyusun
laporan dan prediksi keuangan pemerintah sesuai dengan ESA 95.
2. Negara-negara anggota yang masih menggunakan akuntansi basis kas, sebagian besar
menggunakan basis akuntansi kas modifikasian.
Mardiasmo (2009) menambahkan bahwa negara yang berhasil dalam menerapkan
akuntansi akrual secara penuh adalah Selandia Baru yang telah dilakukan sejak tahun 2001.
Sistem akuntansi akrual yang diterapkan Selandia Baru terbukti memberikan kontribusi yang
besar dalam menghasilkan informasi yang lebih komrehensif dibandingkan dengan sistem.

2.4. Pro-Kontra Mengadopsi Akuntansi Akrual Dalam Sektor Publik

Manfaat utama dari sistem akuntansi akrual adalah pendapatan dan belanja pemerintah
dapat dialokasikan secara tepat setiap saat. Dalam hal ini, akuntabilitas dapat diimplementasikan
secara lebih baik dengan akuntansi akrual yang mengakui beban saat dibayarkan. Terdapat
sejumlah kritik atas penerapan akuntansi berbasis akrual disektor publik yang meliputi dari
masalah teknik seperti penilaian aset, sampai ke pertanyaan yang lebih luas terkait dengan
perbedaan kebutuhan akuntansi antara sektor publik dengan sektor swasta dan akuntabilitas
demokratis.

Perbedaan utama diantara kedua dasar akuntansi, yaitu kas dan akrual, juga pada letak
manipulasi yang bisa dilakukan. Pada basis kas, laporan keuangan dapat dimanipulasi dengan
mengelola waktu transaksi. Sedangkan, dalam kasus akuntansi akrual, lingkup (scope)
manipulasi adalah inheren di dalam pembentukan estimasi pendapatan dan beban. Jadi, akuntansi
akrual berpotensi memiliki lingkup (scope) manipulasi yang lebih besar. Oleh karena itu,
akuntansi akrual menyebabkan munculnya masalah pengendalian keuangan yang lebih besar.

2.5. Dilematika Akrualisasi Sektor Publik


Pada praktiknya suatu proses pengadopsian standar yang baru tentu akan mengalami
beberapa pertentangan antar pihak-pihak yang setuju dan yang tidak sehingga menimbulkan
dilema tersendiri ketika menerapkannya. Menurut Halim dan Kusufi (2012) penerapan akuntansi
berbasis akrual memiliki manfaat tersendiri yakni dari segi penerapannya yang lebih akuntabel
karena pengakuannya pada saat terjadinya transaksi.
Peraturan pemerintah Indonesia mengenai penerapan akuntansi berbasis akrual
sejatinya sudah harus dilaksanakan sejak tahun 2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 36 ayat 1
menyatakan :
“Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang
ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.”
Namun, setelah diterbitkannya peraturan perundang-undangan mengenai penerapan
sistem berbasis akrual, faktanya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut
belum terealisasi dengan maksimal. Dilematik lain yang terjadi terkait dengan penerapan adopsi
penuh akuntansi berbasis akrual yakni adanya tekanan akibat reformasi akuntansi sektor publik
untuk mendorong diberlakukannya pengelolaan keuangan yang akuntabel dan juga ada tekanan
dari lembaga-lembaga internasional seperti World Bank, UNDP, IMF, serta adanya standarisasi
internasional/IPSAS (Mahmudi, 2011). Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan
harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
Menurut Simanjuntak (2010) beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di
pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System.
Dalam pengimplementasian akuntansi berbasis akrual ini sangat rumit, dapat dipastikan
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem
akuntansi dan IT based system yang lebih rumit pula. Selain itu pula dibutuhkan sistem
pengendalian intern yang memadai agar tujuan organisasi tercapai melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, kendala pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Komitmen dari Pimpinan.
Dukungan pimpinan yang merupakan kunci dari keberhasilan suatu perubahan. Salah
satu penyebab lemahnya komitmen pemimpin dalam penyusunan laporan keuangan dalam
beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja
khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah disingkat (SKPD) penerima dana
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
3. Tersedianya SDM yang Kompeten.
Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tentu memerlukan SDM yang menguasai
akuntansi pemerintahan. Namun, saat ini kebutuhan tersebut sangat terbatas, apalagi
menjelang penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Oleh karena itu, pemerintah
pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi
pemerintahan dan memberikan sistem insentif serta remunerasi yang memadai untuk
mencegah timbulnya praktik korupsi oleh SDM yang terkai dengan akuntansi pemerintahan.
Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah penting untuk
memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi terhadap perubahan
Dalam penerapan akuntansi berbasis akrual akan ada suatu kondisi di mana ada pihak
internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti
perubahan, biasanya pihak yang seperti ini sudah merasa nyaman dengan sistem yang lama
dan akan berfikir bahwa perubahan sistem yang baru akan menyulitkan dalam pekerjaan
mereka. Oleh karena itu, perlu disusun sebagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.

Dilematika yang timbul memang memunculkan kelemahan dari penerapan secara penuh
akrualisasi sektor publik, tetapi pemerintah Indonesia perlu menyikapinya dengan baik
mengingat tingginya kelebihan yang dimiliki.

2.6. Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Di Indonesia : Tinjauan Atas PP Nomor


71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Sejak diterbitkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan


(SAP) yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2010, basis akuntansi yang digunakan pada
sistem akuntansi pemerintahan di Indonesia adalah menggunakan basis akrual. Hal ini dengan
jelas dinyatakan pada Pasal 4 ayat 1 dan 2 PP 71/2010 yang berbunyi :

“Pemerintah menerapkan SAP berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat 1


dinyatakan dalam bentuk PSAP.”

Lebih lanjut pada ayat 4 dinyatakan bahwa:

“PSAP Sebagaimana dimaksud pada ayat 2.... tercantum dalam lampiran I yang tidak
terpisahkan dari peraturan pemerintah ini.

Lampiran I yang dimaksud adalah SAP BERBASIS Akrual yang terdiri atas Kerangka
Konseptual dan PSAP Nomor 01 sampai dengan PSAP Nomor 12. Jelas, bahwa berdasarkan
penjelasan diatas, PSAP yang ada pada lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 adalah PSAP
Berbasis Akrual. Bagaimana penerapan basis akrual menurut PP No 71 Tahun 2010 ? Pertanyaan
ini merupakan pertanyaan yang mendasar, karena apakah dengan adanya peraturan pemerintah
tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia telah menerapkan basis akrual? Tentunya hal ini cukup
hanya dengan pernyataan pada Pasal 4 diatas. Apalagi pada pasal sebelumnya, yaitu Pasal 1 ayat
8 dinyatakan :

“SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan
ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan
dalam APBN/APBD.”

Penerapan akuntansi secara penuh pada entitas pemerintahan bukanlah perkara yang
mudah, untuk menerapkannya perlu beberapa kondisi yang harus dipenuhi, jangan sampai
penerapan akuntansi berbasis akrual dipaksakan hanya karena telah diamanatkan dalam undang-
undang atau merupakan keharusan akibat adanya dorongan dari lembaga-lembaga internasional
seperti IMF dan Bank Dunia, tanpa mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan organisasi
pemerintahan di Indonesia, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Di dalam ranah sektor publik sangat diperlukan basis akuntansi yang tepat., karena hal
ini akan berpengaruh pada alokasi anggaran dan pemanfaatan biaya untuk pelayanan publik
dengan anggaran pemerintah yang terbatas. Selama ini akuntansi sektor publik menggunakan
akuntansi berbasis kas, akan tetapi penerapannya dianggap kurang efektif dan efisien sehingga
demi meningkatkan sistem kinerjanya maka pemerintah mengganti sistem akuntansi berbasis
akrual dengan diterapkannya standar yang mengatur hal tersebut.
Penyesuaian untuk menggunakan akuntansi berbasis akrual yang sangat rumit bagi
instansi pemerintah menjadi implementasi basis akrual dalam instansi pemerintah tidak dapat
segera diadopsi dan membutuhkan waktu implementasi yang tidak sebentar. Kesiapan SDM,
dukungan teknologi informasi, kondisi sosial politik yang kondusif dan mendukung, serta
dukungan dari auditor pemerintah mutlak diperlukan agar reformasi akuntansi pemerintahan ini
dapat berjalan sukses dan memperoleh manfaat yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Athukorala, Sarath Lakshman, dan Reid, Barry. 2003. Accrual Budgeting and Accounting
in Government and Its Relevance for Developing Member Countries. Manila: Asian
Development Bank. http://etd.repository.ugm.ac.id/ diakses tanggal 11 September 2019, Jam
11.05 WITA.

Dwi Ratna S. 2010. Kondisi Faktual Sistem Akuntansi Pemerintah. Diedit oleh
Abdul Halim, Yanuar E. Restianto, dan I Wayan Karman, dalam Seri Bunga Rampai Akuntansi
Sektor Publik: Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat – Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah –
kapita elekta SistemAkuntansi sektor Publik. Yogyakatya: UPP STIM YKPN.

Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi.2012. Akuntansi sektor publik : Akuntansi Keuangan
Daerah, edisi ke-4. Jakarta : Salemba Empat

Indrawati, Yuhertiana. 2008. Reformasi Akuntansi Sektor Publik : Mewujudkan Pelayanan


Publik yang Lebih Baik Melalui Pelaporan Keuangan Pemerintahan yang Akuntabel.
http://eprints.upnjatim.ac.id/2395/, diakses tanggal 11 September 2019, Jam 11.12 WITA.

Mahmudi. 2011. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.


Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Akuntansi Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana UGM.

Simanjuntak, Binsar. 2010. Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan


di Indonesia. Makalah ini disampaikan dalam Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, 9
Desember.

Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta: 2003

Anda mungkin juga menyukai