Anda di halaman 1dari 4

Tugas Pengantar Ilmu Grafika

“Akan Matikah Media Cetak?”

Disusun Oleh :

No. Nama Mahasiswa NIM Prodi


1. Alimal Hafid Ichwani 19030008 Penerbitan
2. Anisya Zahra 19030016 Penerbitan
3. Fitri Anggraini 19030052 Penerbitan
4. Salsabila Dwi Solihah 19030116 Penerbitan

Mata Kuliah :

Pengantar Ilmu Grafika

Dosen Pengajar :

Drs. Jimmy Paat, M. Si

Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta

1. Dari artikel tersebut, di negara mana kebangkrutan koran-koran


terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya?
Dari negara amerika serikat. Menurut salah satu pembicara, koran
di Amerika Serikat yang bangkrut menggunakan modal publik,
menghadapi masalah biaya, utang, pajak dan penurunan pendapatan iklan
sekitar 20 persen. Pendapatan dari sirkulasi koran juga turun meski tiras
masih cukup tinggi (ratusan ribu).

Contoh perusahaan media cetak / koran yang bangkrut di amerika serikat


adalah
1. Surat kabar Tribune Co
Surat kabar Tribune mengalami masalah keuangan bahkan mengajukan
perlindungan pailit pada awal Desember 2008. Akibat menurunnya
pemasukan iklan untuk edisi cetak, Tribune memilih untuk fokus di berita
online.

2. The New York Times


Surat kabar dengan oplah terbesar, The New York Times, masih bertahan
dengan berita versi cetaknya hingga saat ini, meskipun distribusinya tidak
lagi dalam jumlah besar. Oleh karena kurangnya pemasukan dari koran,
perusahaan ini menyewakan sebagian ruang di gedung kantor pusatnya di
New York guna membantu biaya operasional. Berhadapan dengan krisis
ekonomi dan arus Internet, The New York Times juga memilih untuk
menyampaikan berita melalui media online.

3. Majalah Newsweek
Setelah 80 tahun menyebarkan berita di Amerika Serikat, Newsweek
mengakhiri edisi cetaknya pada pengujung akhir tahun 2012. Pihak
Newsweek memilih untuk terbit dalam format online, Newsweek Global,
pada 2013. Perpindahan format disebabkan kurangnya pemasukan iklan.

4. Majalah Reader's Digest


Perjuangan perusahaan RDA Holding selama 91 tahun untuk menyebarkan
berita melalui majalah Reader's Digest akhirnya harus berakhir pada
pertengahan Februari 2013 lalu. Reader's Digest memilih untuk melayani
pembacanya melalui edisi online.

5. Rocky Mountain News


Tepat pada tanggal 27 Februari 2009, surat kabar yang berdiri pada tahun
1859 ini resmi ditutup karena berbagai sebab. Sebelumnya, pada tahun

2
2008, E.W. Scripps & Co, pemilik harian ini, memilih untuk menjualnya.
Akan tetapi, karena tidak ada yang membeli, Scripps memilih
menutupnya.

2. Sementara itu, dimana banyak perusahaan media mampu bertahan


bahkan dapat sukses?
Banyak perusahaan media cetak yang mampu bertahan hingga
mencapai kesuksesan, salah satunya di Eropa. Hal ini antara lain
disebabkan pendapatan sirkulasif relatif stabil, menjadikan jejaring online
sebagai pendukung, bukan musuh. Mengembangkan bisnis print dan
online secara simultan dalam kerangka strategi bisnis. Media online lalu
bukan lagi exit strategy, tetapi inovasi.
Perusahaan publik yang tiap tahun harus tumbuh untuk
meningkatkan harga saham, mengambil alih banyak perusahaan, yang
menyebabkan pembengkakan biaya dan utang.
Optimisme tetap tumbuh bahwa media cetak akan tetap hadir. Hanya,
media harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Juga
ditawarkan content aggregation management bagi anggota SPS.
Di Eropa Barat, perusahaan media cetak relatif bias bertahan dan
banyak yang sukses karena pasar keuangannya terkontrol. Selain itu,
media cetak tetap memusatkan kegiatan bisnis pada jual beli media cetak,
termasuk ruang untuk iklan. Teknologi dimanfaatkan sebagai pendukung
media cetak dan secara simultan dikelola bersama-sama.
Hingga kini, media cetak masih tetap hadir di negara-negara yang
penetrasi internetnya tinggi. Menurut Internet World Stats (2008), di
Singapura, misalnya, penetrasi internetnya 67,8 persen, Jepang 73,8
persen, Jerman 67 persen, Denmark 80,4 persen, Belanda 82,9 persen. Di
negara-negara itu, seluruh media cetak masih berjalan dengan baik.

3. Bagaimana kondisi di Indonesia, serta kaitannya dengan teknologi


dan regulasi?
Perkembangan teknologi mendorong bisnis buku elektronik,
fenomena ini sempat menimbulkan kekhawatiran tergerusnya buku cetak.
Data Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) menunjukkan pangsa pasar
buku dalam negeri mencapai sekitar Rp 14,1 triliun pertahun. Sekitar 60

3
persen pasar buku berasal dari pembelian oleh pemerintah untuk sektor
pendidikan. Setiap tahun ada 100.000 judul buku yang dimintakan
International Series Book Number (ISBN) di Perpustakaan Nasional,
namuan hanya 40 sampai 45 persen yang akhirnya benar-benar terbit.
Meski jumlah penduduk Indonesia besar, peminat buku sangat
sedikit. Rata-rata buku hanya dicetak 3.000 eksemplar untuk setiap
judulnya. Menurut data, rata-rata orang Indonesia hanya membeli 2 judul
buku setiap tahun. Ikapi menyatakan, Indonesia memiliki 1.300 penerbit,
namun hanya separuhnya yang aktif. Penerbit disebut aktif, jika minimal
mampu memproduksi 10 judul buku setiap tahunnya.
Kemajuan teknologi yang memudahkan banyak hal, memberi jalan
para pembajak yang mencari uang melalui jalan keliru semacam ini.
Penerbit buku biasanya memilih menjual versi elektronik melalui aplikasi
semacam Google Play Book yang aman. Namun, di luar sana ada banyak
orang memanfaatkan teknologi untuk membuat versi digital dan dijual
murah di pasaran. Itulah sebabnya mereka yang bergelut dalam industri
buku juga ditantang masuk ke dunia media sosial.
Semakin besarnya pemakaian telepon pintar, membuka peluang
bisnis penjualan buku elektronik. Aplikasi semacam Google Play Book
sudah melakukan itu sejak lama.
Melalui penelitian maupun diskusi bahwa animo membaca media
cetak di Indonesia masih tinggi. Meski demikian, media cetak harus
meningkatkan kemampuan profesionalnya sekaligus mengantisipasi
perkembangan teknologi. Secara sinergis, media cetak dan digital harus
tumbuh dan berkembang bersama. Perlu dicatat penetrasi internet di
Indonesia terus meningkat meski saat ini masih amat kecil, sekitar 10,5
persen (25juta), di bawah Filipina (14,6 persen).

Anda mungkin juga menyukai